Stella Pov
"Hooaaammm" rasanya ngantuk sekali.
Aku baru selesai mengerjakan tugas kuliahku dan merenggangkan seluruh tubuhku yang terasa kaku. Aku melihat jam Doraemonku yang bertengker cantik di meja belajar. Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam dan aku baru selesai mengerjakan tugas kuliahku. Baru masuk kuliah saja sudah di kasih tugas seubruk. Aku mengikat rambutku asal, dan merebahkan tubuhku di atas ranjang king size doraemon empukku.
Aku memang maniak doraemon, kucing lucu itu sungguh aku sangat menyukainya. Jadi hampir semua barang yang ada di kamarku itu berbentuk doraemon atau bergambar doraemon. Anggap saja aku ini alay, tetapi kalau sudah maniak yah mau gimana lagi.
Oh iya, aku Stella Anindita Wiratmaja. Aku seorang mahasiswa semester 3 di fakultas kedokteran di salah satu universitas di Jakarta. Usiaku masih 20 tahun, masih sangat muda kan?
Baiklah cukup sampai di situ aku memperkenalkan diriku, sekarang rasanya kepalaku berkunang-kunang dan mataku seperti di beri lem hingga sudah tak sanggup lagi membuka mata. Sampai besok di pagi hari yang merumitkan.
***
"Stellaa,,, sayang bangunnn!" teriakan Mama sungguh memekakan telingaku. Ya Tuhan, aku masih sangat mengantuk. Tidak tau apa kalau aku sedang bermimpi bersama pangeranku. "Stella sayang, ayo bangun. Kamu terlambat ke kampus." Aku mengintip dari sebelah mataku saat mendengar lagi suara Mama dan kali ini begitu dekat tak seperti tadi berteriak. Aku akhirnya bangun sambil mengucek kedua mataku dengan malas.
"Aku masih ngantuk," cicitku terus menguap.
"Lihat jam doraemonmu," ucap Mama yang terlihat sibuk memunguti pakaian dan buku-bukuku yang berserakan di lantai.
"Oh Ghost !!!" sumpah demi apa, kali ini jam becker doraemon lucuku berubah menjadi sosok hantu menyeramkan di film The Bride yang baru beberapa hari lalu ku tonton. "Aaaa,,, aku terlambat!" aku berteriak dan langsung meloncat ke kamar mandi.
Aku langsung melakukan ritual mandi ular. Kalian pernah dengar ritual mandi ular? Kalau belum pernah, berarti masa kecil kalian kurang bahagia.
5 menit sudah aku melakukan ritual mandi ular, dan langsung memakai pakaian casualku. Aku tidak suka berdandan seperti wanita kebanyakan, aku lebih suka apa adanya. Jadi aku tak perlu berlama-lama lagi, aku langsung mengambil tas selendangku dan sepatu ketsku. Setelahnya aku berlari keluar kamar untuk berangkat. Gila, aku sangat terlambat. Bayangkan saja, jadwal kuliah jam 7. Dan ini sudah pukul 8 lebih.
Mampus !!
"Sayang, kamu gak nyisir?" tanya Mama saat aku sampai di meja makan untuk pamit.
"Hehe lupa Ma, nanti saja di mobil," kekehku segera bergegas.
"Ini suapin rotinya dan sarapan di mobil," ucap Mama.
Aku menggigit roti selai kacang itu dengan gigitan besar dan mengecup pipi Mama dan Papa. Aku langsung berlari menuju mobilku dimana mang Kobar, sopir pribadiku sudah membukakan pintu mobil untukku. "Tancap gas mang Kobar, kebutttt! kalahkan Dominic di fast and farious!"
"Siap Non," ucap mang Kobar yang sudah duduk di kursi pengemudi dan menginjak gas mobilnya, aku sampai terpental ke belakang karena ulah mang Kobar. Selama perjalanan aku sibuk menyisir rambut panjangku dan memakan roti selai kacang sambil sesekali mencoba menghubungi Lena sahabat baikku.
"Kenapa gak di angkat angkat sih!"
Hanya butuh 10 menit, aku sudah sampai di gerbang kampus. Aku bergegas menuruni mobil dan berlari menuju kelasku. Aku menekan tombol lift tetapi malah lama sekali tidak terbuka.Sial...
