Tiga hari setelah tinggal bersama Satria, Rara telah didorong kakaknya itu untuk membenahi berbagai macam hal dalam hidupnya. Dimulai dari penampilannya, pola makannya, juga waktu istirahatnya. Bahkan pendidikan Bella pun diwajibkan oleh Satria untuk diurus dengan lebih hati-hati.
Walau kelelahan dan penderitaan selama empat tahun ke belakang masih sedikit terlihat dari kantung matanya, tapi pancaran mata Rara yang sebelumnya kuyu itu sudah berubah menjadi jauh lebih cerah. Sekarang, berbalut kemeja putih dan rok pensil hitam, terlihat wanita itu sedang dalam perjalanan ke suatu tempat.Sambil menatap ke luar jendela mobil, Rara mengingat perkataan Satria tiga hari yang lalu."Kamu harus melatih kemampuan bisnismu lagi," titah Satria. “Temui aku di Jaya Corp besok jam sembilan.”Dengan tekad bulat untuk membenarkan hidupnya dan juga memastikan hidup Bella tercukupi, Rara pun hanya bisa menuruti perintah sang kakak. Walau sejujurnya, dia ragu apakah kemampuannya masih bisa digunakan.Sampai di lobi kantor, sopir yang mengantar Rara bergegas membukakan pintu untuk Rara.“Silakan, Nona.” “Terima kasih,” balas Rara sembari tersenyum dan melangkah masuk ke dalam kantor.Pandangan Rara mengedar, memerhatikan betapa megahnya kantor Jaya Corp. Sungguh luar biasa bagaimana sang kakak bisa mengembangkan bisnis keluarga mereka menjadi sebesar ini.Baru ingin menyapa resepsionis, seseorang terdengar memanggil Rara. “Rara?” Rara berbalik dan menatap sang pemilik suara, hanya untuk berakhir memasang wajah keruh.‘Mas Nizam?’ batin Rara dengan kaget.Nizam yang tadinya mengira dirinya salah lihat, langsung mengerjapkan mata saat menatap penampilan Rara dari atas ke bawah. Bagaimana bisa istri lusuhnya itu berubah menjadi seperti ini dalam waktu tiga hari!? Dari awal kenal dengan Rara, Nizam memang tahu wajah mantan istrinya itu sangat cantik. Akan tetapi, sejak menikah, Rara yang jarang dandan dan hanya memakai daster tidak pernah membuatnya berselera lagi.Lalu, kenapa sekarang Rara malah jadi wangi dan berkelas seperti ini?“Ngapain kamu ke sini?” tanya Nizam dengan alis berkerut, merasa tidak senang dan curiga mengenai hal yang tidak-tidak. ‘Apa jangan-jangan … dia jadi simpanan salah satu bos di sini?’Nizam mengusir Rara tanpa uang sepeser pun, dari mana wanita itu memiliki uang untuk tampil rapi dan menawan seperti sekarang kalau bukan jual diri?Rara bisa melihat berbagai dugaan buruk dari pancaran mata sang suami, dan hal itu membuatnya mendengus."Loh, Zam? Ini Rara? Mantan istri kamu?" Belum Rara sempat menjawab, wanita yang berada di sebelah Nizam telah terlebih dahulu bertanya.Rara mengalihkan pandangan kepada wanita itu. Tampak dandanan wanita itu begitu tebal, menutupi kekurangan penampilan dasarnya untuk membuatnya tampil memesona. Gaya berpakaian wanita itu cukup terbuka, menonjolkan lekuk tubuh yang menggoda.Dari cara bicara dan penampilannya, Rara yakin bahwa wanita ini adalah … Jeny Sanjaya.“Kok wanita kayak dia bisa di sini? Security kantor ini gimana sih?” Terlihat Jeny menghadiahi Rara sorot mata merendahkan.Nizam mendengus. “Mungkin mau ngelamar kerjaan kali,” jawabnya asal, sengaja mengejek Rara untuk merasa lebih tinggi. Mendengar hal itu, Jeny terkekeh. “Oh iya, bisa jadi. Pendapatan cleaning service perusahaan besar kayak gini harusnya lumayan ya,” balas wanita itu.