Setelah diusir ke negara asing, dia mencoba mati-matian melupakan masa lalunya dan memfokuskan dirinya pada studinya. Butuh tiga tahun baginya untuk melupakan kenangan masa lalunya. Tetapi sejak dia kembali ke negara ini dan bertemu lagi dengan mantan suaminya, memori masa lalunya kembali terbuka seolah mengejek usahanya yang sia-sia untuk melupakan masa lalunya bersama pria itu.
Meskipun sudah lima tahun berlalu dia masih mengingat setiap detail kenangan masa lalunya bersama Yosua seolah dia baru mengalaminya kemarin.
Dia memandang gelas kaca di tangannya dengan senyum muram mengingat saat dia dibawa Yosua ke dalam keluarga Rajjata. Dia tidak pernah melupakan kebahagiaan yang dia rasakan saat itu ketika Yosua mengatakan akan menikahinya.
Tidak ada pesta pernikahan seperti dibayangkan Raelina. Dia dan Yosua hanya menandatangani catatan pernikahan mereka di kantor urusan sipil, dan mengadakan perjamuan sederhana yang hanya dihadiri anggota keluarga Yosua.
Meskipun tanpa pesta pernikahan Raelina sudah merasa bahagia menikah dengan Yosua. Ini lebih daripada apa yang dia harapkan.
Dulu dia tidak pernah bermimpi untuk menikah dengan seorang pria di masa depan karena kondisi keluarganya. Tetapi menikah dengan seseorang seperti Yosua yang berasal dari keluarga berpengaruh dan kaya tidak pernah terpikirkannya.
Di masa lalu tidak Raelina terpikirkan alasan Yosua menikahinya dan merasa teramat bersyukur padanya meskipun dia menderita perlakuan tidak adil dan keluhan oleh ibu mertua dan adik iparnya. Dia merasa cukup tahu diri untuk tidak mengeluh dengan perlakuan mereka selama mereka menerimanya masuk ke dalam keluarga Rajjata.
Entah apa yang dibicarakan Yosua dengan keluarganya hingga membuat mereka memberi restu pada Yosua untuk menikahinya. Dia masih mengingat ekspresi tidak setuju dan penghinaan di mata ibu dan adik perempuan Yosua. Rasanya aneh mereka menyetujuinya begitu mudah.
Sampai belum setahun pernikahannya dengan Yosua, dia mengetahui kebenaran dibalik tanggung jawab ‘menjaga’-nya yang selalu didengungkan oleh pria itu dari ibunya sendiri.
Raelina tersenyum mencemooh pada dirinya.
Dia selalu berpikir pria itu memiliki perasaan padanya dan mencintainya karena Yosua selalu mengatakan akan ‘menjaganya’ dan tidak akan membiarkan siapa pun menyakitinya. Karena tidak ingin dia menderita karena perlakuan ibu dan adiknya Yosua bahkan sampai pindah dari keluarga Rajjata.
Tetapi pada akhirnya, pria itu lah yang paling menyakitinya.
Air mata perlahan mengalir di pipi Raelina. Dia memandang kosong gelas kaca di tangannya tanpa mengeluarkan suara.
Waktu tidak akan pernah menyembuhkan luka di hatinya.
***
Di sisi lain, ada seseorang yang juga mengalami mimpi sama halnya dengan Raelina. Butir-butir keringat keluar dari pori-pori kulit pria yang tertidur di atas ranjangnya. Napasnya tampak tidak stabil namun mata lelaki itu masih tertutup rapat.
Saat itu siang hari yang seharusnya cerah tertutup awan mendung. Langit berkelabu menurunkan rintik-rintik hujan hingga menjadi deras.
Sekelompok orang berbaju tentara dengan senapan di tangan mereka masing-masing berlari menghampiri dua sosok yang terbaring di tanah.
Salah satu pria berseragam kamuflase hijau gelap melemparkan senapan di tangannya dan jatuh berlutut di samping seorang pria baruh payah berpakaian petani yang berlumuran darah.
Tidak jauh darinya rekan-rekan berseragam kamuflase membekuk seorang teroris yang dilumpuhkan kaki kanannya.
“Kumohon bertahan, ’lah!” Yosua dengan panik mencoba mempertahan kesadaran pria paruh baya itu. Wajahnya yang selalu tanpa emosi penuh dengan kepanikan dan rasa bersalah.
