Bab 236"Jauhi Raja. Karena aku sudah menjodohkan dia dengan seorang gadis manis dan baik!"Kembali mulut Stella ternganga mendengar ucapan dari Sinta tersebut. "maaf, Tante tadi ngomong apa?" Pertanyaan itu meluncur begitu saja dari mulut Stella. Rasanya tak percaya dia bahkan sampai memukul kepalanya beberapa kali. Untuk meyakinkan indra pendengarannya.Sinta di seberang tersenyum sinis dan segera menjawab. "Jauhi Raja. Karena ada wanita baik yang akan segera menjadi istrinya!" Sinta sepertinya sengaja membesarkan volume suaranya.Sakit, ada rasa yang begitu sakit dirasakan oleh Stella di palung hatinya. Mengingat selama ini dia telah berusaha mati Matian untuk mendapatkan cinta dari seorang Raja. Dari awal kenal hingga saat ini mungkin sudah lebih dari delapan bulan. Selama itu dia terus bekerja keras agar bisa membuat Raja mengatakan cinta padanya. Kini, setelah dia melihat cinta di mata Raja, hanya saja pria itu memang sulit untuk mengungkapkan, rasanya begitu sakit, ketika Sint
Sesaat Stella terdiam, sepertinya banyak hal yang saat ini dia pikirkan. Hingga Stelah sejenak memejamkan mata, dia pun berkata. "Saya bersedia melepas segala, bahkan pergi dari dunia artis, asal Raja serius dengan saya." Artis cantik itu selama beberapa detik tadi terus berpikir, memikirkan tentang dua hal yang saat ini penting baginya. Raja dan juga pekerjaan yang telah memperkenalkan namanya ke seantero dunia. Dua hal yang sepertinya begitu sulit untuk dipilih. Karena begitu vital dalam hidup. Tetapi kembali lagi, hidup adalah pilihan dan setiap pilihan ada konsekuensinya masing masing. Akhirnya, Stella memilih yang menurutnya paling penting, Raja. Bisa bersama dengan sang pujaan hati hingga akhir hayat, dirasa Stella sudah lebih dari cukup.Sinta di seberang bukannya merasa senang dengan jawaban dari Stella, tetapi wanita paruh baya itu malah kembali mencebik, seakan menertawakan dan mengejek pilihan Stella."Apa kamu yakin dengan pilihan kamu itu? Jika kamu sudah menikah denga
"Raja belum bisa Ma. Untuk saat ini Raja tak bisa." Kalimat itu lah yang akhirnya Raja pilih."Jika kamu tak mau menikah dengan Dita, maka mama selamanya tak akan berbicara dengan kamu!"Sinta mengatakan hal itu dengan nafas memburu, emosi wanita paruh baya itu sepertinya mulai tak bisa terkontrol. Raja mendengus kasar dan mengepalkan tangannya. "Mama kenapa sih jadi keras kepala seperti ini?" Raja berusaha untuk menekan emosi, dia tak mau jika sampai berbicara kasar pada sang ibu."Raja ini sudah dewasa Ma. Raja tak ingin lagi diatur atur."Sedari kecil, meski dulu Sinta tak pernah punya waktu untuk anak anaknya, tetapi dia merupakan orang tua yang diktator dan bahkan cenderung toxic. Kedua anaknya harus menurut apa yang dia mau, tanpa bisa lagi untuk bernegosiasi. Tak ada pilihan lain yang boleh dilakukan.Kini, ketika dia sudah dewasa dan cukup matang, Raja tentu merasa sangat tak nyaman diatur atur lagi, apa lagi jika ini masalah hati dan berhubungan untuk kehidupannya di masa ya
"Sepetinya mama kamu itu jijik sekali sama aku. Padahal di luar sana, banyak juga kan yang tidak berprofesi sebagai artis tetapi kekakuannya bejat?"Alhasil saat ini Raja menjadi pelampiasan kekesalan Stella pada Sinta. Di seberang, awalnya Raja hanya diam mendengarkan Stella yang terus mengomel. Dia merasa tak enak juga dengan perkataan sang mama yang pastinya memang keterlaluan. Tetapi sejurus kemudian dia malah tersenyum dan mungkin indra pendengaran Raja mengira jika omelan Stella itu adalah nyanyian yang sangat merdu."Raja, kamu masih disana kan? Awas saja kalau pas aku ngomel gini malah kamu tinggal tidur!" Setelah mengungkapkan segala isi hatinya dengan panjang lebar, wajarlah namanya seorang wanita, Stella malah merasa getam karena Raja tak menimpali sedikit pun."Aku masih disini kok, jadi pendengar setia," ucap Raja masih dengan senyum simpulnya. "Lanjutkan saja."Stella mendengus dan kemudian kembali menghela nafas, nyatanya setelah bicara panjang lebar pada Raja seperti
