Permintaan Arjuna membuat suasana di lobi menjadi menegang. Semua orang langsung memusatkan perhatian kepada sosok Rara, bertanya-tanya apa sebenarnya identitas wanita itu beserta apa hubungannya dengan Arjuna.
“Mungkinkah … wanita itu calon Tuan Arjuna yang baru?”“Cantik sih memang … jadi iri ….”Komentar-komentar itu membuat Rara merasa tidak nyaman. Dia pun menarik lengan pakaian Arjuna lagi.“Kak … sudah, jangan diperpanjang ….”Arjuna menautkan alis. “Tidak bisa,” tegasnya. “Yang bersalah harus minta maaf.”Mendengar balasan Arjuna, Rara merasa hatinya tergelitik. Sungguh … sudah berapa lama dirinya dibela seseorang seperti ini?Jujur, Rara jadi terharu.Sementara itu, di sisi Jeny dan Nizam, keduanya tampak marah dan tidak rela. Tangan Nizam bergetar, dia jelas tidak akan sudi minta maaf kepada mantan istrinya itu! Apa lagi saat melihat jelas Rara dan Arjuna saling menggoda di depan matanya!‘Dasar jalang!’ maki Nizam.Akan tetapi, di luar dugaan Nizam, Jeny akhirnya menyatakan hal mengejutkan, “Mas, minta maaf.” Mata Nizam membelalak, menatap Jeny dengan tidak percaya. “Apa?”Jeny menatap Nizam dengan serius. “Minta maaf. Kamu yang maki Rara tadi, jadi kamu yang minta maaf,” tegasnya. Jeny adalah siapa? Nona muda dari keluarga Sanjaya, masa dia yang minta maaf kepada Rara? Jelas harus Nizamlah!“Sayang, tapi ….”“Cepat!” bentak Jeny dengan kesal, tidak lagi bisa bertahan dipermalukan di tengah orang banyak.Dengan tangan mengepal dan tubuh bergetar, Nizam akhirnya berkata, “Maaf.”Melihat permintaan maaf tidak tulus itu, Arjuna berniat untuk buka suara lagi. Akan tetapi, Rara terlebih dahulu menyela, “Maaf, aku tidak bisa terima. Permisi.”Kemudian, wanita itu menarik lengan Arjuna dan berbalik pergi untuk memasuki lift yang kebetulan terbuka.Melihat hal itu, semua orang tercengang, terlebih lagi sosok Nizam. Pria itu merasa sangat malu karena ucapan maafnya ditolak mentah-mentah!‘Rara …!’ geram Nizam dalam hati. ‘Dasar wanita murahan!’ makinya dalam hati sambil menatap penuh kebencian pada Rara yang menghilang ke dalam lift bersama Arjuna. ‘Kalau kita bertemu lagi, akan kupastikan untuk membalas rasa malu hari ini!'**Berada di dalam lift, Rara menggigit bibirnya. Dia masih berusaha untuk menenangkan diri setelah apa yang terjadi dengan Nizam dan Jeny.“Kamu baik-baik saja?” tanya sebuah suara dari sosok pria di samping Rara.Rara menoleh, melihat sosok Arjuna menatap dirinya dengan wajah dingin. Hal itu membuatnya sadar bahwa dirinya masih mencengkeram tangan pria tersebut dengan erat.