"Itu loh Bu, Mama Pak Zaid tadi nyapa kami. Wajahnya kelihatan bahagia banget Bu, apa ada berita baik, Bu?" Tanya Fifi.
'Apa maksud mereka ya?' Pikir Diandra. Diandra ingat ekspresi wajahnya Bu Tata saat meninggalkan ruangan Zaid tadi."Maksudnya gimana ya Fi?" Tanya Diandra."Mama Pak Zaid kelihatan seneng dan lebih ceria Bu setelah keluar daru ruangan Pak Zaidz dari lads sebelumnya" Jelas Fifi."Astaghfirullah," Gumam Diandra."Ada apa Bu?" Tanya Bianca. Bianca sudsh penasaran la yang terjadi di dalam ruangan Zaid. Ia sekarang justru lebih tertarik dan khawatir terjadi sesuatu yang kurang baik sama Diandra. Wajah Diandra kelihatan lebih pucat dari pada pagi tadi."Enggak papa Bi. Cuma agak kurang enak badan aja.""Gak terjadi apa apa di dalam tadikan Bu?""Engga kok. Mamanya Pak Zaid cuma berkunjung biasa aja. Beliau mau dibantu untuk memilih beberapa keperluan dalam rangka memperingati ulang tahun2 Pak Zaid," Jelas Diandra."Hohh.. KarenaZaid merasa sulit bernafas karena Diandra memeluknya sangat erat, Zaid segera bergerak untuk melepaskan pelukan Diandra. Pelan pelan Zaid mengangkat lengan Diandra dari tubuhnya. Baru Zaid mengangkat lengan Diandra, kini giliran kakinya pula yang mendekap erat Zaid. "Astaghfirullah.. Lasak banget Kamu, Diandra.""Dian, Diandra!" Zaid coba membangunkan istrinya itu. Beberapa kali Zaid mencoba, tapi tidak ada reaksi dari Diandra. Zaid yang sedikit kesal menyerang balik Diandra. Kali ini Zaid yang memeluk erat Diandra. Mereka saling berpelukan. "Eughh.." Diandra merasakan ada yang memeluknya tapi ia masih bisa tertidur pulas tanpa hambatan apapun. 'Gimana ini?' Batin Zaid. Zaid jadi mati kutu dan sangat kikuk. Maksud hati ingin membuat sang istri merasakan kesulitan yang ia rasakan, tapi malah ia semakin tersiksa. Zaid segera melepaskan pelukannya dari Diandra. Zaid juga mencari cara agar dirinya bisa terbebas dari dekapan yang agak sedikit sesak dari Diandra. Namun beberapa kali
Apa yang salah dengan itu sih Pak? Bagus bagus aja sih Pak. Justru konsep yang seperti ini lagi laku Pak.""Klise banget Diandra!" "Yang Bapak maksud klise itu menurut saya klasik dan ling lasting. Mengangkat tema keluarga untuk menonjolkan sebuah produk membuat citra produk lebih hangat dan mengenai hati calon pembeli.""Nah itu tu, seharusnya perusahaan kita tidak terlalu fokus pada konsep yang itu itu aja. Hampir semua klien kita berikan konsep yang seperti ini Diandra. Orang orang pasti akan mengenal kita sebagai perusahaan yang menjual jasa yang bertemakan family. Apa karena kamu dan Anggota Tim kamu mayoritas perempuan ya? Bukan begitu Jo?" "Mungkin Bapak tidak suka konsepnya aja. Gak perlu bawa bawa gender juga Pak," Jawab Diandra. "Ya kalau gitu seharusnya kalian menyiapkan konsep yang lebih baik dong!""Ini Pak!" Diandra menyodorkan proposal cadangan yang selalu ia dan Timnya buat sebagai serep."Wahh.. Apa ini. Apa isinya akan sama juga?"'Astaghfirullah ngeselin banget!'
