"Sepetinya mama kamu itu jijik sekali sama aku. Padahal di luar sana, banyak juga kan yang tidak berprofesi sebagai artis tetapi kekakuannya bejat?"Alhasil saat ini Raja menjadi pelampiasan kekesalan Stella pada Sinta. Di seberang, awalnya Raja hanya diam mendengarkan Stella yang terus mengomel. Dia merasa tak enak juga dengan perkataan sang mama yang pastinya memang keterlaluan. Tetapi sejurus kemudian dia malah tersenyum dan mungkin indra pendengaran Raja mengira jika omelan Stella itu adalah nyanyian yang sangat merdu."Raja, kamu masih disana kan? Awas saja kalau pas aku ngomel gini malah kamu tinggal tidur!" Setelah mengungkapkan segala isi hatinya dengan panjang lebar, wajarlah namanya seorang wanita, Stella malah merasa getam karena Raja tak menimpali sedikit pun."Aku masih disini kok, jadi pendengar setia," ucap Raja masih dengan senyum simpulnya. "Lanjutkan saja."Stella mendengus dan kemudian kembali menghela nafas, nyatanya setelah bicara panjang lebar pada Raja seperti
Cup!Sebuah kecupan mendarat cantik di kening Rara. "Bumil ini makin cantik deh," ucap Raja, sambil kembali menghadiahkan kecupan. Kali ini mendarah di pipi kanan dan kiri Rara."Kebiasaan deh. Kapan ini selesainya, Pa?" Rara, yang saat ini sedang membenarkan dasi Arjuna, seperti biasa hanya bisa tersenyum dengan perlakuan sang suami, sembari mengerucutkan bibirnya.Tak mau kehilangan moment, Arjuna malah langsung mencium bibir sang istri. "Love you Sayangku." Gemas, dihisapnya bibir manis Rara, diakhiri dengan sedikit gigitan."Aww! Nakal banget sih Pa!" Merasa sedikit nyeri, Rara pun memukul sang suami, saat itu pun dasi Arjuna sudah siap. Rara memukuli suaminya itu dengan sikap yang manja."Aduh ampun, sakit Sayang!" Tak merasa sakit, justru Arjuna senang sekali dengan sikap istrinya itu. Dia pun kemudian menangkap kedua tangan Rara, dan membawa Rara ke dalam pelukannya. Erat dipeluknya sang istri. "Aku begitu mencintai kamu, Sayang. Sampai kapan pun tolong jangan pernah tinggalka
"Kamu sudah siap kan, Raja? Ini sudah jam sembilan loh." Sinta mendatangi Raja yang masih ada di kamarnya. "Mama janjian sama Dita jam 10 loh. Mana tunggu di bawah ya."Tanpa memperhatikan raut wajah sang anak, Sinta kembali menutup pintu kamar Raja dan berlalu.Ketika tadi ada Sinta, Raja yang sedang duduk di tepi ranjang hanya mengangguk saja. Wajah tampan itu tanpa ekspresi sama sekali."Huft!" Raja menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Arggh!" Tangannya memukul ke udara dengan begitu keras. Nampak sekali jika saat ini pria itu sedang memikirkan banyak hal, yang membuat hatinya begitu dilema."Stella!"Nama artis cantik itu yang terus saja disebut oleh Raja. Sejak tadi malam setelah panggilan diputuskan secara sepihak oleh Stella, Raja sama sekali tak bisa memejamkan matanya. "Tunggu Stell, jangan dimatikan!" Raja berteriak saat Stella mengakhiri panggilan tadi malam itu.Tut Tut TutTetapi itu hanya percuma saja, sambungan telepon itu telah terputus. Tak kehilangan akal, Raja
"Dan, tolong jangan lagi mengatakan keburukan tentang Stella, Ma. Dia adalah wanita paling baik dan paling bisa membuatku nyaman, selama ini."*"Halo, Sayang?"Ketika telah sampai di cafe, Sinta langsung memeluk dan cipika cipiki pada Dita, yang ternyata sudah berada disana. "Maaf ya Sayang. Kami datang sedikit terlambat. Sudah lama ya datangnya?"Dita tersenyum manis, wanita yang hari ini memakai outfit dengan tunik berwarna biru itu nampak semakin ayu . "Tidak, Tante. Baru saja kok.""Ha." Sinta menghembuskan nafasnya, masih dengan senyum manis yang menghiasi bibirnya. "Syukurlah kalau begitu. Tante nggak enak loh."Setelah sedikit berbasa basi , Sinta menoleh ke belakangnya, menoleh pada Raja yang dari tadi hanya diam.Raja dalam diam tetapi memperhatikan Dita, dia mengingat manik mata itu, mengingat wajah yang tak banyak berubah sepertinya, hanya saja penampilannya kini berubah seratus delapan puluh derajat."Raja. Kamu kok malah diam saja sih?" Sinta menarik sedikit tangan putri