“M-maaf, Kak Juna!” ucap Rara setengah berseru seraya melepaskan tangan Arjuna. Wanita itu juga tidak lupa menambahkan, “Terima kasih, juga.” Senyuman tipis dia paksakan untuk mengembang. “Aku baik-baik saja.”Arjuna menatap Rara untuk beberapa waktu sebelum akhirnya membalas, “Tidak masalah.” Saat lift kembali hening, Rara menghela napas dalam hati. Jujur saja, dia masih merasa sangat malu dengan apa yang terjadi tadi, terlebih karena sepertinya Arjuna melihat apa yang terjadi dari awal hingga akhir."Pria tadi … dia suamimu?"Pertanyaan Arjuna membuat Rara tersentak. Namun, wanita itu berusaha tenang seraya menanggapi, “Mantan suami,” sahutnya sembari mengeraskan wajah, tidak ingin kesedihannya tampak. “Kami sudah bercerai.”Arjuna terdiam. Bodoh kalau dirinya masih tidak mengerti mengenai apa yang terjadi dalam rumah tangga Rara. Ada orang ketiga dalam hubungan wanita itu dengan sang suami, itulah alasan mereka berpisah.Dengan dua tangan dimasukkan ke dalam kantong celana, Arjuna menatap ke depan. “Jangan sedih. Tidak layak,” ucap pria itu singkat.Ucapan Arjuna membuat Rara kaget. Dia menatap Arjuna yang memasang wajah datar, seakan ucapannya sangatlah masuk akal.Keterusterangan dan keyakinan Arjuna membuat Rara tak elak tertawa kecil. "Aku tahu, Kak,” balasnya. “Dibandingkan sedih, aku harus lebih bersyukur karena bisa lepas dari bajingan semacam itu.”Sadar dirinya berkata kasar, Rara langsung menutup mulutnya dengan satu tangan. Sungguh dirinya tidak sadar kelepasan!Saat Rara sibuk menutupi rasa tidak enaknya, mendadak dia merasakan sebuah tangan mendarat di kepalanya. Dia mengangkat kepala, menyadari sosok Arjuna tengah tersenyum sembari mengusap lembut rambutnya."Cerdas."Senyuman di wajah tampan Arjuna yang dilengkapi dengan pujian dan usapan lembut di kepala sontak membuat wajah Rara merona merah. Wanita itu pun langsung menundukkan kepala untuk menyembunyikan ekspresinya.Seumur-umur, Rara baru pernah diperlakukan seperti ini. Bahkan Nizam, entah di masa pacaran maupun setelah menikah, tidak pernah selembut ini padanya.“K-Kak Juna, aku sudah bukan gadis kecil lagi,” ucap Rara dengan canggung. Hatinya berdetak keras, merasa malu.Ucapan Rara membuat Arjuna langsung menarik tangannya, sadar telah melakukan kesalahan dan berbuat tidak sopan. "Maaf, spontan," ucap pria itu sembari mengantongkan kembali tangannya.Beruntung, tepat di saat itu, pintu lift terbuka. Rara dan Arjuna pun melanjutkan perjalanan menuju ruang kantor presiden direktur.Selagi berjalan berdampingan dan untuk mengusir kecanggungan, Arjuna bertanya, “Kenapa kamu ke sini?” Dia baru sadar belum menanyakan tujuan Rara ke kantor hari itu.Dengan cepat Rara pun menjawab, "Kak Satria yang menyuruhku datang.” Sejatinya Rara pun tak tahu kerja sama seperti apa yang akan diberikan oleh Satria. Namun, dia yakin bekerja di tingkat manajemen akan menjadi tugas yang diberikan oleh kakaknya itu.Rara pun melirik Arjuna, “Kalau Kakak?”Arjuna menjawab singkat, “Sama.”Sesampainya di depan kantor presiden direktur, Rara dan Arjuna yang bertemu dengan asisten pribadi Satria yang telah menunggu langsung melangkah masuk ke dalam ruangan. Tampak Satria telah berada di dalam sembari berbincang dengan seorang wanita muda bertubuh semampai.