Tangannya yang berlumuran gemetar menghentikan aliran darah di dada kiri pria paruh baya itu.
Ini kesalahannya.
Dia ceroboh.
Wajah Yosua pucat pasi melakukan pertolongan pertama untuk menghentikan darah di dada kiri pria paruh baya itu akibat tembakan salah sasaran yang dilakukannya.
Rintik-rintik hujan yang turun mengenai wajah tua pria itu membuat matanya berkedip-kedip setengah sadar. Napasnya putus-putus di tengah rasa sakit yang meledak di dada kirinya.
Dia tahu dia tidak akan bertahan lama.
Mata pria paruh baya itu bergulir menatap pria muda di sebelahnya dengan pandangan nanar. Dengan susah payah dia menggerakkan tangannya untuk meraih tangan pria muda yang menahan aliran darah di dada kirinya.
Yosua tersentak melihat tangannya digenggamnya oleh pria paruh baya yang terbaring di tanah basah oleh air hujan.
Dia mengalihkan pandangannya memandang wajah pria paruh baya itu. Wajahnya pucat pasi, pandangannya tampak kabur oleh air hujan. Tetapi ada senyum di bibirnya kala dia menatap Yosua. Bibirnya tampak bergerak-gerak tampak berbicara.
Yosua mengerjapkan matanya dan mendekatkan telinganya perlahan ke mulut pria paruh baya itu dengan bibir gemetar.
“Pu-put ... Putri ... Saya.”
Napas pria itu putus-putus, bersusah payah mengerahkan kekuatannya yang tersisa untuk mengeluarkan suaranya.
“ .... Ja ... ga ... Dia.”
Seluruh tubuh Yosua menegang. Tangannya terkulai merasakan embusan napas pria paruh baya itu sebelum akhirnya berhenti.
Yosua tersentak bangun dengan napas memburu. Matanya terbuka lebar menatap kosong langit-langit kamarnya. Hujan deras terdengar dari luar jendela kamarnya mengingat Yosua pada mimpi yang barusan dialaminya.
Ah, tidak.
Itu bukan mimpi, tetapi kejadian di masa lalunya.
Setelah beberapa saat terdiam, napasnya mulai tenang. Yosua bangun dan melirik jam Beker di nakas di samping ranjangnya menunjukkan pukul empat dini hari.
Pria itu mengusap wajahnya yang berkeringat dingin dan keluar dari selimut yang menutupi tubuhnya. Dia duduk di tepi ranjang, kakinya yang panjang menjulur ke bawah ranjang dan merasakan sensasi dingin di telapak kakinya begitu menyentuh lantai yang dingin.
Dia terdiam tampak merenung. Mimpi itu terngiang-ngiang di kepalanya, bercampur aduk dengan pertemuannya dengan Raelina. Pria paruh baya yang merupakan ayah Raelina menggunakan napas terakhirnya untuk memintanya menjaga putrinya.
Yosua menyentakkan kepalanya memandang langit-langit kamarnya yang gelap. Karena tanggung jawabnya itu dia menikahi Raelina untuk menjaganya dan tidak akan membuatnya menderita keluhan sedikit pun selama menikah dengannya, tetapi dia tidak bisa mencegah wanita itu pergi dari sisinya.
Mata Yosua bergulir menatap laci meja di samping ranjangnya. Dia membuka laci itu dan mengambil sebuah dokumen. Tangannya yang kekar mengelus dokumen itu dan membuka isinya.
Itu adalah surat cerai yang ditinggalkan mantan istrinya untuknya ketika dia pulang dari misinya di negara Timur Tengah selama enam bulan, lima tahun yang lalu. Rumahnya kosong dan berdebu seperti sudah tidak ditinggalkan selama berbulan-bulan.
Dia tidak menemukan keberadaan Raelina yang selalu menyambutnya di rumah, sebaliknya dia menemukan selembar surat cerai yang sudah ditandatangani Raelina di tempat tidurnya.
Yosua tidak mencegah Raelina jika dia tidak ingin bersamanya dan akan tetap memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Tetapi dia tidak menerima Raelina pergi tanpa penjelasan apa pun dan hanya menerima selembar surat cerai. Dan yang mengejutkannya adalah menemukan sebuah dokumen dari rumah sakit yang berisikan tes kehamilan Raelina.
