"Ceraikan Rara! Ibu sudah nggak kuat punya menantu bodoh seperti dia!”
Rara yang baru saja ingin menyambut kepulangan Nizam, suaminya, sontak membeku saat mendengar ucapan sang ibu mertua.
“Tadi, ibu Ratna, kenalan baru ibu yang kaya itu, datang ke sini. Eh, si Rara malah nyuguhin air putih, bukan jus jeruk. Emangnya dia kira kita nggak punya modal buat menjamu tamu!?”
Dari suaranya, Rara yakin itu adalah Endang, wanita yang menyandang status sebagai ibu mertua Rara sejak empat tahun ke belakang.
“Nggak cuma itu, Rara keluar menjamu tamu cuma pakai daster! Ibu Ratna sampai kira dia pembantu! Gimana Ibu nggak malu!?” ujar Endang dengan marah. “Udahlah, Zam! Ceraikan Rara saja sekarang, terus nikahin Jeny!”
Rara membelalak.
Ibu mertuanya … bilang apa? Menyuruh sang suami untuk menikah lagi?!
‘Nggak, Mas Nizam nggak mungkin ngelakuin itu sama aku …,’ batin Rara dengan yakin seraya mengingat perjuangan suaminya itu untuk mendapatkan restu dari kedua orang tua pria itu empat tahun yang lalu.
“Bu, semua ‘kan sudah Nizam atur." Suara Nizam terdengar. “Jeny akan jadi istri kedua Nizam, sedangkan Rara tetap jadi istri pertama.”
DEG!
Hati Rara hancur berkeping-keping saat mendengar ucapan sang suami. Air mata membendung di pelupuk mata.
Jadi, benar? Suaminya ingin menikah lagi?!
Endang mendengus kasar, masih tidak begitu puas. "Kamu sih dulu kepincut muka cantik Rara doang! Nggak mikir ke depannya!"
Nizam mengusap kasar wajahnya. "Ya, mana tahu akan begini, Bu." Wajah lelah itu bercampur dengan emosi. "Aku nggak nyangka banget sekarang dia malah makin jelek dan nggak bisa ngerawat diri." Dia pun menegaskan, “Kalaupun memang Rara nggak begitu membanggakan sebagai menantu, tapi paling nggak dia bergunalah di rumah untuk bantu-bantu. Lumayan kita nggak usah bayar biaya pembantu.”
Hati Rara sakit bagai diiris sembilu saat ini. Tubuhnya bergetar menahan tangis sembari menatap daster yang dia pakai saat ini. Terlihat sangat usang dan bahkan ada robek kecil di beberapa bagian.
'Karena ini Mas Nizam bilang aku jelek dan lebih cocok jadi pembantu?' ratap Rara dalam hati.
Namun, apa daya Rara? Bagaimana cara dia bisa merawat diri jika dirinya saja tidak pernah diberikan uang lebih untuk sekadar membeli make up atau baju baru?
Tidak, tidak perlu bicarakan alat make up atau baju baru. Kalaupun punya barang-barang itu, Rara juga tidak akan sempat menggunakannya! Selepas subuh saja Rara sudah harus berkutat dengan begitu banyak pekerjaan rumah!
Menyapu, mengepel, memasak dan mencuci semua baju penghuni rumah ini adalah pekerjaan Rara sehari-hari. Selagi Rara melakukan hal itu, ibu mertua dan kakak iparnya hanya bersantai selonjoran di sofa!
Jadi, apa berpenampilan seperti ini sepenuhnya salah Rara?!
Tak tahan, Rara langsung membanting terbuka pintu depan untuk melabrak Nizam dan Endang.
“Apa maksudnya semua ini, Mas?!” Rara berseru dengan suara lantang, matanya yang berkaca-kaca memancarkan kekecewaan. “Kamu mau menikah lagi!?” Dia memandang ibu mertua yang tampak menatapnya kesal. “Siapa juga itu Jeny!?”
Nizam tampak kaget dengan kedatangan Rara yang tiba-tiba. “R-Rara?” Dia tidak menyangka sang istri telah mendengar semuanya!
Berbeda dengan Nizam yang gugup, Endang tampak memasang ekspresi mengejek. “Iya, Nizam mau nikah lagi sama perempuan kaya! Kenapa? Nggak senang?"
Rara terperangah mendengar ucapan Endang. “Ibu! Wanita mana yang senang melihat suaminya menikah lagi dengan wanita lain?! Terutama tanpa persetujuannya!”
Endang langsung melotot ke arah Rara. “Kamu berani ngebentak Ibu sekarang?! Dasar menantu kurang ajar!”
Baru ingin Endang melayangkan tangannya ke wajah Rara, tapi Nizam menghentikannya. “Sudah, Bu. Jangan marah-marah. Nanti darah tingginya naik lagi ….”
