Home / Rumah Tangga / Mantanku, Kakak Iparku / 8 Sepakat untuk Bersandiwara

Share

8 Sepakat untuk Bersandiwara

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2024-06-06 11:30:50

“Buat apaan?” tanya Veren ingin tahu.

“Buat gue tuker sama cendol seember, ya buat digandeng lah!” tukas Deo. “Gitu doang pake nanya.”

“Lah, emang gue truk gandengan?” sahut Veren sambil membuntuti Deo keluar kamar.

Saat mereka sampai di dapur, Freya sudah berada di meja makan bersama Gennaro dan mama.

“Pagi, Ma!” Deo dan Veren memasang tampang cerah saat bergabung di meja makan.

“Pagi, manten baru!” sahut mama ceria. “Veren, kenalin ini calon mantu mama juga. Namanya Freya.”

Veren mengulurkan tangannya sambil tersenyum lebar ke arah Freya.

“Halo Kak!”

Freya menjabatnya sebentar sambil tersenyum singkat.

“Lo mau bikin sarapan apa, Ver?” tanya Deo menyela.

“Yo, sama istri sendiri kok ngomongnya kayak sama temen?” tegur mama. “Yang halus gitu kenapa?”

“Nggak papa, Ma. Aku sama Veren nggak terbiasa halus-halusan,” sahut Deo.

“Iya Ma, kita nggak terbiasa pake aku-kamu sejak awal ketemu.” Veren menimpali.

“Kalian berdua ini bener-bener ...” Mama menggeleng-gelengkan kepala. “Ya udah, mama balik ke kamar dulu.”

Begitu mama berlalu, Veren menoleh memandang Deo.

“Lo mau apa, teh? Kopi? Susu?” katanya menawari.

“Kopi susu satu,” sahut Deo dengan nada seperti sedang memesan minuman di angkringan.

“Bentar ya,” kata Veren sambil berlalu ke dapur untuk membuatkan pesanan Deo.

“Kamu nggak bulan madu ke mana gitu, Yo?” tanya Freya basa basi.

“Enggak, sibuk kuliah.” Deo menjawab tanpa memandang Freya. Dia sedang sibuk bermain ponsel sementara menunggu Veren membuatkan kopinya.

“Kita nanti pake bulan madu kan, Mas?” tanya Freya sambil melirik Gennaro yang sedang melihat-lihat baju pengantin di layar ponselnya.

“Emang kamu pengin bulan madu ke mana?” tanya Gennaro tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel.

“Ke Bali,” jawab Freya. “Pernikahan kan cuma sekali seumur hidup, jadi bulan madunya mesti di tempat yang istimewa.”

Freya melirik Deo yang masih sibuk memainkan ponselnya seolah tidak mendengar obrolannya dengan Gennaro.

Gennaro sendiri tidak segera menjawab pertanyaan itu dan malah tetap fokus memelototi layar ponselnya, hingga membuat Freya jengkel sendiri. Ditatapnya kakak dan adik yang sama-sama sibuk dengan ponselnya masing-masing.

Sebenarnya Deo bukannya tidak mendengar, tetapi dia memilih untuk bersikap tidak peduli pada urusan mereka berdua.

Veren mendadak muncul dari dapur dengan membawa secangkir kopi susu dan segelas teh hangat ke hadapan Deo.

“Diminum ya, Yo ...” katanya sambil tersenyum manis.

“Wangi banget kopinya, Ver?” komentar Deo sambil menghirup aroma kopi susu yang masih panas mengepul. “Gimana ya rasanya minum kopi buatan istri sendiri?”

“Beda pastinya, karena kopi ini nggak dijual bebas di warung-warung,” sahut Veren dengan hidung yang mengembang karena bangga. “Diminum dong, Yo.”

“Entar, masih panas ini. Lo mau lidah gue melepuh?” sahut Deo sambil mengipas-ngipas kopinya dengan tangan.

“Maksud gue entar pas kopinya udah anget, Bambang ...” balas Veren sambil meraih tatakan cangkir kemudian menuang sebagian kopinya di situ.

