“Dari mana kakak memungut gadis gembel ini?”
Seorang gadis muda cantik duduk di sofa mewah bersama dengan seorang wanita paruh baya, mengerutkan hidung mungilnya memandang gadis berpakaian lusuh yang berdiri di sebelah kakak laki-lakinya.
Raelina menundukkan kepalanya sambil meremas rok berwarna cokelat yang hampir pudar. Dia melirik kemeja kotak-kotak berwarna merah tua yang sudah kusut tidak peduli berapa kali dia menyetrika bajunya.
Pakaian dikenakannya merupakan pakaian terbaik yang dimilikinya, tetapi disebut gembel oleh gadis cantik di depannya.
Matanya berkaca-kaca dengan pandangan menunduk ke lantai. Dia sudah bersusah payah mempersiap pakaian terbaik yang dimilikinya dan menyetrikanya berulang kali untuk bisa tampil rapi di depan keluarga pria yang mengatakan akan ‘menjaganya’.
Pria itu mengatakan dia adalah kenalan ayahnya dan membawanya untuk tinggal bersamanya. Raelina setuju mengikutinya karena tidak ada yang bisa dia harapkan dari kerabat-kerabatnya.
Jika melihat perbedaan penampilannya dengan orang-orang di ruang tamu mewah, Raelina merasa seperti gembel seperti yang dikatakan gadis itu.
Gadis cantik di depannya memiliki kulit putih dan wajah putih bersih yang terawat. Rambut hitamnya berkilau seperti iklan sampo yang pernah dilihat Raelina di TV. Berbanding terbalik dengannya.
Kulitnya kecokelatan dan kering karena tidak pernah memakai perawatan kulit. Wajahnya pun sama kusam dan kecokelatan karena sengatan matahari.
“Arina, jaga ucapanmu!” Yosua menegur tajam adiknya yang sudah menghina gadis yang dibawanya.
Raelina mengintip malu-malu dari balik rambutnya memandang pria yang sudah membelanya, bahkan menegur adiknya demi dia. Perasaan hangat masuk dalam dadanya. Dia sudah terbiasa dengan bermacam-macam penghinaan oleh orang-orang di sekitarnya. Tetapi tidak ada orang yang membelanya seperti pria itu.
Gadis cantik dipanggil Arina mengerucutkan bibirnya dan merajuk pada ibunya yang duduk di sofa mewah. Tampak kesal karena ditegur kakaknya demi gadis gembel itu.
“Ibu coba lihat kakak. Aku tidak salah, kan? Cewek itu terlihat gembel. Mengapa kakak membawanya ke rumah kita?”
Wina, Ibu Yosua dan Arina mengelus rambut putrinya penuh kasih sayang dan menatap Yosua tidak setuju.
“Apa yang dikatakan Arina tidak salah. Apa yang kau lakukan dengan membawa gadis tidak jelas itu ke rumah kita. Apa yang dipikirkan tetangga nanti jika melihatmu membawa gadis gembel itu.”
“Ehm!”
Seorang pria paruh baya berseragam dinas tentara berdeham dan memberi tatapan peringatan pada istri dan putrinya. Meskipun status keluarga mereka sangat berpengaruh, tidak seharusnya mereka menunjukkan diskriminasi terang-terangan terhadap gadis yatim. Apalagi mereka berasal dari keluarga militer.
Akan terlihat buruk jika orang lain melihat perilaku diskriminasi istri dan putrinya.
Yosua tidak akan repot-repot berbicara dengan ibu dan adiknya. Dia memandang ayahnya yang sedari tadi diam duduk di sofa single tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.
“Ayah, mulai sekarang aku akan menjaga gadis ini dan membiarkannya tinggal di sini,” ujar Yosua dengan wajah tanpa emosi.
“Menjaganya? Apa kau sedang mengasuh anak?” Wina mencemooh geli, sama sekali tidak menganggap serius ucapan anak laki-lakinya.
Hendry Rajjata, ayah Yosua menatap anaknya dengan tatapan tegas.