‘Dasar pasangan tidak tahu malu,’ batin Rara. ‘Yang satu bangga jadi pelakor, yang satu lagi senang jadi peselingkuh. Cocok memang.’ Terlalu malas berdebat, Rara mengabaikan Nizam dan Jeny untuk lanjut menghampiri meja resepsionis.Tidak senang diabaikan, Nizam memasang wajah keruh dan menjulurkan tangannya untuk menahan Rara. “Hei! Kami lagi bicara sama kamu!” bentaknya, sedikit menarik perhatian sejumlah orang di sekitar lobi.Rara langsung menepis jijik cengkeraman tangan Nizam. “Maaf, jangan sentuh saya. Saya tidak kenal dengan orang seperti Anda.” Wanita itu tidak lupa menambahkan, “Kalau ingin buat keributan, mungkin Anda bisa coba ke pasar, bukan di kantor tempat orang bekerja!”“Kamu–!”"Apa yang terjadi di sini?” Sebuah suara berat yang berkumandang membuat Rara, Nizam, dan Jeny seketika menoleh.Tampak sosok seorang pria dengan jas biru gelapnya berjalan menghampiri kerumunan dekat meja resepsionis itu. Wajah tampan dan manik segelap malamnya secara sukses memukau sejumlah wanita di area lobi.“Astaga, itu Tuan Arjuna!” pekik sejumlah karyawan perempuan di sana.“Ganteng dan berwibawa sekali!” puji yang lain.Mendengar hal tersebut, mimik wajah kaget pun juga ditampakkan oleh Jeny. Wanita bertubuh seksi ini langsung sedikit mundur.Arjuna adalah orang penting, dan sebagai bagian dari kalangan menengah ke atas, Jeny tahu itu. Oleh karena hal tersebut, wanita bertubuh molek itu pun menarik sudut bibirnya untuk membentuk sebuah senyuman menggoda yang disuguhkan pada pria tersebut, berharap Arjuna tidak akan menyalahkannya akan keributan yang terjadi.Namun, belum sempat Jeny mengatakan apa pun, Nizam malah langsung berceletuk, "Kamu siapa sih? Nggak usah ikut campur deh! Ini bukan urusan kamu!" Semua orang tercengang mendengar sergahan Nizam. Banyak yang menganggap pria itu sangat tidak berpendidikan karena tidak mengenal sosok penting seperti Arjuna!Alis Arjuna sedikit menukik saat mendengar ucapan Nizam. “Aku siapa, kamu tidak perlu tahu.” Kemudian, dia menoleh kepada Rara, pandangannya menjadi sangat lembut. “Yang jelas, urusan Rara adalah urusanku.”Bukan hanya Nizam dan Jeny, tapi Rara pun juga terbelalak mendengar hal itu. Dia langsung menarik lengan pakaian Arjuna dan berbisik, “Kak Juna, Kakak bicara apa sih?!”Tidakkah pria itu sadar ucapannya bisa membuat orang salah paham!?Arjuna membalas dengan suara rendah, “Sebagai adik Satria, kamu juga tanggung jawabku.”Hal itu membuat Rara menghela napas. Dari dulu, Arjuna selalu saja seperti ini, mengatakan hal yang membuat orang salah paham!Melihat Arjuna dan Rara yang tampak dekat, Nizam merasa hatinya panas. "Heh! Kamu nggak usah sok ngajarin etika ya! Kita nggak saling kenal, jadi jangan sok-sokan ikut campur dan ngebelain wanita dekil Ini segala!" tukasnya lagi sambil menunjuk-nunjuk ke arah Rara.Mendengar ucapan Nizam, Arjuna menautkan alis. Dia melirik Rara, lalu kembali pada Nizam, tampak sangat bingung.“Apa kamu buta?”Nizam melotot. “Kamu bilang apa?!”Arjuna mengerutkan kening dan berkata, “Dari sisi mana kamu melihatnya sebagai wanita dekil?” Entah kenapa, terdengar ada sedikit kemarahan dari cara bicaranya. “Itu alasan aku bertanya … apa kamu buta?”