"Entahlah Mas. Saya gak tahu harus bicara apa! Sepertinya menjadi istri kamu sudah ditakdirkan dalam hidup Saya. Namun, saya gak pernah kepikiran kalau saya akan menjadi anak yang gagal di depan mata Ibu saya," ucap Diandra. "Maksudnya?" Tanya Zaid. "Apa yang telah terjadi telah menyatukan kita sebagai sepasang suami-istri, ini sudah takdir dari Tuhan. Tapi menjadi Putri yang membuat Ibu saya malu, gak pernah terpikirkan sama saya. Rasanya saya telah gagal menjadi anak yang baik buat Ibu saya.""Kamu salah Di. Justru sebaliknya, Ibu kamu mengatakan kamu adalah Putri terbaiknya. Ibu berpesan sama saya untuk menjaga dan ngebahagiain kamu. Ibu kamu bangga bisa melihat kamu seperti sekarang. Tapi karena kesalahannya, kamu tiba-tiba menjadi sangat malang.""Ibu saya ngomong gitu sama Mas?" Tanya Diandra. "Iya," Sahut Zaid. "Ibu.." Mata Diandra berkaca-kaca. 'Ibu gak salah apa apa Bu. Ini semua karena Diandra yang gak bisa jaga diri.'"Kamu nangis lagi Di?" Tanya Zaid. "Enggalah. Ngapa
"Selama Ibu libur, Pak Zaid juga menghilang Bu. Berita berita yang isinya gosip tentang Pak Zaid semuanya juga hilang.""Gosip yang mana Sequ?" Tanya Diandra. "Gosip Pak Zaid tidur dengan karyawan misterius di kantor kita ini juga Bu," Jawab Sequ. "Astaghfirullah, gosipnya jahat sekali," ucap Diandra. "Iya Bu, syukurlah sekarang berita gosipnya udah gak ada. Mungkin udah dibanned sama Pak Zaid. Tapi saya heran kok bisa ada gosip kayak gitu ya Bu? Tanya Sequ. "Mungkin orang yang suka sama Pak Zaid, Sequ. Saya kurang tau juga," Jawab Diandra. "Tapi ini aneh banget sih Bu. Saya tahu saingan bisnis Pak Zaid pasti banyak, tapi Pak Zaid yang dinginnya udah kayak es batu hitu digosipkan tidur dengan seorang karyawan wanitanya, it not logic. Kapan coba Pak Zaid ngedeketin karyawan wanita di kantor kita?""Entahlah Bi, Saya juga gak tahu. Orang nyebelinnya kelewatan kayak gitu, siapa yang mau coba! Hahaha..""Hahahah.." Tawa Bianca dan Sequ. 'Untunglah mereka bisa tertawa mendengar ucapan
"Sebelum Ibu mengatakan hal yang kurang baik tentang saya dan keluarga saya, saya ingin menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi Bu. Saya gak akan menyusahkan Pak Zaid kok, Bu." Zaid segera mengenggam tangan Diandra. "Biar Zaid yang jelasin Ma," ucap Zaid. "Apa yang sebenarnya terjadi Zaid?" Tanya Bu Tata. "Begini Ma," Zaid mulai menjelaskan perkara yang dimaksud olehnya. Segera Zaid berjalan ke arah pintu dan mengunci pintu itu agar tidak ada yang menganggu obrolan mereka nanti. "Mama jangan emosi atau memotong pembicaraan Zaid nanti ya Ma. Zaid mau cerita panjang dsei awal sampai berita itu akhirnya terpublish.""Oke, Mama juga penasaran apa yang sebenarnya terjadi sayang."Bu Tata duduk berhadapan dengan Zaid, sementara itu Diandra duduk dengan jarak yang lebih jauh dari sebelumnya dengan Bu Tata. Zaid mulai bicara, dan Diandra menjadi pendengar dan pemantau pembicaraan anak dan Ibu itu. Terjadi tanya jawab di sela sela pembicaraan keduan
"Itu loh Bu, Mama Pak Zaid tadi nyapa kami. Wajahnya kelihatan bahagia banget Bu, apa ada berita baik, Bu?" Tanya Fifi. 'Apa maksud mereka ya?' Pikir Diandra. Diandra ingat ekspresi wajahnya Bu Tata saat meninggalkan ruangan Zaid tadi. "Maksudnya gimana ya Fi?" Tanya Diandra. "Mama Pak Zaid kelihatan seneng dan lebih ceria Bu setelah keluar daru ruangan Pak Zaidz dari lads sebelumnya" Jelas Fifi. "Astaghfirullah," Gumam Diandra. "Ada apa Bu?" Tanya Bianca. Bianca sudsh penasaran la yang terjadi di dalam ruangan Zaid. Ia sekarang justru lebih tertarik dan khawatir terjadi sesuatu yang kurang baik sama Diandra. Wajah Diandra kelihatan lebih pucat dari pada pagi tadi."Enggak papa Bi. Cuma agak kurang enak badan aja.""Gak terjadi apa apa di dalam tadikan Bu?""Engga kok. Mamanya Pak Zaid cuma berkunjung biasa aja. Beliau mau dibantu untuk memilih beberapa keperluan dalam rangka memperingati ulang tahun2 Pak Zaid," Jelas Diandra. "Hohh.. Karena
