Marina memiliki wajah yang benar-benar mirip dengan Maria. Hanya yang membedakan sorot mata dan garis senyum membuat keduanya seperti memiliki hal berbeda sebagai saudara kembar. Selama hidup, Maria lebih cenderung tertutup dibandingkan Marina yang memilih kebebasan. Marina leluasa memutuskan apa yang dia inginkan, sementara Maria selalu menjadi tameng bagi Marina demi melancarkan insting bebasnya sejak menginjak remaja. Dijodohkan dengan putra mafia tersohor, Nichole Louise Xanders, yaitu Maxime Nichole Xanders, Marina langsung menolak tegas dengan alasan tak ingin menikah dengan pria manapun. Marina merasa dirinya terlalu bagus untuk pria manapun, karena tak ada yang seperti dirinya. Marina merasa sempurna sebagai seorang gadis, dan lebih memilih hidup melajang dengan kebebasan. "Marina, lakukan ini demi kelangsungan hidup kita, Nak." "Apa? Demi kelangsungan hidup kita? Maksud Mom hidup Mommy dan Daddy?" "Marina kau jangan lancang!" Letisha membentak Marina yang berani-beraniny
Maxime akhirnya menyadari bahwa nalurinya telah memilih Nayra. Pertemuan pertama kali saat ia belum menikah dengan Maria, sewaktu Nayra datang mencari Laura, sepupunya, ia sudah menaruh rasa pada Nayra. Menurutnya gadis kecil itu bisa memenuhi hasratnya. Namun Maxime tak mengikuti naluri itu atas dasar tak tega, sebab Nayra merupakan sahabat sepupunya, Laura. Sampai akhirnya Maxime tak beraksi sama sekali dan membiarkan target lepas begitu saja. "Laura, sudah lama sekali," ucap Maxime melihat senyum di foto yang telah usang di makan waktu. Semalam ia menemukan foto itu di gudang sewaktu hendak mencari sesuatu. Laura remaja pasti sudah berubah menjadi dewasa, dia seumuran dengan Nayra. "Daddy!" "Natasha." "Daddy kenapa pulang? Bukannya tadi daddy bekerja?" "Sayang, ada yang tertinggal jadi daddy pulang ke rumah dulu," jawab Maxime."Ah, rupanya begitu. Kalau begitu apa daddy mau kembali ke kantor?" tanya Natasha. "Ya, Baby, daddy harus kembali ke kantor karena ada meeting pentin
Maxime tidak mengira dunia benar-benar sempit. Rupanya orang yang akan menjadi saudaranya adalah Brandon, yang memang sudah sejak dulu ia anggap sebagai sahabat. Ia pun tersenyum tenang, karena takdir begitu indah menyatukan dia dengan gadis bernama Nayra. "Daddy!" "Natasha." "Daddy baru pulang, ya?" "Iya, Sayang, kamu sedang apa?" Maxime melihat Natasha sedang memegang buku gambar. "Sedang melukis, lihatlah, ini Mama Maria," jawab gadis kecil itu. "Ma-Maria?" Tak mengira jika putrinya sangat berbakat dalam hal melukis. Gambar Maria memang sangat mirip dengan wajah Maria asli. Sampai-sampai Maxime ingin menangis kala melihat hasil karya sang putri. "Daddy kenapa malah menangis?" Tangan kecil Natasha menyentuh pipi Maxime kemudian menyeka air mata yang mengalir. "Natasha sangat pintar melukis, Daddy sampai terharu," ucap Maxime dengan suara gemetar saking teringat Maria hanya dari melihat sketsa wajah itu. "Daddy, apa daddy merindukan mama Maria?" tanya Natasha tiba-tiba lalu