“Status apa yang kau yang kau berikan pada gadis itu untuk tinggal di rumah kita. Kau tidak bisa sembarang membawa orang yang tidak ada hubungannya dalam keluarga kita tanpa penjelasan apa pun.”
“Aku ....” Yosua mengepalkan tangannya dengan napas tertahan.
Beban di pundaknya teramat berat. Penyesalan dan rasa bersalah memenuhi dadanya. Tetapi dia tidak bisa mundur lagi setelah mengambil keputusannya.
Dia mengangkat kepalanya dan memandang ayahnya dengan mata gelapnya yang tegas.
“Aku akan menikahinya!” ucapnya tanpa ragu-ragu.
“Apa!”
Wina dan Arina sontak berdiri menatap Yosua dengan tatapan tidak percaya. Sementara Raelina memandang Yosua terkejut. Tetapi Yosua tidak menatapnya dan hanya memandang ayahnya yang sama sekali tidak bereaksi.
Wina menghampiri Yosua dan berdiri di depannya dengan marah mengomelinya.
“Menikah dengan gadis itu? Yosua jangan bercanda. Apa maksudmu menikahi gadis tidak jelas ini. Jika kau ingin menikah ibu bisa memilihkan kamu gadis dari keluarga baik, bukan gadis gembel ini!”
Saking marah Wina sampai mengabaikan peringatan suaminya.
Raelina mundur dengan takut dan bersembunyi di belakang Yosua mendengar suara membentak wanita paruh baya dan sakit hati mendengar penghinaan dalam ucapan wanita yang merupakan ibu Yosua.
Yosua menatap ibunya dengan kening berkerut dan menegurnya dengan suara lembut. “Ibu tolong jangan menghinanya. Dia orang yang akan menjadi istriku.”
Wina menatapnya Yosua dengan tatapan tidak percaya. Seumur hidupnya baru kali ini anak laki-laki yang selalu berbakti dan patuh padanya membantah kata-katanya.
“Apa yang sebenarnya terjadi? Kau tidak mungkin menghamili gadis itu, kan?” Wina memelototi gadis udik yang bersembunyi di belakang Yosua.
Menurutnya gadis udik itu yang sudah merusak anak laki-laki yang berharga. Dia tidak cantik, lusuh dan tidak terawat. Apa yang Yosua lihat dari gadis jelek ini?
Telinga Raelina memerah mendengar tuduhan Wina. Kepalanya menunduk ke bawah untuk menghindari tatapan menghina ibu Yosua.
Yosua mengerutkan keningnya dan menjelaskannya dengan sabar kepada ibunya. “Itu tidak terjadi. Aku hanya bertanggung jawab atas perbuatanku pada Raelina.”
“Tanggung jawab apa! Jelaskan pada ibu?” sembur Wina galak.
Yosua terdiam, tidak langsung menjawab pertanyaan ibunya. Dia melirik Raelina yang bersembunyi di belakangnya dengan perasaan bersalah.
“Kakak gila, ya! Jika bukan karena gadis itu hamil, lalu apa? Apa kakak lupa kalau sudah punya tunangan!” Arina maju dan memprotes pada kakaknya.
Dia akan malu kalau kakaknya sampai menikahi gadis udik jelek ini.
Jantung Raelina berdenyut mendengar bahwa Yosua sudah memiliki tunangan dan penghinaan Arina terhadapnya semakin menyakitinya.
Dia tidak tahu apa pun dengan keputusan Yosua yang akan menikahinya. Dia hanya mengikuti orang yang mengatakan akan ‘menjaganya’ dan merupakan kenalan baik ayahnya. Awalnya dia pikir laki-laki itu adalah kerabatnya yang mengajaknya untuk tinggal bersama.
Dia merasa senang ketika mendengar Yosua berkata akan menikahinya. Dia lelaki yang tampan dan baik yang pertama kali mengulurkan tangan padanya di saat terpuruknya.
Tetapi reaksi keluarganya membuatnya tidak percaya diri. Dia tahu tidak layak baginya untuk tinggal di keluarga ini sejak melihat rumah mewah keluarga Rajjata ketika Yosua membawanya masuk.
