Dian.. Di.. Dian!!" "Hemm.." Sahut Diandra. "Diandra, ayo bangun! Kita ke rumah sakit sekarang juga!" Ucap Zaid. Diandra membuka matanya dan melihat ke arah Zaid. Wajah Zaid terlihat begitu khawatir. "Ayo bangun! Kamu demam panas banget Di," Jelas Zaid. "Sa..ya.. dingin.. Mas."Tanpa banyak bicara, Zaid memapah Diandra keluar dari rumah. Segera ia melajukan mobilnya menuju rumah sakit. Sekitar 30 menit berkendara, Zaid tiba di rumah sakit. Demam Diandra masih begitu panas. "Kamu duduk disini aja dulu Di, Mas mau daftar dulu.""Hemm.." Ucap Diandra. ***Setelah diperiksa oleh Dokter, Diandra akhirnya menginap di rumah sakit. Demamnya perlahan berangsur turun. Zaid pun tidak memberitahu Ibu Diandra karena takut Beliau khawatir. Sekarang Zaid sedang duduk di samping ranjang Diandra yang sedang tertidur. "Hari yang sangat melelahkan," gumam Zaid. Sepanjang hari ini banyak yang terjadi dan menguras emosinya. 'Saya sampai
"Yee.. Namanya juga saya usaha Di. Udah kamu tenang aja, masakan saya pasti enak kok.""Masa sih? Awas kalau engga ya Mas," ucap Diandra. "Kalau gak enak emangnya kenapa?" Tanya Zaid. "Ya mending saya masak sendiri dong kalau gitu," ucap Diandra. "Hahaha.. Kirain kan, mau dibuang gitu. Gak dimakan.""Gak gitu juga dong Mas Zaid. Saya makan walau gak banyak.""Iya udah tenang aja deh! Mas mau lihat bahannya bisa masak apa," ucal Zaid. Beberapa detik berlalu, Zaid berhasil memilih bahan masak yang akan diolahnya menjadi makanan. Zaid mengambil beberapa seafood dan menanak nasi. Ia memilih untuk memasak hidangan lauk. Beberapa rmelah juga sudah dikupas oleh Zaid. 'Sepertinya Mas Zaid pandai memasak. Dilihat dari caranya memotong bahan makanan dan kedekatannya,' pikir Diandra. Tidak tahan hanya melihat, Diandra akhirnya mengomentari cara Zaid memasak. "Kamu belajar masak dari mana Mas? Kelihatannya ahli banget?" Tanya Diandra. "Otodidak Di. Kan saya dulu lama di luar negeri. Saya
"Entahlah Mas. Saya gak tahu harus bicara apa! Sepertinya menjadi istri kamu sudah ditakdirkan dalam hidup Saya. Namun, saya gak pernah kepikiran kalau saya akan menjadi anak yang gagal di depan mata Ibu saya," ucap Diandra. "Maksudnya?" Tanya Zaid. "Apa yang telah terjadi telah menyatukan kita sebagai sepasang suami-istri, ini sudah takdir dari Tuhan. Tapi menjadi Putri yang membuat Ibu saya malu, gak pernah terpikirkan sama saya. Rasanya saya telah gagal menjadi anak yang baik buat Ibu saya.""Kamu salah Di. Justru sebaliknya, Ibu kamu mengatakan kamu adalah Putri terbaiknya. Ibu berpesan sama saya untuk menjaga dan ngebahagiain kamu. Ibu kamu bangga bisa melihat kamu seperti sekarang. Tapi karena kesalahannya, kamu tiba-tiba menjadi sangat malang.""Ibu saya ngomong gitu sama Mas?" Tanya Diandra. "Iya," Sahut Zaid. "Ibu.." Mata Diandra berkaca-kaca. 'Ibu gak salah apa apa Bu. Ini semua karena Diandra yang gak bisa jaga diri.'"Kamu nangis lagi Di?" Tanya Zaid. "Enggalah. Ngapa