“Lo apain tuh kopi gue?” tanya Deo heran.

Veren memberikan tatakan berisi kopi susu kepada Deo.

“Coba deh lo minum, Yo,” katanya. “Dijamin nggak kerasa panasnya.”

Deo menerima kopi itu dengan tangannya. Saat dia mau meminumnya, tatakan itu miring dan membuat kopi di atasnya tumpah sedikit ke baju Deo.

“Waduuh, basah gue ...”

“Ish, lo bisa minumnya nggak sih? Sini gue bantu.” Veren ikut memegang tatakan cangkir itu dan Deo mulai menyeruput kopinya pelan-pelan.

Freya mengalihkan wajahnya dari pemandangan di depannya ini dan menggeser duduknya menjadi semakin dekat dengan Gennaro yang masih sibuk bermain ponsel.

***

Meskipun sudah resmi menikah dan sepakat untuk bersandiwara di depan orang tua masing-masing, Deo dan Veren tetap memegang teguh prinsip mereka jika sedang berada di luar.

Deo sibuk dengan dunianya sendiri, begitu juga Veren yang kadang masih suka melirik cowok-cowok bening yang ditemuinya di kampus.

Sebenarnya Deo sudah sering mengingatkan bahwa meskipun mereka telah membebaskan pasangan masing-masing dari hak dan kewajiban suami istri pada umumnya, tetap saja ada hal-hal yang sejatinya tidak patut dilanggar.

Salah satunya adalah tidak melirik cowok atau cewek lain.

“Lo bawel banget sih, Yo ...” keluh Veren ketika Deo mendapat giliran menginap di rumah mertuanya. Deo tanpa sengaja melihat Veren sedang asyik video call dengan salah satu seniornya di kampus.

“Elo nyadar dong kalo kelakuan lo ini nggak pantes sama sekali,” kritik Deo sambil duduk di tempat tidur Veren. “Itu senior tau nggak kalo elo udah nikah?”

“Ya enggak lah, Yo. Masa iya gue mesti cerita sama orang-orang soal status gue ini?” tukas Veren, sesaat setelah video call dengan seniornya berakhir. “Lagian kan pernikahan kita ini cuma sementara.”

“Gue tau, tapi kan tetep aja kita nikah resmi. Dan itu tercatat di buku nikah negara,” kata Deo mengingatkan. “Lo nggak mikir apa, kalo elo suka jelalatan ke sana kemari terus mereka akhirnya tau status lo yang sebenernya, kira-kira apa yang akan mereka pikirin tentang lo selanjutnya?”

Veren mendadak terdiam.

“Apa mereka masih mikir kalo elo cewek baik-baik?” tanya Deo lagi. “Elo bisa dibilang selingkuh, lho. Dan bayangin kalo kelakuan lo ini sampe bikin ortu lo sama ortu gue dibully orang-orang. Apa lo nggak kasian?”

“Kasian juga sih.” Veren mengangguk muram. “Gue pikir setelah menuruti tuntutan warga sebelah, gue bisa bebas ...”

“Kita baru bisa bener-bener bebas setelah melewati masa dua tahun sejak tandatangan perjanjian itu,” kata Deo menjelaskan. “Setelah kita resmi cerai, terserah lo mau ngecengin cowok lain di luar sana, bebas. Tapi kalo sekarang, mau nggak mau lo mesti jaga tingkah dikit.”

Veren menutupi wajahnya dengan tangan ketika mendengar wejangan panjang lebar dari Deo.

“Dua tahun keknya lama banget, Yo ...” keluhnya. “Gue masih mau main, seneng-seneng sama temen-temen gue ...”

Deo menarik napas panjang.

“Gini lho, Ver. Gunanya kita bikin perjanjian pernikahan yang kemarin itu adalah biar kita masih bisa menikmati hidup kita masing-masing tanpa harus terbebani sama status kita,” ujar Deo sabar. “Cuma satu yang nggak bisa kita langgar seenaknya, seenggaknya dalam dua tahun ke depan.”

