“Sah!”
Ucapan itu menggelegar hingga sampai ke kamar dimana Stella masih duduk gelisah dengan balutan kebaya pengantin putihnya. Mereka menikah di kediaman Stella, dan rencananya nanti malam akan mengadakan acara resepsi di salah satu hotel bintang 6 milik keluarga Mahya.
“Selamat yah Stell, akhirnya lu gak single lagi,” seru Lenna begitu heboh memeluk Stella dari samping.
“Harus yah mengucapkan kata itu?” cibir Stella dengan raut wajah kesal.
“Eh pengantin gak boleh cemberut dan kesel, ingat lho nanti malam kalian akan aha ihi di kamar hotel,” bisik Lenna dengan nada menggoda.
“Shut up Lenong! Gue kagak mau ngelakuin yang iya iya dengan dosen TMII itu! sungguh itu tak ada dalam pikiran gue!”
“Ah masa sih? Liat Pak Adrian naked aja pasti loe langsung belingsatan kayak cacing keriwil.”
Pletak
“Aduh! Sakit Stell!” keluh Lenna mengusap keningnya yang di sentil Stella.
“Biar otak loe gak geser lagi, omongannya bikin emosi!” ketus Stella.
Tak lama Ibu bersama tante Stella datang menghampiri dan mengajak Stella untuk turun ke bawah. Dengan berat hati Stella beranjak dan berjalan bersama mereka dengan langkah anggun.
Stella menatap beberapa orang yang tak di kenalnya sudah memenuhi ruang tengah rumahnya yang di jadikan tempat akad mereka, semua mata tertuju padanya yang masih berjalan menuruni undakan tangga. Hingga tatapannya beradu dengan mata tajam milik Adrian. Tak bisa ia pungkiri, Adrian tampak begitu tampan dengan balutan pakaian pengantin berwarna putih dan juga peci putih, wajahnya tampak bersinar. Mereka memang menggunakan adat sunda saat akad. Stella dapat melihat seulas senyum menyebalkan dari Adrian yang entah kenapa membuatnya semakin geram dan menarik kembali semua pemikiran kalau Adrian sangat tampan.
Stella berdiri di samping Adrian yang kini juga sudah berdiri dari duduknya, beberapa flash cahaya camera mengenai mereka membuat Stella menjadi gugup sendiri. Seorang wanita yang Stella ketahui sebagai Kakak kandung Adrian tampak menyodorkan kotak berwarna gold berisi dua buah cincin berlian indah dengan cahaya kerlap kerlip.
Adrian mengambil cincin yang berukuran kecil dan menarik tangan kanan Stella begitu saja membuat Stella kaget, lalu memasangkan cincin itu di jari manis Stella diiringi senyuman paling menyebalkan menurut Stella. Ukurannya begitu pas, padahal Stella tidak ikut andil dalam persiapan pernikahan mereka. Stella lalu melakukan hal yang sama, menyematkan cincin yang sama hanya lebih polos ke jari manis Adrian, lalu ia mencium tangan kanan Adrian. Penghulu mengarahkan tangan kanan Adrian ke ubun-ubun Stella dan menyuruhnya membacakan sebuah doa. Adrian melakukannya dengan khidmat lalu meniupkannya ke kepala Stella sebelum akhirnya ia mengecup kening Stella dengan lembut, dan itu sungguh membuat jantung Stella mampu berpacu dengan sangat cepat sekali. Gemuruh tepuk tangan langsung memenuhi ruangan itu saat mereka sama-sama menyelesaikan ritual akad nikah.
Setelahnya mereka melakukan sesi pemotretan, dan menerima ucapan selamat dari keluarga mereka. “Akhirnya,” bisik Adrian ke telinga Stella.
Stella menoleh dan memancarkan aura permusuhan. Moment itu langsung di ambil saat mereka bertatapan dengan ekspresi yang berbeda. Adrian dengan senyuman khasnya yang mempesona dan Stella dengan tatapan tajam dan garangnya.