Dia merasa bahagia dan sekaligus marah. Dia tidak mengetahui apa pun, tetapi Raelina meninggalkan surat cerai dan pergi dalam keadaan hamil.
Meskipun dia mencarinya ke seluruh kota dan kampung halamannya, dia tetap tidak bisa menemukan Raelina di mana pun.
Sebenarnya apa yang terjadi padanya selama dia tidak ada?
Pandangan Yosua muram mengelus sebuah foto hitam putih di atas surat cerai itu. Jari-jarinya mengelus gambar janin mungil dalam gambar itu.
Sudah lima tahun, anak mereka seharusnya sudah berumur empat tahun.
Alasan itulah yang membuatnya bertahan di tengah desakan ibunya yang memintanya untuk segera menikah setelah bertahun-tahun tidak menikah lagi meskipun Raelina sudah meninggalkannya.
Lima tahun kemudian dia bertemu lagi dengan Raelina di bandara. Awalnya dia tidak yakin karena dia melihatnya sekilas sebelum wanita itu berbalik meninggalkan bandara. Tetapi mereka bertemu lagi di pemakaman dan Yosua merasa yakin bahwa wanita itu adalah Raelina meskipun penampilannya sudah banyak berubah.
Tetapi yang mengganggunya adalah Raelina bersikap dingin dan memperlakukan seperti orang asing.
Yosua mengusap wajahnya.
Apa yang sebenarnya terjadi selama ini dan kepergian Raelina selama lima tahun?
Yosua mengerutkan dahinya dan mengambil ponselnya di atas meja. Dia menekan nomor salah satu anak buahnya di ketentaraan yang mahir mengumpulkan informasi.
Setelah beberapa saat teleponnya tersambung dan Yosua menempelkan ponselnya di telinganya.
“Ya, ketua?” Suara laki-laki mengantuk di seberang telepon.
“Cari informasi tentang Raelina Yuswandari.”
Ketika Stella terbangun di pagi hari dan keluar dari kamarnya, hendak ke kamar mandi untuk mencuci muka, dia dikejutkan dengan kehadiran Raelina yang sedang duduk di sofa ruang tamu dan menonton TV dengan lingkaran hitam di bawah kelopak matanya.“Apa kau begadang semalam?” Stella duduk di sebelahnya setelah mencuci mukanya dengan membawa botol air dingin di tangannya. Dia masih memakai piyamanya.Hari ini adalah hari Minggu. Dia mendapat jatah libur hari ini dan tidak pergi ke rumah sakit. Berbeda dengan Raelina yang mulai bekerja Senin besok.“Bisa dibilang begitu,” jawab Raelina dengan lesu. Dia dengan malas menonton berita pagi sambil bersandar di lengan sofa.“Ada apa dengan matamu? Apa kau habis menangis?” Penglihatan Stella cukup tajam untuk melihat mata Raelina merah dan bengkak.“Apa terjadi sesuatu kemarin?”
“Ibu ....” Arina langsung mengeluh begitu melihat ibunya datang. “Aku yang duluan melihat gaun itu, tetapi perempuan murahan itu mengambilnya.”Raelina memutar bola matanya dalam hati. Sudah begitu dewasa masih kekanak-kanakan untuk mengeluh pada ibunya di depan umunya. Tampaknya waktu tidak mengubah sifat asli Arina.Wina menatap perempuan muda yang ditunjuk Arina. Seperti putrinya, dia merasa familier dengan wanita itu.“Ibu, dia si udik bau itu,” bisik Arina di samping ibunya.Setelah mendengar kalimat Arina dan mengamati sebentar, dia mengenali Raelina. Keningnya berkerut melihat Raelina dari bawah ke atas, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan penghinaan di matanya.Raelina menatap ibu dan anak itu dengan wajah tanpa ekspresi. Dulu dia berpikir ibu dan anak itu bersikap sombong padanya sesuai dengan status keluarga mereka.Tetapi setelah beberapa pikiran dia mencibir m
“Bagaimana hari pertama magangmu?” Stella bertanya dengan kedua tangan di masukan di saku jas putih khas dokter.“Lumayan ....” Raelina di sebelahnya memakai jas dokter yang sama. Dia sudah mulai magang di rumah sakit yang sama dengan Stella.Mereka berdua berjalan menuju ke kantin sambil mengobrol tentang hari pertama magang Raelina. Raelina mengikuti Stella mengambil nampan dan mengisi nampannya dengan lauk. Stella membawanya menuju ke salah satu meja berisi empat orang berjas dokter.Stella menyapa mereka sebelum duduk di samping dokter bergender wanita. Raelina mengikutinya dan duduk berhadapan dengan tiga dokter laki-laki.Mereka mendongak memandang Raelina dengan rasa ingin tahu dan menyapanya.“Hai, apa kau dokter magang baru?” Seorang dokter laki-laki yang terlihat lebih muda di antara mereka mengulurkan tangannya pada Raelina dengan se