Maxime mengajak Nayra makan malam di rumahnya sekaligus mempertemukan Nayra dengan Natasha. Nayra sangat senang bisa bertemu lagi dengan gadis kecil yang memiliki aura sangat positif itu. "Natasha." "Kak Nayra!" seru Natasha yang langsung menghambur memeluk Nayra begitu Nayra muncul di ambang pintu. "Kak Nayra, Natasha kangen banget!" "Sayang, aku juga sangat kangen dengan kamu." Nayra memeluk erat Natasha seperti putrinya sendiri. "Natasha kenapa belum tidur?" Padahal waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. "Sengaja menunggu daddy, rupanya daddy datang bersama mommy baru." "Mommy baru?" Maxime tersenyum mendengar panggilan baru Natasha untuk Nayra. "Um, boleh, kan, Kak? Aku mau panggil kakak jadi mommy saja." Nayra sangat terharu. Dia sengaja tak ingin meminta macam-macam dalam hal panggilan pada Natasha. Karena menurutnya itu semua hanya akan membuat Natasha tak nyaman. Tapi begitu Natasha sendiri yang ingin memanggilnya mommy, tentu itu sangat menyentuh hatinya. "Mom
Maxime menggendong tubuh Nayra, setelah semua tamu undangan pulang dan mereka pun telah kembali ke rumah. Natasha berkenalan dengan Jessica, dia memutuskan untuk tidak mengganggu malam pertama Daddy dan Mommy barunya, Nayra. Jessica mengajak Natasha ikut dengannya, dan Brandon menawarkan diri agar Jessy mau tidur di rumahnya bersama dengan Natasha.Awalnya Jessica menolak, tapi Natasha sebaliknya. Ia cepat akrab dengan Brandon dan ia sangat antusias ingin tidur di rumah Brandon bersama dengan Jessica. Tentu saja Jessy tidak dapat menolaknya, karena melihat Natasha sangat senang. Dalam hatinya ia juga senang, bisa tidur serumah dengan Brandon, pria yang dikaguminya diam-diam.“Kak, apa tidak apa-apa kalau Natasha tinggal di tempat Uncle, seminggu? Apa tidak terlalu lama?” tanya Nayra. “Itu kemauan Brandon, bukannya bagus. Karena itu dia bahkan menunda jadwalnya pergi ke Italia. Lagi pula, Natasha sangat senang dengan Brandon, mereka sangat akrab tadi, aku pun tidak menyangka nya,”
Pagi pertama Nayra, menyaksikan dirinya berada di sisi pria yang ia cintai dalam satu selimut. Maxime masih terlelap, semalam keduanya begitu liar, tak menyangka bahwa akan menjadi sepanas itu. Malam pertama keduanya berjalan dengan begitu mengagumkan untuk mereka.Dipandanginya wajah Max yang begitu tenang ketika tertidur. Hidung mancungnya terlihat sangat indah dengan bibir penuh dan seksi yang tak pernah berhenti menyita perhatian Nayra.Teringat lagi, kala Max memukulnya bertubi-tubi di bagian tubuh belakangnya. Itu tidak menyakitkan, karena Max tidak menggunakan tenaganya. Itulah sebabnya, Nayra malah merasa itu adalah sensasi yang mendebarkan. Ya, Max menolak pada awalnya tapi Nayra tetap ingin merasakan hal itu hingga akhirnya Max menuruti permintaan Nayra.Tak ada trauma, tidak juga pengalaman di masa lalu yang buruk. Nayra merasakan itu tidak menyakitinya, dia tahu Max tidak ingin menyiksanya. Ya, Nayra seratus persen wanita normal dan bukan seorang masokis. Tentu saja dia
“Hmm ... segarnya. Astaga, lihatlah ini, banyak sekali kissmark yang dia berikan, aku tidak bisa menghitungnya,” ucap Nayra pelan. Sekujur tubuhnya penuh dengan tanda merah sebagai jejak yang diberikan Max semalam dan pagi ini.Nayra mengenakan pakaiannya. Di kamar Maxime, ia melihat sudah tidak ada lagi foto-foto Maria, ke manakah kira-kira Max menyimpan foto-foto tersebut? Nayra bertanya dalam hati.Mendadak ia teringat Marina, wanita itu sudah tidak muncul lagi semenjak terakhir kali Maxime mendorongnya di butik. Itu adalah pertemuan mereka terakhir kalinya.“Semoga setelah ini dia tidak muncul lagi dalam kehidupanku dan Max.”Setelah berganti pakaian. Nayra pun segera turun ke ruang makan, Max bilang menunggunya di meja makan. Saat itu Nayra mengenakan kemeja putih agak besar, tanpa menggunakan celana pendek, hanya underwer dan kemeja saja.“Kak, kamu masak apa?” tanya Nayra terkejut saat melihat Maxime sedang di dapur, menggunakan celemek sambil mengaduk masakan di atas kompo
