"Bagaimana? Kalian sudah berbincang?"Wajah Sinta nampak begitu cerah, setelah bersandiwara sakit perut tadi, sebuah kebohongan yang Klise sebenarnya, yang sangat mudah ditebak. Namun itu adalah cara yang paling mudah. Sangat kompak, Raja dan Dita yang tadi sedang berbincang langsung menoleh pada Sinta. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka, hanya senyum untuk mengimbangi Sinta saja."Eh kok malah pada bengong?" Sinta kini telah duduk di tempatnya tadi, tepat di sebelah Raja. "Apa kedatangan Tante menganggu?" Sinta menatap lekat wajah Dita.Dita spontan menggerakkan kedua telapak tangan di depan wajahnya. "tidak Tante. Tidak menganggu kok," ucapnya segera.Sinta menautkan kedua alisnya, masih tetap dengan senyum tersungging. "Yakin?" Wanita itu kemudian, ganti menoleh pada Raja. "Mama ganggu nggak sih, Raja?"Raja juga langsung nyengir dan menggelengkan kepalanya.Entah apa yang ada dipikiran Sinta saat ini, yang pasti senyum wanita paruh baya itu makin lebar saja. "
"Nggak usah oleh oleh deh, Kak. Yang penting Kak Satria sehat selalu dan bahagia saja, aku sudah senang sekali." Rara nampak begitu tulus mengatakan hal itu pada Satria. "Hemm." Pria tampan berambut gondrong itu menganggukan kepala mendengar ucapan adiknya. "Aku hanya satu Minggu disana, Ra."Satria pagi ini memang mendatangi kantor Jaya Corp untuk pamit pada Rara , karena besok akan berangkat ke luar negeri untuk beberapa hari ke depan.Di dunia ini dia hanya memiliki Rara, saudara kandung yang paling dekat, jadi dia begitu menyayangi adiknya itu. meski Rara telah menikah, tetapi kedekatan itu masih tetap terjalin, meski memang intensitas pertemuan sangat jauh berkurang.Terlebih ketika Rara sedang hamil seperti saat ini. Tetapi sebisa mungkin Satria bertemu dengan adiknya."Ra, usia kandungan kamu semakin tua. Sebaiknya kamu cuti ya, nggak usah lagi memikirkan Jaya Corp. Setelah pulang dari luar negeri, biar kakak lagi yang handle. Atau untuk beberapa bulan ini, biar dihandle ole
"Apaan sih Kak Satria itu? Nggak jelas banget!"Ketika sudah kembali sampai di ruangannya, Rara masih nampak uring - uringan. "Awas saja kalau sampai dia jadi pecinta sesama jenis. Aku pecAt deh jadi kakak!"Sebenarnya akal sehat Rara juga tak percaya dengan apa yang tadi disampaikan oleh Satria. Tapi karena Satria langsung pergi, pikiran sang adik pun jadi traveling kemana mana deh."Tapi apa benar sih?" Kening Rara berkerut, wanita itu nampak sedang berpikir dengan keras. "Nggak. Nggak mungkin deh. Menjijikan!"Meski begitu, Rara menautkan tentang hal yang selama ini tak pernah melihat satu kali pun Satria berpacaran dengan seorang gadis. Sedangkan Satria adalah pria yang serba berkecukupan, sangat mapan, tampan dan penuh kharisma. Rasanya dari sepuluh dari wanita, sembilan orang takluk pada Satria."Nggak mungkin deh. Aku lihat tadi Kak Satria mencuri pandang terus saja Linda kok. Pasti ini nggak bener!"Untung saja Rara dalam ruangan itu hanya sendirian, karena Linda sedang meng
"Aku tahu kamu adalah Stella yang kuat, maka mulai hari ini sesuai dengan keputusan yang kamu ambil jadilah Stella yang seperti dulu. Stella yang periang dan sepertinya tak punya masalah. Kamu bisa Stella kamu bisa, meski tanpa Raja."Stella diam sesaat dan mendengarkan perkataan dari Rara. Tak hanya mendengarkan, tetapi dia menelaah perkataan dari sahabatnya, itu apakah itu benar atau tidak."Menurut kamu apa yang aku lakukan ini benar nggak sih?" Nyatanya stella yang ternyata masih bimbang juga."Entahlah aku juga tak tahu Stel. Tetapi semua keputusan itu ada pada hatimu sendiri, tanyakan itu benar apa tidak. Jangan sampai keputusan yang kamu ambil akan menjadikan kamu menyesal di kemudian hari."Sebagai seorang sahabat Rara hanya bisa memberikan saran yang menurutnya pas, tak bisa seseorang memaksakan hati orang lain. "Tanya pada hati kamu Stella, apa kamu masih mencintai Raja? Apa kamu rela jika nanti dia akan menikah dengan wanita lain?"Kembali Stella diam, jika dipikir dia masi