“Adik gemesnya aku udah dewasa sekarang, selamat yah Rian!” Chella datang seraya memeluk Adrian.
“Makasih Kak Chell.”
“Selamat yah cantik, jaga dia,” ucapnya membuat Stella tersenyum kikuk.
Tak lama Leon menghampiri mereka. “Selamat Rian!”
“Thanks Brother!” Adrian memeluk Leon singkat.
“Selamat yah Stella,” ucap Leon.
Stella mengangguk kikuk dan gugup seraya menerima jabatan tangan Leon yang tampak tersenyum mempesona. Bahkan diam-diam Stella menelan salivanya sendiri dengan susah payah dan itu tak luput dari tatapan Adrian.
“Congras Rian!” ucap Azalea.
“Makasih Kakak Ipar,” ucap Adrian memeluk Azalea lalu mengusap kepalanya dengan gemas dan itupun tak luput dari tatapan Stella. Azalea mengucapkan ucapan selamat pada Stella, sebelum akhirnya Leon merengkuh pinggangnya dan membawanya pergi.
“Sekarang kagak bakalan polos lagi yah,” kekeh Datan meninju lengan Adrian membuat Adrian terkekeh kecil. “Mau gue pinjamkan buku keramat yang dulu di baca Azalea?”
“Ah tidak tidak,” kekeh Rian.
“Jangan malu-malu lah, gue bawa lho di mobil,” godanya.
“Kerajinan banget Kak di bawa-bawa,” kekeh Rian. Stella hanya menatap kikuk tak mengerti apa yang mereka bicarakan.
∞
Kini Stella dan Adrian tengah dalam perjalanan menuju ke hotel untuk acara resepsi mereka. Selama ini tak ada pembicaraan di antara mereka berdua. Stella memilih diam membisu.
“Jadi, bagaimana perasaanmu?” tanya Adrian memecah keheningan.
“Hancur,” jawab Stella asal.
“Jangan menyembunyikan kebahagiaanmu, aku tau kamu sangat bersyukur dan bahagia bisa menikah denganku.” Stella langsung mendelik mendengar ocehan Adrian yang menurutnya terlalu percaya diri itu.
“Aku tidak mengundang anak-anak kampus kecuali Lenna, jadi ku harap pernikahan ini tidak akan tersebar,” ucap Stella.
“Ya ya sesuai kesepakatan,” jawab Adrian dengan enteng.
Tak lama mereka sampai di hotel bintang 6 milik keluarga Mahya. Saat mereka berdua sudah menuruni mobil dan berdiri di depan hotel, begitu juga dengan sanak keluarga mereka. Iringan lengser langsung menyambut mereka dengan tarian jaipong khas Jawa Barat.
Gaun berwarna Gold merah dengan hiasan permata indah dan juga begitu elegant membalut tubuh kecil Stella juga hiasan siger sunda di kepala. Adrian tampak menawan dan gagah memakai jas berwarna gold dan kemeja merahnya senada dengan Stella. Mereka berjalan perlahan mengikuti iring-iringan lengser memasuki area hotel yang sudah di sulap seindah dan semewah mungkin.
“Huft melelahkan,” gerutu Stella.
“Sabar,” ucap Adrian mengusap punggung tangan Stella yang terpaut di lengannya membuat Stella mendelik.
“Jangan mengambil kesempatan dalam kesempitan, Pak Dosen!” Adrian tersenyum kecil menanggapi ucapan Stella.
Mereka sampai di atas pelapinan, lalu seseorang berpakaian kebaya memberikan nampan berisi telur ayam kampung yang di bungkus plastik putih, kendi kecil, lidi kecil beberapa biji, dan kayu kecil yang bagian tengahnya tampak bolong.