Rara menatap sang suami. "Mas, ini semua hanya karena paksaan ibu ‘kan, Mas?" Dadanya terasa sesak. “Kamu nggak benar-benar tertarik dan ingin menikahi wanita lain ‘kan, Mas?!”
Nizam membuang muka, seakan malas ditanyakan langsung oleh Rara yang tampak kecewa.
Rara menghampiri Nizam dan menggoyangkan lengannya. "Jelaskan padaku, Mas! Apa benar kamu mau menikah lagi?!” Dia menggertakkan gigi. “Kalau iya, kenapa?!”
Karena cengkeraman tangan Rara, Nizam pun akhirnya merasa jengkel dan menghempaskan tangan sang istri dengan kasar.
"Karena aku bosan hidup miskin dengan perempuan lusuh seperti kamu!"
Nizam menatap Rara yang membeku di tempatnya. Muak sudah melihat wajah istrinya yang kuyu dan tidak secantik dulu itu.
“Masa kamu nggak ngaca sih? Kamu itu sekarang cuma beban di rumah!”
Bulir bening mulai mengalir menuruni wajah Rara.
“Udah nggak kerja, dandan untuk menyenangkan suami pun nggak pernah! Bisanya cuma bersih-bersih dan ngurus anak doang, itu pun nggak sepenuhnya becus sampai ibu harus setiap hari marah-marah sama kamu!”
Nizam memutar bola matanya dan melanjutkan.
“Beda dari kamu anak yatim-piatu yang nggak bisa apa-apa, Jeny itu anak orang kaya yang cantik!” Nizam memasang senyum kemenangan melihat wajah terluka Rara. “Kalau aku menikah dengan Jeny, dia bisa membantuku dapat kerjaan di Jaya Corp! Aku bisa jadi kaya! Sedangkan kamu, bisa apa?!”
Mendengar nama perusahaan itu, Rara mengerjapkan mata. Jaya Corp? Apa suaminya sedang membicarakan tentang perusahaan ternama dengan aset miliaran itu? Wanita bernama Jeny tersebut menjanjikan Nizam posisi di perusahaan itu?
“Sekarang, kamu bisa lihat ‘kan bedanya kamu sama Jeny sejauh apa?” tanya Endang dengan senyum penuh puas. “Udah kayak tanah sama langit!”
Rara tak bisa berkata-kata. Dia sulit percaya dengan apa yang dia dengar.
Jadi, karena dirinya tidak berdandan maupun membawakan kekayaan, Nizam lebih memilih untuk menikah lagi?
Selain itu, semua hanya untuk posisi di sebuah perusahaan!?
Perlahan pancaran cinta penuh harap yang sebelumnya masih sempat hinggap di sepasang manik Rara berangsur menghilang. Hanya ada kekecewaan dan kebencian di sana.
Karena Rara tidak berbicara, Nizam berkata, “Sudah, aku capek! Cepetan kamu siapin air hangat buat aku mandi …,” titahnya seraya berjalan melewati Rara ke dalam rumah.
Nizam yakin bahwa Rara tidak akan bisa berbuat apa-apa selain menerima keputusannya. Lagi pula, selain dirinya, wanita itu sekarang sudah tidak punya siapa-siapa lagi.
Sebenarnya, Nizam pernah dengar Rara punya satu kakak laki-laki. Akan tetapi, kakaknya itu tidak setuju dengan pernikahan mereka. Alhasil, saat Rara menikah, kakak laki-laki Rara yang tidak pernah Nizam temui itu memutus hubungan dengan sang istri.
‘Ya … kasihan sih. Tapi … salah sendiri bucin,’ batin Nizam dalam hati.
Sadar bahwa Rara hanya terdiam di depan rumah, Nizam menoleh. Pria itu menautkan alis dan berseru, “Rara! Kamu tuli, ya?! Cepat siapin ai–”
“Cerai.”
Nizam terbelalak.
“Apa?”
Rara menoleh, menatap dingin ke arah Nizam. “Aku minta cerai,” ulang Rara dengan penuh keyakinan. “Kalau kamu memaksa menjadikan Jeny istrimu, maka ayo kita bercerai!”
