Angin sepoi-sepoi berembus memainkan anak rambut Raelina. Tatapannya menatap sendu gundukan tanah merah yang sudah ditumbuhi rumput. Kapan terakhir kali dia mengunjungi makam ayahnya?
Dia tidak pernah mengunjungi makam ayah sejak 'pria itu' membawanya untuk tinggal bersama. Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk mengunjungi makam ayahnya setelah perceraian mereka dan diusir ke luar negeri oleh keluarga mantan suaminya.
“Maafkan aku ayah, karena baru mengunjungimu,” bisiknya dengan suara lirih.
Ada banyak hak yang ingin dia cerita pada ayahnya seperti yang selalu dia lakukan semasa ayah masih bersamanya. Ada banyak tahun yang terlewatkan tanpa bisa dia cerita pada ayah. Tetapi Raelina tidak tahu harus memulai dari mana. Dia hanya bisa dia membisu dalam keheningan pemakaman. Bahkan jika dia menceritakannya, apakah ayah akan mendengar dan menghiburnya seperti dulu?
Ketiadaan terasa menyesakkannya mencari-cari keberadaan orang yang sudah tidak ada.
Raelina menggigit bibirnya menahan perasaan membuncah yang ingin meluap dari dalam dadanya.
Pada akhirnya dia tidak bisa menahannya dan isakkannya tidak bisa dicegah keluar dari tenggorokannya. Dia berjongkok dengan pundak bergetar. Air matanya mengalir deras di pipinya.
“Ayah ... Aku, aku sangat merindukanmu.”
Isakkannya pecah di pemakaman itu.
Untuk beberapa waktu dia menangis tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Setelah beberapa saat meluapkan perasaan yang telah dipedamnya selama bertahun-tahun, tangisannya perlahan mulai mereda.
Raelina terdiam untuk beberapa saat, sebelum kemudian berdiri dan memandang langit yang mulai beranjak petang.
“Tanpa kusadari waktu berlalu dengan cepat,” gumamnya memandang gundukan tanah merah.
“Padahal aku masih ingin bersama ayah.” Dia tersenyum pahit.
Waktu akan terasa cepat berlalu saat kau mengharapkan waktu berhenti.
“Aku akan mengunjungimu lagi ayah.”
Meskipun tahu tidak akan ada yang menjawab ucapannya dia akan tetap melakukannya.
Raelina membersihkan bagian belakang celananya yang kotor. Sembari melemparkan tatapan terakhir pada makam ayahnya dia berbalik untuk meninggalkan tempat itu.
Dia tiba-tiba membeku memandang seseorang yang berjalan menghampirinya. Ketika dia melihat Raelina orang itu juga membeku dan berhenti tak jauh darinya.
Seluruh tubuh Raelina kaku memandang pria yang berdiri di depannya sembari memeluk karangan bunga. Ada kilasan terkejut di mata Yosua Rajjata ketika memandangnya.
Angin berembus memainkan anak rambut kedua orang itu yang saling terpaku memandang satu sama lain untuk beberapa saat.
Raelina mengerjapkan matanya setelah terdiam beberapa saat, lalu mengalihkan pandangannya dari pria itu dan melihat karangan bunga dari di tangan pria itu. Bibirnya tertarik membentuk garis lurus sebelum berlalu hendak melewati Yosua tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
“Raelina ....”
Suara berat lelaki itu memanggil namanya menghentikan langkah Raelina. Dia berdiri menatap Yosua dengan wajah tanpa ekspresi.
Yosua memandangnya untuk beberapa saat. Wanita di depannya telah banyak berubah dalam waktu lima tahun. Dari gadis remaja menjadi wanita dewasa dengan pertumbuhan yang matang. Temperamennya juga berubah. Dulu dia gadis yang pemalu dan selalu bersembunyi di belakangnya. Sekarang wanita itu berdiri di depan dengan sikap mandiri, memandangnya seolah sedang melihat orang asing.
“Kamu ... Bagaimana kabarmu?” Dia bertanya dengan kaku.
Tidak perubahan dalam ekspresi Raelina saat dia menjawab dengan singkat. “Baik.”
Yosua tidak berkata apa lagi. Suasana tampak canggung di antara mereka.