"Loh.. Saya gak ngerti lah Di. Kamu gak ngomong, gimana Saya mau tahu?""Gitu Mas," ucap Diandra. "Gitu gimana toh?" Tanya Zaid. "Tok..tok.." "Di, udah selesai bersih bersihnya? Jadi mau sholat bareng ke masjid kan?" Tanya Bu Rina. "Iya Bu, bentar Bu." Diandra segera membuka pintu kamarnya."Diandra mandi bentar ya Bu. Kalau enggak keburu Mas Zaid duluan aja sama Ibu ya Mas. Diandra nyusul.""Oh boleh, Zaid udah pake baju. Ayo Nak!" Anak Bu Rina. Zaid baru saja selesai memakai pakaiannya. Ia segera menyisir rambutnya agar lebih rapi. "Ayo Bu," jawab Zaid. "Mas kita belum selesai bicara ya, nanti kita lanjut," Bisik Diandra saat Zaid melewatinya. Segera Zaid dan Bu Rina menghilang dari pandangan Diandra. Diandra juga bergegas untuk bersih bersih dan menyusul keduanya. Sholat magrib di masjid yang berjarak tidak begitu jauh dari rumah Diandra telah usai. "Bu Rina, ini siapa?" Tanya teman Bu Rina. "Oh ini, kenalin menantu saya.""Zaid, Bu." Zaid memperkenalkan dirinya. "Oh..
"Diandra, kamu ninggalin ini tadi," Bu Rina membuka pintu kamar Diandra yang memang tidak terkunci. Bu Rina melihat Zaid yang berada di atas tubuh Diandra. "Maaf maaf.. Ibu lupa kalau ada Zaid," Reflek Bu Rina. Bu Rina segera menutup kembali pintu kamar Diandra. "Mas.. Geser dong. Duhh.. Ibu mikirnya kita lagi ngapa ngapain kan jadinya.""Emang kalau iya pun kita ngapa ngapain gak salah dong Di," ucap Zaid. Zaid masih belum ingin beranjak dari posisinya saat ini. "Mas.. Berat tau!" Ucap Zaid. Bukannya menghindar, Zaid malah merangkul Diandra. "Ngapain kamu Mas?" Diandra berusaha lepas dari rangkulan Zaid. "Emangnya kenapa kalau saya ngapa ngapain kamu?" "Ya gak boleh lah!" Diandra segera bangkit dan terlepas dari Zaid. "Mas.. Saya tetap gak mau pindah. Saya sebelah kanan tidurnya. Awas ya kalau ngambil posisi Saya! Saya mau ke kamar mandi dulu," ucap Diandra. "Gak janji," Ucap Zaid. Diandra segera ke kamar mandi sedangk
"Bismillah," ucap Diandra. Diandra menyusuri gang gang yang ada di sekitaran perumahan. Ia sudah berlari hampir 8 kilometer dan masih akan terus berlari sampai satu jam penuh. "Diandra!" Panggil seseorang. Diandra segera menoleh ke arah sumber suara itu. Fajar yang lumayan mendung pagi itu membuat Diandra sulit mengenali siapa yang sosok yang memanggilnya tadi. "Siapa ya?" Gumam Diandra. Dari jarak sejauh itu, Diandra merasa heran bagaimana bisa sosok itu mengenali dirinya. Perlahan sosok itu mendekati dirinya. "Diandra kan?" Sosok itu ingin memastikan kalau yang ia panggil tadi memang Diandra. "Iya," jawab Diandra. Diandra mulai mengenali sosok itu karena jarak mereka yang semakin dekat. "Kamu?" "Hemm.. Senang bisa melihat kamu lagi," ucapnya. "Mas Farid.""Kamu masih mengenali aku, syukurlah."'Tentu, aku tidak akan pernah melupakan kamu Mas,' batin Diandra. "Tentu. Kamu sangat baik padaku, mana mungkin aku melupakan kamu Mas," ucap Diandra. "Ah bisa sajakan, ini sudah
