Alasan mengapa Agnia memutuskan untuk kembali ke Indonesia tanpa sepengetahuan siapapun masih menjadi pertanyaan tak terjawab hingga sekarang.
“Ehm, kemarin saya sempat memantau pergerakan Nona Agnia.” Suara pelan Gunawan mampu menarik atensi Nibras hingga mengangkat kepalanya untuk menatap asistennya itu.
“Lalu?”
“Saya mendapati Nona Agnia diam-diam mengunjungi rumah Pak Hadi, tetapi tidak berniat untuk masuk ke dalamnya.”
Dahi Nibras seketika berkerut dalam. “Dia tidak masuk?” Membeo dirinya sembari otaknya berpikir alasan yang mendorong mantan istrinya bertindak seperti itu.
Hubungan sang mantan istri dengan keluarganya sendiri memang selalu menjadi isu sensitif, tetapi tindakan itu membuat Nibras berpikir bahwa ada masalah yang lebih serius yang sedang Agnia coba sembunyikan.
"Dia tidak melakukan apapun dan pergi begitu saja?" tanya Nibras dengan suara lirih, tetapi tetap den
Agnia tergugu entah untuk berapa lama. Seketika tubuhnya menegang seiring dengan lidahnya yang turut kelu dan juga otaknya membeku.Alih-alih memberi jawaban, wanita itu malah memandangi jalanan yang bergerak pelan dari jendela mobil Bernard. Ia benar-benar tak menyangka jika pria di sebelahnya ini akan bertindak seberani ini.Agnia tahu pertanyaan Bernard tidak hanya sekadar basa-basi. Ada ketegangan dalam suaranya, sebuah keseriusan yang sulit diabaikan.Namun, apa yang harus Agnia katakan sebagai jawaban? Perasaannya sendiri begitu kabur, seolah terjebak dalam kabut tebal yang sulit ditembus. Bahkan apa yang terjadi antara dirinya dengan Nibras saja masih belum selesai!"Tentang itu, aku tidak akan menceraikannya jika aku masih mencintainya," jawab Agnia akhirnya, dengan senyum yang terlihat dipaksakan. Meski ia sendiri tak yakin, apakah itu adalah kenyataan yang sebenarnya atau bukan.Senyuman itu tidak menutupi kekalutan yang menyelimuti pikirannya. Agnia merasa seolah dirinya se
Beberapa hari telah berlalu. Nibras memang tidak terlalu memikirkan tentang masalah Agnia, tetapi pria itu memfokuskan diri untuk mengurusi masalah yang lain.Masalah yang telah ia putuskan untuk ia selesaikan hingga membuat Gunawan yang sedang berdiri di depan meja kerjanya menjadi gelisah.Begitu jelas rasa khawatirnya tercetak di seluruh tubuh asistennya itu hingga sulit untuk disembunyikan.“Kenapa kau?” tanya Nibras dengan nada setengah mengejek menatap sekilas asistennya yang masih saja bergerak ke sana kemari dengan gelisah.“Karena Bapak sudah mengambil keputusan gila!”sungutnya begitu saja membuat Nibras segera melotot ke arahnya.Gunawan juga tak repot untuk mengoreksi perkataan sebelumnya. Ia bahkan terlihat tak peduli. Menurutnya, Nibras terlalu berani dalam mengambil langkah bahkan mungkin nekat.Sementara itu, Nibras terlihat tenang, seolah apa yang baru saja ia putuskan hanyalah perkara sepele. Namun, Gunawan tahu, ini jauh dari sekadar keputusan biasa.“Maaf, Pak. Apa
Ruangan itu hening sejenak, seolah semua orang di dalamnya sedang mencerna apa yang baru saja dikatakan oleh Nibras. Gunawan bisa merasakan ketegangan yang menggantung di udara, sementara Lyman mencoba mempertahankan senyum di wajahnya meski terlihat jelas bahwa ia tidak nyaman dengan syarat tersebut.“Pak Nibras… saya pikir, kita bisa mempercayakan pengawasan ini kepada tim keuangan kami yang sudah berpengalaman…” Lyman mencoba menawarkan alternatif, namun Nibras memotongnya dengan cepat.“Tidak, Lyman. Ini adalah dana besar, dan aku tidak bisa mengambil risiko tanpa memastikan sendiri bahwa semuanya berjalan sesuai rencana. Aku tidak hanya ingin menolong perusahaanmu, tapi juga ingin memastikan bahwa investasi ini menguntungkan bagi kita berdua,” jawab Nibras dengan nada yang tidak bisa dibantah.Lyman terdiam, terjebak antara keinginannya untuk mendapatkan dana tersebut dan ketakutannya akan pengawasan langsung dari Nibras. Ia tahu, menerima syarat ini berarti memberikan sebagian k
Mendengar itu, Agnia tersentak, matanya melebar. Ia menatap Bernard dengan ekspresi yang sulit diartikan. Sejenak, ruangan itu terasa semakin sunyi.Waktu seakan berhenti, dan hanya ada mereka berdua di sana, terjebak dalam percakapan yang tiba-tiba berubah menjadi sesuatu yang lebih dari sekadar diskusi pekerjaan.Bernard tahu, dengan mengucapkan kalimat itu, ia baru saja melangkah ke wilayah yang belum pernah ia sentuh sebelumnya.Namun, entah mengapa, ia merasa lega. Mungkin karena akhirnya ia berani mengungkapkan sesuatu yang selama ini terpendam.Agnia, masih terdiam, merasakan detak jantungnya yang tiba-tiba berdetak lebih cepat. Kalimat Bernard bukan hanya sebuah pengakuan, tetapi juga sebuah tantangan yang membuatnya berpikir lebih dalam.Ia tahu, perasaannya terhadap Bernard adalah campuran antara kekaguman dan rasa hormat, tetapi apakah itu cukup untuk menjadi sesuatu yang lebih?“Bernard, aku…” Agnia terdiam sejenak, mencoba merangkai kata. “Kau tahu, aku tidak pernah mudah