"Aduh, kenapa aku bisa sampai ceroboh, sih?” gumam Jessy. Ia baru saja terkena percikan minyak panas pada punggung tangannya. Tadinya, ia hendak memasak sesuatu untuk makan malam. Pelayan di rumah Brandon sudah melarang, tapi Jessy tetap saja bersikeras ingin memasak.“Nona, saya sudah katakan biar saya saja,” ucap salah seorang pelayan yang langsung mengambil alih aktivitas Jessy.Jessica meniupi punggung tangannya yang terkena percikan minyak barusan. Saat itu Brandon tiba-tiba saja muncul membuat Jessy terkejut.“Jessy, tangan kamu kenapa?”Brandon melihat tangan Jessy sedikit melepuh. “Maaf, Tuan. Tadi, Nona terkena percikan minyak panas, padahal saya sudah melarang Nona untuk melakukannya,” ujar pelayan di rumah Brandon.“Ah, ini bukan apa-apa kok,” jawab Jessy sambil menyembunyikan tangannya ke belakang badan. “Aku mau lihat Natasha dulu, ya,” tambahnya.“Jessy, sebentar. Bisa ikut saya?” ajak Brandon.“Ke mana?”“Sebentar,” jawab Brandon langsung berjalan, meminta Jessy
Derap langkah terdengar semakin dekat membuntuti Mala yang terus mempercepat langkah kakinya."Siapa sih, kenapa dia ngikutin aku?"Napas Mala terengah-engah setelah dia berhenti karena tak kuat lagi berlari. Ini semuanya karena Dewa tidak menjemputnya di acara reuni teman SMA Mala. Entah siapa orang yang mengikutinya tadi, yang jelas Mala ketakutan."Hallo, Kak. Kamu jemput aku dong, please, aku takut." Suara langkah kaki semakin dekat. Kedua bola mata Mala membulat sempurna saat lengan kekar melingkar di pinggangnya."Aaaaaaaaaaaaaaa....." teriaknya."Sayang, ini aku."Mala menutup mulutnya. Itu seperti suara..."Kak Dewa!"****"Jadi tadi beneran ada yang ikutin aku?" kaget Mala saat suaminya bilang bahwa seorang lelaki mencoba untuk membuntuti Mala. Beruntung Dewa sampai tepat waktu."Iya. Tadi aku emang ada urusan kerjaan di kantor. Semenjak kamu memutuskan untuk resain, aku kan hendel semuanya sendiri, Sayang.""Tapi kan itu keinginan kamu juga, Kak. Aku diminta resain.""Iya.
Mala merasa bersalah pada suaminya. Padahal Dewa bilang tidak apa-apa jika dia belum siap. Sejak tadi Dewa sibuk dengan pekerjaannya. Mala sebagai sekertaris Dewa saat di kantor tidak berani mengajak ngobrol suaminya itu tentang urusan pribadi."Huffffttt...." Mala menghela napas panjang sambil melirik ke arah suaminya yang tak menatapnya sama sekali.Apakah dia marah?Mala beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa begitu terus, dia merasa sangat bersalah dan dia satu-satunya yang bersalah. Dewa boleh berkata tidak apa-apa, tapi tetap saja buat Mala sikap suaminya itu agak berbeda."Kak. Kamu marah kan?"Dewa menaruh bolpoin di tangannya. Lalu ia membuang napas perlahan, dengan senyuman tipis, dia menggelengkan kepala. "Enggak, Sayang.""Karena hal seperti itu aja, aku nggak mungkin marah," tambah Dewa.Mungkin suaminya tidak marah. Tapi tetap saja ia merasa bersalah. "Mala nggak konsen kerja.""Ini kan kamu yang minta, Sayang. Kamu bilang mau mulai kerja kan?" ucap Dewa."Iya. Tapi seka
