Layar monitor telah menjadi makanan sehari-hari untuk Aciel. Hari ini dirinya begitu lelah setelah seharian berkutat dengan pekerjaan dan juga beberapa kertas yang harus diperiksa. Ia pun bangkit dan melakukan sedikit peregangan. Sekilas diliriknya jam yang menggantung di dinding, tidak terasa waktu berjalan begitu cepat dan pria itu telah bekerja hingga larut malam.“Pak, saya sudah mengirimkan semua berkasnya di E-mail nanti bisa di cek, pekerjaan saya sudah selesai, saya mau pulang.” Galen merasa lega setelah menyelesaikan pekerjaannya. Bukan kali pertama ia mengikuti Aciel untuk lembur seperti ini. Ia tidak tega melihat dia bekerja sendirian di kantor sebesar ini sampai tengah malam. “Oke, Galen aku mau bicara sebentar.” Jika Aciel berbicara santai itu artinya ia bicara dengan temannya bukan sekretaris.“Ada masalah apa?” Galen mencari tempat yang nyaman untuk mendengarkan Aciel. “Menurutmu, apa aku terlalu keras pada Nea? Mengenai Clara, kamu tahu sendiri wanita itu sangat sus
Rea duduk memandangi sebuah gedung besar di hadapannya. Saat ini gadis itu berada di sebuah kafe yang berhadapan langsung dengan gedung berlantai 15 tersebut. Ia sesekali melirik ke jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Rea mempunyai janji dengan seseorang siang ini tapi hingga kini ia tidak melihat kedatangan orang tersebut. “Mana sih? Katanya mau datang,” kesal Rea. Ia bela-belain pulang sekolah ke sini tetapi yang membuat janji malah telat.“Nyebelin banget, mana tadi panas-panasan ke sini taunya telat. Kalau gitu duduk dulu di sekolah sambil makan cilok.”Tidak lama kemudian seorang pria menghampiri Rea dan duduk di hadapannya. Tatapan tidak bersahabat menyambut kedatangan pria itu.“Kurang lama datangnya, nggak sekalian sore aja kak?” kesal Rea.“Sorry, kak Niko ada kerjaan tadi, ini aja buru-buru ke sini.”Kemarahan Rea mulai surut saat melihat baju Niko basah akan keringat dan napasnya pun mulai tersengal-sengal. “Yaudah, mau pesan makan?”“Iya, nasi goreng aja deh sama
Kebiasaan Nea perlahan mulai berubah, ia yang biasanya bangun pagi untuk beribadah dan masak untuk sarapan terus menyuci saat di rumah orang tuanya, kini setiap pagi setelah beribadah ia akan masak untuk sarapan, menyiapkan Zee untuk berangkat ke sekolah, terus memastikan Aciel sudah bangun serta menyiapkan pakaiannya, setelah itu barulah sarapan. Hidup Nea berubah drastis, dulunya ia masih bisa berselancar di media sosial dengan bebas tetapi kini tidak. Ia kesulitan mencari waktu untuk memegang ponselnya. Dibanding memegang ponsel lebih baik dirinya istirahat."Zee, ayo cepat, jangan lihat ke kaca terus. Mama mau lihat papa habis ini." Nea terus memanggil Zee yang sedang mematut dirinya di cermin sambil menggoyangkan rambut yang sudah diikat oleh Nea. "Sebentar mama, Zee mau lihat rambut Zee tuing-tuing," ucapnya.Nea menghela napas. "Yasudah nanti kamu bisa lihat lagi, ayo pakai bedak dulu sebentar sayang." "Oke." Zee berlari ke arah Nea dan memajukan wajahnya agar Nea dengan lelu
Pekerjaan Nea selesai lebih dulu, ia pun bisa menyenderkan punggungnya sambil memejamkan mata. Ayu melirik sekilas ke arah Nea yang terlihat santai. Perlu diakui Nea sangat cekatan dalam bekerja, tetapi ada rasa cemas Ayu kepada Nea karena seharian gadis itu kepergok beberapa kali melamun. “Ne? Kerjaan kamu udah siap? Kalau udah istirahat aja atau ambil teh, kopi, atau yang lain.” Nea membuka matanya dan melihat ke arah Ayu sambil tersenyum manis. “Udah, semua pekerjaan sudah selesai. Apakah ada pekerjaan lainnya?” “Sudah, mbak juga sudah selesai tinggal kirim beberapa E-mail saja.”Nea mengangguk dan kembali memejamkan matanya. Sejak tadi ia terus kepikiran Aciel yang tadi bersikap aneh. Terlebih lagi saat pria itu mengigau saat bermimpi. “Pulang aja Ne, sepertinya kamu lagi memikirkan sesuatu. Kerjaan kamu udah selesai, kalau mau pulang gapapa. Nanti Mbak, yang izinin ke Pak Adi.”Mata Nea kembali terbuka. “Tidak, nanti kalau ada pekerjaan mendadak gimana?” tolak Nea. “Ya ampun