0. "Diandra Diandra. Ternyata kamu ada sisi kayak gininya juga ya," ucap Zaid. "Maksudnya gimana Mas?" Tanya Diandra. "Iya sisi yang kayak gini, peduli terhadap orang tua.as belum pernah ngeliat," Ucap Zaid. "Ohh gitu," Ucap Diandra. "Ya udah kalau gitu ayo buruan Mas! Apa biar saya aja yang nyetir ya?" Tanya Diandra. "Engga, biar Mas aja. Ini juga mau berangkat. Bismillah," ucap Zaid. Hampir sejam di jalanan karena macet sore hari, Diandra dan Zaid akhirnya tina di rumah Ibu Diandra. "Assalamu'alaikum," ucap Diandra. "Walaikumsalam," jawab Bu Rina. Diandra langsung masuk ke rumah meninggalkan Zaid, sedangkan Zaid menyusul di belakang Diandra. "Ibu ads yang perlu dibantu lagi gak Bu? Ibu masak apa tadi?" Tanya Diandra. "Semuanya udah Ibu persiapkan Di, kamu gak perlu khawatir. Rinal juga udah pulang, sengaja Ibu suruh pulang cepat buat nyambut Papa mertua kamu. Biar gak Canggung," Jelas Bu Rina. "Oh iya Bu, makasih ban
"Saya pikir pendapat Mba Diandra dan pendapat kedua orang tua Mas Zaid sama sama benar, tapi.." Rinal berhenti berucap. "Tapi apa Mas Rinal?" Tanya Pak Zola. "Mempublikasikan pernikahan keduanya lebih baik menurut saya. Agar tidak ada simpang siur yang akan mengungkit kejadian ini di Suatu hari nanti. Tentang privasi yang Mba Diandra maksud mungkin setelah acara resepsi digelar nanti, Mas Zaid harus lebih menjaga Mba Diandra dengan baik.""Persaingan bisnis dan juga hal lain yang menyangkut Pak Zaid dan Ibu, Bapak pasti akan memperngaruhi kehidupan Mba Diandra kedepannya. Dan untuk bagaimana keduanya menikah, tidak perlu dipublikasikan. Biarlah publik yang berspekulasi sendiri. Begitu menurut saya, Pak, Bu.""Mas Rinal sangat bijaksana bila dibandingkan dengan kita semua yang ada disini. Bagaimana Bu, Diandra?" Tanya Pak Zola. "Saya setuju," ucap Zaid. "Kamu Di?" tanya Zaid. "Kalau begitu saya setuju," ucap Diandra. Pembicaraan hari itu berjalan
"Iya, liat aja! Nama calonnya Pak Zaid juga dipublikasikan!""Siapa?" Tanya Bianca. Bianca segera menyambut ponsel Sisi. "Oh my god. Aku gak percaya!" Ucap Bianca. Ia tidak menyangka tebakan dari rekan rekannya itu benar. "Kenapa Bi?" Fifi bergantian mengambil ponsel Sisi. Fifi membaca langsung nama siapa yang ada disana. Nama seseorang yang sangat mereka kenal, yaitu Diandra Dikara. "Subhanallah, ternyata Bu Diandra.." Fifi sulit berkata-kata. Sementara itu, ponsel Diandra mendapatkan banyak notifikasi dari banyak orang. "Ponselnya dari tadi berdering loh Di. Siapa yang nelpon kamu?" Tanya Farid. "Biarin aja Pak. Sebentar lagi pembicaraan kita selesai kok Pak. Nanti kalau ada yang penting saya telepon balik.""Oh iya," ucap Farid. Tidak hanya Diandra, ponsel Jojo juga mendapat banyak notifikasi. Hanya saja Jojo mengaktifkan mode silent. Berselang 20 menit, pembicaraan Diandra dan juga Farid usai juga. "Terimakasih banyak Pak," Jojo mengulurkan tangannya. "Sama sama Pak J