Mala membuka matanya perlahan. Garis bibirnya melingkar cantik menatap pria yang sedang terpejam, nyenyak disampingnya. Mala mengambil cermin, melihat bibirnya agak bengkak dan rambutnya yang berantakan. Dia terkekeh sendirian, tapi pria di sampingnya tidak terusik sama sekali."Capek ya. Kamu sih, mainnya nggak kira-kira," ringisnya sambil menggerakkan perlahan kakinya."Ouch!" pekiknya merasakan tubuhnya sedikit perih dan tidak nyaman."Sayang!" Dewa langsung terkejut saat mendengar suara istrinya. "Kamu kenapa?"Mala menggigit bibir bawahnya sambil meringis, ia tidak berani menyibak selimut di atas tubuhnya. Hanya menggeleng pada suaminya. "Enggak. Aku cuma... Perih.""Perih? Yang mana?" tanya Dewa sambil menyentuh kedua pipi Mala. "Aku nyakitin kamu, ya?" ia menelisik."Bukan. Ini cuma agak perih di bagian--" putus Mala, malu."Bagian mana? Sini, biar aku obatin." Dewa memang polos atau pura-pura tidak tahu sih, bagian mana lagi kalau bukan bagian dimana dia menghujam Mala berulan
"Bun. Mala pulang ke rumah kan?""Mala. Kamu pulang ke apartemen Dewa dong. Masa mau pulang sama Bunda?""Bukannya biasanya tidur di rumah pengantin wanita dulu Bun?""Dewa maunya langsung ke apartemen. Lagi pula Bunda nggak bisa lama di Bandung, Sayang. Tapi, kalau Mala mau tinggal di rumah, Bunda seneng dan mengizinkan.""Bunda mau ke Korea lagi?"Delia mengusap bahu putrinya. "Mala kan udah ada yang jaga. Bunda dan Ayah udah merasa tenang. Tapi, bukan karena itu juga Bunda harus balik segera ke Korea. Bunda dan Ayah masih harus mengurus sesuatu di sana. Mala mengerti kan?""Mala ngerti kok," angguk Mala, memeluk bundanya. "Mala sayang Bunda. Maafin Mala ya, kalau selama ini Mala sering merepotkan Bunda dan Ayah.""Jangan ngomong gitu, Sayang. Mala nggak pernah merepotkan. Bunda dan ayah bahagia punya putri cantik seperti Mala," balas Delia.Begitulah obrolan Mala dengan Delia setelah acara selesai.Mala menghela napas panjang. Saat ini di sebelahnya ada Dewa yang sedang menyetir mo
Sampai detik ini Mala seolah tidak percaya bahwa di tempat ini dia sedang duduk menunggu kedatangan Dewa sebagai calon mempelai pria. Hari ini adalah hari pernikahan Mala Dewa.Gedung hotel sengaja di pesan Delia, ibunda Mala. Sebagai penyelenggara pesta untuk putri semata wayangnya. Delia dan Mahen merasa lega karena putrinya yang sempat berpisah dari Dewa akhirnya kembali bersatu dan hari ini mereka akan menikah.Teman-teman Mala pun berdatangan menghampiri Mala yang sudah terbalut kebaya khas Sunda, cantik dan menawan. Hanya saja Mala mencari keberadaan sahabatnya, Cilla. Gadis itu tidak terlihat hadir bersama Vina yang datang menggandeng kekasih barunya."Vin. Cilla mana? Kok nggak datang?"Vinna mendadak muram. "Dia kayaknya nggak bisa datang. Dia hari ini nemenin nyokapnya di RS. Lo tahu nggak, Mala? Bokapnya Cilla belum lama sakit, terus sekarang gantian deh nyokapnya sakit. Dia sedih banget, mana lo tahu kan, kalau dia suka sama Gilang? Tapi, Gilang malah menolak dia. Padahal
Masih dengan perasaan kesal. Dewa membuka pintu rumahnya. Entah siapa yang bertamu malam-malam begini."Selamat malam," ucap seorang wanita yang tersenyum kecil pada Dewa."Kris? Mau apa kamu ke rumah saya?" tanya Dewa ketus.Ia memijat kening, apa lagi yang akan di perbuat Kristal kali ini. Kalau saja bukan karena Daddy-nya yang berteman dekat dengan orang tua Kristal, mungkin Dewa sudah lama memecat Kristal tanpa memutasikan nya."Aku kesini mau-" jawabnya terpotong saat melihat seorang gadis yang muncul di belakang Dewa."Kamu?" kata Kristal kaget. "Kamu sedang apa di rumah Dewa?"Mala menggelayut manja di lengan Dewa. "Sayang. Kamu udah ngantuk?" tanya Dewa sembari mengusap sulur anak rambut gadisnya."Iya. Kamu masih lama nggak?" balas Mala tanpa mempedulikan Kristal."Kris, kamu mau apa?" tanya Dewa."Kamu tinggal berdua dengan dia?" ucap Kristal, dia terlihat sangat kaget."Kalau iya, kenapa?" sahut Dewa. Mala hanya menatap sinis pada Kristal."Mbak. Tadi kenapa sih cium-cium p