Adrian di haruskan menginjak batang kayu itu hingga patah dengan kaki telanjang, setelahnya ia harus kembali menginjak telur ayam kampung itu dengan kaki telanjang, setelah pecah, Stella berlutut di depan kakinya dan membasuh kaki Adrian dengan air di dalam kendi dan mengelapnya hingga kering menggunakan kain yang tersedia. Lalu ia kembali bertugas memakaikan sepatu ke kaki Adrian dengan telaten. Dan tanpa sadar Adrian menggulum senyumnya melihat Stella melakukan itu.
Setelahnya mereka sama-sama berdiri dan mengambil setiap ujung lidi yang terkumpul itu lalu perlahan mematahkannya menjadi dua lalu membuangnya bersama-sama. Mereka kembali harus melemparkan kendi berisi air ke lantai hingga pecah. Tepuk tangan langsung memenuhi area itu. Tak lama seseorang datang membawa nampan berisi daging ayam kampung yang sudah di goreng tetapi masih utuh bentuknya tanpa di potong. Mereka sama-sama mengambil bagian pahanya dan saling menyuapkan satu sama lain. Moment itu tak luput dari liputan camera untuk di abadikan.
Setelah melakukan beberapa ritual, langsung ke bagian acara dan para tamu sudah mulai berdatangan. Di sana Stella maupun Adrian harus mengganti 2 kali pakaian pengantin dengan yang tak kalah mewah, elegant dan glamour.
∞
“Akhirnya!” ucap Stella merebahkan tubuhnya di atas ranjang yang sebelumnya sudah ia bersihkan dari ribuan kelopak bunga mawar merah.
“Ck, kau merusak hiasannya,” gerutu Adrian masih berdiri tak jauh dari Stella.
“Aku tidak suka tempat tidur yang akan aku tiduri banyak benda, itu membuat tubuhku gatal,” keluhnya.
“Terserahlah,” ucap Adrian melepaskan kemejanya.
Stella melirik Adrian yang sudah melepaskan jasnya dan kini sedang melepaskan sepatunya. “Pak Dosen, kita ini menikah bukan karena sebuah cinta, atau kisah cinta yang romantis.”
“Hmm,”
“Jadi aku ingin membuat kesepakatan,” ucap Stella bangun dari rebahannya.
“Kesepakatan apalagi, aku sudah menuruti kesepakatan kita sebelumnya.”
“Tidak, itu tak cukup. Kau mandi saja dulu, dan aku akan menuliskan semua kesepakatan kita di atas kertas.”
“Terserah kau saja,” ucap Adrian tampak malas berdebat dan ia beranjak menuju kamar mandi.
∞
1. Aku tak ingin ada yang mengetahui status pernikahan kita.
2. Kita hanya berpura-pura mesra dan akur saat di depan keluarga.
3. Aku tidak akan melaksanakan kewajiban seorang istri. Jangan menyentuhku seincipun.
4. Aku tidak akan menyiapkan masakan apapun untukmu, karena aku tidak bisa memasak.
5. Dan aku ingin kita pindah, dan memiliki kamar yang berbeda.
6. Jangan berusaha merayuku atau menggodaku.
7. Jangan mencampuri urusan masing-masing.
“Apa masih ada lagi?” tanya Adrian menaikkan sebelah alisnya membuat Stella meggelengkan kepalanya.
“Kau ingin merahasiakannya, berarti itu berarti kita bisa memiliki kekasih lagi di luaran sana?” pertanyaan Adrian membuat Stella terdiam kikuk.
“Emmm, Ya.” Jawabnya dengan mantap.
“Baiklah,” ucap Adrian. “Aku sepakat, tetapi aku tidak sepakat kau tidak mau memasak untukku. Di apartementku nanti tidak ada pembantu rumah tangga, jadi kkau harus belajar memasak dan menyediakan makanan untukku. Sebagai gantinya aku akan membiayai semua kebutuhanmu.”