“Bisa-bisanya kakak menikahi gadis gembel ini. Aku tidak terima! Aku lebih setuju jika kakak menikah dengan Kak Natasha!” seru Arina dan memelototi Raelina yang bersembunyi di belakang Yosua.
Apalagi gadis itu seumuran dengannya.
Satu-satunya orang yang tidak bereaksi dengan keputusan Yosua adalah ayahnya.
Ekspresi Yosua dingin kala menatap adiknya. “Keputusanku bukan sesuatu yang bisa kau putuskan.”
Arina menatap kakaknya tidak percaya. Meskipun sehari-hari kakak adalah orang yang dingin, dia tidak pernah memperlakukannya dengan dingin.
“Ibu, lihat kakak.” Arina mengeluh pada ibunya.
Kakaknya tidak pernah memperlakukannya dengan dingin. Karena gadis gembel itu kakaknya untuk pertama kalinya menatapnya dingin.
Wina menatap Yosua geram dan memarahinya.
Yosua tidak ingin mendengar omelan ibunya dan mengalihkan pandangannya pada seorang pembantu yang sedari tadi diam menyaksikan perdebatan.
“Bibi, tolong bawa Raelina ke kamarnya.”
Bibi itu mengangguk dan menghampiri Raelina. “Ayo ikuti saya.”
Raelina menggelengkan kepalanya panik dan tidak melepaskan cengkeramannya dari seragam tentara yang dikenakan Yosua. Dia takut dengan tempat asing yang baru dikenalnya. Dia tidak bisa mengikuti orang yang baru dikenalnya sembarangan. Dia hanya bisa mempercayai Yosua, orang yang sudah membawanya ke tempat ini.
“Tidak apa-apa, Raelina.” Yosua tersenyum menenangkan sembari melepaskan cengkeraman gadis itu di seragam tentaranya.
“Kamu butuh istirahat. Pergilah bersama Bibi Rani, aku akan menemuimu nanti.”
Raelina menatapnya ragu-ragu dan tidak melepaskan cengkeramannya dari seragam Yosua. Ketika melihat tatapan Wina dan Arina yang memandangnya tidak tahu diri, dia melepaskan cengkeramannya dari seragam Yosua dengan kepala tertunduk, merasa malu karena terlalu bergantung pada pria itu.“Baiklah.” Dia mengikuti pembantu kediaman Rajjata sembari membawa tas berisi pakaiannya dengan kepala terus menunduk.Bibi itu membawanya ke kamar yang akan ditempatinya.“Mulai sekarang, kau akan tinggal di kamar ini,” ujar Bibi itu membuka pintu kamar Raelina.Gadis itu mengangakan mulutnya melihat kamar yang akan ditempatinya. Kamar ini lebih besar daripada ukuran ruang di rumahnya. Kamar ini bahkan memiliki kamar mandi sendiri.Bibi itu kemudian meninggalkan Raelina di kamarnya setelah berbicara sebentar.Raelina dengan hati-hati duduk di ranjang yang berukuran cukup besar. Merasakan keempu
Setelah diusir ke negara asing, dia mencoba mati-matian melupakan masa lalunya dan memfokuskan dirinya pada studinya. Butuh tiga tahun baginya untuk melupakan kenangan masa lalunya. Tetapi sejak dia kembali ke negara ini dan bertemu lagi dengan mantan suaminya, memori masa lalunya kembali terbuka seolah mengejek usahanya yang sia-sia untuk melupakan masa lalunya bersama pria itu.Meskipun sudah lima tahun berlalu dia masih mengingat setiap detail kenangan masa lalunya bersama Yosua seolah dia baru mengalaminya kemarin.Dia memandang gelas kaca di tangannya dengan senyum muram mengingat saat dia dibawa Yosua ke dalam keluarga Rajjata. Dia tidak pernah melupakan kebahagiaan yang dia rasakan saat itu ketika Yosua mengatakan akan menikahinya.Tidak ada pesta pernikahan seperti dibayangkan Raelina. Dia dan Yosua hanya menandatangani catatan pernikahan mereka di kantor urusan sipil, dan mengadakan perjamuan sederhana yang hanya dihadiri a
Ketika Stella terbangun di pagi hari dan keluar dari kamarnya, hendak ke kamar mandi untuk mencuci muka, dia dikejutkan dengan kehadiran Raelina yang sedang duduk di sofa ruang tamu dan menonton TV dengan lingkaran hitam di bawah kelopak matanya.“Apa kau begadang semalam?” Stella duduk di sebelahnya setelah mencuci mukanya dengan membawa botol air dingin di tangannya. Dia masih memakai piyamanya.Hari ini adalah hari Minggu. Dia mendapat jatah libur hari ini dan tidak pergi ke rumah sakit. Berbeda dengan Raelina yang mulai bekerja Senin besok.“Bisa dibilang begitu,” jawab Raelina dengan lesu. Dia dengan malas menonton berita pagi sambil bersandar di lengan sofa.“Ada apa dengan matamu? Apa kau habis menangis?” Penglihatan Stella cukup tajam untuk melihat mata Raelina merah dan bengkak.“Apa terjadi sesuatu kemarin?”