Aku terpaksa menaiki tangga darurat menuju kelasku di lantai 3. Ini sungguh hari yang sangat sial bagiku, oh Tuhan setelah ini pertemukanlah aku dengan pangeran dari negri Jepangku, untuk memperbaiki kesialanku ini.
Hosh hosh hosh
Aku sampai di depan kelas yang sangat hening dan senyap seakan tak ada kehidupan sama sekali. Aku mencoba mengatur nafasku yang tak beraturan. Aku mengetuk pintu kelas dan aku mematung menatap siapa yang membuka pintu.
Diaa....????
Apakah dia pangeran dari negri Jepang? Tapi matanya tidak sipit, tetapi dia begitu tampan.
Oh Tuhan....
Khem
Dehemannya menyadarkanku dari wajah mupengku yang konyol. Aku menatap dia dengan kernyitanku, setauku pagi ini pelajaran bu Dwi, dosen jaim dan galak itu. Lah pria tampan ini siapa?
"Siapa namamu?" tanyanya dengan suara baritonnya yang seksi.
"Aku...?" tanyaku menunjuk pada diriku sendiri. Iya, dasar bodoh. Memang siapa lagi kalau bukan kau,
"Iya kamu, kamu pikir saya berbicara dengan hantu," ucapnya begitu dingin.
"Saya Stella," ucapku.
"Kamu boleh masuk, tetapi setelah pelajaran ini selesai. Kau datang ke ruangan saya, kau paham!" ucapnya dengan sangat dingin membuatku mengangguk paham.
Aku segera masuk ke kelas dan duduk di meja yang berada di samping Lenna sahabatku. "Siapa dia?" bisikku ke Lenna.
"Dia Mr. Adrian, dosen pengganti bu Dwi," jawab Lenna dan aku hanya ber-oh saja.
Tampan....
Itulah yang terbesit di kepalaku....
Jam pelajaranpun sudah berakhir, semua teman sekelasku berhambur keluar kelas, begitupun aku dan Lenna. "Bukankah Mr. Adrian itu sangat tampan," ucap Lenna excited.
"Iya lumayan," dustaku.
"Apanya yang lumayan, loe katarak yah," pekiknya membuatku mendengus kesal.
"Len, gue ke ruangan Mr, Adrian dulu yah. Loe tunggu saja di kantin," ucapku yang di angguki Lenna.
Aku berjalan menuju ruangan pak Adrian, setelah mengetuk pintu dan di persilahkan masuk. Akupun memasuki ruangannya, dia terlihat sibuk dengan laptopnya. Aku masih berdiri di hadapan meja kebesarannya, dan dia sibuk mengetik sesuatu di laptopnya. Apa sih maksudnya, dia malah mendiamkanku seperti ini. Dia mau pamer wajah tampannya? Tapi kan dia memang tampan, itu tidak di ragukan lagi.
"Maaf Mister, kenapa anda memanggil saya ke sini?" tanyaku setelah 5 menit berlalu hanya saling diam. Dia malah sibuk dengan laptop miliknya dan tidak menganggapku ada, dia pikir aku ini hantu apa. Masa ada hantu, secantik aku sih...
"Kamu ambil kertas HVS ini." Dia menyodorkan kertas HVS kosong sebanyak 10 lembar, dan juga menyodorkan balpoinnya. "Kamu tulis dengan rapi, 'Saya Tidak Akan Terlambat Lagi, Kalau Saya Terlambat. Maka Saya Siap Menerima Hukuman Apapun.' Kamu tulis kata itu di seluruh HVS ini bolak balik dan nanti di HVS terakhir, kamu tulis yang bertanda tangan di sini, nah kamu tanda tangan dan sertakan nama kamu juga."
What The Hell?
"Tapi Pak-"
"Apa masih kurang? Baiklah akan saya tambah lagi HVSnya." Dia kembali mengambil beberapa lembar HVS tetapi segera ku tahan.
"Ini cukup!" cegahku dengan segera.
"Baiklah, kau kerjakan di sofa itu. Karena setelah ini tak ada lagi jadwal kuliah, jadi kamu kerjakan itu di sini dan boleh keluar setelah selesai," ucapannya semakin membuatku terpekik.
Dia gilaaaaaa....