“Kamu–”Jeny yang sadar bahwa menyinggung Arjuna adalah kesalahan besar langsung menarik lengan Nizam. “Mas Nizam, jangan berisik,” tegur Jeny dengan tegas, membuat Nizam terkejut, baru pernah dibentak oleh sang calon istri dengan begitu ketus. Setelah menegur Nizam, Jeny menghadap Arjuna. Dalam hatinya, dia memutar otak. Kalau Arjuna melapor kepada presiden direktur Jaya Corp mengenai apa yang terjadi di lobi, bisa-bisa rencana Jeny untuk merekomendasikan Nizam ke perusahaan ini bisa gagal!Demikian, Jeny memasang senyuman palsunya. “Maaf kalau kami menyinggung Anda, Tuan Arjuna. Saya harap Tuan Arjuna bisa lupakan saja,” ujarnya. Arjuna menatap datar sosok Jeny, lalu berkata, “Minta maaf bukan padaku, tapi padanya.” Pria itu menghadap ke arah Rara.Jeny dan Nizam terbelalak. Mereka sama sekali tidak menyangka Arjuna akan membela Rara sampai sejauh ini!“T-Tuan, Anda mungkin tidak tahu, tapi wanita itu–”“Aku tidak peduli,” potong Arjuna dengan pandangan tajam. Pancaran matanya sangat tidak bersahabat. “Minta maaf.”Selamat datang di ceritaku yang baru. semoga suka ya.
Permintaan Arjuna membuat suasana di lobi menjadi menegang. Semua orang langsung memusatkan perhatian kepada sosok Rara, bertanya-tanya apa sebenarnya identitas wanita itu beserta apa hubungannya dengan Arjuna.“Mungkinkah … wanita itu calon Tuan Arjuna yang baru?”“Cantik sih memang … jadi iri ….”Komentar-komentar itu membuat Rara merasa tidak nyaman. Dia pun menarik lengan pakaian Arjuna lagi.“Kak … sudah, jangan diperpanjang ….”Arjuna menautkan alis. “Tidak bisa,” tegasnya. “Yang bersalah harus minta maaf.”Mendengar balasan Arjuna, Rara merasa hatinya tergelitik. Sungguh … sudah berapa lama dirinya dibela seseorang seperti ini?Jujur, Rara jadi terharu.Sementara itu, di sisi Jeny dan Nizam, keduanya tampak marah dan tidak rela. Tangan Nizam bergetar, dia jelas tidak akan sudi minta maaf kepada mantan istrinya itu! Apa lagi saat melihat jelas Rara dan Arjuna saling menggoda di depan matanya!‘Dasar jalang!’ maki Nizam.Akan tetapi, di luar dugaan Nizam, Jeny akhirnya menyatakan
Mendengar ucapan Satria, kedua mata Rara membola. "Kakak, pikirkanlah dengan baik!” sergah Rara. “Posisi presdir bukanlah sesuatu yang bisa dilakukan sembarang orang, terlebih aku yang tak pernah memiliki pengalaman bekerja."Selain membantu Satria perihal laporan keuangan dulu saat kuliah, Rara tidak sempat bekerja karena dirinya langsung menikah dengan Nizam. Oleh karena itu, wanita itu tidak yakin bisa menjabat dengan baik posisi presiden direktur perusahaan!“Bagaimana kalau perusahaan merugi di bawah pimpinanku?” tanya Rara.Satria menaikkan alis kanannya. "Bukan masalah,” jawabnya santai. “Yang penting dirimu belajar sesuatu.”Rara merasa keputusan Satria terlalu gegabah. Dia pun kemudian menoleh pada Arjuna, mencoba mendapatkan dukungan.Perusahaan Arjuna juga bekerja sama dengan Jaya Corp. Kalau Jaya Corp merugi, maka hal itu akan berdampak pada usaha pria tersebut juga."Kak Arjuna, tolong katakan sesuatu ….”“Aku tidak lihat ada masalah,” sahut Arjuna cepat tanpa keraguan.