Jam istirahat berakhir. Raelina berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tangan di masukan ke dalam saku jasnya, kembali bekerja. Dia tiba-tiba menghentikan langkahnya melihat seorang wanita hamil lewat di depannya tersenyum sembari mengelus perut buncitnya.Raelina tertegun dan tanpa sadar mengangkat tangannya memegang perutnya yang rata. Dulu dia juga bahagia merasakan kehidupan di dalam perutnya.Setiap detail pertumbuhan kehidupan kecil yang tumbuh di dalam perutnya tercetak jelas ingatannya. Dia akan terus tersenyum dan berbicara dari waktu ke waktu pada si kecil.Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.Raelina menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ini adalah rasa sakit dalam hidupnya, lebih dari saat dia mendengar kebohongan dalam pernikahannya.Ponsel di saku jas Raelina bergetar. Dia dengan cepat menghapus kebasahan di sudut matanya dan menga
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku?”Suaranya yang dingin menyentakkan Yosua dari lamunan singkat dan kembali ke akalnya. Dia menatap ekspresi datar wanita di depan untuk beberapa saat dengan tatapan rumit.“Lima tahun yang lalu ... Apa yang sebenarnya terjadi padamu?”“Apa maksud Anda?” Raelina bertanya dengan nada kosong.“Kau meninggalkan surat cerai dan pergi tanpa penjelasan apa pun.” Tangan Yosua terkepal saat mengatakan itu. Dia menatap wanita di depannya dengan ekspresi suram.Dia baru mengetahui bahwa Raelina pergi sendiri ke Inggris untuk melanjutkan studinya. Dia tahu betapa takutnya wanita itu di tempat yang tidak dikenalnya, apalagi di negara asing. Mengapa dia pergi sendiri di negara asing tanpa siapa pun menemaninya. Dari mana dia mendapat uang sebesar itu untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Yosua tercengang. Matanya membelalak menatap Raelina tidak percaya. “Kau ... Apa yang kau lakukan padanya?”“Apa maksudmu?” Raelina memelotinya dengan agresif. Kegugurannya adalah titik sakitnya. Tetapi nada menuduh dalam suara Yosua membuatnya marah.“Kau pikir aku membunuhnya!”“Itu ....” Yosua tidak melanjutkan dan menatap Raelina dengan kening berkerut. Rahangnya mengeras, tatapi dia tidak berkata apa-apa.Lalu apa yang membuatnya pergi ke luar negeri? Bahkan kembali menjadi dengan dokter. Dia pernah mendengar dari suatu tempat beberapa wanita merasa terbebani memiliki anak saat mereka mengejar karier. Dia hanya berpikir Raelina juga begitu dan tidak ingin memiliki beban mengurus anak, sebab itu dia ....Raelina meng
Yosua berbalik mendengar pergerakan dari ranjang. Dia menyungging senyum biasa dan duduk di samping Raelina.“Kau akan ke mana?” Raelina bertanya dengan cemas sekaligus panik. Dia tidak siap akan ditinggalkan. Dia tidak akan pernah mengungkit pemandangan yang dia lihat di taman rumah sakit selama Yosua tidak pernah berpikir untuk meninggalkannya.Yosua meraih tangan Raelina dengan menyesal. “Maafkan aku, tetapi aku mendapat misi mendadak ke luar negeri.”Raelina membeku, menatapnya dengan mata membelalak.“Ka-kau akan pergi?” tanyanya dengan suara tercekat. “Ya, misi di luar negeri ini mungkin akan memakan waktu lama. Kuharap kau bisa menjaga dirimu sendiri selama aku tidak ada.”“Aku ....” Raelina ingin mengatakan bahwa dia