“Apa itu, Yo?” tanya Veren sambil menurunkan tangannya dan memandang Deo dengan sangat antusias.

“Jangan keganjenan sama lawan jenis,” jawab Deo tegas. “Karena elo resmi bersuami, elo bisa dicap tukang selingkuh kalo elo nekat ngecengin para cowok. Mau lo dikasih label tukang selingkuh?”

“Ya enggak lah!” Veren menggeleng buru-buru.

“Masalahnya entar gue juga yang ujung-ujungnya kena getahnya,” kata Deo lagi. “Dikiranya gue nggak bisa didik istri dengan baik dan benar.”

Veren tiba-tiba duduk di samping Deo.

“Gue sumpek dong kalo kek gini, Yo ...” katanya.

Bersambung—

Related chapters

  • Mantanku, Kakak Iparku    9 Freya Mendadak Muncul

    “Elo ngeluh mulu ya isinya?” komentar Deo. “Kalo sumpek kan masih bisa main, lo pergi cuci mata sama temen-temen cewek lo juga nggak masalah. Ke mal, bioskop, pasar, bonbin ...” “Elah, ngapain juga gue ke kebon binatang?” tukas Veren cepat-cepat. “Mau nyamain rupa?” “Itu elo yang ngomong lho, ya? Bukan gue,” sahut Deo. “Sabar dikit lah Ver, dua tahun itu nggak kerasa kalo nggak lo itung-itung. Gue aja juga nahan diri buat nyari gebetan baru setelah putus dari kakak ipar.” “Oh iya, ngomong-ngomong soal Kak Freya sama Kak Aro, entar mereka setelah nikah bakalan serumah sama nyokap lo atau pindah ke rumah sendiri, Yo?” tanya Veren penasaran. “Kalo lihat Kak Aro yang udah mapan sih keknya mereka bakal langsung misah deh,” jawab Deo. “Kenapa, lo mau ngikut?” “Ogah, ngapain juga gue ngintilin mereka. Kek kurang kerjaan aja ...” “Gue numpang tidur bentar, ya, Ver?”

    Last Updated : 2024-06-06
  • Mantanku, Kakak Iparku    10 Cinta Lama Belum Kandas

    “Apaan tuh celebek?” tanya Deo sambil mengerutkan keningnya. “Yang dipake buat masak itu?”“Celemek, ini celebek-celebek alias CLBK.” Veren menjentikkan jari-jarinya. “Nggak tau juga artinya apa? Katro lo. Artinya Cinta Lama Belum Kandas, alias masih belum kelar, masih bersambung, berkelanjutan ...”“Apaan sih lo, sotoy ayam?” tukas Deo. “Dia kan calon isterinya Kak Aro, masa iya masih nyimpen perasaan buat gue?”“Hati orang siapa yang tau?” bantah Veren. “Emang gimana sih awalnya mereka berdua bisa tunangan? Apa keluarga lo nggak tau kalo elo sama kakak ipar itu aslinya pacaran?”Deo menggelengkan kepala.“Masing-masing dari keluarga kami nggak ada yang tau kalo gue sama Freya itu pacaran,” katanya dengan nada sendu.“Lah, lima tahun pacaran masa iya elo nggak pernah main ke rumahnya? Atau dikenalin gitu sama ortunya?” tanya Veren heran sekali.“Nggak pernah,” jawab Deo membenarkan. “Lagian gue sama Freya jadiannya juga pas gue masih embrio, gue sama Freya kan mudaan gue. Mungkin itu