Bab 9“Ini pasti ada kesalahan! Mana mungkin saya ditawarkan jadi cleaning service?!” sahut Nizam dengan setengah panik.Jeny yang ada di seberangnya juga tampak bingung."Ini sudah menjadi keputusan direktur Jaya Corp, tidak bisa diganggu gugat." Dari sisi telepon yang lain, terdengar perwakilan HRD Jaya Corp dengan suara yang tegas. "Jika Anda menolak, maka tawaran ini akan diberikan pada orang lain."Mulut Nizam menganga, tentu dia ingin protes dengan keputusan yang menurutnya sangat tidak benar itu. "Tapi, ini pasti ada kesalah–" "Saya menunggu jawaban Anda, satu kali dua puluh empat jam. Terima kasih."Belum sempat membalas, panggilan tersebut telah terlebih dahulu diakhiri, membuat Nizam melongo di tempat.Jeny yang sejak tadi terus mengamati Nizam pun ikut mengerutkan keningnya. "Kenapa, Zam? Kok kamu sebut-sebut cleaning service?" tanyanya.Nizam langsung mengalihkan pandangan pada Jeny. "Kamu yakin ‘kan ketika kita bicara dengan Pak James tadi kita sudah jelas bilang aku mau
“Pak Nizam, Bu Jeny, kita bertemu lagi.”Saat melihat mantan istri yang telah dibuangnya itu tiba-tiba kini berdiri tepat di hadapannya, di ruang presdir Jaya Corp, Nizam spontan mundur satu langkah dengan mulut terbuka. “Rara?!” seru Nizam dengan suara keras, membuat Linda mengerutkan keningnya dengan tidak nyaman, tidak suka nama sang atasan dipanggil langsung oleh pria itu.Tak jauh beda dengan ekspresi yang ditunjukan oleh Nizam, Jeny pun teramat kaget dan sampai membelalakkan matanya. 'Rara lagi?!' batinnya.Hanya saja, berbeda dari Nizam, wanita licik itu lebih mampu mengontrol perasaannya. Dengan agak ragu dia pun bertanya, "Kamu … presiden direktur Jaya Corp?"Otak dua orang itu–Nizam dan Jeny–berputar. Kalau jawaban pertanyaan itu adalah ‘ya’, maka lupakan saja bekerja di perusahaan ini, menginjakkan kaki lagi saja mungkin tidak akan bisa!Akan tetapi, bagaimana mungkin wanita seperti itu bisa menjadi presdir Jaya Corp? Memangnya dia itu putri hilang keluarga kaya!? Nggak m
Suara teh yang dituangkan ke dalam gelas terdengar dalam ruang kantor presdir Jaya Corp yang hening.Jeny dan Nizam tengah duduk berseberangan dengan Rara. Di dekat mereka, sosok Linda tengah menyuguhkan minuman untuk tiga orang tersebut.“Terima kasih, Linda,” ucap Rara setelah minumannya selesai dituang.Di seberang Rara, tampak wajah Jeny dan Nizam agak gelap. Berhadapan dengan Rara dalam posisi seperti ini, membuat Nizam ingin berkata kasar dan mengejek Rara seperti tadi pagi. Hanya saja lelaki itu terfokus pada inti masalah.“Jangan banyak mengulur waktu, Rara. Aku tidak punya waktu untuk dibuang karena harus kembali ke kantor!” celetuk Nizam dengan tidak sabar. “Apa pesan presiden direktur?!”Rara tersenyum tipis, lalu dia pun berkata, "Pesan sang presdir adalah … jika Pak Nizam ingin menjadi manager, maka harus menunjukkan kemampuan terlebih dulu." Dia sudah tidak sudi memanggil mantan suaminya itu dengan panggilan ‘mas’."Main curang dengan rekomendasi buta dan kolusi orang d