“Ibu ....” Arina langsung mengeluh begitu melihat ibunya datang. “Aku yang duluan melihat gaun itu, tetapi perempuan murahan itu mengambilnya.”Raelina memutar bola matanya dalam hati. Sudah begitu dewasa masih kekanak-kanakan untuk mengeluh pada ibunya di depan umunya. Tampaknya waktu tidak mengubah sifat asli Arina.Wina menatap perempuan muda yang ditunjuk Arina. Seperti putrinya, dia merasa familier dengan wanita itu.“Ibu, dia si udik bau itu,” bisik Arina di samping ibunya.Setelah mendengar kalimat Arina dan mengamati sebentar, dia mengenali Raelina. Keningnya berkerut melihat Raelina dari bawah ke atas, dia tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan penghinaan di matanya.Raelina menatap ibu dan anak itu dengan wajah tanpa ekspresi. Dulu dia berpikir ibu dan anak itu bersikap sombong padanya sesuai dengan status keluarga mereka.Tetapi setelah beberapa pikiran dia mencibir m
“Bagaimana hari pertama magangmu?” Stella bertanya dengan kedua tangan di masukan di saku jas putih khas dokter.“Lumayan ....” Raelina di sebelahnya memakai jas dokter yang sama. Dia sudah mulai magang di rumah sakit yang sama dengan Stella.Mereka berdua berjalan menuju ke kantin sambil mengobrol tentang hari pertama magang Raelina. Raelina mengikuti Stella mengambil nampan dan mengisi nampannya dengan lauk. Stella membawanya menuju ke salah satu meja berisi empat orang berjas dokter.Stella menyapa mereka sebelum duduk di samping dokter bergender wanita. Raelina mengikutinya dan duduk berhadapan dengan tiga dokter laki-laki.Mereka mendongak memandang Raelina dengan rasa ingin tahu dan menyapanya.“Hai, apa kau dokter magang baru?” Seorang dokter laki-laki yang terlihat lebih muda di antara mereka mengulurkan tangannya pada Raelina dengan se
Jam istirahat berakhir. Raelina berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan tangan di masukan ke dalam saku jasnya, kembali bekerja. Dia tiba-tiba menghentikan langkahnya melihat seorang wanita hamil lewat di depannya tersenyum sembari mengelus perut buncitnya.Raelina tertegun dan tanpa sadar mengangkat tangannya memegang perutnya yang rata. Dulu dia juga bahagia merasakan kehidupan di dalam perutnya.Setiap detail pertumbuhan kehidupan kecil yang tumbuh di dalam perutnya tercetak jelas ingatannya. Dia akan terus tersenyum dan berbicara dari waktu ke waktu pada si kecil.Tetapi kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.Raelina menunduk menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. Ini adalah rasa sakit dalam hidupnya, lebih dari saat dia mendengar kebohongan dalam pernikahannya.Ponsel di saku jas Raelina bergetar. Dia dengan cepat menghapus kebasahan di sudut matanya dan menga
“Apa yang ingin kau bicarakan denganku?”Suaranya yang dingin menyentakkan Yosua dari lamunan singkat dan kembali ke akalnya. Dia menatap ekspresi datar wanita di depan untuk beberapa saat dengan tatapan rumit.“Lima tahun yang lalu ... Apa yang sebenarnya terjadi padamu?”“Apa maksud Anda?” Raelina bertanya dengan nada kosong.“Kau meninggalkan surat cerai dan pergi tanpa penjelasan apa pun.” Tangan Yosua terkepal saat mengatakan itu. Dia menatap wanita di depannya dengan ekspresi suram.Dia baru mengetahui bahwa Raelina pergi sendiri ke Inggris untuk melanjutkan studinya. Dia tahu betapa takutnya wanita itu di tempat yang tidak dikenalnya, apalagi di negara asing. Mengapa dia pergi sendiri di negara asing tanpa siapa pun menemaninya. Dari mana dia mendapat uang sebesar itu untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri.