Aku salah menilai dia sebagai pangeran dari negri Jepang, ternyata dia tak lebih dari Dosen tua yang sialnya begitu tampan. Aku berjalan dengan lesu menuju sofa berwarna hitam yang berada di ruangannya. Aku mulai menulis kata tak masuk akal yang tadi dia ucapkan. Beribu cacian dan makian aku luapkan di dalam hati untuknya.
Dasar Dosen bossy
Dosen gila, gak waras
Dosen otoriter
Dosen tua
Aaahhhh menyebalkan...
Baru satu HVS saja, pergelangan tanganku sudah sangat sakit. Bisa patah nih lama-lama tanganku. Dasarr dosen Kejam....
"Sudah selesai?" tanyanya.
Apa-apaan dia, seenaknya saja kalau berbicara. Dia pikir aku ini cat women yang bisa menulis dengan cepat dalam waktu 10 menit.
"Belum," jawabku dengan singkat.
"Lamban!" ucapnya membuatku mendengus sebal. Sumpah yah hari ini adalah hari yang paling paling menyebalkan dalam kisah hidup Stella Anindita. Seorang putri tunggal dari keluarga Wiratmaja di perlakukan seperti ini oleh dosen gila kejam itu. Ini benar-benar sudah jatuh tertimpa gorilla juga.
Menyebalkan.....
***
Aku baru saja sampai di rumah dengan wajah yang di tekuk karena masih sangat kesal dengan dosen TMII itu. "Aduh anak Mama yang begitu cantik, kenapa cemberut pulang kuliah?" aku menengok ke arah Mama yang terlihat tengah duduk santai sambil membaca majalahnya."Mama,, Stell lelah." Aku merajuk manja pada Mamaku dengan memeluknya dari belakang."Ya sudah sebaiknya kamu mandi biar segar terus makan. Mama akan hangatkan makanan untukmu.""Oke Ma." Aku berlalu pergi meninggalkan Mama, dan sedikit berlari menuju kamarku.30 menit sudah aku habiskan dengan berendam air hangat di dalambathupuntuk menetralisir pikiranku tentang dosen TMII itu. Akupun segera menuju ke ruang makan, karena perutku sudah berdrum band meminta upah."Ayo sayang makan." Sesampainya aku di meja makan, aku melihat Mama tengah menyajikkan makanan ke dalam piring untukku."Makasih Mamaku sayang," aku menampilkan senyuman terbaikku padanya. Mama duduk di deka
Adrian PovAku baru pulang dari rumah sakit, pekerjaanku lumayan sibuk sekali. Selain menjadi dosen sementara menggatikan Bu Dwi, aku juga harus bertugas di rumah sakit sebagai dokter. Aku memasuki rumah yang tampak sepi, mungkin Mama dan Papa sudah beristirahat.Kedua Kakakku sudah memiliki kehidupan mereka sendiri, jadi kini hanya aku dan kedua orangtuaku yang tinggal di rumah besar ini. Aku berjalan memasuki kamarku dan menyimpan kunci mobil beserta handphone ku di atas nakas. Aku bergegas masuk ke kamar mandi untuk membasuh tubuhku yang terasa lengket sekali.Setelah merasa segar, aku berjalan menuju ke atas ranjang dan memainkan handphoneku. Ada beberapa pesan masuk dari Milner, yang memintaku untuk bertemu dengannya. Milner adalah kekasihku satu bulan ini. Selain pesan dari Milner, group chat membuat notipku jebol hingga 999+. Group chat Asosiasi Pria dan Group Asosiasi Little Brotherhood selalu ramai setiap harinya apalagi dengan
Stella PovMalam ini sesuai rencana, aku bersama kedua orangtuaku pergi ke sebuah restaurant Kristal yang begitu mewah di Jakarta. Siapa yang tak mengenal kata Kristal, semuanya pasti tau, perusahaan kuliner yang termasuk 5 besar perusahaan yang mendunia di Indonesia. Itu adalah perusahaan makanan yang katanya ownernya itu tampan banget. Dan sialnya setiap kali aku ke sini untuk makan siang, aku tidak pernah bertemu dengannya. Malah bertemu dengan Bapak-bapak gemuk dengan kepala plontos yang bilang sebagai Manajernya.Mama memintaku untuk turun dari dalam mobil dan berjalan memasuki restaurant yang mengambil gaya Eropa dan memiliki bangunan beberapa tingkat. Selain itu di bagian atas restaurant ini di buat outdoor dan terbuka hingga memperlihatkan langit malam tanpa penghalang. Terdapat juga sebuah kolam renang berukuran sedang dan beberapa gazeboo juga tempat pembakaran. Sepertinya sangat cocok untuk berkencan di sana dengan nuansa yang begitu romantic.
