Restu Nyonya Gina sudah didapat, Nissa dan Dimas hanya tinggal meminta dari pihak orang tua Dimas, lebih tepatnya hanya tinggal restu sang mama karena dari pihak Tuan Midi Sagala, mereka sudah diizinkan.Setelah makan malam di rumah Nyonya Gina, Dimas membawa kembali istrinya pulang. Sepasang suami istri bahagia itu seperti terbebas dari semua belenggu cinta dan merayakan dengan penyatuan tubuh sepanjang malam.Sama seperti pagi sebelumnya, tubuh Nissa remuk redam, tapi Dimas malah terlihat bugar. Itu karena kualitas tidurnya juga berangsur membaik bersama Nissa."Dimas, bangun. Udah jam 7 nih, kamu nggak ke kantor?" masih dengan posisi dipeluk Dimas dari belakang, Nissa mencoba membangunkan suaminya yang baru tidur beberapa jam saja."Hmm, bentar lagi. Aku masih mau tidur sambil peluk kamu begini," gumamnya malas."Kamu enak bisa datang telat. Kamu, kan, bosnya. Nah, aku? Nanti kalau dipecat gimana?" Nissa memprotes."Kalau dipecat tinggal jadi sekretaris pribadi aku. Beres, Yang...
“Aku cuma mau pegangin rambut kamu aja, biar mata kamu nggak salah lihat. Bisa aja kamu salah tusuk urat dan buat aku mati, kan?” Rama mencari alasan dan jawaban masuk akal itu membuat Nissa hanya diam menatap tajam ke arahnya.“Oh, iya. Roti panggang sarapan semalam enak. Aku mau lagi. Besok pagi bawa bekal itu lagi, ya?” Rama mengalihkan pembicaraan tapi itu malah membuat Nissa semakin memicingkan matanya.“Kenapa harus saya?” sambil bersilang tangan di dada, Nissa bertanya.“Ya, karena aku pasiennya kamu dan aku mau makan roti panggang kamu lagi," Rama cepat menjawab, “Satu lagi. Aku benaran bosan. Anterin aku jalan-jalan,” sambungnya memberi perintah hingga membuat Nissa memijit dahinya karena kepalanya sakit.“Dengar, ya, Mas Ramadan Kusuma. Yang pertama, bukan kebijakan rumah sakit buat nyuruh aku bawain makanan pasien. Diet makanan pasien udah diatur dokter dan kamu nggak bisa makan sembarangan,""Yang kedua, di luar ada penjaga kamu yang bisa anterin kamu jalan-jalan keliling
Setelah masuk ke kamarnya dengan enggan, Rama langsung meminta ponselnya dan segera menghubungi seseorang, “Kalian udah dapat info perempuan yang saya suruh cari?”[Belum, Bos.]“Belum? Jadi kerja kalian itu ngapain aja? Bego banget!” Rama marah. Setelah beberapa hari menunggu penyelidikan tentang Nissa oleh orang kepercayaannya, ia hanya mendapatkan jawaban kosong.[Sebenarnya kami udah dapat beberapa informasi, Bos. Tapi hasil penyelidikan kami mengarah ke keluarga biasa yang pernah ada hubungannya dengan keluarga Lesmana.]“Keluarga Lesmana?”[Iya, Bos. Awalnya kami anggap perempuan yang Bos suruh cari informasinya ini memang cuma perempuan biasa. Tapi nama belakang ‘Lesmana’ mengarahkan kami ke Keluarga Lesmana dan hasilnya cocok, Bos.][Nissa Lesmana itu anak kandung Badar Lesmana tanpa menikah. Ibunya mantan penyanyi pop ibu kota yang diberitakan lari dengan sopir pribadi Tuan Badar Lesmana. Maka itu status Nissa Lesmana ini ditutupi rapat-rapat, Bos.]“Hmm, masuk akal. Lanjutin