Yosua tercengang. Matanya membelalak menatap Raelina tidak percaya. “Kau ... Apa yang kau lakukan padanya?”“Apa maksudmu?” Raelina memelotinya dengan agresif. Kegugurannya adalah titik sakitnya. Tetapi nada menuduh dalam suara Yosua membuatnya marah.“Kau pikir aku membunuhnya!”“Itu ....” Yosua tidak melanjutkan dan menatap Raelina dengan kening berkerut. Rahangnya mengeras, tatapi dia tidak berkata apa-apa.Lalu apa yang membuatnya pergi ke luar negeri? Bahkan kembali menjadi dengan dokter. Dia pernah mendengar dari suatu tempat beberapa wanita merasa terbebani memiliki anak saat mereka mengejar karier. Dia hanya berpikir Raelina juga begitu dan tidak ingin memiliki beban mengurus anak, sebab itu dia ....Raelina meng
“Roger ketua. Aku akan mendapatkannya dalam lima menit.” “Aku memberimu waktu dua menit,” putus Romi tegas nan dingin tanpa menerima bantahan. Yosua tidak sabar menunggu sampai lima menit. Lima menit baginya bisa membunuh Raelina. Danis tersentak menerima ultimatum dari sang Jenderal dan berkata tergesa-gesa. “Baik Kapten!” Danis sigap mengutak-atik komputernya di sisi ruang lain. Setelah beberapa saat, tidak butuh dua menit bagi Romi segera mendapatkan lokasi mobil penculik itu. “Kerja bagus,” puji Romi pada bawahannya. Dia tidak sadar Danis baru saja mengelap keringat dinginnya. Romi membuka komputernya dan memeriksa lokasi kamera yang dikirim Danis padanya. Dia memandang sebuah mobil yang bergerak menuju ke arah selatan sebelum berhenti di sebuah gudang garam terbengkalai. Setelah memastikan lokasinya, dia mengirim lokasi gudang itu pada Yosua. “Baik, terima kasih,” ujar Yosua menerima alamat lokasi dari Romi
Raelina membantu Zenith mandi dan berpakaian, sebelum turun dari kamarnya untuk memberi salam pada ayah mertuanya. Yosua masih belum kembali dari joging paginya.Raelina membiarkan Zenith berjalan sendiri sambil memegang tangannya saat menuruni tangga.“Tidak mau! Ayah, aku tidak mau pergi!”Dari lantai bawah terdengar berisik suara tangisan Arina.Raelina berhenti dan melirik ke bawah dengan penasaran melihat apa yang terjadi.Dia melihat keluarga Rajjata berkumpul di ruang tamu, termasuk Yosua yang mengenakan pakaian yang dipakai untuk berolah raga.Terlihat Arina dan Wina sedang ditahan oleh beberapa pria bersetelan hitam. Beberapa pria itu memegang dua koper besar di tangan mereka.Arina meronta melepaskan cengkeraman dua orang pria yang menahannya sebelum berlari berlutut memegang kaki Hendry yang duduk di sofa.“Ayah, kumohon jangan mengirimkan aku luar negeri.” Arina menangis memohon.