"Bagaimana? Kalian sudah berbincang?"Wajah Sinta nampak begitu cerah, setelah bersandiwara sakit perut tadi, sebuah kebohongan yang Klise sebenarnya, yang sangat mudah ditebak. Namun itu adalah cara yang paling mudah. Sangat kompak, Raja dan Dita yang tadi sedang berbincang langsung menoleh pada Sinta. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka, hanya senyum untuk mengimbangi Sinta saja."Eh kok malah pada bengong?" Sinta kini telah duduk di tempatnya tadi, tepat di sebelah Raja. "Apa kedatangan Tante menganggu?" Sinta menatap lekat wajah Dita.Dita spontan menggerakkan kedua telapak tangan di depan wajahnya. "tidak Tante. Tidak menganggu kok," ucapnya segera.Sinta menautkan kedua alisnya, masih tetap dengan senyum tersungging. "Yakin?" Wanita itu kemudian, ganti menoleh pada Raja. "Mama ganggu nggak sih, Raja?"Raja juga langsung nyengir dan menggelengkan kepalanya.Entah apa yang ada dipikiran Sinta saat ini, yang pasti senyum wanita paruh baya itu makin lebar saja. "
"Nggak usah oleh oleh deh, Kak. Yang penting Kak Satria sehat selalu dan bahagia saja, aku sudah senang sekali." Rara nampak begitu tulus mengatakan hal itu pada Satria. "Hemm." Pria tampan berambut gondrong itu menganggukan kepala mendengar ucapan adiknya. "Aku hanya satu Minggu disana, Ra."Satria pagi ini memang mendatangi kantor Jaya Corp untuk pamit pada Rara , karena besok akan berangkat ke luar negeri untuk beberapa hari ke depan.Di dunia ini dia hanya memiliki Rara, saudara kandung yang paling dekat, jadi dia begitu menyayangi adiknya itu. meski Rara telah menikah, tetapi kedekatan itu masih tetap terjalin, meski memang intensitas pertemuan sangat jauh berkurang.Terlebih ketika Rara sedang hamil seperti saat ini. Tetapi sebisa mungkin Satria bertemu dengan adiknya."Ra, usia kandungan kamu semakin tua. Sebaiknya kamu cuti ya, nggak usah lagi memikirkan Jaya Corp. Setelah pulang dari luar negeri, biar kakak lagi yang handle. Atau untuk beberapa bulan ini, biar dihandle ole
"Apaan sih Kak Satria itu? Nggak jelas banget!"Ketika sudah kembali sampai di ruangannya, Rara masih nampak uring - uringan. "Awas saja kalau sampai dia jadi pecinta sesama jenis. Aku pecAt deh jadi kakak!"Sebenarnya akal sehat Rara juga tak percaya dengan apa yang tadi disampaikan oleh Satria. Tapi karena Satria langsung pergi, pikiran sang adik pun jadi traveling kemana mana deh."Tapi apa benar sih?" Kening Rara berkerut, wanita itu nampak sedang berpikir dengan keras. "Nggak. Nggak mungkin deh. Menjijikan!"Meski begitu, Rara menautkan tentang hal yang selama ini tak pernah melihat satu kali pun Satria berpacaran dengan seorang gadis. Sedangkan Satria adalah pria yang serba berkecukupan, sangat mapan, tampan dan penuh kharisma. Rasanya dari sepuluh dari wanita, sembilan orang takluk pada Satria."Nggak mungkin deh. Aku lihat tadi Kak Satria mencuri pandang terus saja Linda kok. Pasti ini nggak bener!"Untung saja Rara dalam ruangan itu hanya sendirian, karena Linda sedang meng
"Aku tahu kamu adalah Stella yang kuat, maka mulai hari ini sesuai dengan keputusan yang kamu ambil jadilah Stella yang seperti dulu. Stella yang periang dan sepertinya tak punya masalah. Kamu bisa Stella kamu bisa, meski tanpa Raja."Stella diam sesaat dan mendengarkan perkataan dari Rara. Tak hanya mendengarkan, tetapi dia menelaah perkataan dari sahabatnya, itu apakah itu benar atau tidak."Menurut kamu apa yang aku lakukan ini benar nggak sih?" Nyatanya stella yang ternyata masih bimbang juga."Entahlah aku juga tak tahu Stel. Tetapi semua keputusan itu ada pada hatimu sendiri, tanyakan itu benar apa tidak. Jangan sampai keputusan yang kamu ambil akan menjadikan kamu menyesal di kemudian hari."Sebagai seorang sahabat Rara hanya bisa memberikan saran yang menurutnya pas, tak bisa seseorang memaksakan hati orang lain. "Tanya pada hati kamu Stella, apa kamu masih mencintai Raja? Apa kamu rela jika nanti dia akan menikah dengan wanita lain?"Kembali Stella diam, jika dipikir dia masi