Halo semuanya, ini buku terbaru saya, Mantan Istriku Ternyata Pewaris Nomor Satu. Semoga kalian suka ya. Jangan lupa komentar agar saya tahu tanggapan kalian ya. Terima kasih
Mata Nizam membulat saat mendengar perkataan dari Rara. Istri yang selama ini penurut itu sudah berani menentang perintahnya!Merasa egonya tersenggol, Nizam pun mendengus kesal. "Sombong kamu ya, sekarang!” Akan tetapi, Rara tidak bisa bertahan untuk mendengar lebih banyak omong kosong. “Aku tidak sudi untuk dimadu! Kamu cuma bisa pilih aku atau Jeny!”Mendengar hal itu, Nizam terkekeh. “Apa kamu masih perlu bertanya?” Dari awal, kalau bukan karena calon istri barunya yang tidak ingin dianggap pelakor, juga karena Nizam berpikir ingin menghemat biaya pembantu, jelas dia akan menceraikan istri dekilnya itu!Karena memang sekarang Rara yang meminta, maka Nizam pun mengambil keputusan bulat. “Rara Marina, mulai saat ini kamu bukan istriku lagi!" Nizam menunjuk ke arah luar rumah. “Sekarang juga, pergi dari rumah ini!”Mendengar kalimat itu, Rara menutup matanya sesaat dan menarik napas dalam-dalam. Rara kemudian menatap Nizam lurus. "Aku harap, kamu tidak akan menyesal dengan keputu
Di ruang tengah kediaman Wijaya.BRAK!"Beraninya mereka melakukan hal seperti itu!" Setelah mendengar cerita Rara, tampak sosok Satria menggebrak meja karena terlewat marah perihal perilaku Nizam dan ibunya. "Memilih wanita lain hanya karena dia sendiri tidak becus menafkahi istri, suami macam apa itu!?" maki Satria dengan tatapan nyalang. “Selain itu, ibunya itu … sebagai seorang wanita, bisa-bisanya dia dengan tega malah mendorong putranya menikahi wanita lain!?”Rara menautkan jari-jarinya, hanya bisa tertunduk diam mendengarkan kemarahan kakaknya. Memikirkan kebusukan Nizam, Satria berakhir melotot ke arah sang adik dan menuding wanita itu. “Bukankah aku sudah bilang dari dulu kalau dia itu bajingan?! Pria manja dengan gaya sok elit tanpa kemampuan yang berarti!" Dada Satria naik-turun karena emosi."Dulu kamu membanggakan sifat lembutnya dan bagaimana dia begitu mapan karena sudah bisa berada di posisi yang cukup tinggi di usia muda, sekarang mana?! Membuang istri demi mend
Sesaat Satria hanya diam sembari menatap wajah Rara. Akan tetapi, tekad sang adik membuatnya menutup mata dan berujung mengangguk.“Lakukan apa yang kamu mau,” ucap pria tersebut seraya berdiri dari kursinya. “Sudah malam, istirahatlah. Besok kita bahas kembali masalah ini.”Sepeninggal Satria, Rara langsung membersihkan diri dan menidurkan Bella. Namun, dirinya tidak kian bisa tertidur karena terus memikirkan masalah yang menimpanya hari itu.Alhasil, Rara pun memutuskan untuk keluar kediaman dan berjalan-jalan di taman perumahan tersebut.“Sudah banyak yang berubah …,” gumam Rara seraya memerhatikan sekeliling. Ditemani remang lampu taman dan sejumlah orang yang masih berjalan-jalan santai, Rara menjejakkan kaki di taman perumahan. Hal itu membuat wanita itu teringat akan masa kecilnya. Setiap sore Rara akan menghabiskan waktu bersama orang tua dan kedua kakaknya di taman. Berbincang, bermain, dan berbagi kebahagiaan yang terasa begitu sederhana.Namun, semua itu berubah ketika su
“Rara?” panggil pria tampan itu dengan alis tertaut, seakan tak menyangka akan melihat sosok Rara di sana.Dengan wajah kebingungan, Rara memiringkan kepala. “Anda mengenal saya?” tanyanya dengan bahasa yang sangat sopan.Raut wajah yang tadi dingin dan serius itu sedikit melembut. “Kamu tidak ingat?” balasnya, membuat Rara menggelengkan kepala. “Aku Arjuna.”Sontak, Rara terbelalak. “Arjuna?!” ulangnya sembari memeriksa penampilan pria itu dari atas ke bawah, mencoba meyakinkan diri sendiri. “Kak Arjuna temannya Kak Satria?!”Arjuna mengangguk, wajahnya datar. "Ya. Lama tidak bertemu."Kedua sudut bibir Rara tertarik membentuk sebuah senyuman. "Lama tidak bertemu, Kak Juna."Arjuna Maheswara, itu adalah nama lengkap pria di hadapan. Pria dingin yang merupakan sahabat Satria sejak SMA … sekaligus cinta pertama Rara yang tak pernah terungkapkan. Kalau bukan karena dulu pria itu bertunangan lebih dulu dengan wanita lain sebelum Rara berani mengutarakan perasaannya, mungkin Rara tidak a
Tiga hari setelah tinggal bersama Satria, Rara telah didorong kakaknya itu untuk membenahi berbagai macam hal dalam hidupnya. Dimulai dari penampilannya, pola makannya, juga waktu istirahatnya. Bahkan pendidikan Bella pun diwajibkan oleh Satria untuk diurus dengan lebih hati-hati.Walau kelelahan dan penderitaan selama empat tahun ke belakang masih sedikit terlihat dari kantung matanya, tapi pancaran mata Rara yang sebelumnya kuyu itu sudah berubah menjadi jauh lebih cerah. Sekarang, berbalut kemeja putih dan rok pensil hitam, terlihat wanita itu sedang dalam perjalanan ke suatu tempat.Sambil menatap ke luar jendela mobil, Rara mengingat perkataan Satria tiga hari yang lalu."Kamu harus melatih kemampuan bisnismu lagi," titah Satria. “Temui aku di Jaya Corp besok jam sembilan.”Dengan tekad bulat untuk membenarkan hidupnya dan juga memastikan hidup Bella tercukupi, Rara pun hanya bisa menuruti perintah sang kakak. Walau sejujurnya, dia ragu apakah kemampuannya masih bisa digunakan.