"Ayo kita ke club," seru kak Datan saat aku mampir ke rumah latihan Brotherhood. Di sana ternyata sudah ada bang Vino, kak Datan dan juga Joshua. Mereka semua sedang ada masalah dengan para istri mereka dan melarikan diri ke sini.Aku mengangguk menyetujui ajakan mereka dan mengikuti mobil mereka dari belakang hingga kami semua sampai di sebuah club malam yang ada di Jakarta. Mereka langsung memesan private room untuk kami semua.Di dalam ruangan, beberapa minuman berjejer dan mereka meneguknya perlahan tanpa ingin mabuk dan sibuk berbincang dengan begitu khidmat. Intinya mereka mengeluh tentang istri mereka semua dan juga anak. Aku sampai ngeri mendengarnya, apa pernikahan semengerikan itu saat terkena masalah? Apalagi putra kak Datan yang sangat sangat ajaib itu.Aku memilih pergi ke toilet meninggalkan mereka semua, hingga langkahku terhenti di dekat meja bartender. Pandanganku menangkap seseorang yang aku kenali. Dia Stella, sedang apa dia di tempat seperti
Adrian tersenyum puas melihat ekspresi Stella yang melotot. “Ini tidak mungkin!” “Kau masih mau mengelak padahal jelas-jelas di foto itu kau yang memelukku,” ucap Adrian dengan santainya meneguk minuman yang ada di atas meja bar. “Itu gak mungkin,” tolak Stella menatap tajam Adrian yang melipat kedua tangannya di dada. “Ja-jadi apa semalam kita-“ “Ya,” ucap Adrian dan itu membuat Stella memekik kaget seraya menyilangkan kedua tangannya di dada dan menatap Adrian dengan horor. Sungguh saat ini Adrian ingin tertawa melihat wajah Stella yang terlihat bodoh. “Tidak tidak,” kekeh Adrian tak kuasa melihat wajah Stella. “Kita hanya tidur, aku tidak tertarik dengan tubuh krempengmu itu,” ucap Adrian masih dengan kekehannya dan seketika wajah Stella be
“Hallo Kirana,” “Uncle Rian!” teriak Kirana, gadis kecil berusia 5 tahun itu berlari menerjang tubuh Adrian yang baru saja datang. “Om bawa banyak boneka untukmu, Sayang.” Adrian memangku tubuh Kirana dan menyerahkan boneka ke Kirana. “Sebagian di bawa Bibi dari dalam mobil Om.” “Selalu saja memanjakannya, boneka di kamarnya sudah sangat banyak, bikin sumpek dan gak bisa gerak,” gerutu Leonna. “Mommy iri yah sama Kiran, karena Kiran dapat boneka banyak. Sedangkan Mommy nggak dapat,” ucap Kirana seraya meleletkan lidahnya ke arah Leonna membuat Leonna mendengus. “Aku dengar kau menerima perjodohan dengan anak teman Papa,” ucap Leonna menyuguhkan orange jus di atas meja untuk Adrian ya
Stella melempar semua boneka di dalam kamarnya karena kesal, tega sekali orangtuanya tetap menjalankan perjodohan ini dan sialnya ia tak mengetahui apapun. Pantas sejak pulang koas tadi sore, Ibu nya meminta dia diam di dalam kamar dan menyerahkan sebuah dress cantik berwarna pastel. Ini alasannya, karena keluarga dari Mr. Adrian akan datang dan sekarang sudah berada di bawah tengah berbincang-bincang. “Sial!” gerutu Stella terus mondar mandir di dalam kamarnya dengan mengepalkan kedua tangannya erat. Bahkan dosen itu tak menolak perjodohan ini. Stella yakin Adrian merencanakan sesuatu hingga dia mau menerima perjodohan ini dengan mudah. “Aku harus kabur dari sini,” gumam Stella langsung mencari sesuatu untuk meloncat dari jendela kamarnya dan turun ke bawah dimana kamarnya berada di lantai 2. “Kalau aku kabur dan membuat Mama khawatir, mereka pasti akan menuruti