"Tapi kamu suka kan, di mesumin Kakak?""Kakak! Apaan sih, udah ah pokoknya Mala pinjam baju Kakak!""Oke oke, Kakak ambil dulu ya.""Gitu dong." Mala mengangguk. Ia malas pulang ke rumahnya untuk sekedar ganti baju, padahal mereka bersebelahan. Mala berpikir akan menyenangkan jika mereka menikah nanti, selalu bersama dalam satu atap."Sayang. Pakai bajunya ya." Dewa menyerahkan kemeja miliknya dalam keadaan bertelanjang dada. Mala berteriak reflek. "Ahhhh..., Kakak! Porno ih!""Apa sih, hm? Masa gini doang porno. Aku masih pakai celana," bisiknya di telinga Mala.Gadis itu bertambah merona. "Sini kan bajunya. Aku mau ganti sekarang. Mala mengambil baju ditangan Dewa lalu berlari masuk ke kamar mandi. Dewa tertawa melihat Mala yang berlari dengan pipi merah. "Gemes banget. Sabar Wa. Ini ujian, tahan..."Dewa mengenakan kaos tanpa lengan miliknya lalu mulai memeriksa bahan masakan yang ada di dalam kulkas. Mala ingin memakan pasta, dia ingat kalau Mala sangat suka pasta buatannya.Ceri
"Mala!" Dewa berlari mengejar Mala yang berpamitan untuk pulang."Mala! Jangan lari, Sayang." Dewa terus mengejar Mala, sampai-sampai kakinya menyandung sebuah pembatas jalan hingga ia mengaduh kesakitan."Argh!" pekiknya. "Sial!"Mala berbalik, ia segera berlari menuju Dewa."Kakak nggak apa-apa kan? Mana yang sakit?" tanyanya sambil memegangi lutut Dewa. Terlihat baik-baik saja, syukurlah.Dewa langsung memeluk Mala dengan erat. "Jangan pergi. Jangan lari kayak gitu. Nanti kalau kamu jatuh gimana, sakit. Terus jangan cemburu, maafin aku untuk yang tadi."Mala tidak menangis, dia hanya kaget melihat pemandangan tadi. Mala juga tidak marah, dia percaya pada Dewa.Hanya saja Mala bingung, kenapa wanita tadi langsung mencium Dewa begitu saja.Siapa sebenarnya dia?"Mala cuma nggak betah di sana. Mala nggak suka lihat cewek tadi yang tiba-tiba cium kamu," sahut Mala dengan santai sambil menatap mata Dewa."Iya. Dia itu Kristal mantan sekertaris aku. Dia memang begitu, terlalu agresif den
Dewa sudah bersiap dengan setelan kemeja dan jas yang rapih. Tadinya Dewa pikir dia akan berangkat sendiri ke pesta pertunangan sahabatnya, Dika. Tentu rasanya amat bahagia, dia bisa datang bersama gadis yang paling dicintainya, Nirmala.Seutas senyum tak pudar menghiasi bibirnya. Dewa memperbaiki tuxedo dilehernya, lalu berbalik dari cermin menuju ke luar rumah menjemput Mala, tetangganya.Mala pun sudah siap dengan tampilan yang natural. Meski usianya 20 tahun, tetap saja gaya yang digunakan Mala tidak banyak berubah, dia tetap Mala manis yang lebih suka tampil apa adanya, minimalis."Kayak anak kecil nggak sih?" gumam Mala di hadapan cermin sambil memperhatikan penampilannya sendiri.Melihat pantulan dirinya sendiri membuatnya teringat sosok wanita yang pernah mengantar Dewa pulang dalam keadaan mabuk. Wanita dengan high heels merah, dia terlihat seksi dan cantik.Mendadak Mala kembali insecure dengan dirinya sendiri. Apakah Dewa menyukai wanita yang seksi seperti itu?Saat dia sed