    Last Updated : 2024-06-07
  • Mantanku, Kakak Iparku    11 Kepingin Bulan Madu

    “Nggak usah pake bulan madu, udah telat.” Dia mengingatkan Veren dengan tegas. “Bulan madu bisa kapan aja kali,” sahut Veren tidak mau kalah. “Itu namanya piknik, beda lagi sebutannya!” tukas Deo. “Udah lah, biasanya juga di rumah nonton upin ipin kalo elo libur, nggak usah gaya mau bulan madu segala.” “Deo, kamu kok ngomongnya gitu sama istri sendiri?” tegur mama sementara Gennaro dan Freya tidak berkomentar. “Wajar kan kalo Veren pengin bulan madu juga?” “Tau nih, Ma. Sensi banget dia sama aku,” sahut Veren keki. “Ya udah besok kamu sama Veren ikut ke Bali aja, sekalian sama Aro.” Mama menengahi. Deo langsung menolak usulan itu mentah-mentah. “Nggak usah lah, Ma. Veren kok didengerin,” katanya. “Besok-besok juga dia udah lupa.” “Jangan pelit-pelit sama istri, Yo.” Kali ini Gennaro unjuk suara. “Bulan madu cuma sekali seumur hidup, nggak usah dilarang.” Deo menoleh memandangnya. “Aku nggak pelit, Kak. Tapi aku ngerasa belum mampu aja buat ngajak dia bulan madu,” k

    Last Updated : 2024-06-07
  • Mantanku, Kakak Iparku    12 Berangkat ke Puncak

    “Yeeee, soal nyawa sih gue percaya sama Yang Di Atas aja!” sahut Veren keki. “Jadi gimana, gue nanggung bensin sama makan kita entar?” “Yoi.” Deo menganggukkan kepalanya. “Ya udah, lo siap-siap sana. Pake baju yang tebelan dikit. Sama jaketnya jangan lupa, dingin banget entar di sana.” Veren mengangguk bersemangat dan segera mempersiapkan barang-barang yang akan dibawanya ke puncak nanti. Deo hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja saat melihat tingkah isterinya yang mirip anak kecil mendapat lotere mainan. “Lho, kalian mau ke mana?” tegur mama heran ketika melihat Deo dan Veren turun ke bawah sambil menenteng satu ransel besar di punggung. “Bulan madu!” kata Deo dan Veren bersamaan. Semua orang yang ada di situ auto mengernyitkan keningnya. “Lho, bukannya tadi kamu bilang nggak mau pergi, Yo?” tanya mama tidak mengerti. “Kamu kok cepet banget berubah pikirannya?” “Maklum lah, Ma. Namanya juga anak muda,” jawab Deo sambil nyengir lebar. “Aku sama Veren nggak jauh-jauh kok, c

    Last Updated : 2024-06-08
  • Mantanku, Kakak Iparku    13 Bawa-bawa Mantan

    “Lo sebenernya ngebet ngajakin gue buat pergi bulan madu apa ngebet mau nostalgia mengenang masa-masa indah lo sama mantan?” tanya Deo dengan tampang yang tidak enak dipandang.“Siapa yang nostalgia?” bantah Veren. “Gue cuma ngasih tau elo doang, Yo ...”“Gue nggak suka lo banding-bandingin gue sama mantan lo,” kata Deo lagi. “Suka-suka gue mau ngambil jalur yang mana, orang gue suka sama pemandangan yang ada di sini. Masalah buat lo?”“Apaan sih, gue kan cuma ngasih tau elo kalo ada jalur yang lebih cepet daripada jalur yang lo ambil ini!” seru Veren menjelaskan. “Sensi banget sih lo?”“Gue nggak bego-bego banget, Ver. Gue juga tau kalo ada jalur alternatif yang lebih cepet.” Deo berkata lagi. “Tapi gue suka sama pemandangan di sini, lo hargain dikit dong. Bukannya malah cerita soal jalur yang biasa elo lewati sama mantan lo itu.”“Gue cuma ngasih tau aja, Yo!” seru Veren berulang-ulang.“Nggak usah pake ngebawa-bawa mantan lo j

    Last Updated : 2024-06-08
  • Mantanku, Kakak Iparku    14 Kenalin, Saya Suaminya