Ucapan Agnia terasa dingin, menegaskan batasan yang jelas antara mereka. Nibras tidak bisa menyembunyikan kekagumannya pada sikap Agnia yang tegas dan penuh percaya diri.Pria itu ingat betul, inilah salah satu alasan mengapa ia semakin tertarik pada wanita ini. Agnia berubah menjadi wanita yang kuat, dan kekuatan itulah yang selalu membuat Nibras tertantang.Namun, di balik kekagumannya, Nibras tidak bisa menahan diri untuk tidak merencanakan sesuatu yang lebih dari sekadar pertemuan bisnis.Dia ingin melihat apakah dia masih memiliki kekuasaan atas Agnia, atau setidaknya, apakah dia masih bisa mempengaruhinya seperti dulu.“Baiklah,” Nibras menjawab, meski di dalam hatinya dia tidak berniat untuk sepenuhnya mematuhi permintaan Agnia. “Mari kita mulai.”***Pertemuan antara HS Funding & Investment dengan FutureIt berjalan tanpa hambatan. Nibras memimpin rapat dengan ketenangan yang nyaris tak tertandingi, menyingkirkan semua potensi gangguan pribadi.Pikirannya yang biasanya dipenuhi
Gunawan terpana sejenak, bingung dengan perubahan mendadak ini. "Tapi, Pak, acara sebesar itu memerlukan persiapan yang cukup panjang. Kita perlu waktu lebih dari seminggu untuk mengatur semuanya."Nibras berdiri dari kursinya, menghampiri Gunawan dengan sorot mata yang tajam. "Kita tidak punya waktu untuk itu. Aku ingin acara ini terjadi minggu depan, apapun caranya. Jika perlu, libatkan semua staf dan sumber daya yang kita miliki. Ini bukan tentang ulang tahun perusahaan, Gunawan. Ini lebih dari itu."Gunawan hanya bisa mengangguk, meskipun masih diliputi oleh rasa tak percaya dan dongkol tentu saja. Ia tak percaya atasannya akan memutuskan sesuatu yang cukup besar hanya karena mengedepankan ego semata.Setelah Gunawan pergi untuk memulai persiapan, Nibras duduk kembali di kursinya, membiarkan pikiran-pikiran liar berputar di kepalanya.Pria itu tahu bahwa keputusannya ini berisiko, namun dia juga sadar bahwa kesempatan untuk mendekatkan dirinya kembali pada Agnia mungkin tidak akan
“Ada beberapa perkembangan terbaru yang ingin aku laporkan mengenai perusahaan konstruksi kita.” Lyman membuka pembicaraan, suaranya tenang penuh keyakinan. “Setelah mengalami kemacetan finansial beberapa waktu lalu, perusahaan kita mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Aku telah melakukan berbagai langkah strategis untuk memastikan HB Construction kembali ke jalur yang benar.”Anderson mendengarkan dengan seksama, matanya fokus pada Lyman. Tiara, di sisi lain, tampak lebih khawatir, meskipun berusaha menyembunyikannya di balik wajahnya yang tenang. Mereka berdua tahu betapa pentingnya stabilitas finansial bagi perusahaan tersebut, dan kabar tentang perkembangan perusahaan itu tentu menjadi hal yang penting.“Aku juga sudah mendapatkan sumber dana tambahan yang akan sangat membantu kita ke depan,” lanjut Lyman, nada suaranya penuh percaya diri. “Nibras, mantan suami Agnia, telah setuju untuk mendanai perusahaan kita. Dengan begitu, uang yang masuk dari dia akan menjadi keuntungan
Rapat mingguan baru saja selesai, dan Agnia melangkah cepat menuju ruang kerjanya. Langkah kakinya terdengar tegas. Suara sepatu yang bersinggungan dengan lantai kantornya nyaris berdebum, seakan waktu tak memberinya kesempatan untuk sekadar menoleh.Bernard, yang duduk di kursi tak jauh dari pintu, memperhatikan dengan seksama. Ada yang berbeda dari Agnia hari ini—langkahnya tergesa-gesa, wajahnya sedikit tegang, dan jemarinya bahkan tak henti-hentinya mengetuk-ngetuk tali tas yang tersampir di bahunya.Tak biasanya Agnia bersikap demikian.Bernard, yang merasa terpanggil oleh rasa ingin tahu, berdiri dan melangkah cepat, mensejajarkan langkahnya dengan Agnia yang seakan tak melihat kehadirannya di samping.“Kau tergesa-gesa sekali, Agnia,” katanya sambil tersenyum kecil, mencoba melumerkan suasana. “Apa ada masalah yang sedang terjadi?”Agnia hanya menghela napas, mengangkat bahunya tanpa menatap Bernard. Tangannya y