Kebiasaan Nea perlahan mulai berubah, ia yang biasanya bangun pagi untuk beribadah dan masak untuk sarapan terus menyuci saat di rumah orang tuanya, kini setiap pagi setelah beribadah ia akan masak untuk sarapan, menyiapkan Zee untuk berangkat ke sekolah, terus memastikan Aciel sudah bangun serta menyiapkan pakaiannya, setelah itu barulah sarapan. Hidup Nea berubah drastis, dulunya ia masih bisa berselancar di media sosial dengan bebas tetapi kini tidak. Ia kesulitan mencari waktu untuk memegang ponselnya. Dibanding memegang ponsel lebih baik dirinya istirahat."Zee, ayo cepat, jangan lihat ke kaca terus. Mama mau lihat papa habis ini." Nea terus memanggil Zee yang sedang mematut dirinya di cermin sambil menggoyangkan rambut yang sudah diikat oleh Nea. "Sebentar mama, Zee mau lihat rambut Zee tuing-tuing," ucapnya.Nea menghela napas. "Yasudah nanti kamu bisa lihat lagi, ayo pakai bedak dulu sebentar sayang." "Oke." Zee berlari ke arah Nea dan memajukan wajahnya agar Nea dengan lelu
Pekerjaan Nea selesai lebih dulu, ia pun bisa menyenderkan punggungnya sambil memejamkan mata. Ayu melirik sekilas ke arah Nea yang terlihat santai. Perlu diakui Nea sangat cekatan dalam bekerja, tetapi ada rasa cemas Ayu kepada Nea karena seharian gadis itu kepergok beberapa kali melamun. “Ne? Kerjaan kamu udah siap? Kalau udah istirahat aja atau ambil teh, kopi, atau yang lain.” Nea membuka matanya dan melihat ke arah Ayu sambil tersenyum manis. “Udah, semua pekerjaan sudah selesai. Apakah ada pekerjaan lainnya?” “Sudah, mbak juga sudah selesai tinggal kirim beberapa E-mail saja.”Nea mengangguk dan kembali memejamkan matanya. Sejak tadi ia terus kepikiran Aciel yang tadi bersikap aneh. Terlebih lagi saat pria itu mengigau saat bermimpi. “Pulang aja Ne, sepertinya kamu lagi memikirkan sesuatu. Kerjaan kamu udah selesai, kalau mau pulang gapapa. Nanti Mbak, yang izinin ke Pak Adi.”Mata Nea kembali terbuka. “Tidak, nanti kalau ada pekerjaan mendadak gimana?” tolak Nea. “Ya ampun
Pemandangan yang berada di depannya sangat jarang dilihatnya ataupun tidak pernah terbayangkan olehnya. Sorot mata bahagia dan tawa yang lepas yang jarang sekali dia lihat di wajah pria yang berstatus sebagai suaminya itu. Nea begitu menikmatinya, di sini ia merasa seakan beban yang dipikul oleh pria itu hilang.“Jarang sekali melihat Mas El seperti itu, bahkan sepertinya tidak pernah,” gumam Nea melirik sekilas ke arah Galen yang menatap lurus ke depan. “Benar, di sini El bisa melepaskan semua yang dirasakannya. Keluar dari hiruk-pikuk kita dan rasa bersalah yang menghantuinya.”“Apa yang membebani hatinya? Pasti ada alasannya kan?” Tarikan napas Galen yang dapat didengar oleh Nea membuat wanita itu menatap pria yang duduk di sebelahnya itu. Walaupun ia menatap dari samping, terlihat jelas tatapan Galen berubah sendu. “Apa yang terjadi?” tanya Nea. Galen sedikit memiringkan kepalanya dan menatap Aciel yang sedang berlarian membawa bola bersama sekumpulan anak-anak. “Hari ini ada
"Kenapa kamu di sini?" tanya Aciel saat melihat Nea secara tiba-tiba bergabung dengannya dan anak-anak panti lainnya. Anak-anak lainnya mendekati Nea dan memperhatikan wajah wanita itu secara seksama. Seorang gadis kecil memegang telapak tangan Nea dan mendongak ke arahnya. "Kakak siapa? Cantik banget," ucapnya saat melihat Nea. Nea jongkok untuk menyamakan tingginya dengan gadis kecil itu. Ia pun tersenyum sambil membelai lembut rambut gadis kecil itu. "Kakak Nea, kamu namanya siapa?" "Lala, kata ibu namaku Lala."Tatapan polos dan senyum yang terus mengembang mengingatkan Nea akan Zee. Secara tiba-tiba Aciel menarik tangan Nea membuat anak lainnya terkejut. Ia pun mengajak Nea menjauh dan duduk di kursi kayu yang cukup jauh dari panti. Setelah itu, ia menatap Nea tajam dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. "Jawab pertanyaan aku tadi!" tegas Aciel. Nea tersenyum tipis dan duduk di kursi kayu itu. Ia membuang napas panjang dan mengibaskan wajahnya dengan telapak tangan.