    Veren menarik lepas tangannya dari pegangan Deo. “Nggak usah pegang-pegang!” ujarnya sengit. “Bukan mahram.” “Siapa bilang?” tantang Deo. “Kita udah mahram sejak resmi menikah, cuma gue males aja nggarap elo. Nggak nafsu ... aduh!” Kalimat Deo terhenti di tengah jalan ketika tangan Veren menampar mulutnya keras-keras. Reflek Deo mengusap-usap bibirnya memakai telapak tangannya sendiri. “Otak lo tuh nggak cuma mafia, tapi pikiran lo juga. Ngeres!” kritik Veren pedas. “Amit-amit banget ya gue bisa nikah sama elo, kek nggak ada cowok lain aja. Heran gue sama nasib gue yang apes ini. Semoga entar keturunan gue nggak ada yang ngalamin kayak gue gini.” Deo masih mengusap-usap bibirnya dan tidak menjawab hinaan Veren barusan. “Gue juga nggak mau kejebak pernikahan ini lama-lama sama elo,” tukas Deo setelah memastikan kalau bibirnya tidak rusak permanen. “Gue nggak mau elo jadi ibu dari anak-anak gue entar, lebih amit-amit lagi mas

    Last Updated : 2024-06-09
  • Mantanku, Kakak Iparku    15 (Bukan) Malam Pertama part 1

    Baik si cowok bening ataupun temannya sendiri untuk sesaat memandang Deo dan Veren dengan ekspresi tidak percaya. “Oh, sori!” Si cowok bening tersenyum singkat sambil memandang Veren yang terlihat salah tingkah. “Selamat ya buat pernikahannya.” “Makasih,” ucap Veren dengan suara yang hampir tidak terdengar. Deo sangat puas saat keadaan di sekitarnya sudah mulai berjarak aman, tidak seperti tadi yang menurutnya tidak kelihatan ada batas sama sekali. Veren juga menjaga tingkahnya selama mereka menghabiskan makanan mereka, “Lanjut sekarang yuk?” kata Deo sesaat setelah dia menghabiskan kopinya. “Perjalanan ke puncak kira-kira makan waktu satu jam, mungkin bisa lebih soalnya kita muter jalur ...” Veren bangkit berdiri dan meninggalkan meja setelah sebelumnya mengangguk sopan kepada dua cowok tadi. “Elo sih pake muter-muter,” komentar Veren ketika dia dan Deo berjalan pergi meninggalkan warung dan menuju ke parkiran motor.

    Last Updated : 2024-06-09
  • Mantanku, Kakak Iparku    16 (Bukan) Malam Pertama part 2

    “Tadi siapa yang duluan nubruk gue, Markonah? Dasar perempuan, dia yang salah, tapi laki-laki yang selalu jadi kambing hitam!” Veren membuang muka dengan kesal. “Emang lo yang salah,” sungutnya. “Sengaja manfaatin situasi gue ...” “Situasi apaan? Gue enak-enak rebahan lo malah maen tubruk aja kek ayam kebelet kawin ... aduuhh, duhhh!” Belum selesai Deo mengucapkan kalimatnya, tangan Veren sudah maju lebih dulu dan menjewer telinganya keras-keras. “Sakit, Ver!” Dengan susah payah Deo melepas tangan Veren dari telinganya. “Buset deh, dosa apa gue sampe harus nikah sama cewek durjana macem elo ...” “Salah sendiri nggak jaga jarak,” sahut Veren, tetap tidak mau mengakui fakta bahwa dia duluan yang menubruk Deo gara-gara serangan kecoa. “Serah, cowok emang selalu salah di mata cewek!” omel Deo. “Sesalah apa pun mereka, tetep aja cowok yang bakal disalahin.” Deo berdiri dari tempat tidur dan berjalan keluar kamar. “Yo, mau ke mana?” panggil Veren ragu-ragu. “Nyari angin, panas gue