Kedatangan utusan Ibu Rita ke rumah sakit ternyata untuk menjemput Nissa agar menghadiri rapat pemegang saham Rumah Sakit Grand Healthy. Nissa segera menelepon Dimas agar mengirimkan pengacara pilihannya untuk mendampingi Nissa di pertemuan besar tersebut.Pertemuan diadakan di sebuah ballroom hotel ternama di ibukota. Di sana sudah berkumpul banyak orang, mulai dari para dokter senior yang menjadi pemimpin masing-masing departement, para pemegang saham, dan juga keluarga mendiang Nyonya Marini, serta kuasa hukum yang ditugaskan untuk mengesahkan perubahan kepemimpinan rumah sakit besar tersebut.Di jajaran kursi VIP yang disediakan untuk para pemegang saham rumah sakit tersebut, tampak Akbar dan juga Rama yang duduk bersebelahan. Berjarak dua kursi di kanan Akbar, tampak juga Badar Lesmana yang ikut menghadiri rapat tersebut. Memang Akbar lah yang diberi mandat mendiang Nyonya Lesmana untuk mengatur saham mereka di rumah sakit tersebut, tapi kali ini Badar ingin ikut andil dan ingin
Tim kuasa hukum yang ditunjuk khusus oleh mendiang Nyonya Marina menjelaskan semua detail penyerahan kuasa atas rumah sakit Grand Healthy pada Nissa dengan sangat jelas, karena penjelasan semuanya sangat penting agar di kemudian hari tidak akan ada yang memprotes keputusan mutlak yang mendiang inginkan.Kuasa hukum tersebut juga tidak lupa menjelaskan bahwa sebenarnya mendiang Nyonya Marina hanyalah menjalankan wewenang yang diberikan oleh pemilik aslinya, yaitu mendiang Nyonya besar Lesmana. Pertemanan mereka membuat semuanya jelas, dan hampir semuanya percaya karena dua nama nyonya besar itu terkenal akrab bahkan sampai mereka uzur.“Jadi, setelah mendiang Nyonya Marini menyerahkan semua kekuasaannya atas rumah sakit Grand Healthy pada Nona Nissa Lesmana, keputusan sudah mutlak tanpa bisa diganggu gugat. Pihak keluarga mendiang atau siapa pun tidak bisa mengubah ataupun memberi banding keputusan ini. Sekian tugas saya menyampaikan wasiat terakhir beliau tentang rumah sakit Grand Hea
“Nyonya Nissa, maaf kami kehilangan anda tadi,” kuasa hukum utusan Dimas beserta penjaga yang ditugaskan menjaga Nissa langsung meminta maaf setelah mereka bertemu dengan istri bos mereka.‘Nyonya?’ Rama menaikkan sebelah alisnya karena sedikit bingung. Kenapa gadis single seperti Nissa dipanggil dengan sebutan Nyonya?“Terima kasih, Tuan Rama. Kalau bukan bantuan dari anda, Nyonya kami mungkin belum keluar dari kerumunan tadi. Kami permisi pamit," kuasa hukum Nissa menoleh dan berterima kasih sebelum beranjak dari sana."Mas Rama, terima kasih, ya. Bantuan kamu pasti saya balas satu hari nanti,” Nissa juga berterima kasih dengan senyum tulusnya dan tentu saja senyuman itu membuat Rama terpanah hingga tidak menyadari kalau Nissa dan rombongannya sudah pergi.“Loh-loh, kok udah pada cabut semua?” gerutunya bingung.“Sudah berangkat semua, Bos.” Anak buah Rama menjawab sambil menyembunyikan senyum.“Nggak bisa dibiarin, nih. Aku harus minta nomor si Nissa sama Bu Rita!” ucapnya lagi sam
Suara ketukan pintu terdengar dan dari sana hadir Akbar yang memasuki ruang kerja Badar. Putra sulung keluarga Lesmana itu sudah terlihat sangat tampan dan rapi untuk berangkat ke kantornya.“Papa panggil aku?” tanya singkat sambil masuk dan duduk menghadap ke ayahnya, “Tumben banget, ada yang penting?” sambungnya, karena menganggap panggilan ini aneh. Meski sebenarnya Akbar sudah menebak apa yang akan ayahnya itu tanyakan. Itu pasti tentang Awan.“Papa dengar pabrik yang bakalan dibuka di Thailand minta teknisi pabrik pusat untuk mengajari teknisi di sana, Bar?” tanya Badar sambil fokus melihat layar ponselnya, “Kamu berangkatnya kapan?” Badar tetap bertanya sekalipun ia sudah tahu yang sebenarnya.“Bukan aku yang berangkat, Pa. Aku mau kirim Awan ke sana untuk mengawasi keadaan. Hitung-hitung belajar. Awan udah pantas banget bantuin aku pegang perusahaan, kan? Jadi aku rasa dia harus belajar di awal pembukaan pabrik gini,” Akbar menjawab santai tapi dengan alasan yang sangat masuk a
