"Kurang ajar! Ternyata tendangan Sarah kuat juga. Tapi aku tak akan pernah menyerah. Aku akan terus berusaha mendapatkan Sarah. Aku pasti bisa menikmati tubuhnya!"Kali ini Yudi tak mengejar Sarah, pria itu masih meringis sambil memegangi rudalnya yang masih terasa nyeri. Kini dia pun kembali membaringkan diri di ranjang."Kenapa sih sulit banget dapetin si Sarah itu? Padahal di luar sana, dengan sedikit uang saja aku bisa dapat perempuan." Yudi bergumam dengan kesal. "Tapi justru ini tantangan. Aku harus bisa menikmati tubuh istrinya Ardi itu!"Bukannya kapok atas peristiwa tadi dan penolakan yang sering sekali diberikan oleh Sarah, Yudi yang ada makin berambisi untuk mendapatkan Sarah. Pria yang di luar sana sering 'jajan' itu, memang sudah merasa tertarik saat pertama kali melihat Sarah. Wajah cantik, tubuh semampai dengan kulit putih, membuat Yudi ngiler. Dewi sama sekali tak pernah tahu, jika suaminya itu suka bergonta ganti pasangan di luar rumah. Karena memang saat di rumah,
"Kamu jangan sombong Sarah! Aku sudah memegang kartu kamu. Jika kamu tak menuruti keinginan aku, maka aku akan mengadu pada Ardi dan ibu, jika kemarin kamu datang ke rumah ibumu. Kamu tahu kan apa yang akan terjadi?"Spontan saja, mendengar suara yang sangat di kenal itu, Sarah langsung membalikan badannya. "Mas Yudi, berani sekali kamu kesini?" ucap Sarah emosi. Sembari matanya menatap ke arah pintu dapur, pintu yang menghubungkan antara ruman dan halaman belakang. Kebetulan memang halaman belakang rumah Ardi itu diberi tembok setinggi dua meter, sehingga tak terlihat bagian luar.Yudi terkekeh dan menunjukan raut wajah yang menjengkelkan. "Duh, kamu jangan terlalu kaget dan khawatir seperti itu dong." Melihat wajah pias Sarah, sepertinya merupakan sebuah kepuasan tersendiri bagi Yudi. "Mereka semua masih pada asyik sarapan kok. Menikmati makanan lezat yang kamu hidangkan itu."Pandangan mata Sarah masih nyalang ke arah pintu, tetapi dia sembari beringsut mundur. Tak mau dekat dengan
"Aku benar-benar mencintai kamu Stella. Maukah kamu menjadi kekasihku? Menjadi wanita yang akan mendampingi aku akhir hayat nanti."Kedua alis Stella langsung terangkat ke atas, mulutnya melongo demi mendengar apa yang dikatakan oleh Raja baru saja itu. Tetapi artis cantik itu tak bisa berkata apa-apa, seper sekian detik dia hanya diam. Tetapi dalam hati dia sempat bicara akhirnya, 'apakah ini jawaban dari doa-doa ku ya Tuhan?'"Apa aku tak salah dengar?" Akhirnya Stella berkata setelah beberapa saat tadi terdiam. "Aku tak ingin dipermainkan Raja, aku hanya ingin mendengar itu jika itu tulus dari hati mu. Bukan hanya untuk melanjutkan sandiwara ini atau mungkin juga untuk menaikkan lagi rating produk mu!" ucap Stella dengan ketus.Raja memejamkan matanya beberapa saat. Pria itu terlihat menarik nafas dalam-dalam dan kembali berkata, "tidak Stella, aku sedang tidak bercanda. Aku sedang tidak di tekan oleh apapun. Aku bicara apa adanya, tulus dari dasar hatiku. Aku mencintai kamu Stell
"Hey jalang! Awas saja ya kalau kamu sampai berani ganggu Mas Yudi!" Wanita bertubuh tambun itu melotot pada Sarah, dengan suara penuh penekanan tapi lirih. "Kalau sampai aku lihat kmu berani goda suamiku, aku akan cincang cincang kamu, biar jadi makanan anjing!"Mungkin saja, tadi Dewi ini melihat saat Yudi berbincang dengan Sarah di belakang. Kadang juga meski belum tahu kebenarannya, seorang istri akan punya firasat jika suaminya melenceng sedikit saja."Aku tahu kok jika kamu suka goda Mas Yudi kan? Dasar murahan!" Belum sempat Sarah menimpali, Dewi sudah melanjutkan ucapannya. "Ingat ya, Mas Yudi itu nggak doyan sama perempuan dekil macam kamu itu!"Dewi menatap tajam pada Sarah, seakan dia adalah wanita yang paling sempurna di dunia ini.Sarah terkekeh, entah dia sadar atau tidak, tetapi ini adalah untuk yang pertama kalinya Sarah berekspresi seperti itu di depan sang kakak ipar."Hey! Kamu tertawain aku?!"Spontan saja Dewi makin mendelik, wanita bertubuh tambun itu langsung me