    Last Updated : 2024-06-10

Latest chapter

  • Mantanku, Kakak Iparku    99 Izinkan Aku Menjadi Istri Suamimu

    Sebelum mengakhiri percakapan, mama berpesan kepadanya untuk menjadi isteri yang baik dan berbakti. “Soal perempuan yang katanya mau jadi istri kedua Deo, kamu jangan mau kalah sama dia.” Mama menambahkan. “Ini saatnya kamu buktiin kalo kamu lebih pantas dipertahankan di sisi Deo daripada perempuan itu. Paham ya, Ver? Kuncinya kamu harus layani suami dengan baik, nurut, dan jangan kasar lagi.” “Iya, Ma.” Veren meringis. “Aku akan inget nasehat Mama.” *** Melihat kondisi fisik Veren yang makin hari kian menurun, Dela dan Vita mengusulkan untuk membeli alat tes kehamilan di apotik dekat kampus mereka. “Lo udah telat belom?” selidik Vita. “Gue udah telatan sejak SMA,” kata Veren. “Makanya gue nggak yakin kalo gue hamil. Orang tiap bulan gue telat.” “Tapi kan sekarang lo udah bersuami,” sergah Dela yang ikut kepo. “Udah, beli tespek murah dulu buat ngecek. Jangan sembarangan minum obat lho, Ver.” Veren terdiam, dia lupa kapan haid terakhirnya. Dia juga tidak pernah menghit

  • Mantanku, Kakak Iparku    98 Dikira Kumpul Kebo

    Deo mengulurkan tangan untuk menyingkirkan guling yang menghalanginya. “Ngambek nih?” katanya sambil membaringkan diri di samping Veren. Deo menarik Veren hingga tubuh ringkihnya hampir terbenam seluruhnya dalam dekapannya. Veren tidak menjawab, dia kesal sekaligus senang karena Deo tidak menuruti keinginannya untuk pergi dari rumahnya. Aroma minyak kayu putih yang telah dibalurkan Deo kepadanya membuat Veren sangat rileks dan perutnya yang tadi bergolak berangsur tenang, setenang dirinya yang kini memejamkan mata dengan lengan Deo sebagai bantalnya. Suara gemericik air hujan menjadi lagu pengiring perjalanan mereka berdua ke alam mimpi. *** Veren membuka mata sambil menggeliat, satu tangannya meraba-raba ke samping namun tidak menemukan apa yang dia cari. “Yo?” panggil Veren dengan suara serak. “Lo di mana?” Tidak ada jawaban. Veren menyibakkan selimutnya dan berjalan ke kamar mandi untuk mencari keberadaan suaminya. Nihil, Deo tidak ada di kamar mandinya yang kosong. Veren

  • Mantanku, Kakak Iparku    97 Anggap Saja Malam Pertama

    “Kan ada elo,” timpal Deo sambil memejamkan kedua matanya. “yang bisa menghangatkan gue malem ini.” “Emang gue kompor,” tukas Veren sambil mengganti saluran tivi. “Halu lo malem-malem.” “Elo lebih dari kompor,” sahut Deo seraya membuka matanya. “Elo itu adalah separuh jiwa gue, dan juga tulang rusuk gue yang sempet ketuker sama kakak ipar ....” “Bisa ae lo, kaleng minyak.” Veren menukas, tangannya melempar bantal ke wajah Deo. “Aduuuh, sakit Ver!” protes Deo. “Kena bibir gue nih, kalo gue kenapa-napa lo siap tanggung jawab?” Veren langsung menyingkirkan bantalnya dan menubruk Deo yang masih berbaring. “Canda doang!” katanya sambil memeriksa luka di ujung bibir Deo. “Lo nggak papa kan?” Deo tidak menjawab, wajah Veren yang sangat dekat dengan wajahnya seolah mengalihkan dunianya untuk sementara. Kedua mata Veren yang besar seperti boneka balas memandangnya dengan sangat khawatir. Hawa dingin yang menguar karena hujan membuat Deo menginginkan kehangatannya. Veren seketika tersad