"Selama Ibu libur, Pak Zaid juga menghilang Bu. Berita berita yang isinya gosip tentang Pak Zaid semuanya juga hilang.""Gosip yang mana Sequ?" Tanya Diandra. "Gosip Pak Zaid tidur dengan karyawan misterius di kantor kita ini juga Bu," Jawab Sequ. "Astaghfirullah, gosipnya jahat sekali," ucap Diandra. "Iya Bu, syukurlah sekarang berita gosipnya udah gak ada. Mungkin udah dibanned sama Pak Zaid. Tapi saya heran kok bisa ada gosip kayak gitu ya Bu? Tanya Sequ. "Mungkin orang yang suka sama Pak Zaid, Sequ. Saya kurang tau juga," Jawab Diandra. "Tapi ini aneh banget sih Bu. Saya tahu saingan bisnis Pak Zaid pasti banyak, tapi Pak Zaid yang dinginnya udah kayak es batu hitu digosipkan tidur dengan seorang karyawan wanitanya, it not logic. Kapan coba Pak Zaid ngedeketin karyawan wanita di kantor kita?""Entahlah Bi, Saya juga gak tahu. Orang nyebelinnya kelewatan kayak gitu, siapa yang mau coba! Hahaha..""Hahahah.." Tawa Bianca dan Sequ. 'Untunglah mereka bisa tertawa mendengar ucapan
"Sebelum Ibu mengatakan hal yang kurang baik tentang saya dan keluarga saya, saya ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi Bu. Saya gak akan menyusahkan Pak Zaid kok, Bu." Zaid segera mengenggam tangan Diandra. "Biar Zaid yang jelasin Ma," ucap Zaid. "Apa yang sebenarnya terjadi Zaid?" Tanya Bu Tata. "Begini Ma," Zaid mulai menjelaskan perkara yang dimaksud olehnya. Segera Zaid berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu itu agar tidak ada yang menganggu obrolan mereka nanti. "Mama jangan emosi atau memotong pembicaraan Zaid nanti ya Ma. Zaid mau cerita panjang dsei awal sampai berita itu akhirnya terpublish.""Oke, Mama juga penasaran apa yang sebenarnya terjadi sayang."Bu Tata duduk berhadapan dengan Zaid, sementara itu Diandra duduk dengan jarak yang lebih jauh dari sebelumnya dengan Bu Tata. Zaid mulai bicara, dan Diandra menjadi pendengar dan pemantau pembicaraan anak dan Ibu itu. Terjadi tanya jawab di sela sela pembicaraan keduan
"Itu loh Bu, Mama Pak Zaid tadi nyapa kami. Wajahnya kelihatan bahagia banget Bu, apa ada berita baik, Bu?" Tanya Fifi. 'Apa maksud mereka ya?' Pikir Diandra. Diandra ingat ekspresi wajahnya Bu Tata saat meninggalkan ruangan Zaid tadi. "Maksudnya gimana ya Fi?" Tanya Diandra. "Mama Pak Zaid kelihatan seneng dan lebih ceria Bu setelah keluar daru ruangan Pak Zaidz dari lads sebelumnya" Jelas Fifi. "Astaghfirullah," Gumam Diandra. "Ada apa Bu?" Tanya Bianca. Bianca sudsh penasaran la yang terjadi di dalam ruangan Zaid. Ia sekarang justru lebih tertarik dan khawatir terjadi sesuatu yang kurang baik sama Diandra. Wajah Diandra kelihatan lebih pucat dari pada pagi tadi."Enggak papa Bi. Cuma agak kurang enak badan aja.""Gak terjadi apa apa di dalam tadikan Bu?""Engga kok. Mamanya Pak Zaid cuma berkunjung biasa aja. Beliau mau dibantu untuk memilih beberapa keperluan dalam rangka memperingati ulang tahun2 Pak Zaid," Jelas Diandra. "Hohh.. Karena
Zaid merasa sulit bernafas karena Diandra memeluknya sangat erat, Zaid segera bergerak untuk melepaskan pelukan Diandra. Pelan pelan Zaid mengangkat lengan Diandra dari tubuhnya. Baru Zaid mengangkat lengan Diandra, kini giliran kakinya pula yang mendekap erat Zaid. "Astaghfirullah.. Lasak banget Kamu, Diandra.""Dian, Diandra!" Zaid coba membangunkan istrinya itu. Beberapa kali Zaid mencoba, tapi tidak ada reaksi dari Diandra. Zaid yang sedikit kesal menyerang balik Diandra. Kali ini Zaid yang memeluk erat Diandra. Mereka saling berpelukan. "Eughh.." Diandra merasakan ada yang memeluknya tapi ia masih bisa tertidur pulas tanpa hambatan apapun. 'Gimana ini?' Batin Zaid. Zaid jadi mati kutu dan sangat kikuk. Maksud hati ingin membuat sang istri merasakan kesulitan yang ia rasakan, tapi malah ia semakin tersiksa. Zaid segera melepaskan pelukannya dari Diandra. Zaid juga mencari cara agar dirinya bisa terbebas dari dekapan yang agak sedikit sesak dari Diandra. Namun beberapa kali