Arina terisak di sebelahnya.Hendry mendengus lalu menatap pelayan di sebelah Romi.“Sekarang katakan apa yang sebenarnya terjadi?”Pelayan itu sejenak menatap ke sekeliling dengan ekspresi gugup. Ketika tatapan dan bertemu mata dingin Yosua, dia langsung menundukkan kepalanya merasa bersalah dan takut.“Maafkan saya, saya hanya menerima perintah Nona Arina untuk mengantar sampanye itu pada Tuan Yosua. Tapi bukan aku yang memasukkan obat perangsang dalam minum itu, melainkan Nona Arina!” ujarnya sambil menunjuk Arina.Yosua dan Hendry langsung menatap Arina dengan mata ekspresi suram. Perilaku Arina sudah tidak bisa ditoleransi lagi.“Kakak ... ayah ... aku ....” Arina terbata-bata, dia tidak bisa mengelak lagi. Dia menatap ngeri cambuk tebal dan berduri di tangan kepala pelayan.Dia tidak akan bisa membayang rasa sakit saat cambuk itu merobek kulitnya.Dia buru-buru merangkak memeluk kaki ay
“Ayah, apa yang terjadi di sini?”Yosua bertanya heran melihat beberapa orang berkumpul di d ruang keluarga. Kepala pelayan berdiri di samping sofa Hendry.Sementara Yosep dan Romi yang jarang berkumpul duduk di masin sofa. Arina dan Wina berlutut di depan mereka dengan kepala tertunduk.Wina dan Arina mendongak melihat Yosua sudah datang.“Kakak!” Arina hendak merangkak ingin menghampirinya namun langsung dibentak oleh Hendry.“Tetap di tempatmu!” Hendry melempar Arina asbak rokok di atas meja.Asbak itu melayang dan mengenai lantai sampai hancur berkeping-keping di samping.“Kyaaaa ....” Arina berteriak ketakutan dan menangis.Dia buru-buru menjauhi pecahan kaca dan kembali berlutut di sebelah Wina.Dia menundukkan kepalanya sambil terisak ketakutan.Yosua berkedip melihat tindakan ayahnya yang jarang marah menjadi brutal tanpa ragu melempar asbak rokok ke arah adi
“Apa yang sudah kamu lakukan pada suamiku?!” Semua orang menahan napas menonton dengan tertarik apa yang akan terjadi selanjutnya. Leah mendekatinya berpura-pura gugup. “Raelina, aku bisa jelaskan ini ... aku dan Yosua tidak bermaksud melakukan ini di belakangmu ... kami—“ Sebelum Leah menyelesaikan ucapannya, Raelina tiba-tiba mendorong tubuh Yosua dan menghampirinya dnegan cepat. Tangannya terangkat cepat menampar Leah keras. Suara tamparan keras itu bergema di koridor. Tak sampai situ, Raelina menjambak rambut Leah kuat. Semua orang tersentak kaget dan ngeri. “Akh, sakit! Apa yang kamu lakukan?!” Leah menjerit memegang tangan Raelina yang menjambak rambutnya. “Aku tanya apa yang kamu lakukan pada suamiku!” Raelina ganas menarik rambut Leah dengan kedua tangannya. “Kamu berani memberinya obat perangsang! Begitu inginkan kamu mengambil suamiku! Kamu jalang kotor! Beraninya kamu bermain trik kotor me
