Home / Rumah Tangga / Mari Berpisah, Aku Menyerah / 203. Harga Diri yang Tercoreng

Share

203. Harga Diri yang Tercoreng

Author: Putri Cahaya
last update Last Updated: 2024-12-30 23:52:04

“Dhafin!”

Dhafin yang semula sedang fokus membaca berkasnya mendongak guna menatap sang ayah. Ia mengernyit heran melihat raut wajah Pak Daniel yang kurang bersahabat.

Pria itu pun bangkit berdiri disertai senyum tipis untuk menyambut kedatangan ayahnya. “Papa, ada apa ke ruanganku?”

Plak!

“Dasar ceroboh!” hardik Pak Daniel setelah menampar keras pipi putranya.

Dhafin memegang pipinya bekas tamparan sang ayah. Kepalanya yang tertoleh kembali menghadap ke arah Pak Daniel dengan pandangan heran sekaligus tidak menyangka.

“Pa? Kenapa Papa menamparku?” tanyanya.

Pak Daniel menudingkan jari telunjuknya ke depan. “Kau benar-benar ceroboh, Dhafin! Bagaimana bisa kau sampai tidak tahu kalau Grissham itu putranya Albern, hah?!”

Rupanya berita tentang Grissham yang merupakan anak dari Pak Albern sudah sampai ke telinga Pak Daniel.

Pernikahan Zelda yang digelar besar-besaran beberapa hari yang lalu itu memang sangat menghebohkan publik.

Jati diri seorang Zelda yang merupakan putri tunggal da
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Sartini Cilacap
Apa yang direncanakan oleh dhafin
goodnovel comment avatar
Bang Joe van Rizky
siapa yg mau dihancurkan ? jangan grisham ya dhafin
goodnovel comment avatar
Emma
up lg dong, seru ceritanya,,,, lama nunggu up nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   204. Merasa Diteror

    Freya melemparkan tasnya ke lantai setelah tiba di kamar. Wajahnya memerah menahan amarah yang meluap-luap dalam dirinya. Teringat kembali kejadian tadi ketika salah satu brand yang selama ini menjalin kerja sama dan menjadikannya sebagai brand ambassador tidak lagi memperpanjang kontrak.“Maaf, Mbak Freya, kami tidak bisa lagi memperpanjang kontrak ini,” ucap kepala pemasaran ketika Freya mendatangi ruangannya.“Tapi kenapa, Pak? Bukankah sebelumnya Bapak bilang akan terus menjadikan saya sebagai brand ambassador selamanya? Kenapa tiba-tiba jadi seperti ini?” tanya Freya sekaligus protes.Kepala pemasaran itu menghela napas. “Ini sudah menjadi keputusan pemilik brand ini. Jadi, saya hanya menjalankan perintah sesuai prosedur saja.”Freya menggeleng tidak terima. “Nggak bisa begitu dong, Pak. Bapak tidak bisa memutuskan hal ini tanpa persetujuan saya.” “Maaf, Mbak Freya, saya tidak bisa membantu banyak,” balas pria itu. Raut wajahnya yang biasa ramah kini terlihat datar dan terkesan

    Last Updated : 2024-12-31
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   205. Saudara Satu Ayah

    Selama melakukan penyelidikan tentang jati diri Lora, Grissham memang dibantu oleh Florence.Masih ingat siapa itu Florence? Benar, perempuan itu adalah putri tunggal dari pasangan Pak Raynald dan Dokter Radha. Awal mula Grissham mengenalnya ketika ia ingin membangun perusahaan cabangnya di negara ini yang otomatis membutuhkan seorang arsitek. Ayahnya sendiri yang merekomendasikan Florence yang sangat handal dalam bidang tersebut selain karena anak dari sahabatnya.Singkat cerita mereka pun akhirnya saling bekerja sama untuk membangun gedung kantor Garfield Technology Company yang tak kalah megahnya dengan kantor pusat di luar negeri. Keduanya pun sempat putus kontak hingga beberapa minggu kemarin mereka kembali bekerja sama untuk mencari tahu semuanya tentang Lora. Florence yang pertama kali menawarkan dan membuat Grissham sendiri merasa aneh. Mungkin ada maksud terselubung, tetapi… entahlah. “Sebenarnya aku masih tidak mengerti, mengapa kau ikut menyelidiki tentang Lora?” tanya