"Sial! Kenapa bisa seperti ini sih?!" Di dalam mobil, Nizam memukul setir dengan penuh amarah. "Kenapa wanita itu bisa jadi asisten presiden direktur?! Atas dasar apa?!"Sepanjang perjalanan pulang, Nizam terus menggerutu mengenai sikap Rara dan juga tawaran yang diberikan oleh presdir Jaya Corp. Sementara pria tersebut melakukan tersebut, di sebelahnya, Jeny terlihat melipat tangan dengan wajah serius. Ucapan Rara di ruang sang presdir tadi terus terngiang di otaknya. “Apa Nizam sungguh mencintaimu … atau hanya menginginkan harta dan mendapatkan keuntungan dari dirimu?”Dari detik pertanyaan itu terlontar, jujur saja hati Jeny diselimuti ketidaknyamanan. Bukan hanya karena sosok Rara yang dia kenal dari cerita Nizam jauh berbeda dari aslinya, tapi juga karena ucapan wanita itu menghantui ketenangannya.Diam-diam, Jeny melirik Nizam. Ada sejuta pertanyaan dalam hatinya.Dahulu, Nizam berkata bahwa Rara adalah wanita bodoh dan dekil yang bahkan tidak becus mengurus rumah. Tidak hanya
Mendengar teriakan itu, Rara cukup kaget. Dia sedikit ragu untuk masuk, tapi pada akhirnya tetap memutuskan untuk masuk. Saat itu nampak Satria yang sedang bertengkar dengan sejumlah wanita dan pria paruh baya. Dalam satu kali lirikan, Rara langsung mengenali setiap wajah itu. Mereka semua adalah paman dan bibi dari pihak ibunya!Salah satu wanita paruh baya itu tampak pusing dan memijit pelipisnya, tapi begitu melihat Rara, matanya langsung berbinar. “Rara!?” panggilnya seraya berlari menghampiri Rara dengan mata berkaca-kaca. "Rara, ini kamu, Nak?" Wanita itu nampak meneliti Rara dengan wajah rindu.“Bibi Siska,” sapa Rara dengan senyuman canggung, masih mempelajari mengenai apa yang terjadi.Siska adalah kakak dari mendiang ibu Rara, seorang wanita lembut dan bijak. Rara ingat jelas bagaimana wanita itu satu-satunya orang yang dengan tulus menjaga dirinya saat keluarga ibunya yang lain berperang ingin merebut warisan yang ditinggalkan."Bagaimana kabarmu, Nak?" Rara segera mencium
"Siapa yang berani menyiramku!?!" Erika sontak berteriak sambil mengibaskan rok dressnya. “Kurang ajar!" Dres berwarna merah berbahan sutra itu tampak basah di bagian bawahnya. Kentara juga air panas tersebut menembus roknya dan sedikit membakar kulit Erika, membuat wanita itu semakin naik pitam.Mata wanita itu menyusuri ruangan mencari siapa yang menumpahkan air tersebut. “Siapa yang siram?!” teriaknya sebelum akhirnya menunduk dan mendapati sosok Bella kecil dengan gelas kosong di tangan. Tampak bocah kecil itu menengadah dengan pandangan kosong pada Erika.Sepertinya Bella mendengar semua perkataan buruk Erika pada Rara dan memutuskan menyiram wanita tersebut untuk membela sang ibu."Jadi kamu pelakunya!?" Mata Erika bak elang yang sedang mengawasi mangsanya. "Dasar anak bodoh!" Emosi yang menggebu membuat Erika tidak berpikir panjang dan langsung berniat memukul Bella, tidak peduli apakah gadis itu masih kecil atau tidak.Rara dan Satria langsung terbelalak. “Bella!” Namun, kedu
"Selamat menempuh hidup baru ya, Raja, Stella. Doa kami semua yang terbaik untuk kamu. Semoga segera memiliki momongan."Rara kembali memberikan selamat pada sahabatnya ini, kali ini saat Raja dan Stella baru saja tadi mengungkapkan janji suci pernikahan. Setelah dua bulan yang lalu mereka juga menggelar acara pertunangan yang mewah."Terima kasih banyak ya. Tanpa kalian,mungkin kali ini kami pun belum bisa bersatu." Stella terus mengenggam tangan Rara. Sahabat yang memang menjadi support utama hubungannya dengan Raja. "Sepetinya para baby gemoy ini nunggu Tante dan Om nya resmi dulu, baru mau launching nih."Stella mengelus perut Rara yang begitu buncit. Rara dan Arjuna yang berada di sampingnya pun terkekeh. "Bisa jadi seperti itu. Karena harusnya HPL kemarin."Ya, memang meski telah terlewat HPL sehari, tetapi Rara belum merasakan tanda tanda kehamilan yang datang. Itu Lah kenapa hari ini dia kekeh untuk datang ke pesta pernikahan itu. "Ah iya, kak Satria juga akan segera melamar