Beberapa kejadian pagi itu bersama dengan Yudi dan Dewi, seperti tekad yang ada di dalam hatinya, Sarah mulai berubah. Terutama sikapnya pada Dewi dan Dita. Hanya saja sepetinya hal itu belum sampai ke telinga Ardi."Capek banget!" ucap Sarah sore ini ketika baru saja pulang kerja. Wanita ayu itu pun langsung merebahkan tubuhnya ke ranjang. "Hufft!"Hari ini memang Sarah pulang terlebih dahulu, karena Ardi harus lembur. Untuk menyelesaikan pekerjaan yang belum selesai. Sarah harus pulang naik ojek online kali ini.Tok tok tok"Sarah!"Belum sempat Sarah memejamkan mata, barang satu menit saja, ketukan keras di pintu dan suara ibu mertua sudah begitu nyaring terdengar. "Ya ampun.""Sarah! Keluar kamu!"Brak brak Mungkin karena sang menantu tak juga menyahut, Bu Mira kembali berteriak. Kali ini ketukan pintu itu berganti menjadi gedoran.Sarah mendengus kasar dan segera bangkit dari tidurnya. "Iya Bu!" sahutnya setengah berteriak juga.Meski malas dan sedikit merasa tak enak badan, Sar
"Ma, mamahkenapa sih kok kelihatan cemberut sekali dari kemarin? Apa Mama sakit?" tanya Jeny saat melihat Sinta memang tengah murung. Kali ini wanita paruh baya itu sedang menggendong sang cucu, baby Thea.Sinta menggeleng dengan cepat, "?ama tidak apa-apa kok, Jen. Mama tidak sakit hanya saja memang ada sesuatu hal yang sedang mama pikirkan," ucap Sinta lirih.Jeny segera mengambil posisi duduk tepat di samping Mamanya. Kali ini baby Thea memang sedang tidur di pangkuan sang nenek. "Ada apa sih Ma ?kKatakan saja pada Jeny siapa tahu Jeny bisa membantu. Nggak enak lho kalau lihat Mama terus murung kayak gini. Nanti takutnya si baby juga akan ikut sedih kalau neneknya sedih," ucap Jeny tengah merayu dan membujuk sang Mama.Sinta terkekeh tetapi senyuman itu hanya sesaat saja, wanita paruh baya itu menghela nafas panjang. Kemudian dia pun mulai bercerita. "Mama begitu merasa bisalah pada Raja, karena telah memaksakan kehendak. Mama sudah ingin memisahkan dia dengan Stella, Mama juga men
PyarrRasanya ada sakit di dalam hati dan dada Sinta, mendengar jawaban dari Sinta tersebut. Tetapi kembali lagi dia ingat dengan semua ucapan tajamnya beberapa waktu yang lalu. Kemungkinan besar hal itu lah yang membuat Stella tak bisa lagi menerima Raja."Maafkan semua yang pernah Tante lakukan dan katakan pada kamu Stella. Itu semua tak ada hubungannya sama sekali dengan Raja." Sinta merasa sangat perlu menjabarkan hal ini. "Tante lah yang berandil besar memisahkan kamu dengan Raja. Padahal Tante sangat tahu jika Raja itu begitu mencintai kamu."Sekuat tenaga Sinta menahan tangis, karena dia ingin berbicara dengan jelas. Sehingga Stella mau menerima Raja lagi.Ah .. waktu memang berputar dengan begitu cepat, kemarin A, sekarang bisa saja langsung berubah menjadi B. Semua tak ada yang bisa ditebak.Sementara itu, di sebrang saat ini Stella sedang memejamkan matanya, sembari tangan kanannya memegang bagian kening yang sepertinya sakit itu.Tanpa Sinta mengatakan hal itu, sebenarnya
TokTok Tok"Apa Mama boleh masuk?" Kepala Sinta menyebut di balik pintu kamar Raja.Seulas senyum tipis langsung disuguhkan Raja pada ibunya itu. "Silahkan, Ma." Seperti biasa pria itu akan berbicara dengan lemah lembut pada semua orang. Sinta hanya tersenyum dan kembali menutup pintu itu, kemudian dia duduk tepat di samping sang anak. Di sofa berwarna hitam yang ada di kamar putranya itu."Apa Mama menganggu?" Sinta kembali bertanya dengan hati hati, sepetinya.Dengan segera juga Raja menggelengkan kepala. Pria single itu nampak masih menggunakan pakaian kantor lengkap. Sepetinya setelah pulang dari kantor beberapa menit yang lalu, aku dia belum berniat membersihkan diri. "Nggak kok Ma. Ada apa, Ma? Apa ada yang bisa Raja bantu?" Suara itu terdengar lirih.Mendengar kata kata sang putra, meski itu tidak mengartikan kesedihan, tetapi rasa nyeri juga timbul di hati Sinta.Sebagai seorang ibu, meski tak begitu dekat dengan sang anak, tetapi Sinta tahu kesedihan hati Raja, yang ditu