Setelah Stuart meninggalkan ruangan Nibras, keheningan segera menguasai dua insan yang pernah disatukan dalam ikatan pernikahan itu. Agnia duduk dengan kegugupan penuh di depan mantan suaminya, mencoba menjaga ekspresi wajahnya tetap tenang meskipun hatinya penuh gejolak. Ruangan itu terasa seperti perangkap yang dibangun oleh kenangan masa lalu dan ketegangan masa kini. Pernikahan singkat mereka meninggalkan bekas yang tidak bisa diabaikan. Sekarang, mereka berdiri di sisi yang berbeda, bukan lagi sebagai pasangan yang saling mencintai, melainkan sebagai dua individu dengan kepentingan yang bertentangan. Agnia menunggu dengan cemas, berharap Nibras akan segera berbicara. Namun, pria itu hanya menatapnya, matanya tajam dan penuh penilaian, seolah sedang menyelidiki setiap pikiran yang tersembunyi di dalam dirinya. Wanita itu merasa terjebak di bawah tatapan sang mantan suaminya, tetapi ia tahu bahwa ini adalah bagian dari permainan Nibras. Pria itu selalu tahu cara membuat
“Katakanlah. Selama itu bukan pengunduran diri, aku akan mempertimbangkannya,” balas Nibras dengan nada datar, mencoba menjaga kendali atas situasi. Namun, Agnia tahu bahwa Nibras tidak sepenuhnya bersikap acuh tak acuh. Ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikapnya yang tenang. Agnia menatap Nibras dengan penuh tekad. “Aku ingin kita merevisi sistem kerjasama antara FutureIt yang diwakilkan olehku, dan kau sebagai pemilik HS Holding.” Tubuh Nibras tampak memaku sejenak mendengar permintaan Agnia. Sejenak, raut wajah pria itu berubah menjadi ekspresi yang sulit diartikan. Tangannya terkepal di atas kedua paha, menunjukkan bahwa dia tidak menyangka permintaan ini akan datang. Agnia bisa melihat perubahan yang ditunjukkan oleh mantan suaminya dan ia tahu bahwa kali ini, ia memiliki kesempatan untuk membuat Nibras berpikir ulang. Nibras, yang biasanya begitu percaya diri dan dominan, tampak sedikit terpekur. Namun, pria itu dengan cepat menguasai dirinya sendiri. 'Dia buka
Nibras menghela napas panjang, lalu perlahan mengangguk. “Baiklah. Aku akan menghapus poin itu dari perjanjian kita.” Agnia terkejut saat Nibras menyatakan persetujuannya tanpa harus melewati drama terlebih dahulu. Melihat kesempatan yang langka itu, ia pun melanjutkan permintaan. "Berikut dengan penambahan poin-poin yang akan aku jelaskan nanti." Terdiam sembari menatap lekar Nibras pada sang mantan istri. Merasa bahwa wanita itu tampak memanfaatkan situasi dan keputusannya, ia sangat ingin membatalkan semuanya jika tidak teringat akan pesan Gary dan segala egonya. Helaan napas lagi terlolos dari pria itu. "Dan juga poin-poin yang akan ditambahkan oleh Nona Agnia." Sungguh, Agnia tak dapat lagi menahan perasaan lega sekaligus bahagianya meskipun ke depannya ia akan masih menghadapi situasi yang tidak mudah. Namun, setidaknya untuk saat ini, rencana yang cukup menakutkan baginya telah dibatalkan dengan kesepakatan. “Terima kasih,” balasn
Alasan mengapa Agnia memutuskan untuk kembali ke Indonesia tanpa sepengetahuan siapapunmasih menjadi pertanyaan tak terjawab hingga sekarang.“Ehm, kemarin saya sempat memantau pergerakan Nona Agnia.” Suara pelan Gunawan mampu menarik atensi Nibras hingga mengangkat kepalanya untuk menatap asistennya itu.“Lalu?”“Saya mendapati Nona Agniadiam-diam mengunjungi rumah Pak Hadi, tetapi tidak berniat untuk masuk ke dalamnya.”Dahi Nibras seketika berkerut dalam. “Dia tidak masuk?” Membeo dirinya sembari otaknya berpikir alasan yang mendorong mantan istrinya bertindak seperti itu.Hubungansang mantan istri dengan keluarganya sendiri memang selalu menjadi isu sensitif, tetapi tindakan itu membuat Nibras berpikir bahwa ada masalah yang lebih serius yang sedang Agnia coba sembunyikan."Dia tidak melakukan apapun dan pergi begitu saja?" tanya Nibras dengan suara lirih, tetapi tetap den