“Ah, kamu sudah tiba?” tanya Satria saat mendengar ketukan hak sepatu Rara.Namun, ekspresi Satria berubah bingung saat menyadari Arjuna datang bersama dengan Rara. "Kalian datang bersamaan?" tanya Satria yang langsung menyalami temannya itu."Tanpa sengaja bertemu di lobi." Seperti biasa, Arjuna pun akan menjawab dengan seperlunya saja. Rara melirik Arjuna, sedikit khawatir pria itu akan menceritakan perihal kejadian antara dirinya bersama Nizam dan Jeny tadi. Namun, ternyata pria itu tidak mengungkit hal tersebut.Helaan napas dan rasa syukur Rara panjatkan dalam hati. ‘Memang Kak Arjuna yang paling pengertian,’ batinnya, mengingat bagaimana berbedanya sang kakak kandung dengan Arjuna.Setelah dipersilakan duduk, Rara langsung bertanya pada Satria, “Jadi, kenapa Kakak memanggilku ke sini? Apa aku akan dimasukkan ke salah satu departemen di Jaya Corp?”Satria menaikkan alisnya. “Sabar sedikit, adik kecil,” balasnya, membuat Rara agak jengkel karena sang kakak seakan memperlakukannya sebagai gadis kecil lagi. Namun, Rara hanya mengingatkan diri bahwa ada Arjuna di tempat tersebut. Jadi, dia hanya terdiam.Satria pun menatap Arjuna. “Karena kebetulan kamu juga di sini, aku sekalian saja mengumumkan," ucap pria itu sembari melipat kedua tangannya di depan dada. “Mulai dari hari ini, Rara akan menjadi presiden direktur Jaya Corp."Rara terbelalak. “Apa?!”Tunggu, dia kira dia hanya akan menjadi staf biasa!?Satria menyandarkan punggungnya ke sofa dan berkata, “Ya, kamu akan bertanggung jawab menjalankan perusahaan ini dan menunjukkan pada semua orang kemampuanmu yang sesungguhnya.”Kenalan yuk sama Rara
Mendengar ucapan Satria, kedua mata Rara membola. "Kakak, pikirkanlah dengan baik!” sergah Rara. “Posisi presdir bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sembarang orang, terlebih aku yang tak pernah memiliki pengalaman bekerja."Selain membantu Satria perihal laporan keuangan dulu saat kuliah, Rara tidak sempat bekerja karena dirinya langsung menikah dengan Nizam. Oleh karena itu, wanita itu tidak yakin bisa menjabat dengan baik posisi presiden direktur perusahaan!“Bagaimana kalau perusahaan merugi di bawah pimpinanku?” tanya Rara.Satria menaikkan alis kanannya. "Bukan masalah,” jawabnya santai. “Yang penting dirimu belajar sesuatu.”Rara merasa keputusan Satria terlalu gegabah. Dia pun kemudian menoleh pada Arjuna, mencoba mendapatkan dukungan.Perusahaan Arjuna juga bekerja sama dengan Jaya Corp. Kalau Jaya Corp merugi, maka hal itu akan berdampak pada usaha pria tersebut juga."Kak Arjuna, tolong katakan sesuatu ….”“Aku tidak lihat ada masalah,” sahut Arjuna cepat tanpa keraguan.
