"Dari mana Diandra?" Zaid muncul tiba-tiba. "Astaghfirullah," Diandra sangat kaget. Zaid menatap Diandra dengan intens. "Dari mana Diandra?" Tanya Zaid kembali. "Dari luar Mas. Cari udara seger. Diandra sakit kepala.""Terus kenapa gak jawab telepon Mas?" Tanya Zaid. "Gak denger Mas.""Masa iya gak denger? Mas nelpon sampe belasan kali Diandra. Kamu sengaja gak mau angkat teleponnya ya?" "Ih.. Suudzon sama Diandra.""Lah bukan suudzon Diandra. Mana mungkin kamu gak denger.""Diandra capek Mas. Diandra mau mandi dulu ya!" Diandra berjalan melewati Zaid. Zaid sangat kesal dengan sikap Diandra sekarang, namun ia mencoba menahannya. ***"Ah.. Rasanya nyaman sekali," Ucap Diandra. Setelah hari yang panjang dan melelahkan, akhirnya Diandra bisa beristirahat. Tapi istirahatnya tidak berlangsung lama, Zaid kembali menganggunya. "Diandra," Panggil Zaid. "Kamu udah makan?""Hemm..""Hemm apa?""Udah," Jawab
"Lama lagi gak Di?"'Astaghfirullah,' batin Diandra."Di? tidur ya?" celoteh Zaid lagi. Dari pada menjawab pertanyaan Zaid, Diandra lanjut memasak. Tidak mendapat jawaban dari Diandra, Zaid menghampiri Dian Diandra. Dari tadi, Dian Diandra memang membelakangi Zaid. Arah kompor dan juga mini bar yang ada di dapur memang berlawanan. Dari belakang Zaid merangkulkan lengannya di perut Diandra. "Kamu tidur ya Di?" Bisik Diandra. "Jangan sentuh Diandra, Mas!" Jawab Diandra. Zaid tidak terganggu dengan perkataan Diandra dan tetap menggangu Diandra. "Lepas! Giliran Diandra yang nyentuh Mas Zaid, Mas gak suka."Mendengar Diandra bicara, Zaid melepaskan rangkulannya. "Maaf Di," Ucap Zaid. Zaid langsung pergi dari sana. Zaid kembali ke tempatnya semula. Ia menunggu tanpa kata. 'Ternyata apa yang aku lakukan tadi sangat salah. Aku tidak menyangka tindakanku menyebabkan masalah seperti ini.' Zaid larut dalam lamunannya. Ia merasa bersalah pada Diandra. 15 menit berlalu, makanan sudah sel
"Mas Zaid! Diandra gak bisa napas Mas.""Sebentar lagi aja Di. Satu menit lagi aja."Diandra membiarkan Zaid melakukan apa yang ia ingin lakukan. 'Kenapa Mas Zaid aneh sekali ya. Kayak punya kepribadian ganda? Aku jadi khawatir.' Diandra mengusap usap punggung Zaid dengan lembut. "Mas.. Mas.." Diandra berusaha menyadarkan Zaid."Mas Zaid," Panggil Diandra lembut. "Diandra, jangan pergi kemana mana ya," bisik Zaid. "Maksudnya Mas?" Diandra mengangkat kepalanya melihat ke arah Zaid. "Mas mencintaimu," Zaid mengecup kening Diandra. Suhu tubuh keduanya sudah sama sama rendah. Mereka kedinginan. 'Yang bener aja, mencintaiku? Aku gak percaya.' "Kita masuk ke dlasm yuk Di. Dingin banget loh ini!" Aja Zaid. "Iya Mas, ayo buruan!"Zaid menggandeng tangan Diandra masuk ke rumah. Mereka berdua sama sama masuk ke kamar mandi yang berada di dapur. "Mas duluan loh Di!""Ihh enggak. Jelas jelas Diandra duluan tadi.""Oh ya u
Brukkk!!" "Auuu.." Diandra menengadah ke atas. "Apa apaan kamu, May?" Tanya Diandra. Diandra kesulitan bangkit, pinggangnya terasa sangat sakit. "Hahah.. Itu karena kamu terlalu lancang Diandra. Bisa bisanya membuat saya kesal.""Kejam, jahat!" Ucap Diandra. Sementara itu, Zaid langsung berlari ke arah dapur mendengar suara seperti orang yang sedang terjatuh. "Astaghfirullah, kamu kenapa sayang?" Zaid membantu Diandra. "Diandra tadi kepeleset Mas. Maya baru aja mau ngebantuin, udah keduluan sama Mas.""Iya sayang?" Tanya Diandra. Diandra menggangguk saja. "Mas, pinggang Diandra sakit banget, gimana kalau Diandra kenapa napa Mas.""Kita ke rumah sakit aja yuk Sayang!" Ajak Zaid. "Iya Mas. Beneran sakit banget." Diandra memasang topengnya. Rasa sakitnya tidak sesakit itu. "Ayo sayang," Zaid memapah Diandra. Wajah Maya merah padam melihat kemesraan keduanya. Dadanya terasa sangat panas bagai air yang mendidih. 'Da