Raelina mengalihkan pandangannya dan melirik jam tangannya lalu memandang langit di mana matahari hampir tenggelam. Dia harus cepat pergi sebelum ketinggalan bus.
Raelina kemudian mengalihkan pandangannya pada pria di depannya sebelum mengangguk sopan dan berjalan melewatinya tanpa menoleh ke belakang.
Tidak ada banyak hal yang ingin dia bicarakan dengan mantan suaminya. Hubungan mereka sudah selesai dia lima tahun yang lalu. Sekarang mereka berdua hanya orang asing.
***
Raelina terdiam dengan tatapan merenung memandang jalanan yang sepi. Bus yang ditunggu-tunggu belum kunjung datang. Hampir satu jam dia menunggu di halte dekat kampung tempat tinggalnya dulu. Karena rumahnya sudah lama dijual, dia tidak memiliki tempat menginap malam ini.
Raelina mengetatkan jaketnya ketika melihat langit hampir gelap. Ada warung di dekat halte dengan lampu terang benderang. Tetapi dia tidak berniat untuk mampir karena ada banyak orang sedang berkumpul di warung untuk sekedar minum kopi atau lain-lain. Dia tidak merasa nyaman karena hampir sebagian semuanya laki-laki dan ada yang berjudi.
Raelina mengeluarkan ponselnya berniat untuk menelpon Stella ketika sebuah mobil hitam berhenti di depannya. Dia mendongak ketika kaca jendela pintu mobil itu terbuka dan menampakkan wajah lelaki yang sangat dikenalnya.
“Naiklah,” kata laki-laki itu tanpa basa-basi dan menatap Raelina dengan sepasang mata gelapnya yang tenang.
Raelina menatapnya sesaat dan menolak dengan sopan.
“Terima kasih, tapi aku baik-baik saja naik bus.”
Yosua menatapnya dengan menatapnya dengan sepasang mata gelapnya. Dia dapat merasakan keterasingan dalam sikap Raelina. Yosua tidak ingin membuatnya merasa tidak nyaman dengan bersikap sok akrab, maka dia tidak akan memaksanya.
“Kapan busmu akan datang?”
Raelina tidak langsung menjawab dan terdiam tanpa menatap Yosua.
Dia baru tiba di kampung ini dan kurang mengenal kampungnya sendiri setelah meninggalkan kampung halamannya selama enam tahun. Ada banyak hal yang berubah di kampungnya, contohnya ada halte bus dan dia tidak mengetahui waktu kapan bus akan tiba.
Yosua menghela napas dan turun dari mobilnya. Dia tidak mendekati Raelina, sebaliknya dia pergi ke warung dekat halte bus.
Raelina menatap dengan ingin tahu apa yang dilakukan laki-laki itu. Dia melihatnya berbicara dengan bapak-bapak yang sedang minum kopi untuk beberapa saat sebelum kembali ke tempatnya.
“Katanya tidak ada bus malam ini dan akan datang besok pagi sekitar pukul sepuluh. Apa kau akan tinggal menunggu bus di sini?” tanyanya menatap Raelina.
Raelina merasa canggung tidak tahu berkata apa. Dia tidak bisa menunggu bus sampai pagi di tempat ini.
Yosua tahu Raelina tidak memiliki kerabat yang dekat dengannya. Lima tahun yang lalu dia sudah memutuskan hubungan dengan kerabatnya sejak mengikutinya. Jadi dia tidak memiliki tempat untuk menginap malam.
“Kenapa tidak menumpang ke mobilku, kebetulan aku akan kembali ke kota, jadi sekalian saja,” tawar Yosua pada akhirnya.
Raelina terdiam menatapnya. Mau tidak mau dia harus menerima tawaran Yosua dan mengesampingkan hubungan mereka di masa lalu.
“Baiklah, terima kasih tawarannya. Tolong cukup antarkan saja sampai ke stasiun kereta,” ucapannya sopan pada Yosua.
Yosua terdiam menatapnya untuk beberapa saat melihat sikap formal Raelina padanya. Tetapi tidak berkata apa-apa dan membuka pintu mobil depan untuk Raelina sebelum masuk kembali mobilnya.
Meskipun Raelina tidak ingin memiliki hubungan dekat dengan laki-laki itu, dia tidak bisa memperlakukannya dengan kasar duduk di bangku penumpang setelah Yosua sudah membuka pintu depan untuknya.