    Last Updated : 2025-01-01
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   206. Tanggal Lahir yang Sama

    “Apa? Jadi, Bu Linda sudah mengetahuinya?”Florence mengangguk membenarkan. “Aku tau informasi ini dari mantan ART yang pernah bekerja di sana.”“Dia bekerja bareng bersama Ibu Sekar, tapi waktu masuk dan keluarnya lebih lama. Setelah mengetahui perbuatan suaminya, apa Bu Linda bakal diam aja?”Ia menggeleng pelan. “Tentu, tidak. Dia bahkan berencana melakukan sesuatu terhadap bayinya Ibu Sekar. Tapi aku belum tau apa yang dilakukannya.”“Ini aku masih berusaha mencari tau dengan mengakses ke dalam rumah sakit tempat Lora dilahirkan,” katanya.Grissham menatap Florence tanpa berkedip. Ia merasa kagum dengan perempuan ini yang bertindak sangat cekatan bahkan lebih cepat dari dirinya. Memang benar, perempuan kalau sudah kepo jiwa detektifnya melebihi Badan Intelijen Negara. “Waw! Bagaimana bisa kau mendapatkan semua informasi itu?”Florence terkekeh kecil. “Ada deh. Aku pastikan semua informasi ini akurat, no hoax.”Ia lantas menoleh ke arah Grissham yang masih menatapnya lalu memukul

    Last Updated : 2025-01-02
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   207. Curahan Hati Seorang Freya

    Freya menjatuhkan ponselnya di pangkuan. Ia menutup kedua telinganya sambil menggelengkan kepala berkali-kali. “Nggaaak! Berhenti menggangguku!” Perempuan itu meluruhkan tubuhnya di lantai yang dilapisi karpet tebal. Ia memeluk lutut ketakutan sambil menenggelamkan wajahnya di sana. Penampilannya sudah tidak karuan.Drrt! Ponselnya kembali berbunyi, tetapi kali ini ada panggilan masuk. Freya mengangkat kepala lalu mencari letak ponselnya. Setelah ketemu, ia langsung menerima panggilan telepon itu tanpa melihat siapa yang meneleponnya. “Apa lagi sih, hah?! Aku bilang berhenti, ya, berhenti! Stop mengganggu dan mengusik hidupku!” “Freya? Kau kenapa?” Freya tertegun lantas menjauhkan ponselnya dari telinga untuk melihat orang yang meneleponnya saat ini. “Dhafin?” “Iya, ini aku. Kau kenapa?” Freya menggelengkan kepala seraya mengusap air matanya. Ia berdehem untuk menormalkan suaranya. “Nggak papa. Ada apa menelponku? Tumben banget.”“Kamu ada di rumah kan? Atau kamu sedang nggak

    Last Updated : 2025-01-03
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   208. Rencana Pernikahan

    “Ada yang hal penting yang ingin kubicarakan padamu.”“Tentang apa?” tanya Freya lalu menundukkan kepalanya karena merasa salah tingkah ditatap seperti itu.Dhafin mengubah posisi duduknya menjadi serong menghadap Freya. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. “Tak terasa udah tiga tahun kita menjalin hubungan sebagai tunangan. Ternyata cukup lama juga, ya.”“Aku berpikir bahwa udah saatnya kita mengakhiri pertunangan kita ke jenjang yang lebih serius, yakni pernikahan. Aku ingin menikahimu, Freya,” ungkapnya.Sontak, hal tersebut membuat Freya mengangkat kepalanya dan menatap Dhafin dengan pandangan tidak menyangka. Jantungnya berdegup kencang mendengar pernyataan yang selama ini ditunggu-tunggu. “Dhafin… kamu… kamu serius?”Dhafin mengangguk mantap dan meraih kedua tangan Freya untuk digenggamnya. “Sure, aku serius.”“Beberapa hari terakhir, aku meyakinkan hatiku dan meminta petunjuk. Ini menjadi salah satu alasan kenapa kemarin aku nggak ada waktu untukmu.”“Dan jaw

    Last Updated : 2025-01-03
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   209. Putri yang Tertukar?