“Teman-teman ayo sapa kawan lama kita!” Yonis membawa Yosua pada teman-temannya yang berkumpul di sofa. Mereka melambaikan tangan pada Yosua, menyapanya. Yosua menyapa mereka dengan akrab. Sementara istri mereka yang berkumpul bergosip di sebelah sofa para lelaki melirik Yosua dengan pandangan ingin tahu. “Bro, apa kabarmu?” Salah satu pria berdiri sedikit terhuyung-huyung menghampiri Yosua. Tampaknya dia sudah mabuk melihat beberapa botol Wine, Vodka dan sampanye kosong di atas meja kaca. Yosua menahan tubuhnya agar tidak terjatuh ke lantai. “Aldy, terlalu awal untuk mabuk. Hati-hati atau kamu akan dimarahi istrimu.” Dia menggeleng-gelengkan kepalanya dan membantu temannya kembali duduk di sofanya. Pria itu cegukan dengan wajah memerah. “Jangan sebutkan perempuan jalang itu!” raungannya menarik perhatian beberapa tamu Tampaknya pria itu sudah mabuk sepenuhnya dan tidak sadar apa yang dilakukannya. “Kamu
Yosua mengambil cuti kerja satu hari untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina bersama Raelina dan Stella.Setelah apa yang terjadi di toko gaun, Yosua sangat enggan datang ke pesta ulang tahun Arina. Namun dia harus hadir karena bukan semata-mata datang ke pesta ulang tahun Arina, karena dia sudah berjanji akan menjenguk orang tuanya bersama Raelina.Pada pukul tujuh malam, Raelina dan Yosua ke kediaman Rajjata untuk menghadiri pesta ulang tahun Arina dengan mobil. Stella ikut bersama mereka. Zeron tidak bisa ikut karena dia harus kerja kelompok di rumah temannya.Saat mereka tiba, Raelina melihat kediaman keluarga Rajjata dipenuhi dengan mobil para tamu yang berdatangan. Halaman kediaman Rajjata yang mewah dipenuhi mobil-mobil mewah yang berjejer.“Apa seperti ini pesta ulang tahun Arina yang selalu di adakan Arina?” Raelina bertanya takjub melihat betapa mewah suasana pesta kediaman Rajjata.Karena ini adalah kediaman seorang J
“Tidak ada. Ayo pergi.” Raelina menarik lengan Yosua mencegahnya melihat Fiona dalam toko.Yosua mengalihkan pandangannya bingung saat Raelina menariknya menjauh dari toko itu.Saat mereka menjauh daro toko gaun itu, Raelina melirik Yosua beberapa kali. Dia menggigit bibir bawahnya gelisah.Penampilan Fiona hari ini membuatnya gelisah. Dia bahkan lupa memberitahu Yosua dia bertemu dengan Arina dan bertengkar dengan adik iparnya.“Ada apa? Kenapa kamu terus melirikku? Ada yang ingin kamu tanyakan?” Yosua menundukkan kepalanya menatap Raelina di sebelahnya.Raelina tersentak gugup dan menggelengkan kepalanya.“Tidak apa-apa,” ujarnya mengalihkan pandangannya ke depan.Yosua mengangkat alisnya bingung, “Kamu aneh hari ini.”Raelina hanya tersenyum datar.“Aku mau ke kamar mandi,” ujarnya melangkah menuju ke kamar mandi tanpa menunggu Yosua.“Apa
Raelina membeku menatap wajah gadis itu. Dia merasa akrab dengan wajahnya.Dia melihat wajah gadis dalam foto yang dikirimkan oleh orang misterius di mana dia berpelukan dengan Yosua beberapa bulan yang lalu?Sudah lima bulan berlalu Raelina menghindari pembahasan tentang gadis itu meski Yosua bekerja sebagai pengawalnya.“Nyonya, kamu baik-baik saja ....” Gadis itu melambaikan tangannya di depan wajah Raelina melihat wanita hamil itu terdiam dengan ekspresi aneh di wajahnyaDia mencemaskan Raelina karena wanita itu sedang hamil.Raelina mengerjapkan matanya tersadar.“Ahh ....” Dia mencoba tersenyum namun wajahnya justru terlihat aneh.Raelina memeluk perutnya yang besar dan berkata pada gadis itu. “Terima kasih sudah menolongku,” ujarnya.Fiona tersenyum lega.“Syukurlah kalau Anda baik-baik saja.” Senyum wanita muda itu sangat lembut.Sekilas orang melihat d