“Tidak ada penolakan, Pendek!” Stella kembali mengatupkan bibirnya yang hendak protes. “Sekarang sudah malam jadi tidurlah,” ucap Adrian beranjak dari duduknya dan berjalan ke sisi kanan ranjang.
“Kenapa kau ke sana? Aku tidak mau tidur di sofa!” pekik Stella.
“Tidak ada yang memintamu tidur di sofa,” ucap Adrian.
“Jangan macam-macam, Pak Dosen!”
“Aku hanya akan tidur, dan jangan kegeeran aku akan menggerayamimu. Tubuhmu tak menggugahku dan bahkan tidak membangkitkan hasratku,” ucap Adrian dengan tenang membuat Stella melongo.
‘Sialan!’
Stella akhirnya dengan kesal berjalan menuju sisi kiri ranjang dan ikut merebahkan tubuhnya setelah membuat penghalang di antara mereka dengan tumpukan bantal. Adrian yang terlalu lelah tak menggubrisnya dan membiarkan saja apa yang Stella lakukan.
∞
Amalfi Coast, ItaliaAdrian dan Stella baru saja menginjakkan kaki mereka di salah satu Villa Treville. Villa yang berada tak jauh dari pesisir pantai, dan berada tepat di atas tebing pantai. Villa dengan 2 tingkat itu memiliki bangunan khas Italia dengan warna putih yang mendominasi. Adrian dan Stella mendapatkan hadiah honeymoon spesial dari keluarga mereka, bahkan bukan hanya hotel yang di pesankan untuk mereka berdua melainkan sebuah Villa besar tetapi hanya memiliki satu kamar. Entah sudah di rencanakan sebelumnya atau memang villa ini khusus di rancang untuk pasangan pengantin baru. Seorang pelayan dengan setelan jas hitam dan dasi kupu-kupu sudah bersiaga menyambut mereka dan membawakan barang-baran
Adrian dan Stella sudah kembali ke aktivitas sehari-hari mereka. Kini mereka berdua telah tinggal di apartement milik Adrian yang cukup besar. Mereka juga sudah memutuskan untuk pisah kamar dan melakukan perjanjian yang sudah mereka sepakati bersama. Pagi itu Stella bersenandung kecil sambil megeringkan rambutnya dengan hairdyer. Tubuhnya masih terbalut dengan handuk, bahkan dia bernyanyi sambil menggoyangkan tubuhnya ke sana kemari menikmati alunan musik yang berputar dari media player. “Ck, kau sungguh gadis yang sangat berisik! Matikan musiknya,” tegur Adrian tetapi Stella tak mendengarnya dan tetap bernyanyi dan menari tanpa sadar kalau Adrian sudah memasuki kamarnya. “Eh?” Stella meno
Stella berjalan dengan kesulitan dan menggerutu karena Dokter Fanni, salah satu Dokter spesialis di AMI Hospital yang menurutnya sangat menyebalkan memintanya membawakan beberapa berkas medis ke dalam ruangannya. Selama perjalanan ia terus saja menggerutu sampai tak melihat jalanan yang ia pijak. “Whuaaaaa!” ia memekik kaget saat sebelah kakinya anjlok karena tak sadar itu undakan tangga membuat semua berkas yang dia bawa berhamburan ke bawah tangga dan tubuhnya hampir saja ikut jatuh ke bawah kalau saja tangan kekar seseorang tidak menarik pergelangan tangan Stella dan menariknya hingga kepala Stella mendarat mulus di dada bidang seseorang. Stella yang masih syock dan kaget hanya bisa mengatur nafasnya seraya memeluk erat tubuh ramping nan kekar di depannya. Tubuhnya mendadak panas dingin dan merinding, hampir saja ia terjatuh dari tangga dan entah