Permintaan Arjuna membuat suasana di lobi menjadi menegang. Semua orang langsung memusatkan perhatian kepada sosok Rara, bertanya-tanya apa sebenarnya identitas wanita itu beserta apa hubungannya dengan Arjuna.“Mungkinkah … wanita itu calon Tuan Arjuna yang baru?”“Cantik sih memang … jadi iri ….”Komentar-komentar itu membuat Rara merasa tidak nyaman. Dia pun menarik lengan pakaian Arjuna lagi.“Kak … sudah, jangan diperpanjang ….”Arjuna menautkan alis. “Tidak bisa,” tegasnya. “Yang bersalah harus minta maaf.”Mendengar balasan Arjuna, Rara merasa hatinya tergelitik. Sungguh … sudah berapa lama dirinya dibela seseorang seperti ini?Jujur, Rara jadi terharu.Sementara itu, di sisi Jeny dan Nizam, keduanya tampak marah dan tidak rela. Tangan Nizam bergetar, dia jelas tidak akan sudi minta maaf kepada mantan istrinya itu! Apa lagi saat melihat jelas Rara dan Arjuna saling menggoda di depan matanya!‘Dasar jalang!’ maki Nizam.Akan tetapi, di luar dugaan Nizam, Jeny akhirnya menyatakan
Mendengar ucapan Satria, kedua mata Rara membola. "Kakak, pikirkanlah dengan baik!” sergah Rara. “Posisi presdir bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sembarang orang, terlebih aku yang tak pernah memiliki pengalaman bekerja."Selain membantu Satria perihal laporan keuangan dulu saat kuliah, Rara tidak sempat bekerja karena dirinya langsung menikah dengan Nizam. Oleh karena itu, wanita itu tidak yakin bisa menjabat dengan baik posisi presiden direktur perusahaan!“Bagaimana kalau perusahaan merugi di bawah pimpinanku?” tanya Rara.Satria menaikkan alis kanannya. "Bukan masalah,” jawabnya santai. “Yang penting dirimu belajar sesuatu.”Rara merasa keputusan Satria terlalu gegabah. Dia pun kemudian menoleh pada Arjuna, mencoba mendapatkan dukungan.Perusahaan Arjuna juga bekerja sama dengan Jaya Corp. Kalau Jaya Corp merugi, maka hal itu akan berdampak pada usaha pria tersebut juga."Kak Arjuna, tolong katakan sesuatu ….”“Aku tidak lihat ada masalah,” sahut Arjuna cepat tanpa keraguan.
Bab 9“Ini pasti ada kesalahan! Mana mungkin saya ditawarkan jadi cleaning service?!” sahut Nizam dengan setengah panik.Jeny yang ada di seberangnya juga tampak bingung."Ini sudah menjadi keputusan direktur Jaya Corp, tidak bisa diganggu gugat." Dari sisi telepon yang lain, terdengar perwakilan HRD Jaya Corp dengan suara yang tegas. "Jika Anda menolak, maka tawaran ini akan diberikan pada orang lain."Mulut Nizam menganga, tentu dia ingin protes dengan keputusan yang menurutnya sangat tidak benar itu. "Tapi, ini pasti ada kesalah–" "Saya menunggu jawaban Anda, satu kali dua puluh empat jam. Terima kasih."Belum sempat membalas, panggilan tersebut telah terlebih dahulu diakhiri, membuat Nizam melongo di tempat.Jeny yang sejak tadi terus mengamati Nizam pun ikut mengerutkan keningnya. "Kenapa, Zam? Kok kamu sebut-sebut cleaning service?" tanyanya.Nizam langsung mengalihkan pandangan pada Jeny. "Kamu yakin ‘kan ketika kita bicara dengan Pak James tadi kita sudah jelas bilang aku mau
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me