Cup!Sebuah kecupan mendarat cantik di kening Rara. "Bumil ini makin cantik deh," ucap Raja, sambil kembali menghadiahkan kecupan. Kali ini mendarah di pipi kanan dan kiri Rara."Kebiasaan deh. Kapan ini selesainya, Pa?" Rara, yang saat ini sedang membenarkan dasi Arjuna, seperti biasa hanya bisa tersenyum dengan perlakuan sang suami, sembari mengerucutkan bibirnya.Tak mau kehilangan moment, Arjuna malah langsung mencium bibir sang istri. "Love you Sayangku." Gemas, dihisapnya bibir manis Rara, diakhiri dengan sedikit gigitan."Aww! Nakal banget sih Pa!" Merasa sedikit nyeri, Rara pun memukul sang suami, saat itu pun dasi Arjuna sudah siap. Rara memukuli suaminya itu dengan sikap yang manja."Aduh ampun, sakit Sayang!" Tak merasa sakit, justru Arjuna senang sekali dengan sikap istrinya itu. Dia pun kemudian menangkap kedua tangan Rara, dan membawa Rara ke dalam pelukannya. Erat dipeluknya sang istri. "Aku begitu mencintai kamu, Sayang. Sampai kapan pun tolong jangan pernah tinggalka
"Kamu sudah siap kan, Raja? Ini sudah jam sembilan loh." Sinta mendatangi Raja yang masih ada di kamarnya. "Mama janjian sama Dita jam 10 loh. Mana tunggu di bawah ya."Tanpa memperhatikan raut wajah sang anak, Sinta kembali menutup pintu kamar Raja dan berlalu.Ketika tadi ada Sinta, Raja yang sedang duduk di tepi ranjang hanya mengangguk saja. Wajah tampan itu tanpa ekspresi sama sekali."Huft!" Raja menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Arggh!" Tangannya memukul ke udara dengan begitu keras. Nampak sekali jika saat ini pria itu sedang memikirkan banyak hal, yang membuat hatinya begitu dilema."Stella!"Nama artis cantik itu yang terus saja disebut oleh Raja. Sejak tadi malam setelah panggilan diputuskan secara sepihak oleh Stella, Raja sama sekali tak bisa memejamkan matanya. "Tunggu Stell, jangan dimatikan!" Raja berteriak saat Stella mengakhiri panggilan tadi malam itu.Tut Tut TutTetapi itu hanya percuma saja, sambungan telepon itu telah terputus. Tak kehilangan akal, Raja
"Dan, tolong jangan lagi mengatakan keburukan tentang Stella, Ma. Dia adalah wanita paling baik dan paling bisa membuatku nyaman, selama ini."*"Halo, Sayang?"Ketika telah sampai di cafe, Sinta langsung memeluk dan cipika cipiki pada Dita, yang ternyata sudah berada disana. "Maaf ya Sayang. Kami datang sedikit terlambat. Sudah lama ya datangnya?"Dita tersenyum manis, wanita yang hari ini memakai outfit dengan tunik berwarna biru itu nampak semakin ayu . "Tidak, Tante. Baru saja kok.""Ha." Sinta menghembuskan nafasnya, masih dengan senyum manis yang menghiasi bibirnya. "Syukurlah kalau begitu. Tante nggak enak loh."Setelah sedikit berbasa basi , Sinta menoleh ke belakangnya, menoleh pada Raja yang dari tadi hanya diam.Raja dalam diam tetapi memperhatikan Dita, dia mengingat manik mata itu, mengingat wajah yang tak banyak berubah sepertinya, hanya saja penampilannya kini berubah seratus delapan puluh derajat."Raja. Kamu kok malah diam saja sih?" Sinta menarik sedikit tangan putri
"Bagaimana? Kalian sudah berbincang?"Wajah Sinta nampak begitu cerah, setelah bersandiwara sakit perut tadi, sebuah kebohongan yang Klise sebenarnya, yang sangat mudah ditebak. Namun itu adalah cara yang paling mudah. Sangat kompak, Raja dan Dita yang tadi sedang berbincang langsung menoleh pada Sinta. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka, hanya senyum untuk mengimbangi Sinta saja."Eh kok malah pada bengong?" Sinta kini telah duduk di tempatnya tadi, tepat di sebelah Raja. "Apa kedatangan Tante menganggu?" Sinta menatap lekat wajah Dita.Dita spontan menggerakkan kedua telapak tangan di depan wajahnya. "tidak Tante. Tidak menganggu kok," ucapnya segera.Sinta menautkan kedua alisnya, masih tetap dengan senyum tersungging. "Yakin?" Wanita itu kemudian, ganti menoleh pada Raja. "Mama ganggu nggak sih, Raja?"Raja juga langsung nyengir dan menggelengkan kepalanya.Entah apa yang ada dipikiran Sinta saat ini, yang pasti senyum wanita paruh baya itu makin lebar saja. "