Adrian baru saja pulang dari rumah sakit, saat ini ia pulang ke rumah orangtuanya karena semua anak dari Pradhika menginap dan berkumpul di sana. Tadi ia mendapat pesan dari Stella kalau dia sudah di rumah orangtua Adrian. “Baru pulang Rian?” tanya Leonna yang berjalan menuju dapur. “Iya Kak, belum tidur?” tanya Adrian. “Kirana pengen susu, ya sudah sana ke kamar dan beristirahatlah. Kau terlihat lelah sekali,” ucap Leonna yang di angguki Adrian. Adrian berjalan menuju ke kamarnya. Ia melihat Stella tengah asik menonton drama korea sambil menikmati cemilannya. Stella hanya melirik ke arah Adrian sebentar dan kembali menikmati cemilannya dan fokus ke layar persegi di depannya. Adrian yang lelah pun malas menyapa Stella dan langsung menuju ke ka
“Stell,” seruan itu membuat Stella menoleh. “Bagaimana, sudah dapat yang pasword di facebook?” tanya Lenna. “Sudah, namanya Nicho anak Jakarta Selatan. Dia udah kerja katanya seorang manager di salah satu perusahaan makanan.” “Serius? seorang manager?” tanya Lenna yang di angguki Stella. “Wait!” Stella membuka Iphone nya dan membuka akun facebook miliknya. “Nah ini.” Lenna melihat picture dari Nicho. “Ini yah, kok berasa aneh.” “Anehnya?” tanya Stella. “Fotonya kok keliatan ganteng banget, kayak artis.”
“Stell,” seruan itu membuat Stella menoleh. “Bagaimana, sudah dapat yang pasword di facebook?” tanya Lenna. “Sudah, namanya Nicho anak Jakarta Selatan. Dia udah kerja katanya seorang manager di salah satu perusahaan makanan.” “Serius? seorang manager?” tanya Lenna yang di angguki Stella. “Wait!” Stella membuka Iphone nya dan membuka akun facebook miliknya. “Nah ini.” Lenna melihat picture dari Nicho. “Ini yah, kok berasa aneh.” “Anehnya?” tanya Stella. “Fotonya kok keliatan ganteng banget, kayak artis.”
“Stella, kerjakan laporannya sekarang. Akan aku bantu,” ucap Adrian masuk ke dalam kamar Stella. Stella yang awalnya tengah bermain handphone segera menyembunyikan handphone nya.“Nanti saja,” ucap Stella. “Ayo Pendek, tidak akan ada dosen yang mau membantu kamu seperti aku. Apalagi mengingatkan kamu untuk mengerjakan laporannya, cepat akan aku bantu.” Stella menghela nafasnya dan beranjak mengambil laptopnya, ia berjalan mengikuti Adrian ke ruang tengah. Stella duduk lesehan di lantai dengan alas karpet bulu tepat di depan laptop sambil mengetik sesuatu, dan Adrian duduk di sampingnya seraya memberi arahan dengan sebuah laporan di tangannya yang terbuka. Stella merasa lelah sekali karena semuanya harus di ketik ulang dan Adrian sangatlah detail. Dia ingin segera merebahkan tubuhnya di atas ranjang sambil bermain game di handphone nya, game yang baru tadi siang d
“Huacim!” Stella terus bersin sejak tadi, padahal ia sudah berganti pakaian, mandi air hangat. Kini Stella tengah rebahan di atas ranjang dengan selimut tebal membelit tubuhnya yang menggigil. Inikah karma karena kemarin dia membohongi dan mengerjai dosennya? pikir Stella. “Pendek,” panggil Adrian yang masuk ke dalam kamar Stella dan menyimpan nampan berisi segelas air dan kotak obat. Ia duduk di sisi ranjang dan memegang kening Stella. “Makin demam,” ucap Adrian. “Minum dulu obatnya.” “Hmmm,” gumam Stella merasa tak mampu membuka matanya yang terasa panas dan perih. Adrian mengangkat kepala Stella membuat Stella membuka matanya sedikit, Adrian menyuapkan obat ke mulut Stella dan memberiny