"Rara benar, aku tak boleh terus begini. Tidak! Aku harus kembali menjadi Stella yang dulu!" Dua hari berlalu, sejak dia memblokir nomer Raja. Pagi ini Stella mulai kembali membakar semangat yang ada di dalam dirinya. "Stella bukan orang yang lemah! Hidup bukan melulu soal cinta kan?" Mencoba untuk terus tersenyum, meski luka di dalam hatinya itu masih mengangga.Selama dua hari ini, artis cantik itu benar benar mengisolasi diri dari dunia luar. Semua janji pemotretan atau pun casting dan apa pun itu yang berhubungan dengan pekerjaan, ditunda atau pun malah dicancel. Untung saja dia memilki seorang manager yang juga perhatian, sehingga bisa menghandle semuanya.Pagi ini, ketika mendengar kumandang adzan subuh di kejauhan, Stella langsung mandi dan mulai beribadah. Satu hal wajib yang telah lama sekali dia tinggalkan.Nyatanya, setelah melakukan ibadah itu, hatinya terasa lebih plong dan juga legowo. "Raja ... Sampai kapan pun kamu akan tetap selalu ada di hatiku. Aku pasrahkan semu
"Biarin!" Boni malah makin mempercepat langkahnya. "Masalah itu dihadapi Stella, bukan malah ditinggal pergi!"Pria kemayu itu memang tipe orang yang memaksa. Sama seperti Stella sebenarnya. Kali ini dia pun kembali memaksa Stella untuk menemui Raja. Bukan karena apa-apa, tapi karena dia hanya tak ingin Stella terus-menerus larut dalam masalah ini. Dia ingin Stella yang dulu, Stella yang selalu periang, Stella yang selalu fokus pada pekerjaan dan Stella yang selalu bisa menatap hari esok dengan positif thinking.Meski Stella telah berusaha sekuat mungkin untuk membuat dirinya terlihat biasa saja, mungkin juga orang di luar sana menyangka jika saat ini Stella tak memiliki masalah, tetapi tidak dengan Boni. Boni telah menemani nya selama beberapa tahun, pria itu jadi tahu seperti apa Stella, itu benar atau itu hanya sebuah sandiwara belaka."Boni Stop!" Ketika telah berada di depan ruang ganti, Stella menghentakkan tangannya dan sedikit berteriak. "Kamu jangan maksa gini dong Bon! Ini
"Hey Sarah! Aku mau ke pasar dulu ya sama Dewi," ucap Bu Mila dengan ketus seperti biasanya, sembari menoel pundak Sarah dari belakang. Saat jam lima pagi seperti ini, Sarah sudah mulai mencuci baju di halaman belakang. "Iya Bu." Dengan cepat Sarah menjawab sambil sedikit melonjak kaget, karena tadi memang dia sedang fokus mengucek pakaian kotor dengan begitu fokus. "Iya." Sarah mengulangi jawabannya, saat ini dia sudah berbalik badan, sehingga berhadapan dengan Bu Mila yang menenteng tas belanja."Masak yang ada di kulkas. Pokoknya pas kami sudah pulang kembali ke rumah, sarapan pagi harus sudah tersedia!" Bu Mila berucap sambil melototkan matanya.Rasanya, sejak Sarah tinggal disini, menjadi istri Ardi, belum pernah sekalipun Bu Mila berkata lembut atau dengan nada yang datar pada Sarah. Selalu dengan ketus, penuh emosi, mata melotot, bahkan tak jarang disertai dengan sapuan tangan di kepala, sebuah toyoran atau pun cubitan di lengan sang menantu."I-iya saya usahakan, Bu. Tapi ini
HufftLega, itu dia rasakan ketika tas sudah berada di tangganya. Tetapi kemudian sebuah suara membuat Sarah begitu kaget."Halo cantik, kamu kangen ya sama aku?"Suara parau yang ternyata tak lain adalah suara Yudi itu, membuat Sarah terlonjak kaget. Wanita itu sampai memegangi dadanya karena saking kagetnya. Apa yang dia takutkan tadi ternyata menjadi sebuah kenyataan. Spontan saja wanita itu menoleh ke belakang. "Mas Yudi?!" katanya sembari beringsut mundur hingga dia mengenai tas yang berisi pakaian itu.Saat menoleh itu, Sarah melihat Yudi yang tadi terlihat sedang tertidur pulas, malah saat ini sudah berdiri tak jauh darinya. Pria bertubuh lumayan tambun itu, hanya mengenakan celana kolor tanpa atasan. Hal itu tentu saja membuat Sarah langsung menutup matanya. "Tolong Mas, jangan berbuat yang aneh-aneh. Saya masuk ke sini karena disuruh sama Mbak Dewi untuk mengambil pakaian kotor Mas Yudi, dan akan segera saya cuci," ucap Sarah dengan wajah yang ketakutan.Sebenarnya tadi keti