Seorang pria meringkuk akibat tuduhan dari masyarakat sekitar sebab membunuh seorang wanita hamil. Caci maki dan lemparan batu dia terima. Walau si pria berulang kali berteriak dia bukan pelaku, masyarakat terlanjur percaya apa yang dilihat oleh mata bukan fakta.
***
Tuan Ozuru terengah-engah setelah sadar dari mimpi buruk yang akhir- akhir ini menghantui alam bawah sadar. Beruntung di kamar dia sendirian sehingga tidak ada yang tahu kejadian ini. Lekas Tuan Ozuru menuju dapur guna minum air putih hangat, lain kali beliau harus membawa teko dan gelas agar tak perlu repot seperti ini. Tuan Ozuru duduk di beranda rumah, setelahnya. Langit masih gelap, dan empat kali Tuan Ozuru memandang langit malam kala terbangun dari mimpi buruk. Tidak disangka, hari ini memandang langit malam sama menyebalkan seperti mimpi itu, alih-alih membayangkan ketenangan, malah beliau mengingat pertemuannya dengan Tuan Ikada, senyum kecut terukir kala Tua
Kehidupan harus berjalan sesuai ritme normal walau sumbang sebagian, tentu berharap sumbang ini berjalan elok pula sesuai ritme itu sendiri, atau ritme itu yang akan menyesuaikan sumbang sehingga menjadi ritme baru. Pak Zukida adalah salah satu sumbang dari beberapa sumbang di daerah Kuromori saat ini, kehidupan normal harus dia rengkuh secepatnya—tidak perlu larut dalam kesedihan berlama-lama. Masih ada si kembar yang ingin melihat ayahnya baik-baik saja, masih ada istri yang harus diperlihatkan bahwa dirinya tetap tegar. Beruntung pula sang istri sekarang membuka pintu hati melihat jerih payah Pak Zukida mencari si sulung.Mungkin berjualan kembali kayu bakar di kota adalah obat sedihnya selain terus mencari Ichida dan berdoa di kuil. Para orang-orang pun rupanya sudah buntu sehingga Pak Zukida tidak bisa lagi memohon dan memaksa mereka mencari Ichida kembali. Kebetulan Pak Haede nampak bugar setelah flu dan demam, Pak Haede pula tidak mengizinkan Isae dan Kasam
Penghujung akhir musim dingin—lambat laun salju tidak terlihat, hawa dingin kian menghangat. Sehangat angan Mirae yang indah. Sang wanita mulai menerka anaknya akan lahir di musim gugur atau musim panas—tapi Mirae berharap di musim gugur. Sebab, Mirae menyukai daun yang berguguran dan dengan sukacita dia menari diantara dedaunan tersebut, tidak peduli nantinya akan dimarahi ayah dan ibunya karena pakaian kotor akibat tubuh Mirae kecil sering tertidur pulas di hamparan daun yang terjatuh ke tanah. Kenangan indah masa kecil ini, dan angan di masa mendatang bersama anak tercinta, berhasil mengukir senyum indah secara tak sengaja, sedangkan dia bersama Nyonya Ikada lagi mejamu dua pria kesayangan mereka.“Mirae, kau nampak bahagia hari ini. Ada peristiwa yang membuat hatimu berbunga-bunga? Jika ada, pasti pengajaranku kepada Yosihara berhasil,” gurau Tuan Ikada, melihat menantunya tersenyum. Nyonya Ikada dan Yosihara segera melihat wajah Mirae, namun
Seperti doktrin yang ditanam turun temurun, dua marga saling membenci dan membunuh dengan sebab yang masih bias. Para penerusnya harus melakukan hal serupa; disuruh membenci lewat mulut kedua orang tuanya. Tidak ada seorang yang ingin menelisik permusuhan ini. Walau marga Makigara sudah melemah kekuatannya, tetapi marga Kuromori harus waspada, bisa jadi Makigara berbuat ulah seperti kemarin. Sebab itulah tetua marga Kuromori—Tuan Ikada, menerapkan sistem penjagaan ketat sebagai gubuk sederhana posnya. Kadang penjaga ini membuat suara bising kala Kokok ayam terdengar pertama kali di awal hari. Para wanita berlaku seperti biasa; memasak hasil buruan para pria berupa kelinci liar, burung, dan jika beruntung rusa di dapat. Namun, jika tidak sempat mereka akan membelinya di kota Yokohama sembari sang suami berjualan hasil panen ladang maupun peternakan kecil-kecilan mereka menggunakan pedati sebagai kendaraan mereka menuju kota. Pedati itu mereka buat hasil gotong royong, t
Ternyata, lebih gaduh suara diluar daripada suara peralatan dapur yang Kasami buat sehingga ayahnya memilih diam, sebelumnya berteriak kepada Kasami sekedar memberitahu jika dia ingin sebentar duduk-duduk di beranda rumah sambil memikirkan ucapan yang pantas untuk menginterogasi Isae agar remaja anak laki-laki itu tidak sakit hati kepadanya. Kebetulan juga Isae mulai keluar dari rumahnya memenuhi panggilan dari Ichida untuk mengobrol di beranda rumahnya sambil melihat kesibukan para pria, tapi dua remaja ini malah iseng melihat Yosihara yang tidak seperti biasanya bersemangat begini. Selain Yosihara, mereka mendengar para pria lain yang bersumpah serapah menjelek-jelekkan Makigara sebab telah menjadi pengecut—menyiksa satu orang dengan cara beramai-ramai, dan malam ini Kuromori akan membalasnya. Lain pria dewasa, lain juga peran remaja seusia mereka berdua yang hanya ditugasi ayahnya untuk mengasah pisau dan pedang, serta menyiapkan rompi dari besi untuk berjaga jikalau musuh menyer