  • Mantanku, Kakak Iparku    96 Fokus sama Hubungan Kita

    “Kita mulai dari nol,” kata Veren. “Masa lalu nggak bisa diubah, tapi masa depan masih bisa kita rancang.” Deo mencium puncak kepala Veren dengan penuh sayang. Mereka memang tidak bisa mengubah masa lalu saat mereka terpaksa menikah karena tuntutan warga, tapi yang terpenting adalah kini mereka telah memantapkan hati untuk terus mengarungi bahtera mereka yang sempat karam. “Tapi Yo ...” Mendadak Veren ingat sesuatu, dengan segera dia melepas dekapannya . “Tania gimana?” Deo menghapus sisa-sisa air mata di wajah Veren. “Gue udah bilang sama Tania kalo gue nggak bisa menikahinya,” jawab Deo sungguh-sungguh. “Terus?” Veren mengernyit. “Dia nggak papa?” “Dia baik-baik aja.” Deo mengangguk. “Gimana kalo sekarang kita fokus sama hubungan kita aja?” “Iya Yo, gue akan nemenin elo apa pun keadaan lo.” Veren menyanggupi. “Ya udah, gue masak dulu di dapur.” “Kok buru-buru?” tanya Deo ketika Veren beringsut turun dari tempat tidur. “Nggak mau pelukan lebih lama lagi?” “Yang ada nanti gu

  • Mantanku, Kakak Iparku    95 Kecoa Membawa Berkah (2)

    “Bukan Tania yang masakin gue,” kilah Deo. “Tapi itu jatah makan siang dari tantenya, semua karyawannya dapet. Makanya lain kali nanya dulu, jangan asal cemburu ....” “Gue nggak cemburu!” ketus Veren sambil berdiri. Hampir saja dia lolos jika Deo tidak buru-buru menarik tubuhnya kembali. “Terus kenapa makanannya lo kasih ke temen-temen gue?” tanya Deo tajam. “Mereka muji-muji masakan lo. Bangga sih bangga, tapi tetep aja kuping ini panas dengernya.” “Heleh, sendirinya cemburu.” Veren mendengus. “Nggak ada suami yang nggak cemburu denger isterinya dipuji sama cowok lain,” tukas Deo sambil memutar tubuh Veren hingga menghadap kepadanya. “Lo nggak pernah masak buat gue, tapi sekalinya masak yang ngabisin malah temen-temen gue.” Veren agak mengerut ketika melihat ekspresi wajah Deo saat menatapnya. “Iya deh, habis ini gue masak buat lo,” katanya mengalah. Belitan Deo mengendur dan Veren langsung berdiri dari pangkuannya. Baru saja dirinya akan melangkah pergi, seekor kecoa terbang

  • Mantanku, Kakak Iparku    94 Kecoa Membawa Berkah

    “Gue udah mau manggil elo, tapi Veren nyegah gue.” Septian membela diri. “Tapi kelihatan banget kalo dia cemburu lihat lo sama Tania tadi. Lo yakin dia serius mau cerai sama lo?” Deo menarik napas dan duduk si salah satu kursi sementara Hernandez dan yang lain keluar membeli minum. “Gue sendiri nggak tau apa maunya,” kata Deo lesu. “Akhir-akhir ini dia nggak bisa ditebak, sering banget marah karena hal kecil ....” “Kayak lo nggak sengaja meluk Tania itu?” tebak Septian. Deo mengangguk. “Gue udah ngaku salah, gue juga udah minta maaf. Tapi dia ngamuknya nggak kira-kira,” keluh Deo. “Tiap denger nama Tania, dia langsung ngegas sambil maki-maki gue nggak keruan.” Septian mengangguk paham. “Ada dua hal yang bikin emosi cewek nggak stabil,” katanya. “Kalo nggak lagi PMS ya ... lagi bunting.” “Bunting what?” tukas Deo tidak percaya. “Bunting sama siapa?” “Ya sama elo lah, lo kan suaminya!” Septian balik menukas. “Masa bunting sama cowok lain, sembarangan lo.” Deo berpikir sebenta

  • Mantanku, Kakak Iparku    93 Masih Ada Waktu (2)