    Tok tok tok “Masuk!” Grissham yang sedang berkutat dengan laptop mengalihkan perhatiannya ke arah pintu ruang kerjanya di kantor. Tak lama pintu itu terbuka dan mendapati dua orang perempuan yang dikenalnya berdiri di sana. “Permisi, Pak Grissham. Ada tamu yang ingin bertemu dengan Bapak dan sudah membuat janji sebelumnya,” ucap salah satu perempuan yang menjabat sebagai sekretaris Grissham. “Baiklah, kau boleh meninggalkan kami,” balas Grissham. Ia mengukir senyum ramah menyambut sang tamu setelah sekretarisnya undur diri. Laki-laki itu menunjuk sofa yang tak jauh dari meja kerjanya. “Silakan duduk dulu, Florence. Aku masih ada sedikit pekerjaan yang harus kuselesaikan. Hanya sebentar saja. Tunggu, ya.”Florence, tamu yang mendatangi kantor Grissham, hanya mengangguk sebagai balasan lantas mendudukkan dirinya di sofa panjang.Ia memilih memainkan ponsel sambil menunggu si tuan rumah menyelesaikan pekerjaannya. Sepuluh menit kemudian, Grissham telah menyelesaikan semua pekerjaan

    Last Updated : 2025-01-06
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   210. Belum Siap Kehilangan

    “Nggak!” Florence menggeleng tegas sembari menatap Grissham tajam. “Aku nggak setuju!”“Kenapa kau tidak setuju?” tanya Grissham dengan mengerutkan keningnya. Florence kembali menggelengkan kepala berkali-kali. “Jangan beritahu mereka. Ayah sama Ibun nggak boleh tau tentang semua ini.” Grissham seketika mengubah raut wajahnya menjadi datar saat mengerti alasan Florence yang melarang memberitahu orang tuanya. “Kau jangan egois, Flo. Uncle Raynald dan Aunty Radha harus mengetahui siapa sebenarnya putri kandung mereka. Ini demi kebaikan bersama,” ucapnya tanpa intonasi.Florence tertawa sarkas. Ekspresi wajahnya tampak sudah tidak bersahabat lagi. “Kebaikan? Kebaikan apa yang kamu maksud, hah?! Ini tuh cuma demi kebaikannya Lora! Bukan kebaikan bersama!”Grissham melipat tangannya di depan dada. “Dari awal memang semuanya demi Lora. Aku melakukan penyelidikan ini untuk mencari tahu kebenaran tentang Lora.”“Kau sendiri yang tiba-tiba datang dan menawarkan diri. Aku tak pernah memaksam

    Last Updated : 2025-01-08
  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   211. Tidak Mudah Percaya

    Florence menatap Grissham dengan mata memerah. “Lalu bagaimana dengan Lora? Bisa aja kan dia merebut semuanya dariku?”Grissham menggeleng tegas. “Tidak akan! Lora tidak akan tega melakukan itu, Flo. Bahkan dia akan merasa tidak enak denganmu. Aku tahu bagaimana karakter Lora. Percayalah, dia tidak sejahat itu.”Florence menarik napasnya guna mengurangi rasa sesak dalam dadanya. Ia menggeleng pelan. “Tapi tetap aja semuanya bakal berubah. Perlahan-lahan aku yang akan tersingkirkan karena bukan darah daging mereka.”Grissham memegang kedua bahu Florence dan menghadapkan ke arahnya. “Flo, dengarkan aku.”Tangannya beralih menangkup wajah Florence seraya mengusap lembut pipi yang basah itu. “Semuanya tidak akan berubah. “Kehadiran Lora tidak akan membuatmu tersingkirkan malahan kau mempunyai saudara perempuan plus dua keponakan lucu. Kau akan tetap menjadi putri mereka, hm?”Florence mengerti, tetapi hatinya masih dilingkupi kecemasan yang berlebihan. Ia kembali menitikkan air mata tida