Bagaimana pun lelaki itu masih seseorang yang dia hormati terlepas dari hubungan mereka di masa lalu.
Perjalanan terasa panjang dan canggung bagi mereka. Yosua bukan orang banyak bicara sehingga tidak tahu harus memulai percakapan dengan Raelina.
Sebaliknya Raelina tidak ingin terlibat percakapan dengannya dan selalu memandang ke luar jendela. Akhirnya mobil Yosua berhenti di dekat stasiun kereta pukul 10 malam setelah menempuh perjalanan selama tiga jam.
“Terima kasih sudah mengantar saya,” ucap Raelina menatap Yosua sopan lalu membuka sabuk pengamannya.
Yosua menatapnya dengan ekspresi rumit di wajahnya. Ada banyak hal yang dia tanyakan sejak melihat wanita itu di pemakaman. Tetapi dia tidak tahu harus memulai dari mana.
Dia terus terdiam sampai akhirnya Raelina keluar dari mobil dan menatapnya untuk mengucapkan terima kasih sekali lagi dengan sopan sebelum berbalik masuk ke dalam stasiun.
Yosua hanya terdiam memandang punggung Raelina sampai dia menghilang ke dalam stasiun.
“Dari mana kakak memungut gadis gembel ini?”Seorang gadis muda cantik duduk di sofa mewah bersama dengan seorang wanita paruh baya, mengerutkan hidung mungilnya memandang gadis berpakaian lusuh yang berdiri di sebelah kakak laki-lakinya.Raelina menundukkan kepalanya sambil meremas rok berwarna cokelat yang hampir pudar. Dia melirik kemeja kotak-kotak berwarna merah tua yang sudah kusut tidak peduli berapa kali dia menyetrika bajunya.Pakaian dikenakannya merupakan pakaian terbaik yang dimilikinya, tetapi disebut gembel oleh gadis cantik di depannya.Matanya berkaca-kaca dengan pandangan menunduk ke lantai. Dia sudah bersusah payah mempersiap pakaian terbaik yang dimilikinya dan menyetrikanya berulang kali untuk bisa tampil rapi di depan keluarga pria yang mengatakan akan ‘menjaganya’.Pria itu mengatakan dia adalah kenalan ayahnya dan membawanya untuk tinggal bersamanya. Raelina setuju mengikutiny
Raelina menatapnya ragu-ragu dan tidak melepaskan cengkeramannya dari seragam Yosua. Ketika melihat tatapan Wina dan Arina yang memandangnya tidak tahu diri, dia melepaskan cengkeramannya dari seragam Yosua dengan kepala tertunduk, merasa malu karena terlalu bergantung pada pria itu.“Baiklah.” Dia mengikuti pembantu kediaman Rajjata sembari membawa tas berisi pakaiannya dengan kepala terus menunduk.Bibi itu membawanya ke kamar yang akan ditempatinya.“Mulai sekarang, kau akan tinggal di kamar ini,” ujar Bibi itu membuka pintu kamar Raelina.Gadis itu mengangakan mulutnya melihat kamar yang akan ditempatinya. Kamar ini lebih besar daripada ukuran ruang di rumahnya. Kamar ini bahkan memiliki kamar mandi sendiri.Bibi itu kemudian meninggalkan Raelina di kamarnya setelah berbicara sebentar.Raelina dengan hati-hati duduk di ranjang yang berukuran cukup besar. Merasakan keempu
Setelah diusir ke negara asing, dia mencoba mati-matian melupakan masa lalunya dan memfokuskan dirinya pada studinya. Butuh tiga tahun baginya untuk melupakan kenangan masa lalunya. Tetapi sejak dia kembali ke negara ini dan bertemu lagi dengan mantan suaminya, memori masa lalunya kembali terbuka seolah mengejek usahanya yang sia-sia untuk melupakan masa lalunya bersama pria itu.Meskipun sudah lima tahun berlalu dia masih mengingat setiap detail kenangan masa lalunya bersama Yosua seolah dia baru mengalaminya kemarin.Dia memandang gelas kaca di tangannya dengan senyum muram mengingat saat dia dibawa Yosua ke dalam keluarga Rajjata. Dia tidak pernah melupakan kebahagiaan yang dia rasakan saat itu ketika Yosua mengatakan akan menikahinya.Tidak ada pesta pernikahan seperti dibayangkan Raelina. Dia dan Yosua hanya menandatangani catatan pernikahan mereka di kantor urusan sipil, dan mengadakan perjamuan sederhana yang hanya dihadiri a