Akhir pekan kali ini Nea memilih membawa Zee piknik di sebuah taman yang mempunyai pemandangan yang cukup indah. Ia berencana pergi berdua saja akan tetapi Aciel menawarkan diri untuk ikut bersama mereka. Alhasil, persiapan Nea menjadi lebih banyak. Ia menyiapkan makanan yang akan dibawa, Nea hanya membuat roti isi, puding, dan jus. Selain itu, Nea membeli beberapa makanan ringan kesukaan Zee. "Mama, ini taruh di tas juga?" tanya Zee sambil memegang beberapa keripik yang tergeletak di atas meja makan. Nea memicingkan mata sesaat lalu mengangguk. "Masukin satu aja sayang, sisanya untuk di rumah. Susun yang rapi ya." Zee membantu Nea untuk memasukkan makanan ringan ke dalam tas sementara wanita itu menyiapkan puding yang akan dibawa. Ia begitu sibuk dengan pekerjaannya hingga tak menyadari kehadiran Aciel. Pria itu membantu Zee lalu melihat ke arah Nea yang tengah sibuk. "Butuh bantuan?" tawar Aciel. "Tidak, tinggal masukin puding ke dalam wadah saja." Nea sedang menyusun puding-pu
Setelah berkali-kali mencari waktu yang pas, akhirnya Nea bisa bertemu dengan Niko. Wanita itu berinisiatif ke kantor Niko sepulang kerja, sebelumnya ia sudah meminta izin sama Aciel dan juga Zee karena akan pulang terlambat. Saat ini dirinya sedang menunggu kedatangan pria itu di lobi hotel, menurut resepsionis Niko lembur di kantor.Tidak lama setelah Nea duduk di lobi, Niko muncul berjalan tergesa-gesa menghampiri wanita itu. Ia pun ikut duduk di sebelah Nea tetapi pandangan wanita itu malah menyorot dirinya bingung. "Ada apa? Kenapa natapnya gitu banget?" tanya Niko tidak nyaman dengan tatapan Nea. Wanita itu langsung memegang kening Niko dan menggeleng. "Kamu udah makan? Banyak kerjaan? Kenapa kurus banget gini, terus mukanya pucat." Nea hampir saja tidak mengenali Niko karena tubuh pria itu menjadi kurus dan wajahnya tirus. Niko langsung menutup wajahnya dengan telapak tangan. "Lagi diet aja," alibi Niko padahal kenyataannya belakangan ini ia tidak berselera makan. Sudah lam
Sepulang kerja Nea langsung dikagetkan dengan kehadiran Dayana yang sedang berada di dapur. Hadirnya Dayana membuat Nea takut untuk bertindak, karena apa pun yang dilakukan Nea akan salah di mata Dayana. Tatapan tajam menjadi hal yang pertama kali diberikan Dayana saat melihat kehadiran Nea di dapur."Ke mana aja? Jam segini baru pulang. Bukannya masak untuk suami, malah keluyuran." Dayana memberikan ucapan pedas lengkap dengan lirikan tajam.Nea menyunggingkan senyum dan berjalan menghampiri Dayana. "Maaf, ma. Nea tadi kerja makanya baru pulang." Kegiatan Dayana langsung terhenti, ia berkacak pinggang sambil berdesis kesal. "Kerja? Siapa yang izinin? Jadi selama ini kamu kerja dan membiarkan anak saya terlantar?" Bagaimana cara menjelaskannya pada Dayana. Tidak salah jika wanita itu berpikir begitu, melihat Nea hari ini memang sedikit telat pulangnya. Ia pun berusaha memasang senyum terbaiknya mengesampingkan rasa takut yang muncul. "Mas El biasanya pulang mal—""Jangan banyak ala
Nea panik saat mendapati tubuh Zee panas, Ini pertama kalinya ia merawat anak kecil yang sedang sakit. Gadis kecil itu terus merengek membuat Nea bingung harus melakukan apa. "Sabar ya sayang, mama cari obat dulu," ucap Nea sembari membuka laci untuk mencari keberadaan obat. Suster Zee hari ini berhalangan sakit, serta pembantu lainnya sudah tidur. Sementara Aciel keluar kota dan rencana pulang besok."Sakit mama," lirih Zee dengan suara bergetar.Nea semakin panik, ini pertama kalinya untuk Nea mengurus anak sakit. Ternyata ini rasanya, panik dan muncul rasa takut. Setelah menemukan obat Nea langsung menyuruh Zee untuk duduk. Ia pun menyuapi gadis kecil itu dengan obat, berharap setelah itu kondisi Zee menjadi lebih baik."Ayo sayang, dibuka mulutnya."Zee menggeleng. "Nggak mau, obat pahit."Nea mencoba menenangkan Zee yang mulai kembali merengek, ia mendekap Zee dan mencoba memberikan kembali obat tersebut tetapi ditolak. "Nggak mau, mama," rengek Zee. "Nggak pahit sayang, ini s