Apa yang salah dengan itu sih Pak? Bagus bagus aja sih Pak. Justru konsep yang seperti ini lagi laku Pak.""Klise banget Diandra!" "Yang Bapak maksud klise itu menurut saya klasik dan ling lasting. Mengangkat tema keluarga untuk menonjolkan sebuah produk membuat citra produk lebih hangat dan mengenai hati calon pembeli.""Nah itu tu, seharusnya perusahaan kita tidak terlalu fokus pada konsep yang itu itu aja. Hampir semua klien kita berikan konsep yang seperti ini Diandra. Orang orang pasti akan mengenal kita sebagai perusahaan yang menjual jasa yang bertemakan family. Apa karena kamu dan Anggota Tim kamu mayoritas perempuan ya? Bukan begitu Jo?" "Mungkin Bapak tidak suka konsepnya aja. Gak perlu bawa bawa gender juga Pak," Jawab Diandra. "Ya kalau gitu seharusnya kalian menyiapkan konsep yang lebih baik dong!""Ini Pak!" Diandra menyodorkan proposal cadangan yang selalu ia dan Timnya buat sebagai serep."Wahh.. Apa ini. Apa isinya akan sama juga?"'Astaghfirullah ngeselin banget!'
Gimana Mas bisa tenang Sayang, hah?""Istighfar Zaid. Untuk apa kamu meributkan hal yang gak perlu diributkan Zaid!""Gak perlu gimana Ma? Zaid benar benar terluka, Ma." Zaid sangat kecewa dan langsung meningggalkan tempat itu. Diandra segera menyusulnya. "Mas, tunggu Diandra." Diandra mengejar Zaid tergesa-gesa. "Mas!" Diandra mempercepat langkahnya. Bersyukurnya, Diandra berhasil mengejar Zaid sebelum Zaid menyalakan mesin mobil. "Huhhh" Napas Diandra tersengal. Zaid mulai mengendarai mobilnya sangat laju. Bukan cuma laju, tapi juga ugal-ugalan. "Mas, istighfar!" Diandra menyentuh lengan Zaid. Wajah Diandra terlihat lumayan pucat. Zaid masih saja diam dan enggan menurunkan kecepatan laju mobilnya. "Mas, Diandra mual. Pelan pelan please Mas!" Suara Diandra melemah. Diandra sungguh merasa sangat mual. "Huek.." Mendengar Diandra seperti itu, Zaid langsung khawatir. Segera ia menurunkan kecepatan mobilnya. "Mas berhenti sebentar!" D
iandra dan Bianca sangat bertekad untuk menggolkan proposal mereka kali ini. Apapun yang terjadi Diandra benar-benar tidak akan mundur. Walaupun harus bertengkar atau berdebat habis habisan dnegen Zaid. Belakangan ini Zaid memang sedikit santai dan kendur terhadap Diandra dan timnya. Sekarang Zaid sudah mode sadar, sesadar sadarnya.Setelah berada di dalam ruangan Zaid sekitar 10 menit, Diandra dan Bianca mulai menyerang Zaid. "Kami sudah mengusahakan yang terbaik Pak. Kami rasa Bapak terlalu ketat dan tidak memberi kami ruang. Seharusnya gak begitu Pak!" Tegas Diandra.Satu minggu berlalu"Halo Pak, saya sudah menemukan orang yang Bapak cari. Kami sudah menahannya agar tidak meninggalkan negara ini. Namanya Jason, Pak. Salah satu orang kepercayaan dari keluarga Bapak. Orang itu tidak mengakui tuduhan yang telah kami sampaikan, padahal jelas jelas pelakunya adalah orang itu.""Baiklah. Kerja bagus, saya akan segera menemui orang itu." Zaid mematikan ponselnya. "Siapa yang menelpon M