Ketika Stella terbangun di pagi hari dan keluar dari kamarnya, hendak ke kamar mandi untuk mencuci muka, dia dikejutkan dengan kehadiran Raelina yang sedang duduk di sofa ruang tamu dan menonton TV dengan lingkaran hitam di bawah kelopak matanya.“Apa kau begadang semalam?” Stella duduk di sebelahnya setelah mencuci mukanya dengan membawa botol air dingin di tangannya. Dia masih memakai piyamanya.Hari ini adalah hari Minggu. Dia mendapat jatah libur hari ini dan tidak pergi ke rumah sakit. Berbeda dengan Raelina yang mulai bekerja Senin besok.“Bisa dibilang begitu,” jawab Raelina dengan lesu. Dia dengan malas menonton berita pagi sambil bersandar di lengan sofa.“Ada apa dengan matamu? Apa kau habis menangis?” Penglihatan Stella cukup tajam untuk melihat mata Raelina merah dan bengkak.“Apa terjadi sesuatu kemarin?”
“Ibu ....” Arina langsung mengeluh begitu melihat ibunya datang. “Aku yang duluan melihat gaun itu, tetapi perempuan murahan itu mengambilnya.”Raelina memutar bola matanya dalam hati. Sudah begitu dewasa masih kekanak-kanakan untuk mengeluh pada ibunya di depan umunya. Tampaknya waktu tidak mengubah sifat asli Arina.Wina menatap perempuan muda yang ditunjuk Arina. Seperti putrinya, dia merasa familier dengan wanita itu.“Ibu, dia si udik bau itu,” bisik Arina di samping ibunya.Setelah mendengar kalimat Arina dan mengamati sebentar, dia mengenali Raelina. Keningnya berkerut melihat Raelina dari bawah ke atas, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan penghinaan di matanya.Raelina menatap ibu dan anak itu dengan wajah tanpa ekspresi. Dulu dia berpikir ibu dan anak itu bersikap sombong padanya sesuai dengan status keluarga mereka.Tetapi setelah beberapa pikiran dia mencibir m
“Bagaimana hari pertama magangmu?” Stella bertanya dengan kedua tangan di masukan di saku jas putih khas dokter.“Lumayan ....” Raelina di sebelahnya memakai jas dokter yang sama. Dia sudah mulai magang di rumah sakit yang sama dengan Stella.Mereka berdua berjalan menuju ke kantin sambil mengobrol tentang hari pertama magang Raelina. Raelina mengikuti Stella mengambil nampan dan mengisi nampannya dengan lauk. Stella membawanya menuju ke salah satu meja berisi empat orang berjas dokter.Stella menyapa mereka sebelum duduk di samping dokter bergender wanita. Raelina mengikutinya dan duduk berhadapan dengan tiga dokter laki-laki.Mereka mendongak memandang Raelina dengan rasa ingin tahu dan menyapanya.“Hai, apa kau dokter magang baru?” Seorang dokter laki-laki yang terlihat lebih muda di antara mereka mengulurkan tangannya pada Raelina dengan se
Jam istirahat berakhir. Raelina berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tangan di masukan ke dalam saku jasnya, kembali bekerja. Dia tiba-tiba menghentikan langkahnya melihat seorang wanita hamil lewat di depannya tersenyum sembari mengelus perut buncitnya.Raelina tertegun dan tanpa sadar mengangkat tangannya memegang perutnya yang rata. Dulu dia juga bahagia merasakan kehidupan di dalam perutnya.Setiap detail pertumbuhan kehidupan kecil yang tumbuh di dalam perutnya tercetak jelas ingatannya. Dia akan terus tersenyum dan berbicara dari waktu ke waktu pada si kecil.Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.Raelina menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ini adalah rasa sakit dalam hidupnya, lebih dari saat dia mendengar kebohongan dalam pernikahannya.Ponsel di saku jas Raelina bergetar. Dia dengan cepat menghapus kebasahan di sudut matanya dan menga