Matahari bersinar cerah bersama angin sepoi-sepoi membelai pipi wanita berambut hitam sepanjang punggung begitu dia keluar dari kafe dengan dua gelas cappucino, satu untuk dirinya dan satunya untuk Stella.Dia melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul empat sore. Masih tersisa dua puluh menit sebelum waktu istirahatnya berakhir.Raelina menggunakan sisa waktu istirahatnya dengan berjalan santai ke rumah tempatnya bekerja yang tidak jauh dari kafe untuk melihat-lihat bangunan perkotaan yang memiliki banyak perubahan dari yang dia ingat. Rok putih sepanjang lutut berkibar tertiup angin ketika sebuah kendaraan melaju dengan kecepatan tinggi.Beruntung rok agak panjang hingga tidak tersibak sampai terbuka ke paha seperti seorang wanita yang tengah menunggu di pinggir jalan. Beberapa pemuda bersiul melihat sekilas celana dalam wanita ber-rok mini. Si Wanita itu mengumpat dan memaki pengendara sepeda motor itu.Raelina
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa. Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab. Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu. “Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua. Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca. Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai. “Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya. Pria itu cegukan dengan wajah memerah. “Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya. “Kamu
Yosua mengambil cuti kerja satu hari untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina bersama Raelina dan Stella.Setelah apa yang terjadi di toko gaun, Yosua sangat enggan datang ke pesta ulang tahun Arina. Namun dia harus hadir karena bukan semata-mata datang ke pesta ulang tahun Arina, karena dia sudah berjanji akan menjenguk orang tuanya bersama Raelina.Pada pukul tujuh malam, Raelina dan Yosua ke kediaman Rajjata untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina dengan mobil. Stella ikut bersama mereka. Zeron tidak bisa ikut karena dia harus kerja kelompok di rumah temannya.Saat mereka tiba, Raelina melihat kediaman keluarga Rajjata dipenuhi dengan mobil para tamu yang berdatangan. Halaman kediaman Rajjata yang mewah dipenuhi mobil-mobil mewah yang berjejer.“Apa seperti ini pesta ulang tahun Arina yang selalu di adakan Arina?” Raelina bertanya takjub melihat betapa mewah suasana pesta kediaman Rajjata.Karena ini adalah kediaman seorang J
“Tidak ada. Ayo pergi.” Raelina menarik lengan Yosua mencegahnya melihat Fiona dalam toko.Yosua mengalihkan pandangannya bingung saat Raelina menariknya menjauh dari toko itu.Saat mereka menjauh daro toko gaun itu, Raelina melirik Yosua beberapa kali. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.Penampilan Fiona hari ini membuatnya gelisah. Dia bahkan lupa memberitahu Yosua dia bertemu dengan Arina dan bertengkar dengan adik iparnya.“Ada apa? Kenapa kamu terus melirikku? Ada yang ingin kamu tanyakan?” Yosua menundukkan kepalanya menatap Raelina di sebelahnya.Raelina tersentak gugup dan menggelengkan kepalanya.“Tidak apa-apa,” ujarnya mengalihkan pandangannya ke depan.Yosua mengangkat alisnya bingung, “Kamu aneh hari ini.”Raelina hanya tersenyum datar.“Aku mau ke kamar mandi,” ujarnya melangkah menuju ke kamar mandi tanpa menunggu Yosua.“Apa
Raelina membeku menatap wajah gadis itu. Dia merasa akrab dengan wajahnya.Dia melihat wajah gadis dalam foto yang dikirimkan oleh orang misterius di mana dia berpelukan dengan Yosua beberapa bulan yang lalu?Sudah lima bulan berlalu Raelina menghindari pembahasan tentang gadis itu meski Yosua bekerja sebagai pengawalnya.“Nyonya, kamu baik-baik saja ....” Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Raelina melihat wanita hamil itu terdiam dengan ekspresi aneh di wajahnyaDia mencemaskan Raelina karena wanita itu sedang hamil.Raelina mengerjapkan matanya tersadar.“Ahh ....” Dia mencoba tersenyum namun wajahnya justru terlihat aneh.Raelina memeluk perutnya yang besar dan berkata pada gadis itu. “Terima kasih sudah menolongku,” ujarnya.Fiona tersenyum lega.“Syukurlah kalau Anda baik-baik saja.” Senyum wanita muda itu sangat lembut.Sekilas orang melihat d