"Bu, Mas Ardi tumben banget sih jam segini belum keluar kamar ya?" Dita yang baru duduk di meja makan, bertanya pada sang ibu sambil menoleh pada kamar sang kakak, yang sejak kemarin sore tak terbuka sama sekali."Iya, dari pulang kerja sudah nggak keluar. Nggak makan malam juga kan?"Ketika Bu Mira masih terdiam, Dewi malah menimpali ucapan adiknya itu. "Halah ... Paling dia itu masih meratapi si Sarah itu," ucap Bu Mira ketus. "Dasar Cemen!"Bu Mira sebenarnya juga sedikit merasa khawatir dengan Ardi. Karena memang setelah Sarah pergi dari rumah ini, putranya itu bahkan tak pernah mau makan. Ardi yang biasanya begitu hangat dengan keluarga, berubah menjadi Ardi yang tertutup dan begitu muram.Padahal ini bukanlah untuk pertama kalinya Ardi menalak istrinya, Sarah adalah yang ketiga, tetapi sungguh saat ini berbeda.Biasanya Ardi biasa saja dan seperti tak lagi memikirkan tentang mantan mantan istrinya itu."Aku kok khawatir ya Bu sama Ardi. Dia itu kayaknya patah hati banget deh keh
"Selamat ya Stella, aku benar benar ikut bahagia. Kalian memang pasangan yang sangat serasi loh." Rara mencium pipi kanan kiri sahabatnya yang malam ini terlihat begitu cantik dalam balutan dres warna putih itu. "Ini semua nggak akan pernah terjadi tanpa bantuan kamu Ra. Pokoknya terima kasih banget loh." Stella memeluk Rara. "Kamu memang sahabat terbaikku."Air mata telah menumpuk di pelupuk mata, tetapi tangis bahagia itu memang sengaja ditekan oleh Stella, karena takut merusak riasan. Malam ini adalah malam pertunangan Stella dengan Raja Sanjaya. Hanya satu hari berselang dari acara jumpa pers yang berakhir menyenangkan itu, keluarga Sanjaya menggelar pesta pertunangan keduanya dengan begitu mewah."Nggak juga. Lebih tepatnya aku hanya perantara sih, yang berperan penting tentu masih tetap Tuhan. Gimana, enak rasanya lebih wow kan, jika cinta di dapat setelah begitu banyak rintangan?" Rara kembali berucap.Kali ini tidak hanya Stella yang tertawa, tetapi Raja juga. Raja pun ter
"Raja?!" Stella langsung memekik, saat melihat sosok yang saat ini paling ingin dia hindari berjalan masuk dari pintu keluar. Raja tidak sendiri, tetapi saat ini pria tampan itu bersama dengan Sinta dan juga Jeni."Hei mau apa dia ke sini? Apa kamu bilang juga sama si Raja jika saat ini kamu mengadakan konversi press?" Romi pun langsung bertanya sembari berbisik. Pria kemayu itu benar-benar tak menyangka sama sekali, jika Raja datang. Bukan apa-apa, tetapi setelah tadi Stella mengambil keputusan bahwa akan menjauhi Raja, dan sekarang Raja datang kembali, itu berarti Romi harus kembali menghadapi Stella yang banyak masalah dan banyak pikiran. Dan, itu berarti juga Stella pun akan menunda beberapa jadwal shooting, karena tak bisa fokus untuk melakonkan perannya. Semua itu tentu saja berimbas pada Romi yang merupakan manajernya."Entahlah, Rom. Aku tak tahu." Stella menjawab sembari menggelengkan kepalanya.Stella yang memang menghindari Raja, ingin segera pergi dari ruangan itu. Teta