    “Masih ada waktu bagi kamu dan Veren untuk memikirkan baik-baik soal nasib pernikahan kalian,” kata mama seraya mengusap kepala Deo. “Mama nggak ngira kamu udah segede ini, Yo. Rasanya baru kemarin sore kamu lulus SMA, dan sekarang kamu udah jadi seorang suami ....”“Mama ngeledek,” dengus Deo sambil tertawa. “Tapi aku tetep nggak mau maksa Veren buat lanjut, Ma. Hidup aku belom mapan, aku juga masih harus kuliah. Mau aku kasih makan apa dia nanti? Nggak mungkin aku terus-terusan hidup nomaden di antara rumah mama sama rumah mertua. Mana harga diri aku sebagai suami, Ma?”Mama Deo tersenyum bijak.“Yo, kamu beruntung punya mertua yang pengertian. Mereka paham kondisi kamu kayak gimana, jadi kami semua sepakat akan membantu kalian sampai bisa hidup mandiri. Itu kalo kalian mau nerusin pernikahan ini. Kalo nggak, kami bisa apa?”Deo menggeleng.“Mana ada cewek yang mau hidup sama aku yang masih blangsak ini?” katanya sambil meneguk susu yang masih tersisa.***Veren memandang kalender

  • Mantanku, Kakak Iparku    92 Masih Ada Waktu (1)

    “Mana ada cewek yang bener-bener mau memulai hidup dari nol?” komentarnya. “Nggak ada juga ortu yang rela anaknya diajak hidup susah, kalo di rumah aja kebutuhannya serba tercukupi.” Veren sukses terdiam. “Kalo emang lo mau cerai, gue tunggu gugatan cerai lo di pengadilan agama.” Deo bangun dan memandang Veren yang masih berbaring. “Kita nggak usah ketemu lagi, biar keputusan lo nggak goyah. Gue tau lo lagi bingung Ver, dan gue nggak mau kehadiran gue bikin lo tambah bingung.” Deo menunduk dan mengecup kening Veren lembut. “Gue pergi ya? Kita ketemu lagi di pengadilan,” katanya seraya turun dari tempat tidur Veren. “Yo!” Veren ikut bangun dan menggenggam tangan Deo. “Lo tenang aja, gue akan jelasin ke ortu kita kalo ini adalah jalan paling baik yang harus diambil,” kata Deo tanpa menghentikan langkahnya, dengan tangan Veren masih menggenggamnya erat. Veren mengikuti Deo sampai ke pintu kamar. “Yo, kita masih punya waktu dua minggu ...” katanya. “Gue tau, lo bisa pake waktu du

  • Mantanku, Kakak Iparku    91 Ada Apa Dengan Veren? (2)

    “Halo, Tan? Oh, jadwal kontrol kamu ya pagi ini?” tanya Deo kepada seseorang di seberang sana, membuat Veren memasang telinganya baik-baik. “Gimana ya ... kalo aku izin dulu gimana, Tan?” lanjut Deo. “Ada Pak Muji kan di sana? Maaf ya kalo aku kurang profesional ... iya, Veren lagi sakit. Potong gaji aja nggak papa, Tan. Iya aku ngerti kok ... uang bisa dicari, tapi istri kan nggak bisa difotokopi.” Veren ingin sekali tertawa mendengar kalimat Deo barusan, tapi dia susah payah menahannya. Jika saja dia sedang tidak pura-pura tidur sekarang, tentu dia akan mengatakan bahwa Deo adalah mesin fotokopinya. “Makasih ya, Tan!” Deo mengakhiri percakapannya di ponsel, setelah itu dia kembali mendekap Veren erat sekali. Veren merasakan tubuhnya seakan mengecil ketika dekapan Deo menariknya semakin dalam dengan tubuhya sendiri. “Anak-anak, sarapan dulu!” Terdengar suara mama memanggil dari luar kamar Veren. “Iya, Ma!” sahut Deo. Pelan-pelan dia melepas Veren kemudian pergi ke toilet sebelum

DMCA.com Protection Status