    Last Updated : 2025-01-09

Latest chapter

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   303. Di Balik Senyum Grissham

    Pak Albern menyunggingkan senyum lebih lebar, bangga melihat kematangan yang mulai tumbuh dalam diri putranya. “Bagus itu,” ujarnya sembari mengangguk. “Kau boleh saja marah, cemburu, atau bahkan mendiamkan Lora. Tapi jangan terlalu lama.” Ia menyandarkan punggung ke sofa, kedua tangannya bertaut di atas paha, ekspresi wajahnya berubah serius namun tetap hangat. “Ingat, Grissham.” “Jagalah baik-baik hubunganmu dengan Lora. Jaga pula komunikasi di antara kalian, walau hanya lewat pesan singkat. Itu sangat penting dalam sebuah hubungan.” Nadanya mengendur, seolah mengajarkan sesuatu yang lahir dari pengalaman panjang hidupnya. “Kelak dalam kehidupan rumah tangga, sembilan puluh persen masalah bisa diselesaikan atau justru bertambah rumit karena komunikasi. Kalau dari awal sudah retak, bagaimana nanti kedepannya?” Pak Albern menoleh, menatap Grissham dengan mata penuh kebapakan. “Kalau ada yang mengganjal di hatimu, ungkapkan semuanya. Bicarakan baik-baik dan cari solusi bersama.”

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   302. Nasehat Seorang Ayah

    Mentari jingga tergelincir ke ufuk barat. Cahaya senja yang meredup memantulkan semburat keemasan di lantai marmer ketika Grissham menapakkan kaki di kediaman keluarga Steward. Langkahnya terlihat gontai, seolah ada beban tak kasat mata yang mengikat kedua kakinya. Gurat kelelahan tergambar jelas di wajahnya yang rupawan tanpa mampu disembunyikan. “Assalamu'alaikum,” ucapnya begitu memasuki rumah. Kebiasaan kecil itu sudah melekat dalam dirinya. Sebuah ajaran sederhana yang diwariskan Lora—katanya, dari almarhum sang nenek. Ia selalu melafalkannya, setiap kali melewati ambang pintu, entah ada orang di dalam atau tidak. Bahkan di kantornya, kebiasaan itu tetap ia lakukan. “Waalaikumsalam.” Grissham tersentak kaget. Langkahnya otomatis terhenti. Suara balasan itu terdengar jelas, membuatnya cepat menoleh ke arah sumbernya. Di sofa ruang tamu, di bawah cahaya temaram senja, seorang pria paruh baya duduk santai. Salah satu kakinya bertumpu pada kaki yang lain, sementara kedua matany

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   301. Jangan Terlena

    Grissham mengangkat kepala perlahan. Tatapannya bertemu dengan Lora, masih dengan wajah yang sedikit mengerut, seperti anak kecil yang baru saja mengakui kesalahan tapi tetap ingin dimengerti.Katakanlah ia kekanak-kanakan. Hanya karena cemburu, dirinya memilih mendiamkan Lora selama tiga hari.Namun... apakah salah jika ia merasa seperti itu? Lora miliknya walaupun belum sepenuhnya. Ia pun punya hak untuk cemburu.Selama ini, Grissham menahan. Selalu berusaha mengalah. Ia memang mengizinkan Lora tetap berhubungan baik dengan mantan suaminya demi anak-anak. Namun, bukan berarti ia tak terluka. Ada bagian dari hatinya yang terasa diabaikan setiap kali melihat Lora tersenyum bersama pria itu.Lora tampak terlalu menikmati kebersamaan mereka seakan lupa bahwa ada hati yang harus dijaga.Karena itulah Grissham memilih bersikap seperti itu, membiarkan jarak terbentang agar Lora menyadari sendiri. Dan nyatanya, wanita itu datang. Tiga hari cukup untuk membuat Lora bertanya-tanya dan akhir