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku?”Suaranya yang dingin menyentakkan Yosua dari lamunan singkat dan kembali ke akalnya. Dia menatap ekspresi datar wanita di depan untuk beberapa saat dengan tatapan rumit.“Lima tahun yang lalu ... Apa yang sebenarnya terjadi padamu?”“Apa maksud Anda?” Raelina bertanya dengan nada kosong.“Kau meninggalkan surat cerai dan pergi tanpa penjelasan apa pun.” Tangan Yosua terkepal saat mengatakan itu. Dia menatap wanita di depannya dengan ekspresi suram.Dia baru mengetahui bahwa Raelina pergi sendiri ke Inggris untuk melanjutkan studinya. Dia tahu betapa takutnya wanita itu di tempat yang tidak dikenalnya, apalagi di negara asing. Mengapa dia pergi sendiri di negara asing tanpa siapa pun menemaninya. Dari mana dia mendapat uang sebesar itu untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa. Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab. Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu. “Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua. Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca. Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai. “Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya. Pria itu cegukan dengan wajah memerah. “Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya. “Kamu
Yosua mengambil cuti kerja satu hari untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina bersama Raelina dan Stella.Setelah apa yang terjadi di toko gaun, Yosua sangat enggan datang ke pesta ulang tahun Arina. Namun dia harus hadir karena bukan semata-mata datang ke pesta ulang tahun Arina, karena dia sudah berjanji akan menjenguk orang tuanya bersama Raelina.Pada pukul tujuh malam, Raelina dan Yosua ke kediaman Rajjata untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina dengan mobil. Stella ikut bersama mereka. Zeron tidak bisa ikut karena dia harus kerja kelompok di rumah temannya.Saat mereka tiba, Raelina melihat kediaman keluarga Rajjata dipenuhi dengan mobil para tamu yang berdatangan. Halaman kediaman Rajjata yang mewah dipenuhi mobil-mobil mewah yang berjejer.“Apa seperti ini pesta ulang tahun Arina yang selalu di adakan Arina?” Raelina bertanya takjub melihat betapa mewah suasana pesta kediaman Rajjata.Karena ini adalah kediaman seorang J
“Tidak ada. Ayo pergi.” Raelina menarik lengan Yosua mencegahnya melihat Fiona dalam toko.Yosua mengalihkan pandangannya bingung saat Raelina menariknya menjauh dari toko itu.Saat mereka menjauh daro toko gaun itu, Raelina melirik Yosua beberapa kali. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.Penampilan Fiona hari ini membuatnya gelisah. Dia bahkan lupa memberitahu Yosua dia bertemu dengan Arina dan bertengkar dengan adik iparnya.“Ada apa? Kenapa kamu terus melirikku? Ada yang ingin kamu tanyakan?” Yosua menundukkan kepalanya menatap Raelina di sebelahnya.Raelina tersentak gugup dan menggelengkan kepalanya.“Tidak apa-apa,” ujarnya mengalihkan pandangannya ke depan.Yosua mengangkat alisnya bingung, “Kamu aneh hari ini.”Raelina hanya tersenyum datar.“Aku mau ke kamar mandi,” ujarnya melangkah menuju ke kamar mandi tanpa menunggu Yosua.“Apa
Raelina membeku menatap wajah gadis itu. Dia merasa akrab dengan wajahnya.Dia melihat wajah gadis dalam foto yang dikirimkan oleh orang misterius di mana dia berpelukan dengan Yosua beberapa bulan yang lalu?Sudah lima bulan berlalu Raelina menghindari pembahasan tentang gadis itu meski Yosua bekerja sebagai pengawalnya.“Nyonya, kamu baik-baik saja ....” Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Raelina melihat wanita hamil itu terdiam dengan ekspresi aneh di wajahnyaDia mencemaskan Raelina karena wanita itu sedang hamil.Raelina mengerjapkan matanya tersadar.“Ahh ....” Dia mencoba tersenyum namun wajahnya justru terlihat aneh.Raelina memeluk perutnya yang besar dan berkata pada gadis itu. “Terima kasih sudah menolongku,” ujarnya.Fiona tersenyum lega.“Syukurlah kalau Anda baik-baik saja.” Senyum wanita muda itu sangat lembut.Sekilas orang melihat d