“Sah!” Ucapan itu menggelegar hingga sampai ke kamar dimana Stella masih duduk gelisah dengan balutan kebaya pengantin putihnya. Mereka menikah di kediaman Stella, dan rencananya nanti malam akan mengadakan acara resepsi di salah satu hotel bintang 6 milik keluarga Mahya. “Selamat yah Stell, akhirnya lu gak single lagi,” seru Lenna begitu heboh memeluk Stella dari samping. “Harus yah mengucapkan kata itu?” cibir Stella dengan raut wajah kesal. “Eh pengantin gak boleh cemberut dan kesel, ingat lho nanti malam kalian akan aha ihi di kamar hotel,” bisik Lenna dengan nada menggoda. “Shut upLenong! Gue kagak mau ngelaku
“Pendek,” gumam Adrian meraba-raba kasur di bagian sisinya. Karena tak menemukan apapun, ia membuka matanya dan pandangannya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri di hadapannya dengan memegang sesuatu. “Pendek,” gumamnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. Ia mengucek matanya dan bangun dari rebahannya. “Ngapain kamu berdiri di sana? Kamu mau bersih-bersih?” tanya Adrian setelah matanya terbuka sempurna dan terlihat Stella sedang memegang peralatan bersih-bersih. “Pagi ini memang harus beres-beres, karena aku meliburkan ART yang suka membersihkan apartement kita.” Stella berucap dengan tenang. “Tetapi kenapa?” tanya Adrian. “Kamu ingin bersih-bersih sendiri?” “No, bukan aku y
Stella sengaja pulang cepat ke apartement sebelum Adrian. Ia hendak mengambil semua pakaian dan beberapa kebutuhannya. Ia masuk ke dalam kamar dirinya bersama Adrian. Memang setelah mereka kembali dari kegiatan Baksos itu, mereka memutuskan untuk menempati satu kamar bersama dan kamar yang dulu di tempati Stella, kini di jadikan ruang kerja. Stella menatap ranjang yang tampak rapi di depannya. Ranjang itu adalah saksi mereka berbagi cinta, saling bercumbu dan menyalurkan hasrat cinta mereka. Banyak kejadian lucu dan indah yang tak bisa Stella lupakan. Air mata itu kembali mengalir tanpa bisa di cegah lagi. Stella memalingkan wajahny dan mengusap air mata di pipinya. Ia berjalan menuju ruangan pakaian dirinya dan Adrian. Ia menatap deretan kemeja Adrian yang tertata rapi dalam lemari. Tak bisa ia pungkiri kalau ia sangat merindukan suaminya itu. Kini mereka seperti dua
“Stella!” seru Lenna dengan kernyitan di dahinya. Stella datang dengan isakan tangis dan badan yang menggigil karena basah kuyup. “Astaga Stell, lu kenapa?” Lenna segera menggiring Stella untuk masuk ke dalam dan mengambil handuk menyelimuti tubuh Stella. “Sebaiknya lu langsung bersih-bersih di kamar mandi, gue akan siapkan baju buat lu.” Stella bergegas masuk ke dalam kamar mandi di kostan Lenna. Lenna menyiapkan baju bersih untuk Stella. Setelah menyerahkannya ke Stella, ia membuatkan teh hangat. 5 menit berlalu, Stella keluar dengan wajah yang pucat dan begitu sembab. “Sini gue udah buatkan teh hangat buat lu,” ucap Lenna. Stella menurut dan duduk di kursi meja makan. Ia menggenggam mug
Semua Dokter bersama suster dan perawat kembali pulang ke Jakarta dan akan mulai bekerja di AMI Hospital. Setelah kembali ke Jakarta, anggota Khoas semakin sibuk bekerja di AMI Hospital tanpa libur seperti para Dokter yang juga bersama mereka. Walau Adrian libur, ia tetap ke rumah sakit untuk menemani Stella, mengantar jemputnya juga. “Hai,” sapa Adrian saat menjemput Stella dari rumah sakit. Stella duduk di kursi penumpang setelah di bukakan pintu mobilnya oleh Adrian. “Astaga lelah sekali rasanya,” keluh Stella menyandarkan kepalanya ke sandaran jok. “Sabar, sebentar lagi kamu akan melewati masa terberat ini,” ucap Adrian mengusap kepala Stella diiringi senyumannya. “Kapan sih UGD di sin