Malam harinya, Diandra sedang menonton televisi dan bersantai. Ia ingin melupakan sejenak pekerjaannya yang sangat menganggu. Sementara itu, Zaid juga baru selesai mandi dan sepertinya akan segera bergabung dengannya."Di, udah makan malam belum?""Belum Mas, lagi malas makan. Gak mood gara gara urusan kantor.""Hohh.. Mas laper nih Di. Kita pesan makan online aja gimana?""Boleh Mas. Beli apa ya?""Hemm.. Empek empek sayang?""Hohh boleh tu Mas."Zaid segera duduk di sebelah Diandra. Ia mengeluarkan ponselnya dan merangkul Diandra. Satu tangannya memegang ponsel, satunya lagi udah merayap kemana-mana. "Ini tangannya gak sopan banget ya Mas!" "Gak papa dong sayang. Udah seminggu yang lalu kita tidur bareng dan gak ngapa ngapain sejak itu. Mesum juga kan sama istri sendiri.""Mas lupa ya kalau kita menikah kontrak?""Mas ingat Sayang. Dari awal Mas gak ada niat menikah kontrak sama kamu. Mas beneran tulus mau menikah sama kamu. Mas jatuh
115."Wahh.. Sepertinya itu dilakukan oleh orang yang berkuasa Mas. Kalau malam itu kita beneran gak melakukan apa apa, berarti tadi malam kita beneran melakukannya untuk yang pertama kali. Dan gak pernah buat dosa dong Mas. Diandra pernah merasa bersalah banget karena kejadian itu.""Hah?" Zaid belum konek. "Iya Mas, Diandra dan Mas Zaid gak pernah ngelakuin dosa. Kita menikah bukan karena one night stand. Ini murni cuma kecelakaan, yang menjebak kita untuk segera menikah Mas. Alhamdulillah," Diandra merasa sangat plong, semua yang mengganjal dibenaknya hilang. Zaid masih memproses semua perkataan Diandra. "Ad apa Mas?""Diandra, sungguh ini darah perawankah? Kita tidak pernah berhubungan malam itu. Dan satu hal lagi, ini pertama kalinya kita berhubungan?" Zaid ingin memastikan. "Yes Mas.""Alhamdulillah Ya Tuhan. Ternyata diri Mas memang tidak pernah bertindak melanggar larangan Allah. Kamu masih suci saat Mas nikahi. Dan kita melakukannya dalam ikat
Kalau gak mau nerima yang ini, simpan saja sayang. Kalau yang ini harus kamu terima ya Di." Zaid memberikan sebuah bungkusan paper bag pada Diandra. "Apa lagi ini Mas?" Tanya Diandra. Bungkusan itu sudah berada di tangan Diandra. Diandra melihat isi dari paper itu, dan isinya ternyata berupa baju. "Ini apa Mas?" "Bukalah dan lihat. Mas gak tahu kamu suka apa. Mas udah berusaha memilih yang terbaik." Diandra segera membuka bungkus itu dan membentang isi dari paper bag itu. "Bagus banget Mas." Wajah Diandra terlihat bahagia. Sangat berbeda dari ekspresi Diandra saat menerima perhiasan tadi. "Kamu suka?""Suka.""Makasih Mas. Hemm terus kita mau kemana Mas?""Kamu mau kita kemana?""Hemm.. Gak tau sih Mas. Tapi ini masih jam 10, gak kecepatan kalau kita pulang sekarang Mas?""Mas tau harus kemana. Kamu yakin bakal ikut aja?""Yakin lah Mas.""Hohh.. Kalau gitu ayo kita ke suatu tempat.""Baiklah," Jawab Diandra. Diandra dan Zaid
"Iya Ma."Mereka bedua menuju kasir untuk membayar dan segera keluar dari toko itu. "Di, kita pergi ke suatu tempat lagi ya!""Kemana Ma?""Restoran.""Ohh.. Iya boleh Ma. Diandra juga kehabisan energi pengen makan, laper Ma. Padahal tadi Diandra udah makan banyak.""Hahaha.. Itu karena energinya udah kepake buat jalan jalan sama Mama sayang." "Hahah iya mungkin Ma."Sementara itu di tempat lain Zaid udah menunggu kedatangan kedua wanita yang sangat berharga di hidupnya itu."Mama sama Diandra kok lama banget ya?" Zaid masih berusaha santai menunggu. Sementara itu, Bu Rina dan Rinal sendang dalam perjalanan menuju restoran. "Ibu yakin restoran W kan Bu?""Iya Ri. Nak Zaid tadi bilang itu nama restorannya. Nanti setelah tiba disana, kita diminta telepon aja.""Baiklah Bu. Kita berarti udjah bener. Tinggal belok di perempatan depan ini, kita langsung sampai.""Oki Ri."Sedangkan di tempat lain, Diandra dan Bu Tata juga sedang slama perjalanan ke restoran yang dimaksud oleh Zaid. "Ki