Bab 9“Ini pasti ada kesalahan! Mana mungkin saya ditawarkan jadi cleaning service?!” sahut Nizam dengan setengah panik.Jeny yang ada di seberangnya juga tampak bingung."Ini sudah menjadi keputusan direktur Jaya Corp, tidak bisa diganggu gugat." Dari sisi telepon yang lain, terdengar perwakilan HRD Jaya Corp dengan suara yang tegas. "Jika Anda menolak, maka tawaran ini akan diberikan pada orang lain."Mulut Nizam menganga, tentu dia ingin protes dengan keputusan yang menurutnya sangat tidak benar itu. "Tapi, ini pasti ada kesalah–" "Saya menunggu jawaban Anda, satu kali dua puluh empat jam. Terima kasih."Belum sempat membalas, panggilan tersebut telah terlebih dahulu diakhiri, membuat Nizam melongo di tempat.Jeny yang sejak tadi terus mengamati Nizam pun ikut mengerutkan keningnya. "Kenapa, Zam? Kok kamu sebut-sebut cleaning service?" tanyanya.Nizam langsung mengalihkan pandangan pada Jeny. "Kamu yakin ‘kan ketika kita bicara dengan Pak James tadi kita sudah jelas bilang aku mau
“Pak Nizam, Bu Jeny, kita bertemu lagi.”Saat melihat mantan istri yang telah dibuangnya itu tiba-tiba kini berdiri tepat di hadapannya, di ruang presdir Jaya Corp, Nizam spontan mundur satu langkah dengan mulut terbuka. “Rara?!” seru Nizam dengan suara keras, membuat Linda mengerutkan keningnya dengan tidak nyaman, tidak suka nama sang atasan dipanggil langsung oleh pria itu.Tak jauh beda dengan ekspresi yang ditunjukan oleh Nizam, Jeny pun teramat kaget dan sampai membelalakkan matanya. 'Rara lagi?!' batinnya.Hanya saja, berbeda dari Nizam, wanita licik itu lebih mampu mengontrol perasaannya. Dengan agak ragu dia pun bertanya, "Kamu … presiden direktur Jaya Corp?"Otak dua orang itu–Nizam dan Jeny–berputar. Kalau jawaban pertanyaan itu adalah ‘ya’, maka lupakan saja bekerja di perusahaan ini, menginjakkan kaki lagi saja mungkin tidak akan bisa!Akan tetapi, bagaimana mungkin wanita seperti itu bisa menjadi presdir Jaya Corp? Memangnya dia itu putri hilang keluarga kaya!? Nggak m
Suara teh yang dituangkan ke dalam gelas terdengar dalam ruang kantor presdir Jaya Corp yang hening.Jeny dan Nizam tengah duduk berseberangan dengan Rara. Di dekat mereka, sosok Linda tengah menyuguhkan minuman untuk tiga orang tersebut.“Terima kasih, Linda,” ucap Rara setelah minumannya selesai dituang.Di seberang Rara, tampak wajah Jeny dan Nizam agak gelap. Berhadapan dengan Rara dalam posisi seperti ini, membuat Nizam ingin berkata kasar dan mengejek Rara seperti tadi pagi. Hanya saja lelaki itu terfokus pada inti masalah.“Jangan banyak mengulur waktu, Rara. Aku tidak punya waktu untuk dibuang karena harus kembali ke kantor!” celetuk Nizam dengan tidak sabar. “Apa pesan presiden direktur?!”Rara tersenyum tipis, lalu dia pun berkata, "Pesan sang presdir adalah … jika Pak Nizam ingin menjadi manager, maka harus menunjukkan kemampuan terlebih dulu." Dia sudah tidak sudi memanggil mantan suaminya itu dengan panggilan ‘mas’."Main curang dengan rekomendasi buta dan kolusi orang d
"Sial! Kenapa bisa seperti ini sih?!" Di dalam mobil, Nizam memukul setir dengan penuh amarah. "Kenapa wanita itu bisa jadi asisten presiden direktur?! Atas dasar apa?!"Sepanjang perjalanan pulang, Nizam terus menggerutu mengenai sikap Rara dan juga tawaran yang diberikan oleh presdir Jaya Corp. Sementara pria tersebut melakukan tersebut, di sebelahnya, Jeny terlihat melipat tangan dengan wajah serius. Ucapan Rara di ruang sang presdir tadi terus terngiang di otaknya. “Apa Nizam sungguh mencintaimu … atau hanya menginginkan harta dan mendapatkan keuntungan dari dirimu?”Dari detik pertanyaan itu terlontar, jujur saja hati Jeny diselimuti ketidaknyamanan. Bukan hanya karena sosok Rara yang dia kenal dari cerita Nizam jauh berbeda dari aslinya, tapi juga karena ucapan wanita itu menghantui ketenangannya.Diam-diam, Jeny melirik Nizam. Ada sejuta pertanyaan dalam hatinya.Dahulu, Nizam berkata bahwa Rara adalah wanita bodoh dan dekil yang bahkan tidak becus mengurus rumah. Tidak hanya