“Pendek,” gumam Adrian meraba-raba kasur di bagian sisinya. Karena tak menemukan apapun, ia membuka matanya dan pandangannya langsung tertuju pada seseorang yang berdiri di hadapannya dengan memegang sesuatu. “Pendek,” gumamnya dengan suara serak khas baru bangun tidur. Ia mengucek matanya dan bangun dari rebahannya. “Ngapain kamu berdiri di sana? Kamu mau bersih-bersih?” tanya Adrian setelah matanya terbuka sempurna dan terlihat Stella sedang memegang peralatan bersih-bersih. “Pagi ini memang harus beres-beres, karena aku meliburkan ART yang suka membersihkan apartement kita.” Stella berucap dengan tenang. “Tetapi kenapa?” tanya Adrian. “Kamu ingin bersih-bersih sendiri?” “No, bukan aku y
Stella sengaja pulang cepat ke apartement sebelum Adrian. Ia hendak mengambil semua pakaian dan beberapa kebutuhannya. Ia masuk ke dalam kamar dirinya bersama Adrian. Memang setelah mereka kembali dari kegiatan Baksos itu, mereka memutuskan untuk menempati satu kamar bersama dan kamar yang dulu di tempati Stella, kini di jadikan ruang kerja. Stella menatap ranjang yang tampak rapi di depannya. Ranjang itu adalah saksi mereka berbagi cinta, saling bercumbu dan menyalurkan hasrat cinta mereka. Banyak kejadian lucu dan indah yang tak bisa Stella lupakan. Air mata itu kembali mengalir tanpa bisa di cegah lagi. Stella memalingkan wajahny dan mengusap air mata di pipinya. Ia berjalan menuju ruangan pakaian dirinya dan Adrian. Ia menatap deretan kemeja Adrian yang tertata rapi dalam lemari. Tak bisa ia pungkiri kalau ia sangat merindukan suaminya itu. Kini mereka seperti dua
“Stella!” seru Lenna dengan kernyitan di dahinya. Stella datang dengan isakan tangis dan badan yang menggigil karena basah kuyup. “Astaga Stell, lu kenapa?” Lenna segera menggiring Stella untuk masuk ke dalam dan mengambil handuk menyelimuti tubuh Stella. “Sebaiknya lu langsung bersih-bersih di kamar mandi, gue akan siapkan baju buat lu.” Stella bergegas masuk ke dalam kamar mandi di kostan Lenna. Lenna menyiapkan baju bersih untuk Stella. Setelah menyerahkannya ke Stella, ia membuatkan teh hangat. 5 menit berlalu, Stella keluar dengan wajah yang pucat dan begitu sembab. “Sini gue udah buatkan teh hangat buat lu,” ucap Lenna. Stella menurut dan duduk di kursi meja makan. Ia menggenggam mug
Semua Dokter bersama suster dan perawat kembali pulang ke Jakarta dan akan mulai bekerja di AMI Hospital. Setelah kembali ke Jakarta, anggota Khoas semakin sibuk bekerja di AMI Hospital tanpa libur seperti para Dokter yang juga bersama mereka. Walau Adrian libur, ia tetap ke rumah sakit untuk menemani Stella, mengantar jemputnya juga. “Hai,” sapa Adrian saat menjemput Stella dari rumah sakit. Stella duduk di kursi penumpang setelah di bukakan pintu mobilnya oleh Adrian. “Astaga lelah sekali rasanya,” keluh Stella menyandarkan kepalanya ke sandaran jok. “Sabar, sebentar lagi kamu akan melewati masa terberat ini,” ucap Adrian mengusap kepala Stella diiringi senyumannya. “Kapan sih UGD di sin