Pemandangan yang berada di depannya sangat jarang dilihatnya ataupun tidak pernah terbayangkan olehnya. Sorot mata bahagia dan tawa yang lepas yang jarang sekali dia lihat di wajah pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Nea begitu menikmatinya, di sini ia merasa seakan beban yang dipikul oleh pria itu hilang.“Jarang sekali melihat Mas El seperti itu, bahkan sepertinya tidak pernah,” gumam Nea melirik sekilas ke arah Galen yang menatap lurus ke depan. “Benar, di sini El bisa melepaskan semua yang dirasakannya. Keluar dari hiruk-pikuk kita dan rasa bersalah yang menghantuinya.”“Apa yang membebani hatinya? Pasti ada alasannya kan?” Tarikan napas Galen yang dapat didengar oleh Nea membuat wanita itu menatap pria yang duduk di sebelahnya itu. Walaupun ia menatap dari samping, terlihat jelas tatapan Galen berubah sendu. “Apa yang terjadi?” tanya Nea. Galen sedikit memiringkan kepalanya dan menatap Aciel yang sedang berlarian membawa bola bersama sekumpulan anak-anak. “Hari ini ada
"Kenapa kamu di sini?" tanya Aciel saat melihat Nea secara tiba-tiba bergabung dengannya dan anak-anak panti lainnya. Anak-anak lainnya mendekati Nea dan memperhatikan wajah wanita itu secara seksama. Seorang gadis kecil memegang telapak tangan Nea dan mendongak ke arahnya. "Kakak siapa? Cantik banget," ucapnya saat melihat Nea. Nea jongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. Ia pun tersenyum sambil membelai lembut rambut gadis kecil itu. "Kakak Nea, kamu namanya siapa?" "Lala, kata ibu namaku Lala."Tatapan polos dan senyum yang terus mengembang mengingatkan Nea akan Zee. Secara tiba-tiba Aciel menarik tangan Nea membuat anak lainnya terkejut. Ia pun mengajak Nea menjauh dan duduk di kursi kayu yang cukup jauh dari panti. Setelah itu, ia menatap Nea tajam dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. "Jawab pertanyaan aku tadi!" tegas Aciel. Nea tersenyum tipis dan duduk di kursi kayu itu. Ia membuang napas panjang dan mengibaskan wajahnya dengan telapak tangan.
Akhir pekan kali ini Nea memilih membawa Zee piknik di sebuah taman yang mempunyai pemandangan yang cukup indah. Ia berencana pergi berdua saja akan tetapi Aciel menawarkan diri untuk ikut bersama mereka. Alhasil, persiapan Nea menjadi lebih banyak. Ia menyiapkan makanan yang akan dibawa, Nea hanya membuat roti isi, puding, dan jus. Selain itu, Nea membeli beberapa makanan ringan kesukaan Zee. "Mama, ini taruh di tas juga?" tanya Zee sambil memegang beberapa keripik yang tergeletak di atas meja makan. Nea memicingkan mata sesaat lalu mengangguk. "Masukin satu aja sayang, sisanya untuk di rumah. Susun yang rapi ya." Zee membantu Nea untuk memasukkan makanan ringan ke dalam tas sementara wanita itu menyiapkan puding yang akan dibawa. Ia begitu sibuk dengan pekerjaannya hingga tak menyadari kehadiran Aciel. Pria itu membantu Zee lalu melihat ke arah Nea yang tengah sibuk. "Butuh bantuan?" tawar Aciel. "Tidak, tinggal masukin puding ke dalam wadah saja." Nea sedang menyusun puding-pu
Setelah berkali-kali mencari waktu yang pas, akhirnya Nea bisa bertemu dengan Niko. Wanita itu berinisiatif ke kantor Niko sepulang kerja, sebelumnya ia sudah meminta izin sama Aciel dan juga Zee karena akan pulang terlambat. Saat ini dirinya sedang menunggu kedatangan pria itu di lobi hotel, menurut resepsionis Niko lembur di kantor.Tidak lama setelah Nea duduk di lobi, Niko muncul berjalan tergesa-gesa menghampiri wanita itu. Ia pun ikut duduk di sebelah Nea tetapi pandangan wanita itu malah menyorot dirinya bingung. "Ada apa? Kenapa natapnya gitu banget?" tanya Niko tidak nyaman dengan tatapan Nea. Wanita itu langsung memegang kening Niko dan menggeleng. "Kamu udah makan? Banyak kerjaan? Kenapa kurus banget gini, terus mukanya pucat." Nea hampir saja tidak mengenali Niko karena tubuh pria itu menjadi kurus dan wajahnya tirus. Niko langsung menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Lagi diet aja," alibi Niko padahal kenyataannya belakangan ini ia tidak berselera makan. Sudah lam