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   300. Cemburunya Grissham

    Ruangan luas nan mewah itu terdiam bisu, seolah ikut menahan napas. Hembusan lembut dari pendingin ruangan menyusup ke sela-sela, membuat udara di dalamnya terasa membeku. Detik demi detik terdengar jelas dari dentingan jarum jam di dinding, mengisi keheningan yang seakan menanti sang pemilik ruangan untuk angkat bicara. Lora duduk diam. Matanya tak berkedip, menatap Grissham lekat-lekat. Tatapan itu menyimpan rasa penasaran yang terus menggelembung di dalam dada. Jemarinya saling menggenggam, mengguratkan kegelisahan yang coba ia redam lewat kehangatan dari dirinya sendiri. Grissham menghembuskan napas panjang. Matanya tak menoleh, tetap terpaku ke satu titik di hadapan, seolah dinding polos itu lebih pantas ia tatap daripada wanita yang duduk di sampingnya. Kedua tangannya bertumpu di lutut, jari-jarinya mengepal lalu mengendur, seirama dengan napas yang berat. “Aku sedang banyak pekerjaan yang harus segera kuselesaikan dalam waktu dekat ini,” ucapnya datar, seperti seda

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   299. Berubah

    Beberapa hari berlalu tanpa terasa. Kini, hanya tersisa dua bulan lagi menuju hari pernikahan Lora dan Grissham.Segala persiapan nyaris rampung, dibantu penuh oleh keluarga besar yang turut antusias menyambut hari bahagia mereka.Gedung hotel megah milik keluarga Kusuma telah dipastikan dan dijadwalkan menjadi tempat berlangsungnya momen sakral itu.Gaun pengantin berpotongan anggun tergantung rapi di balik tirai kaca LaCia Boutique, menanti hari di mana Lora akan mengenakannya. Seragam keluarga pun telah selesai dijahit, lengkap dalam berbagai ukuran. MUA ternama yang menjadi incaran para pengantin sudah dibooking sejak beberapa bulan lalu. Jadwalnya dikunci, tak bisa diganggu gugat.Dan yang tak kalah penting, mereka memutuskan untuk mempercayakan seluruh rangkaian acara kepada wedding organizer profesional. Mulai dari acara siraman hingga resepsi, semua diserahkan kepada tangan-tangan berpengalaman.Rapat demi rapat digelar. Lora dan Grissham selalu hadir, duduk berdampingan den

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   298. Keputusan yang Tak Bisa Diganggu Gugat

    Wajah Bu Anita seketika berubah. Ada gurat kecewa yang perlahan menyusup. Sorot matanya tampak meredup, senyum yang tadi sempat mengembang perlahan menghilang. “Kamu udah memikirkan keputusan ini matang-matang, Nak?” tanyanya pelan dengan mata yang menatap lurus. “Udah, Ma,” jawab Lora dengan lirih tapi tegas. “Bahkan sejak awal aku memilih Kak Sham.” Ia menunduk sejenak, menahan tarikan emosi yang bergolak di dadanya. “Sekali lagi, aku minta maaf, Ma.” Keheningan menggantung beberapa saat. Lora menanti, menebak-nebak reaksi yang akan keluar. Raut datar di wajah Bu Anita membuat pikirannya mulai liar, mencari-cari makna dari setiap helaan napas wanita itu. Ia tahu betul watak ibunya Dhafin. Kini, muncul satu pertanyaan. Apakah keputusan ini akan diterima… atau akan menjadi awal dari jarak yang semakin renggang? Lora menunggu tanggapan Bu Anita dengan sedikit cemas. Melihat dari ekspresinya, sudah pasti beliau akan sangat marah, lalu memaksa agar permintaannya dipenuhi.