Stella perlahan membuka pintu kamar mandinya dan menjulurkan kepalanya ke arah ranjang. Adrian tampak asyik bermain game di atas ranjang. Ia kembali masuk ke kamar mandi dengan menghela nafasnya dan menatap ke bawahnya yang hanya menggunakan jubah handuk. Ia sungguh tidak mungkin tidur dengan pakaian yang sejak pagi ia gunakan beraktivitas, Stella mendengus dan merasa bodo amat, ia akhirnya keluar dari kamar mandi dan berpura-pura santai walau sebenarnya ia berdebar-debar dan merasa salting. Adrian melirik ke arah Stella yang terus membenarkan jubah handuk yang hanya sebatas paha itu. Ia hanya tersenyum kecil dan kembali fokus bermain game. Stella berjalan mendekati ranjang tetapi karena ia begitu canggung sampai ia tidak melihat kakinya menyandung karpet lantai dan ia tersungkur ke arah tubuh Adrian.&
Stella yang keras kepala memaksakan diri untuk bangun dari blangkar dan menenteng infusannya. Baru saja ia membuka pintu, tatapannya beradu dengan Adrian yang juga berdiri di sana dengan pakaian pasien dan sama-sama menenteng infusan. Keduanya saling bertatapan penuh arti. “Hai,” sapa Adrian “Eh, hai,” jawab Stella tersipu. “Boleh aku masuk,” ucap Adrian yang di angguki Stella. “Hai Lenna,” sapa Adrian saat sudah masuk ke dalam ruangan. “Hai pak Adrian,” jawab Lenna dengan sedikit canggung. Suasana di sana kini begitu hening dan canggung, membuat ketiganya kikuk. “Ah St
“Ngelamun aja, kenapa sih lu?” tanya Lenna berdiri di samping Stella yang sama sama sedang jaga malam di UGD. “Menurut lu gimana sih Dokter Dara itu?” tanya Stella. “Dokter Dara? Dia baik kok, memang kenapa?” tanya Lenna. “Dia juga cantik banget kan?” seru Stella. “Iya, dia memang cantik,” seru Lenna. “Tuh kan jelas banget gak ada apa-apaya di bandingkan gue, dan lagian lu kenapa gak ada gitu bikin hati gue seneng. Komentarnya jangan jujur banget kek,” ucap Stella dengan wajah cemberut. “Maksud lu apa sih?” tanya Lenna yang benar-benartidak paham.&nbs
“Gak tidur?” tanya Datan saat melihat Adrian hanya duduk termangu di atas ranjang dengan bersandar ke kepala ranjang. “Belum mengantuk,” jawab Adrian dengan malas. “Masalah Stella lagi?” tanya Datan yang kini duduk di samping Adrian. “Dia terlihat semakin dekat dengan Ivan, dan itu membuat gue sangat kesal.” Adrian tampak tersulut emosi karena itu. “Kenapa tidak lu coba untuk mengatakan kejujuran perasaan lu padanya, Rian.” “Entahlah, gue hanya takut dia akan menghindar dan malah mejauhi gue. Dan yang paling gue takutkan dia memilih mempercepat perceraian kami karena perasaan ini, sudah jelas dalam perjanjian yang dia buat, dia ingin bebas dari gue.”&nb
Hari ini mereka semua mulai bekerja di klinik, dan sejak pagi juga Stella tak melihat keberadaan Adrian. Stella terus saja di perintah oleh salah seorang perawat untuk mendata obat-obatan yang di suplier ke Klinik di sana. Stella sibuk dengan mencatat setiap obat yang berada di dalam kardus ke etalase kaca yang tersedia di sana. Tak jauh darinya terdapat seorang apoteker yang juga sibuk membaca daftar obat yang akan di butuhkan di sana. Tak lama masuklah Datan dan menyerahkan sebuah berkas ke apoteker perempuan itu dan ia tersenyum jahil saat melihat keberadaan Stella. Ia berjalan mendekati Stella yang sibuk menata obat obatan ke dalam etalase. “Kau di sini ternyata,” seru Datan membuat Stella menghentikan aktivitasnya dan menoleh ke arah Datan. “Do