Agnia tergugu entah untuk berapa lama. Seketika tubuhnya menegang seiring dengan lidahnya yang turut kelu dan juga otaknya membeku.Alih-alih memberi jawaban, wanita itu malah memandangi jalanan yang bergerak pelan dari jendela mobil Bernard. Ia benar-benar tak menyangka jika pria di sebelahnya ini akan bertindak seberani ini.Agnia tahu pertanyaan Bernard tidak hanya sekadar basa-basi. Ada ketegangan dalam suaranya, sebuah keseriusan yang sulit diabaikan.Namun, apa yang harus Agnia katakan sebagai jawaban? Perasaannya sendiri begitu kabur, seolah terjebak dalam kabut tebal yang sulit ditembus. Bahkan apa yang terjadi antara dirinya dengan Nibras saja masih belum selesai!"Tentang itu, aku tidak akan menceraikannya jika aku masih mencintainya," jawab Agnia akhirnya, dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Meski ia sendiri tak yakin, apakah itu adalah kenyataan yang sebenarnya atau bukan.Senyuman itu tidak menutupi kekalutan yang menyelimuti pikirannya. Agnia merasa seolah dirinya se
Beberapa hari telah berlalu. Nibras memang tidak terlalu memikirkan tentang masalah Agnia, tetapi pria itu memfokuskan diri untuk mengurusi masalah yang lain.Masalah yang telah ia putuskan untuk ia selesaikan hingga membuat Gunawan yang sedang berdiri di depan meja kerjanya menjadi gelisah.Begitu jelas rasa khawatirnya tercetak di seluruh tubuh asistennya itu hingga sulit untuk disembunyikan.“Kenapa kau?” tanya Nibras dengan nada setengah mengejek menatap sekilas asistennya yang masih saja bergerak ke sana kemari dengan gelisah.“Karena Bapak sudah mengambil keputusan gila!”sungutnya begitu saja membuat Nibras segera melotot ke arahnya.Gunawan juga tak repot untuk mengoreksi perkataan sebelumnya. Ia bahkan terlihat tak peduli. Menurutnya, Nibras terlalu berani dalam mengambil langkah bahkan mungkin nekat.Sementara itu, Nibras terlihat tenang, seolah apa yang baru saja ia putuskan hanyalah perkara sepele. Namun, Gunawan tahu, ini jauh dari sekadar keputusan biasa.“Maaf, Pak. Apa
Ruangan itu hening sejenak, seolah semua orang di dalamnya sedang mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Nibras. Gunawan bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara, sementara Lyman mencoba mempertahankan senyum di wajahnya meski terlihat jelas bahwa ia tidak nyaman dengan syarat tersebut.“Pak Nibras… saya pikir, kita bisa mempercayakan pengawasan ini kepada tim keuangan kami yang sudah berpengalaman…” Lyman mencoba menawarkan alternatif, namun Nibras memotongnya dengan cepat.“Tidak, Lyman. Ini adalah dana besar, dan aku tidak bisa mengambil risiko tanpa memastikan sendiri bahwa semuanya berjalan sesuai rencana. Aku tidak hanya ingin menolong perusahaanmu, tapi juga ingin memastikan bahwa investasi ini menguntungkan bagi kita berdua,” jawab Nibras dengan nada yang tidak bisa dibantah.Lyman terdiam, terjebak antara keinginannya untuk mendapatkan dana tersebut dan ketakutannya akan pengawasan langsung dari Nibras. Ia tahu, menerima syarat ini berarti memberikan sebagian k
Mendengar itu, Agnia tersentak, matanya melebar. Ia menatap Bernard dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sejenak, ruangan itu terasa semakin sunyi.Waktu seakan berhenti, dan hanya ada mereka berdua di sana, terjebak dalam percakapan yang tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar diskusi pekerjaan.Bernard tahu, dengan mengucapkan kalimat itu, ia baru saja melangkah ke wilayah yang belum pernah ia sentuh sebelumnya.Namun, entah mengapa, ia merasa lega. Mungkin karena akhirnya ia berani mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam.Agnia, masih terdiam, merasakan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Kalimat Bernard bukan hanya sebuah pengakuan, tetapi juga sebuah tantangan yang membuatnya berpikir lebih dalam.Ia tahu, perasaannya terhadap Bernard adalah campuran antara kekaguman dan rasa hormat, tetapi apakah itu cukup untuk menjadi sesuatu yang lebih?“Bernard, aku…” Agnia terdiam sejenak, mencoba merangkai kata. “Kau tahu, aku tidak pernah mudah