'Kenapa aku beruntung banget punya istri yang pengertian kayak kamu, Yang? Kamu tau aja kalau aku lagi lapar,''Kamu udah di mana? Sepuluh menit lagi aku selesai. Tunggu aja di ruanganku,'Sambil mengetik chat di ponselnya, Dimas tersenyum sendirian. Tapi itu aneh di mata para karyawan dan manajer di hadapannya.Nyatanya, saat ini Dimas sedang melakukan pertemuan penting untuk membahas struktur bangunan modern terbaru yang akan di launching oleh Sagala Corporation, dan saat ini Shafira sedang mendemonstrasikan ide brilian miliknya di hadapan semua yang hadir.Tapi presentasinya terhenti karena ia terpaku pada sikap bos besarnya itu yang tersenyum-senyum sendirian sambil menatap layar ponselnya, dan itu membuat para karyawan dan manajer lain ikut memperhatikan ke arah tujuan pandangan Shafira.Merasa ia sedang diperhatikan banyak pasang mata, Dimas mengangkat wajahnya dan mendapati ia sudah menjadi tontonan semua orang."Kenapa berhenti? Teruskan!" aturnya pada semua orang, terlebih Sh
Hari membosankan di rumah sakit berakhir, hingga tibalah semuanya di hari ini. Tepatnya di hotel bertaraf Internasional milik keluarga Sunny. Saat ini sedang diadakan acara yang meriah tapi itu hanya dihadiri orang-orang tertentu saja, bahkan tidak ada peliput media di sana. Pasalnya, hari ini merupakan hari bahagia Adimas dan Nissa yang sejak awal memang belum mengadakan resepsi pernikahan mereka.Para tamu yang datang tidak hanya dari kalangan pebisnis terdekat saja. Ada juga beberapa petinggi keamanan negara seperti kakek dan keluarga Rama lainnya. Dan juga, beberapa orang dengan penampilan serba hitam yang merupakan kerabat Sunny dan itu jelas bukan orang sembarangan.Tempat resepsi pernikahan dan juga para tamu undangan yang terbuat khusus ini juga atas saran dari Sunny. Itu karena setelah Nissa mengungkapkan apa yang ia dengar dari Akbar tentang identitasnya memiliki ayah yang tidak biasa. Setelah berdiskusi dengan keluarganya, Sunny menyarankan pada Adimas agar istrinya itu ber
Setelah tiba di rumah sakit, Dimas harus menjalani operasi perut dan dirawat intensif. Tiga hari pasca operasi ia dinyatakan koma, tapi syukurlah pada akhirnya ia kembali membuka mata dan bangun. Tepat satu minggu, barulah ia dibolehkan untuk berpindah ke ruang rawat biasa.Selain Jay dan Nyonya Risti, hanya Rama yang terlihat berbolak-balik berada di depan ruangannya. Dan ketika sudah dinyatakan pulih dan bisa dijenguk, Dimas melihat wajah Rama ketika menjenguknya dan itu membuat Dimas tersenyum.Rama yang saat ini sudah lebih baik dan duduk di atas kursi rodanya, duduk di samping ranjang pasien Dimas. "Lo nggak apa-apa, Ram?" tanya Dimas dengan nada pelan, bahkan senyumnya juga terlihat dipaksakan.“Nggak terbalik nih pertanyaannya? Yang lagi rebahan siapa, bro?” Rama menjawab dengan candaan, “Gimana keadaan Lo, Mas? Gue senang lihat Lo bangun. Gue takut karena udah semingguan ini Lo koma dan lemah terus.” Sambungnya mulai berucap sedih.“Gue masih kuat bercanda sama Lo, kok. Tapi