"Belinya dalam rangka apa ya Mas? Ulang tahun atau anniversary?""Ulang tahu istri saya Mba.""Oh tunggu sebentar ya Mas, kami punya koleksi terbaru.""Oh iya Mba." Zaid sabar menanti. Tidak lama pegawai toko itu datang dengan membawa beberapa koleksi perhiasan yang sangat elegan. Ada kalung, gelang dan juga cincin. "Yang ini edisi terbatas Pak. Hanya ada tiga di Asia. Buatan desainer terkenal Eropa.""Beauty," Sahut Zaid. Kalau yang ini buatan lokal Pak, tapi sangat cantik.""Ohh gitu Mba.""Saya suka yang ini sama yang ini!" Tunjuk Zaid ke dua pilihan yang ia maksud. "Bapak mau keduanya?""Iya, yang ini dan yang ini. Jangan lama lama ya Mba. Bungkus dan saya akan bayar.""Baiklah Pak."Zaid menyelesaikan urusannya xi toko perhiasan itu. Setelahnya, Zaid menghubungi sang Mama untuk membatalkan pertemuan di rumah sang Mama dan berkumpul di restoran yang sudah ia pesan untuk merayakan pesta ulang tahun Diandra. ***Dian
"Wah.. Harum banget Di. Masih lama gak? Mas jadi tambah lapar karena aromanya.""Sabar, lima belas menit lagi Mas.""Benarkah?" Zaid bangkit dari tempat duduknya. Zaid meletakkan ponsel yang tadi digenggamannya di atas meja. Kemudian ia berjalan menuju Diandra. "Ada yang bisa Mas bantu gak sayang?""Bantu aduk ini Mas! Diandra mau bikin bumbu mienya.""Baiklah." Zaid segera mengambil alih tempat Diandra. "Kita makan nasi apa makan mie sayang?""Makan nasi boleh Mas, makan mie juga boleh.""Oh.. Banyak banget loh ini Di.""Gak papa Mas. Kan mau kita bawa ke rumah Mama. Selama ini kita selalu bawa makanan yang kita beli, sekali ini gak papa dong kalau kita bawain makanan yang kita masak sendiri.""Iya bener sih sayang, tapi beneran kamu gak capek?""Capek Mas, tapi capek aja. Gak pake capek banget kok Mas!""Udah nih, Mas. Kamu geser lagi ya Mas!""Oh oke, oke. Mas bisa bantu apa lagi Di?""Bantu makan aja Mas. Mas Zaid udah sering banget masakin buat Diandra, hari ini tugas Mas Zaid
"Mas, bisa gak gak gangguin Diandra. Diandra lagi nyetir nih Mas.""Iya iya, lihatin jalannya Di. Awas nabrak entar loh!""Iya iya Mas, bisa gak kalau gak ngerecokin Diandra!" "Hahahaha gak asik kalau gak ngerecokin kamu Di.""Ada ya terniat banget gitu gangguin istrinya?""Adalah sayang." "Mas laper gak sih?""Banget, tapi Mas gak mau makan makanan dari luar. Masakin ya sayang.""Masakin? Capek loh Mas.""Yang gampang aja sayang, telur ceplok juga gak papa. Mas makan kok.""Bener ya?""Iya sayang.""Oke ya udah. Kita langsung pulang aja.""Iya sayang. Hati hati nyetirnya sayang.""Iya iya. Gak percayaan banget sih Mas.""Hemm, percaya kok sayang. Cuma ngingetin aja kok.""Ya udah, ini Diandra bakal lebih hati hati lagi Mas.""Oke sayang."***Setibanya di rumah, sepasang suami istri ini bukannya sarapan, Mereka justru memilih tidur lebih dahulu. Mereka tidur sambil berpelukan satu sama lain. Sangat n