"Kamu sudah siap kan, Raja? Ini sudah jam sembilan loh." Sinta mendatangi Raja yang masih ada di kamarnya. "Mama janjian sama Dita jam 10 loh. Mana tunggu di bawah ya."Tanpa memperhatikan raut wajah sang anak, Sinta kembali menutup pintu kamar Raja dan berlalu.Ketika tadi ada Sinta, Raja yang sedang duduk di tepi ranjang hanya mengangguk saja. Wajah tampan itu tanpa ekspresi sama sekali."Huft!" Raja menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Arggh!" Tangannya memukul ke udara dengan begitu keras. Nampak sekali jika saat ini pria itu sedang memikirkan banyak hal, yang membuat hatinya begitu dilema."Stella!"Nama artis cantik itu yang terus saja disebut oleh Raja. Sejak tadi malam setelah panggilan diputuskan secara sepihak oleh Stella, Raja sama sekali tak bisa memejamkan matanya. "Tunggu Stell, jangan dimatikan!" Raja berteriak saat Stella mengakhiri panggilan tadi malam itu.Tut Tut TutTetapi itu hanya percuma saja, sambungan telepon itu telah terputus. Tak kehilangan akal, Raja
"Dan, tolong jangan lagi mengatakan keburukan tentang Stella, Ma. Dia adalah wanita paling baik dan paling bisa membuatku nyaman, selama ini."*"Halo, Sayang?"Ketika telah sampai di cafe, Sinta langsung memeluk dan cipika cipiki pada Dita, yang ternyata sudah berada disana. "Maaf ya Sayang. Kami datang sedikit terlambat. Sudah lama ya datangnya?"Dita tersenyum manis, wanita yang hari ini memakai outfit dengan tunik berwarna biru itu nampak semakin ayu . "Tidak, Tante. Baru saja kok.""Ha." Sinta menghembuskan nafasnya, masih dengan senyum manis yang menghiasi bibirnya. "Syukurlah kalau begitu. Tante nggak enak loh."Setelah sedikit berbasa basi , Sinta menoleh ke belakangnya, menoleh pada Raja yang dari tadi hanya diam.Raja dalam diam tetapi memperhatikan Dita, dia mengingat manik mata itu, mengingat wajah yang tak banyak berubah sepertinya, hanya saja penampilannya kini berubah seratus delapan puluh derajat."Raja. Kamu kok malah diam saja sih?" Sinta menarik sedikit tangan putri
"Bagaimana? Kalian sudah berbincang?"Wajah Sinta nampak begitu cerah, setelah bersandiwara sakit perut tadi, sebuah kebohongan yang Klise sebenarnya, yang sangat mudah ditebak. Namun itu adalah cara yang paling mudah. Sangat kompak, Raja dan Dita yang tadi sedang berbincang langsung menoleh pada Sinta. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka, hanya senyum untuk mengimbangi Sinta saja."Eh kok malah pada bengong?" Sinta kini telah duduk di tempatnya tadi, tepat di sebelah Raja. "Apa kedatangan Tante menganggu?" Sinta menatap lekat wajah Dita.Dita spontan menggerakkan kedua telapak tangan di depan wajahnya. "tidak Tante. Tidak menganggu kok," ucapnya segera.Sinta menautkan kedua alisnya, masih tetap dengan senyum tersungging. "Yakin?" Wanita itu kemudian, ganti menoleh pada Raja. "Mama ganggu nggak sih, Raja?"Raja juga langsung nyengir dan menggelengkan kepalanya.Entah apa yang ada dipikiran Sinta saat ini, yang pasti senyum wanita paruh baya itu makin lebar saja. "
"Nggak usah oleh oleh deh, Kak. Yang penting Kak Satria sehat selalu dan bahagia saja, aku sudah senang sekali." Rara nampak begitu tulus mengatakan hal itu pada Satria. "Hemm." Pria tampan berambut gondrong itu menganggukan kepala mendengar ucapan adiknya. "Aku hanya satu Minggu disana, Ra."Satria pagi ini memang mendatangi kantor Jaya Corp untuk pamit pada Rara , karena besok akan berangkat ke luar negeri untuk beberapa hari ke depan.Di dunia ini dia hanya memiliki Rara, saudara kandung yang paling dekat, jadi dia begitu menyayangi adiknya itu. meski Rara telah menikah, tetapi kedekatan itu masih tetap terjalin, meski memang intensitas pertemuan sangat jauh berkurang.Terlebih ketika Rara sedang hamil seperti saat ini. Tetapi sebisa mungkin Satria bertemu dengan adiknya."Ra, usia kandungan kamu semakin tua. Sebaiknya kamu cuti ya, nggak usah lagi memikirkan Jaya Corp. Setelah pulang dari luar negeri, biar kakak lagi yang handle. Atau untuk beberapa bulan ini, biar dihandle ole