Rama dan Dimas tergeletak tidak berdaya. Keduanya meregang sakit yang tiada tara. Sementara itu Akbar yang sudah bangkit, mendekati mereka dan menambah sakitnya.Seperti manusia tanpa hati, Akbar menendang tubuh Dimas dan Rama berkali-kali seolah keduanya hanyalah sekarung sampah yang wajar ditendang keras untuk menjauh.“Nissa punya aku. Nissa milik aku. Kalian harus mati!” kalimat ini terus Akbar gumamkan dengan ekspresi senyuman yang mengerikan. Ya, itu adalah kepribadian jahatnya yang jelas muncul saat ini.Sambil tertawa dan terus menggumamkan kepemilikannya atas Nissa, Akbar tidak sedikitpun menaruh ampun pada Rama dan Dimas yang setengah mati menahan kesakitan.Ia berhenti menghajar dua pria malang itu untuk memeriksa isi senjata api di tangannya.“Hmm, pas banget pelurunya tinggal dua. Cukup buat bunuh Lo berdua, haha!” tawanya mengejek, “Tapi sebenarnya nggak pakai peluru Lo juga, sebentar lagi Lo pada mati.”“Tapi kayaknya gue nggak mau ambil resiko kalau nanti Lo berdua jad
Di area pergudangan penyimpanan barang bekas perkapalan yang sudah tidak dioperasikan lagi. Di sanalah semua orang berkumpul setelah mengikuti arah laju mobil yang membawa Akbar dan Nissa.Dengan petunjuk yang Jay berikan, Dimas dan Rama tiba di tempat tersebut.“Apa nggak berlebih banget ngepung Akbar sampai beginian?” Rama bertanya dengan ekspresi rumit, “Harusnya kita tanya dulu baik-baik, kan? Karena selama ini gue pribadi nggak punya masalah sama Akbar.” Sambungnya mengutarakan kebimbangan.“Kalau Lo cuma mau tanya doing, ngapain Lo yang heboh pakai acara minta bantuan militer juga?” Dimas mengomentari, “Lagian ngapain dia kabur waktu anggota Jay mau periksa mereka sesuai protokol keamanan? Kalau nggak punya salah, si brengsek itu ngapain lari sampai ke sini?” Dimas memberikan penilaian tepat.“Gue mau turun sekarang!” sambungnya dan langsung turun dari Lamborghini Rama, menuju kerumunan petugas keamanan gabungan di depan sana.“Jay, gimana?” Dimas langsung bertanya pada Jay saat
Akbar baru saja membantu Nissa untuk berpindah langkah dengan hati-hati. Tidak lupa juga ia membenahi jaket tebal dan penutup kepala Nissa agar tidak terkena angin pelabuhan yang berhembus kencang.“Terima kasih.” Nissa berucap singkat dan mulai berjalan. Tapi langkahnya terhenti dan ia menoleh pada Akbar yang diam di belakangnya, “kamu kenapa?” tanyanya.“Ngapain kamu balik lihat aku? Aku cuma pengen lihat punggung kamu waktu jalan. Sama kayak yang kamu lakuin ke aku tiap kali kamu tinggalin aku. Aku mau mastiin perasaan aku kali ini. Kenapa rasanya beda banget kayak gini.” Akbar menjawab dengan senyumnya yang putus asa. Entah mengapa ia merasa kacau dan bimbang, padahal ia sudah membawa Nissa sampai ke daratan ini.Nissa hanya tertegun tidak mengerti. Hatinya juga kacau saat ini. Melangkahkan kakinya lagi di daratan Pulau Jawa itu membuatnya bimbang. Ia ingin sekali kabur dan meminta tolong untuk dijauhkan dari Akbar dan kembali ke Dimas, tapi mengingat kondisinya yang tidak memungk
‘Adimas, aku baru saja mendapatkan informasi tentang kapal asing yang terdaftar dengan nama Akbar Lesmana memasuki perairan Teluk Jakarta. Diduga kapal tersebut akan menuju Tanjung Priok.’‘Anak buahku mengkonfirmasi kapal tersebut berisi kurang dari sepuluh awak di antaranya terdapat seorang wanita mengandung. Anak buahku tidak mengenal wanita itu karena wajahnya ditutupi topi berpenutup. Tapi itu sangat mencurigakan.’‘Laporan anak buahku kali ini mereka anggap penting karena sebelumnya Akbar Lesmana tidak pernah membawa wanita keluar pulau, tapi ini malah membawa wanita dengan perut yang besar. Kusarankan kau segera ke sana bagaimana pun caranya. Aku juga akan memerintahkan pasukanku yang berada di sana untuk mengintai pria berbahaya itu.’Itu adalah beberapa pesan dari Sunny, sahabat Adimas yang memiliki koneksi tidak terbatas. Selama ini para anak buah yang ditugaskannya mengintai Akbar Lesmana yang dicurigai berkaitan dengan hilangnya Nissa, tidak mendapatkan informasi apapun ka