Gak mungkin sebentar lah, pasti lama. Diandra, apes banget kamu yah!' Diandra menyesali kebahagiaan yang tadi sejenak ia rasakan saat Zaid mengutarakan perasaannya."Ngeselin banget ah!"Diandra tetap mengantri, sudah terlanjur juga. Diandra tinggal menunggu tiga orang lagi sebelum gilirannya. "Mas pesan tiga porsi ya!""Baik Mba."Setelah mendapatkan pesanannya Diandra memesan taksi online. Bawaannya lumayan banyak jika pesan ojek online. "Sesuai aplikasi ya Mba?""Iya benar Mas.""Baik Mba. Oh iya, Mba mau kemana ini Mba kalau boleh tau?""Rumah Ibu saya, Mas.""Ohh.. Libur kerja ya Mba?""Iya Mas, saya udah nikah. Tinggalnya pisah dari orang tua saya.""Hohh.. Pantesan. Keliatan aura pengantin barunya Mba.""Pengantin baru apaan Mas, udah dua bulan lalu saya nikah.""Oh itu masih baru Mba namanya.""Rasanya udah lama banget Mas. Suami saya ngeselin banget," Diandra curcol colongan. "Hahahha.. Maaf ya Mba. Saya gak
"Belanja, beli lah Ri. Mbamu mumpung lagi royal.""Oke Mba."Diandra benar benar melakukan apa yang dikatakannya.Diandra membelikan Bu Rina dan Rinal pakaian dan akan mentraktirnya makan. "Mba kita makan disana aja!" Ajak Rinal. "Iya boleh, ayo Bu, Ri!"Diandra menggandeng Bu Rina masuk, disusul oleh Rinal. Di dalam sana, saat akan memilih posisi duduk, Diandra melihat sosok yang sangat dikenalnya. 'Mas Zaid, ngapain disini?' Pikir Diandra. Bu Rina dan Rinal juga melihat Zaid.Mereka berusaha untuk menyapa Zaid yang juga melihat ke arah mereka, berbeda dengan Diandra yang langsung buang muka. Diandra dan keluarganya sudah mendapatkan meja dan kini sedang memesan makanan. Sedangkan Zaid baru saja berpisah dengan rekan bisnisnya. Setelah itu, barulah Zaid bergerak menghampiri mereka. "Ibu," Zaid menyalami Bu Rina. "Ri," Zaid bersalaman dengan Rinal. "Oh, ternyata Mas Zaid memang beneran kerja ya?" Goda Rinal. "Emangnya Diandra ngomong apa, Ri?" Tanya Zaid. "Oh.. Itu aja sih
"Ihh, apa gak jorok Mas?""Enggak lah, enak malahan sayang.""Enak dari mananya?""Iya enak aja.""Udah fokus aja ke jalan aja Mas. Kamu gak fokus bawa mobilnya dari tadi loh Mas.""Mana ada mas gak fokus sayang, fokus nih!""Iya kalau fokus kenapa dari tadi ngisengin Diandra mulu, Mas.""Cantik kalau lagi ngambek sayang. Makin cantik malahan.""No sense banget.""Udah cepet buka mulut Mas, biar Diandra suapin cireng aja. Dari tadi ngoceh terus. Khawatir bisa ribut kita entar nih!""Aa.." Zaid membuka mulutnya. "Makan yang banyak Mas, biar cepat habis."Zaid menatap Diandra sambil terus mengunyah makanan, 'Ujungnya aku juga yang disuruh ngabisin makanan.'"Kenapa ngeliatin Diandra kayak gitu Mas?""Kamu beli makanannya banyak banget, yang makan Mas sayang, kenyang banget Mas.""Biarin, biar kayak Bapak Bapak komplek, makmur.""Diandra, jahat banget!" Zaid mencubit manja lengan Diandra. "Lagi lagi KDRT ya Mas, saki
"Emangnya kenapa Pak? Apa ada yang salah?""Huahh.. Kamu sangat lalai akhir akhir ini Diandra. Bagaimana bisa melewatkan banyak kesalahan di dalam proposal ini.""Maaf Pak, maksudnya gimana ya?""Buka lembar ketiga!"Diandra segera membalik halaman sesuai perintah Zaid. "Itu, coba baca dengan seksama. Kalimatnya apa sudah benar ditulia seperti itu?"Diandra segera mencari tahu apa yang dimaksud oleh Zaid. Dua menit berlalu, Diandra sudsh membaca halaman itu dia kali. Tidak ditemukan kesalahan ataupun hanya sekedar typo disana. "Gak ketemu Pak," Ucap Diandra. "Astaghfirullah, parah banget Di. Apa karena kamu banyak libur akhir akhir ini, jadi pekerjaanmu begini?""Maaf Pak. Tapi kan Bapak paling tau saya libur karena apa. Bukannya saya mau libur nyantai gitu Pak.""Gak ngejawab saya apa gak bisa Di?""Maaf, bisa Pak. Terus saya salah dimananya Pak?" "Disini, disini!" Zaid menunjukkan bagian yang ia anggap salah. "Gak ada yang s