"Apaan sih Kak Satria itu? Nggak jelas banget!"Ketika sudah kembali sampai di ruangannya, Rara masih nampak uring - uringan. "Awas saja kalau sampai dia jadi pecinta sesama jenis. Aku pecAt deh jadi kakak!"Sebenarnya akal sehat Rara juga tak percaya dengan apa yang tadi disampaikan oleh Satria. Tapi karena Satria langsung pergi, pikiran sang adik pun jadi traveling kemana mana deh."Tapi apa benar sih?" Kening Rara berkerut, wanita itu nampak sedang berpikir dengan keras. "Nggak. Nggak mungkin deh. Menjijikan!"Meski begitu, Rara menautkan tentang hal yang selama ini tak pernah melihat satu kali pun Satria berpacaran dengan seorang gadis. Sedangkan Satria adalah pria yang serba berkecukupan, sangat mapan, tampan dan penuh kharisma. Rasanya dari sepuluh dari wanita, sembilan orang takluk pada Satria."Nggak mungkin deh. Aku lihat tadi Kak Satria mencuri pandang terus saja Linda kok. Pasti ini nggak bener!"Untung saja Rara dalam ruangan itu hanya sendirian, karena Linda sedang meng
"Aku tahu kamu adalah Stella yang kuat, maka mulai hari ini sesuai dengan keputusan yang kamu ambil jadilah Stella yang seperti dulu. Stella yang periang dan sepertinya tak punya masalah. Kamu bisa Stella kamu bisa, meski tanpa Raja."Stella diam sesaat dan mendengarkan perkataan dari Rara. Tak hanya mendengarkan, tetapi dia menelaah perkataan dari sahabatnya, itu apakah itu benar atau tidak."Menurut kamu apa yang aku lakukan ini benar nggak sih?" Nyatanya stella yang ternyata masih bimbang juga."Entahlah aku juga tak tahu Stel. Tetapi semua keputusan itu ada pada hatimu sendiri, tanyakan itu benar apa tidak. Jangan sampai keputusan yang kamu ambil akan menjadikan kamu menyesal di kemudian hari."Sebagai seorang sahabat Rara hanya bisa memberikan saran yang menurutnya pas, tak bisa seseorang memaksakan hati orang lain. "Tanya pada hati kamu Stella, apa kamu masih mencintai Raja? Apa kamu rela jika nanti dia akan menikah dengan wanita lain?"Kembali Stella diam, jika dipikir dia masi
"Rara benar, aku tak boleh terus begini. Tidak! Aku harus kembali menjadi Stella yang dulu!" Dua hari berlalu, sejak dia memblokir nomer Raja. Pagi ini Stella mulai kembali membakar semangat yang ada di dalam dirinya. "Stella bukan orang yang lemah! Hidup bukan melulu soal cinta kan?" Mencoba untuk terus tersenyum, meski luka di dalam hatinya itu masih mengangga.Selama dua hari ini, artis cantik itu benar benar mengisolasi diri dari dunia luar. Semua janji pemotretan atau pun casting dan apa pun itu yang berhubungan dengan pekerjaan, ditunda atau pun malah dicancel. Untung saja dia memilki seorang manager yang juga perhatian, sehingga bisa menghandle semuanya.Pagi ini, ketika mendengar kumandang adzan subuh di kejauhan, Stella langsung mandi dan mulai beribadah. Satu hal wajib yang telah lama sekali dia tinggalkan.Nyatanya, setelah melakukan ibadah itu, hatinya terasa lebih plong dan juga legowo. "Raja ... Sampai kapan pun kamu akan tetap selalu ada di hatiku. Aku pasrahkan semu
"Biarin!" Boni malah makin mempercepat langkahnya. "Masalah itu dihadapi Stella, bukan malah ditinggal pergi!"Pria kemayu itu memang tipe orang yang memaksa. Sama seperti Stella sebenarnya. Kali ini dia pun kembali memaksa Stella untuk menemui Raja. Bukan karena apa-apa, tapi karena dia hanya tak ingin Stella terus-menerus larut dalam masalah ini. Dia ingin Stella yang dulu, Stella yang selalu periang, Stella yang selalu fokus pada pekerjaan dan Stella yang selalu bisa menatap hari esok dengan positif thinking.Meski Stella telah berusaha sekuat mungkin untuk membuat dirinya terlihat biasa saja, mungkin juga orang di luar sana menyangka jika saat ini Stella tak memiliki masalah, tetapi tidak dengan Boni. Boni telah menemani nya selama beberapa tahun, pria itu jadi tahu seperti apa Stella, itu benar atau itu hanya sebuah sandiwara belaka."Boni Stop!" Ketika telah berada di depan ruang ganti, Stella menghentakkan tangannya dan sedikit berteriak. "Kamu jangan maksa gini dong Bon! Ini
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me