Zaid merasa sulit bernafas karena Diandra memeluknya sangat erat, Zaid segera bergerak untuk melepaskan pelukan Diandra. Pelan pelan Zaid mengangkat lengan Diandra dari tubuhnya. Baru Zaid mengangkat lengan Diandra, kini giliran kakinya pula yang mendekap erat Zaid. "Astaghfirullah.. Lasak banget Kamu, Diandra.""Dian, Diandra!" Zaid coba membangunkan istrinya itu. Beberapa kali Zaid mencoba, tapi tidak ada reaksi dari Diandra. Zaid yang sedikit kesal menyerang balik Diandra. Kali ini Zaid yang memeluk erat Diandra. Mereka saling berpelukan. "Eughh.." Diandra merasakan ada yang memeluknya tapi ia masih bisa tertidur pulas tanpa hambatan apapun. 'Gimana ini?' Batin Zaid. Zaid jadi mati kutu dan sangat kikuk. Maksud hati ingin membuat sang istri merasakan kesulitan yang ia rasakan, tapi malah ia semakin tersiksa. Zaid segera melepaskan pelukannya dari Diandra. Zaid juga mencari cara agar dirinya bisa terbebas dari dekapan yang agak sedikit sesak dari Diandra. Namun beberapa kali
Apa yang salah dengan itu sih Pak? Bagus bagus aja sih Pak. Justru konsep yang seperti ini lagi laku Pak.""Klise banget Diandra!" "Yang Bapak maksud klise itu menurut saya klasik dan ling lasting. Mengangkat tema keluarga untuk menonjolkan sebuah produk membuat citra produk lebih hangat dan mengenai hati calon pembeli.""Nah itu tu, seharusnya perusahaan kita tidak terlalu fokus pada konsep yang itu itu aja. Hampir semua klien kita berikan konsep yang seperti ini Diandra. Orang orang pasti akan mengenal kita sebagai perusahaan yang menjual jasa yang bertemakan family. Apa karena kamu dan Anggota Tim kamu mayoritas perempuan ya? Bukan begitu Jo?" "Mungkin Bapak tidak suka konsepnya aja. Gak perlu bawa bawa gender juga Pak," Jawab Diandra. "Ya kalau gitu seharusnya kalian menyiapkan konsep yang lebih baik dong!""Ini Pak!" Diandra menyodorkan proposal cadangan yang selalu ia dan Timnya buat sebagai serep."Wahh.. Apa ini. Apa isinya akan sama juga?"'Astaghfirullah ngeselin banget!'
"Loh.. Saya gak ngerti lah Di. Kamu gak ngomong, gimana Saya mau tahu?""Gitu Mas," ucap Diandra. "Gitu gimana toh?" Tanya Zaid. "Tok..tok.." "Di, udah selesai bersih bersihnya? Jadi mau sholat bareng ke masjid kan?" Tanya Bu Rina. "Iya Bu, bentar Bu." Diandra segera membuka pintu kamarnya."Diandra mandi bentar ya Bu. Kalau enggak keburu Mas Zaid duluan aja sama Ibu ya Mas. Diandra nyusul.""Oh boleh, Zaid udah pake baju. Ayo Nak!" Anak Bu Rina. Zaid baru saja selesai memakai pakaiannya. Ia segera menyisir rambutnya agar lebih rapi. "Ayo Bu," jawab Zaid. "Mas kita belum selesai bicara ya, nanti kita lanjut," Bisik Diandra saat Zaid melewatinya. Segera Zaid dan Bu Rina menghilang dari pandangan Diandra. Diandra juga bergegas untuk bersih bersih dan menyusul keduanya. Sholat magrib di masjid yang berjarak tidak begitu jauh dari rumah Diandra telah usai. "Bu Rina, ini siapa?" Tanya teman Bu Rina. "Oh ini, kenalin menantu saya.""Zaid, Bu." Zaid memperkenalkan dirinya. "Oh..
"Diandra, kamu ninggalin ini tadi," Bu Rina membuka pintu kamar Diandra yang memang tidak terkunci. Bu Rina melihat Zaid yang berada di atas tubuh Diandra. "Maaf maaf.. Ibu lupa kalau ada Zaid," Reflek Bu Rina. Bu Rina segera menutup kembali pintu kamar Diandra. "Mas.. Geser dong. Duhh.. Ibu mikirnya kita lagi ngapa ngapain kan jadinya.""Emang kalau iya pun kita ngapa ngapain gak salah dong Di," ucap Zaid. Zaid masih belum ingin beranjak dari posisinya saat ini. "Mas.. Berat tau!" Ucap Zaid. Bukannya menghindar, Zaid malah merangkul Diandra. "Ngapain kamu Mas?" Diandra berusaha lepas dari rangkulan Zaid. "Emangnya kenapa kalau saya ngapa ngapain kamu?" "Ya gak boleh lah!" Diandra segera bangkit dan terlepas dari Zaid. "Mas.. Saya tetap gak mau pindah. Saya sebelah kanan tidurnya. Awas ya kalau ngambil posisi Saya! Saya mau ke kamar mandi dulu," ucap Diandra. "Gak janji," Ucap Zaid. Diandra segera ke kamar mandi sedangk