8 bulan terlalu begitu cepat. Keadaan sudah tentu sangat banyak mengalami perubahan, baik itu di kota yang ditinggalkan Nissa, atau pulau yang ditempatinya saat ini. Yang tidak berubah hanyalah prinsip Akbar yang tetap memenjarakannya di sana.Seiring berjalannya hari dan perkembangan kehamilan Nissa, Akbar mengisi rumah mereka dengan berbagai alat kesehatan yang canggih. Seperti yang diharapkan, Nissa tidak perlu keluar pulau untuk memeriksakan kandungannya. Karena ia sudah bisa melakukan pemeriksaan ultrasonografi atau USG dengan bantuan Dokter Riza.Sementara itu yang terjadi di kota sana sungguh tidak mungkin dibayangkan oleh Nissa. Meskipun Akbar bolak-balik keluar masuk pulau, tapi ia tidak pernah menyampaikan apapun yang terjadi selama delapan bulan terakhir.Banyak hal yang sudah terjadi di sana seperti, kabar meninggalnya Nyonya Gina karena tidak sanggup menahan beban kerinduan dan kekhawatiran yang besar pada putrinya. Nyonya Gina meninggal tepat setelah empat bulan pencari
Setelah mencoba berdamai dengan keadaan yang tidak bisa ditawar pada Akbar, Nissa menyerah melawan, sekalipun rindu pada rumah dan orang-orang tersayang begitu besar, dan kemarahannya pada Akbar tidak terelakkan.Namun, yang membuatnya tidak ingin berdebat lagi adalah alasan keselamatan orang-orang yang ia sayang, ketika nanti identitas Nissa ditemukan pihak yang memburunya, bukan tidak mungkin keselamatan Dimas dan yang lain akan terancam.Nissa mulai membiasakan hidup sehat untuk bayinya. Ia berhenti mencoba lari dari penjara alam yang dibuatkan Akbar padanya. Ia tidak lagi mencoba berenang dan mengalahkan ombak tengah pantai. Jika pagi, Nissa berjalan sendirian mengelilingi pantai dan setelah lelah, ia duduk di pinggir pantai, menatap kosong ke arah laut yang batasnya tidak terlihat. Jika sudah lelah, ia masuk dan berdiam di meja belajarnya, menulis buku harian yang mungkin suatu saat akan dibaca anaknya.Sedangkan Akbar membiarkan hal itu. Semua yang dilakukan Nissa atau pun yang
Di dalam kamar Nissa, tampak Dokter Riza tengah menambahkan cairan berwarna kuning ke dalam botol infus Nissa. Di sampingnya, ada Akbar hanya diam tidak berkata-kata.Nissa yang masih lemah untuk berdebat juga hanya diam, tidak ingin bertanya pada Akbar tentang orang tuanya dulu. Tapi sekarang hati dan pikirannya merasa ingin terpuaskan dengan berbagai informasi tentang keadaannya sendiri.Saat Dokter Riza terlihat akan pergi, tangannya tertahan oleh Nissa yang memandangnya dengan sedih lalu berkata, “Tolong jelaskan tentang kandungan saya, Dokter.”Akbar yang mengerti terlihat menghela napas berat. Ia pun berpindah duduk, sedikit menggeser agar Dokter Riza duduk di sebelah Nissa.“Maafkan saya karena tidak memberitahukan semua ini pada anda sejak awal. Seperti yang saya sampaikan ke Tuan Akbar sebelumnya, hasil pemeriksaan darah menunjukkan kalau anda positif mengandung, Mbak Nissa.” Dokter Riza menerangkan keadaan yang sebenarnya, “Kira-kira kalau boleh tau, hari pertama haid terakh