Stella perlahan membuka pintu kamar mandinya dan menjulurkan kepalanya ke arah ranjang. Adrian tampak asyik bermain game di atas ranjang. Ia kembali masuk ke kamar mandi dengan menghela nafasnya dan menatap ke bawahnya yang hanya menggunakan jubah handuk. Ia sungguh tidak mungkin tidur dengan pakaian yang sejak pagi ia gunakan beraktivitas, Stella mendengus dan merasa bodo amat, ia akhirnya keluar dari kamar mandi dan berpura-pura santai walau sebenarnya ia berdebar-debar dan merasa salting. Adrian melirik ke arah Stella yang terus membenarkan jubah handuk yang hanya sebatas paha itu. Ia hanya tersenyum kecil dan kembali fokus bermain game. Stella berjalan mendekati ranjang tetapi karena ia begitu canggung sampai ia tidak melihat kakinya menyandung karpet lantai dan ia tersungkur ke arah tubuh Adrian.&
Stella yang keras kepala memaksakan diri untuk bangun dari blangkar dan menenteng infusannya. Baru saja ia membuka pintu, tatapannya beradu dengan Adrian yang juga berdiri di sana dengan pakaian pasien dan sama-sama menenteng infusan. Keduanya saling bertatapan penuh arti. “Hai,” sapa Adrian “Eh, hai,” jawab Stella tersipu. “Boleh aku masuk,” ucap Adrian yang di angguki Stella. “Hai Lenna,” sapa Adrian saat sudah masuk ke dalam ruangan. “Hai pak Adrian,” jawab Lenna dengan sedikit canggung. Suasana di sana kini begitu hening dan canggung, membuat ketiganya kikuk. “Ah St
“Ngelamun aja, kenapa sih lu?” tanya Lenna berdiri di samping Stella yang sama sama sedang jaga malam di UGD. “Menurut lu gimana sih Dokter Dara itu?” tanya Stella. “Dokter Dara? Dia baik kok, memang kenapa?” tanya Lenna. “Dia juga cantik banget kan?” seru Stella. “Iya, dia memang cantik,” seru Lenna. “Tuh kan jelas banget gak ada apa-apaya di bandingkan gue, dan lagian lu kenapa gak ada gitu bikin hati gue seneng. Komentarnya jangan jujur banget kek,” ucap Stella dengan wajah cemberut. “Maksud lu apa sih?” tanya Lenna yang benar-benartidak paham.&nbs
“Gak tidur?” tanya Datan saat melihat Adrian hanya duduk termangu di atas ranjang dengan bersandar ke kepala ranjang. “Belum mengantuk,” jawab Adrian dengan malas. “Masalah Stella lagi?” tanya Datan yang kini duduk di samping Adrian. “Dia terlihat semakin dekat dengan Ivan, dan itu membuat gue sangat kesal.” Adrian tampak tersulut emosi karena itu. “Kenapa tidak lu coba untuk mengatakan kejujuran perasaan lu padanya, Rian.” “Entahlah, gue hanya takut dia akan menghindar dan malah mejauhi gue. Dan yang paling gue takutkan dia memilih mempercepat perceraian kami karena perasaan ini, sudah jelas dalam perjanjian yang dia buat, dia ingin bebas dari gue.”&nb
Hari ini mereka semua mulai bekerja di klinik, dan sejak pagi juga Stella tak melihat keberadaan Adrian. Stella terus saja di perintah oleh salah seorang perawat untuk mendata obat-obatan yang di suplier ke Klinik di sana. Stella sibuk dengan mencatat setiap obat yang berada di dalam kardus ke etalase kaca yang tersedia di sana. Tak jauh darinya terdapat seorang apoteker yang juga sibuk membaca daftar obat yang akan di butuhkan di sana. Tak lama masuklah Datan dan menyerahkan sebuah berkas ke apoteker perempuan itu dan ia tersenyum jahil saat melihat keberadaan Stella. Ia berjalan mendekati Stella yang sibuk menata obat obatan ke dalam etalase. “Kau di sini ternyata,” seru Datan membuat Stella menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Datan. “Do