Mendengar teriakan itu, Rara cukup kaget. Dia sedikit ragu untuk masuk, tapi pada akhirnya tetap memutuskan untuk masuk. Saat itu nampak Satria yang sedang bertengkar dengan sejumlah wanita dan pria paruh baya. Dalam satu kali lirikan, Rara langsung mengenali setiap wajah itu. Mereka semua adalah paman dan bibi dari pihak ibunya!Salah satu wanita paruh baya itu tampak pusing dan memijit pelipisnya, tapi begitu melihat Rara, matanya langsung berbinar. “Rara!?” panggilnya seraya berlari menghampiri Rara dengan mata berkaca-kaca. "Rara, ini kamu, Nak?" Wanita itu nampak meneliti Rara dengan wajah rindu.“Bibi Siska,” sapa Rara dengan senyuman canggung, masih mempelajari mengenai apa yang terjadi.Siska adalah kakak dari mendiang ibu Rara, seorang wanita lembut dan bijak. Rara ingat jelas bagaimana wanita itu satu-satunya orang yang dengan tulus menjaga dirinya saat keluarga ibunya yang lain berperang ingin merebut warisan yang ditinggalkan."Bagaimana kabarmu, Nak?" Rara segera mencium
"Siapa yang berani menyiramku!?!" Erika sontak berteriak sambil mengibaskan rok dressnya. “Kurang ajar!" Dres berwarna merah berbahan sutra itu tampak basah di bagian bawahnya. Kentara juga air panas tersebut menembus roknya dan sedikit membakar kulit Erika, membuat wanita itu semakin naik pitam.Mata wanita itu menyusuri ruangan mencari siapa yang menumpahkan air tersebut. “Siapa yang siram?!” teriaknya sebelum akhirnya menunduk dan mendapati sosok Bella kecil dengan gelas kosong di tangan. Tampak bocah kecil itu menengadah dengan pandangan kosong pada Erika.Sepertinya Bella mendengar semua perkataan buruk Erika pada Rara dan memutuskan menyiram wanita tersebut untuk membela sang ibu."Jadi kamu pelakunya!?" Mata Erika bak elang yang sedang mengawasi mangsanya. "Dasar anak bodoh!" Emosi yang menggebu membuat Erika tidak berpikir panjang dan langsung berniat memukul Bella, tidak peduli apakah gadis itu masih kecil atau tidak.Rara dan Satria langsung terbelalak. “Bella!” Namun, kedu
"Sebelum mendidik anak orang lain atau anak sendiri, aku rasa kamu harus mendidik mulutmu terlebih dahulu!"Segala hal yang berkaitan dengan anak, benar-benar tak bisa diganggu gugat oleh Rara. Karena baginya seorang anak tak ubah seperti selembar kertas kosong, apa yang kita lakukan akan selalu membekas di hati mereka selamanya."Rara! Jangan lancang kamu!" Sebuah suara berat malam terdengar saat itu. "Apa hak kamu terus menjelekkan Erika? Kamu sudah pintar? Jangan sok suci!"Suara itu ternyata milik Herman, adik mendiang ibunda Rara. Lelaki bertubuh agak tambun itu terlihat emosi sambil menunjuk-nunjuk pada Rara. "Kamu itu sudah nggak diterima lagi di keluarga Wijaya! Jangan lupa bahwa dulu kamu yang memutus hubungan keluarga." Herman kembali berucap dengan tatapan tajam.Selama ini lelaki itu begitu menyayangi Erika, apa pun yang anak semata wayangnya itu minta selalu diberikan tanpa terkecuali. Hal itulah yang kemudian malah membuat Erika tumbuh menjadi pribadi yang sombong dan a