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   297. Perhatian yang Timpang

    Pertanyaan itu menggantung di udara. Dhafin tak langsung menjawab, dan dari keheningannya itu saja Lora sudah tahu jawabannya.“Aku nggak menyangkal,” akhirnya Dhafin bicara, suaranya tenang tapi berat. “Tapi itu juga bukan alasan utama. Aku beneran kangen anak-anak. Bukan cuma karena kamu, tapi karena aku ayah mereka.” Ia menarik napas lagi, lalu memalingkan wajah, menatap ke arah rumah tempat tawa si kembar kini terdengar samar. “Kejadian kemarin… bikin aku sadar. Aku nggak cuma kehilangan kamu, tapi juga mereka. Rasanya hampa banget.”Dhafin kembali menatap Lora, sorot matanya kali ini serius dan penuh harap. “Aku nggak minta banyak. Aku cuma pengen kamu izinkan aku tetap ada di hidup mereka. Walau kamu udah punya kehidupan sendiri.”Lora terkekeh pelan, suara tawanya lirih namun mengandung makna. Sudut bibirnya terangkat, tetapi sorot matanya menyiratkan sesuatu yang lebih dari sekadar geli.“Aku dari awal udah membebaskanmu bertemu anak-anak. Aku nggak pernah membatasi,” ujarnya

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   296. Permintaan Maaf

    “Papa!”Dua bocah kembar itu melesat turun dari mobil. Kaki-kaki mungil mereka menapak cepat di jalan setapak.Suara langkah kecil berpadu dengan teriakan riang, menciptakan simfoni rindu yang tak terbendung.Mereka langsung menghambur ke dalam pelukan ayahnya yang berdiri di teras dengan tangan terbuka dan mata yang tampak sedikit berembun.Begitu tubuh kecil itu memeluknya, Dhafin menunduk dan mendekap mereka erat seolah tak ingin melepaskan.Tangannya membelai rambut keduanya, mencium pipi mereka satu per satu dengan tawa kecil yang tertahan. Hatinya mencelos, penuh sesak oleh rasa bersalah yang belum juga reda. Terakhir ia melihat wajah mereka adalah di rumah sakit saat menjenguk ibunya.Sejak pertengkaran panas itu, Lora benar-benar menjauh. Dan ia... hanya bisa menyesali semuanya dalam diam.“Papa kangen banget sama kalian.” Suaranya bergetar, tetapi hangat.Ia mendaratkan ciuman bertubi-tubi di wajah mereka, membuat anak-anak itu tertawa geli sambil memegangi pipi mereka. “Kal

  • Mari Berpisah, Aku Menyerah   295. Permintaan untuk Datang Kembali

    Grissham tak langsung menanggapi. Matanya tak lepas dari jalanan yang padat. Tampak di depan sana, mobil-mobil merayap, saling berebut celah di bawah langit sore yang mulai menguning.Lampu sein berdetak pelan, menyatu dengan musik dari radio yang mengalun lembut dari speaker mobil.Beberapa menit kemudian, ia memutar kemudi ke kanan, memasuki jalan menuju kawasan perumahan elit—tempat keluarga Brighton tinggal.Dering ponsel yang sejak tadi bersenandung akhirnya berhenti. Lora menatap layar yang kini berubah gelap, jemarinya masih menggenggam erat perangkat itu.Grissham melirik sekilas, lalu kembali fokus ke jalan. Ia sempat mengira telepon itu tak akan datang lagi karena sang penelepon sudah menyerah. Namun hanya selang beberapa detik, getaran itu kembali menggema di dalam mobil. Nada dering yang sama, nama yang sama—masih bertahan di layar.Grissham menarik napas panjang, menahan jeda sebelum bersuara. “Angkat saja, siapa tahu penting,” ucapnya datar, tetapi lembut.Lora hanya me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status