Yosihara tidak menyangka jika satu keinginan sederhana yang selalu dipanjatkan di kuil sudah terkabul. Sudah terbaring pujaan hatinya di rumah Tuan Ikada, karena gadis ini. Kadang Yosihara masuk kedalam kamar hanya memastikan sang gadis baik-baik saja dalam artian masih menghembuskan napas di saat tak sadarkan diri. Balutan perban di badan tidak mengurangi kecantikannya, rambut hitam terurai sama seperti yang dilihat terakhir kali di sungai. Coba-coba, Yosihara mengelus rambut pelan dan menciuminya dengan lembut. Habis penasaran dengan rambut, dia mulai berani mencium pipi kiri pelan-pelan, adrenalinnya menguar raga kala mengecup bibir merah ranum dengan lembut. Yosihara benar-benar menghentikan perbuatannya saat sang pujaan hati melenguh tanda mulai sadar, mata indahnya perlahan terbuka—melihat setiap sudut rumah yang begitu asing bagi si gadis. Keterkejutannya mulai menjalar ketika si gadis saling tatap ke arah Yosihara yang dari malam setia menemani. “Akhirnya, kau
Debu yang menghiasi benda harus segera dibersihkan agar kotornya tidak mencemari, terlebih saat debu menjelma sebagai sarang berbagai penyakit, hal ini sama dengan pemurnian kembali gudang tua tempat perkara yang telah di rombak oleh dua penjaga dan para remaja yang lalai bertugas saat malam kejadian dan sekarang ini di doakan oleh pemimpin kuil agar tidak terjadi tulah. Gudang ini nantinya dipakai untuk menyimpan kayu bakar. Masyarakat juga mulai melupakan kejadian kemarin dengan cepat, tapi tidak bagi tiga wanita Makigara yang masih terguncang lantas memohon kepada Tuan Ikada untuk pulang saja ke Makigara. Tuan Ikada tidak bisa memaksa mereka tetap tinggal. Jika dipaksa, mereka tidak bisa memulihkan tekanan jiwa. Atas perintah Tuan Ikada, Pak Zukida—ayah Ichida, ditugaskan mengantar tiga wanita ini ke tempat asalnya dengan harapan tiga wanita ini tidak menimbulkan sabotase dari pihak Makigara ke Kuromori. Tapi Yosihara yakin akan terjadi sabotase karena masalah ini bisa menyulitka
Biasanya pria yang sudah menikah akan duduk-duduk santai di malam hari setelah kewajiban pertama selesai, bercakap-cakap dengan teman sebaya, menceritakan malam pertama mereka jika berani, dan mengobrol apa saja prospek kedepannya. Namun kali ini tidak ada tanda-tanda Yosihara untuk ke luar melainkan Tuan Ikada yang masih mengobrol santai dengan Pak Haede dan Pak Zukida, adapula anak remaja bersenda gurau di gubuk, bahkan dua pria berumur empat puluh tahun terpaksa mendengar celoteh dari para remaja menyangkut bagaimana cara mereka berburu, apa saja yang mereka dapat, dan ada kejadian apa dalam lingkaran pertemanan mereka. Sungguh obrolan membosankan bagi pria dewasa. “Yosihara .. sudah tumbuh menjadi pria dewasa. Dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah,” ucap Pak Haede membuka percakapan lain setelah Pak Zukida membagi pengalamannya mengantar tiga gadis Makigara ke asalnya dan diberi.tatapan tajam warga sekitar setelah tiga wanita itu turun dari kereta.
Hal kedua yang Kasami tidak suka adalah ditinggal pergi ayahnya tanpa sang ayah pamit kepadanya. Bukan karena manja, dia khawatir jika suatu hal buruk terjadi kepada ayahnya—diculik oleh segerombolan Makigara yang dulu menimpa seorang pemuda sampai meninggal akibat di siksa. Sudah tahu apa yang Kuromori lakukan akibat kejadian ini—balas dendam yang begitu dahsyat perlawanannya. Sungguh, walau Kasami tahu peristiwa itu hanya dari mulut ke mulut, peristiwa yang dia dengar membuat semakin dia menggenggam ayahnya begitu erat bagai seorang ibu yang mengekang anaknya dengan dalih keselamatan. Karena Kasami tidak menemui ayahnya di kamar maupun halaman belakang tempat kandang ayam, Kasami ke luar dan segera berlari menuju rumah tetua marga. Di dalam sana, setelah Nyonya Ikada membukakan pintu untuk Kasami, sudah ada Isae dan Ichida yang menunggu masakan dari tangan Mirae. Tidak terlihat Yosihara. “Nyonya Ikada, ayahku menghilang,” cemas Kasami setelah meminum ai