"Duh kenapa aku jadi grogi banget gini sih ROM?" tanya Stella, yang sebentar lagi akan melakukan jumpa pers, pada manajernya yang kemayu itu. Romi menepuk-nepuk pundak sang artis. "Ih kamu ini kayak apa aja sih Stella? Kamu ini kan artis besar, masa sih gini aja Kamu demam panggung? Nggak level banget sih."Apa yang dikatakan oleh Romi itu tadi, sebenarnya bukanlah sebuah ejekan. Tetapi Romi melakukan hal itu untuk memantik semangat Stella yang sepertinya memang telah mulai mengendur."Romi, ini kan bukan sandiwara atau film-film yang sering aku bintangi. Ini nyata Romi, ini hal yang benar-benar terjadi dalam hidupku. Jadi rasanya wajar dong jika aku grogi banget seperti ini." Stella mengelak. Romi memutar bola matanya dengan malas. Dia tahu jika memang konferensi pers yang akan diadakan oleh Stella ini, seperti suatu hal yang tidak diinginkan oleh hatinya Stella. Tetapi artis cantik itu memaksakan kehendak."Makanya dong Stella, Aku kan udah bilang sama kamu, jangan bohongin hati
Brak brak brak"Dewi bangun!" Pagi buta itu, Bu Mira sudah menggedor pintu kamar Dewi. Setelahnya, wanita itu ganti menggedor kamar Dita, yang terletak tepat di samping kamar Dewi.Brak BrakBrak"Dita bangun kamu. Ini sudah siang! Kamu itu anak gadis, jadi jangan bangun siang-siang!" eriak bu Mira dengan penuh emosi.Merasa tak mendapatkan respon sama sekali dari kedua putrinya, bu Mira pun kembali menggedor dengan keras pintu kamar itu, dengan teriakan yang sangat melengking di pagi hari."Duh ternyata repot banget kalau nggak ada Sarah. Ngapain sih Ardi kemarin itu sampai menalak Sarah? Coba saja ada Sarah, pasti aku sekarang masih tidur dan mainan hp di kamar." Bu Mira begitu emosi dengan dirinya sendiri saat ini.Sejak kemarin malam setelah kepergian Sarah, wanita paruh baya itu tak dapat memejamkan matanya sama sekali. sSepertinya dia merasakan apa yang sedang dirasakan oleh Ardi saat ini. Rasa penyesalan karena telah mengusir Sarah dari rumah ini."Seharusnya Ardi juga menge
"Dasar perempuan jalang! Cepat pergi kamu dari rumah ini!" Bu Mira kembali berteriak, saat itu Ardi pun sedikit kaget. "Cepat pergi atau kuse-ret kamu!!"Bu Mira sudah akan maju untuk menyeret Stella, sedangkan Dewi dan Dita mengikuti di belakangnya."Hentikan Bu!" Yang berteriak ternyata bukan Sarah, tetapi Ardi. "Jangan lagi menghina Sarah."Raut wajah para anggota keluarga itu nampak terkejut dengan ucapan pria itu. Kemudian Ardi menoleh pada Sarah. "Pergilah Sarah. Semoga kamu bisa mendapatkan ganti yang lebih baik dariku. Maafkan aku ya."Sarah sedikit kaget juga dengan perubahan sikap Ardi yang begitu drastis setelah mengucapkan kata talak tadi. Dia sempat berpikir jika mungkin mantan suaminya itu menyesal karena telah mengakhiri hubungan itu. Tetapi sejurus kemudian seperti ada yang kembali mengingatkan pada Sarah. Seperti apa sikap Ardi, yang selama mereka menikah malah sama sekali tak pernah memperlakukan dia seperti layaknya seorang istri."Tentu Mas. Tuhan tak pernah tidur.
"Terima kasih telah terus bersama dengan Sarah, Bu. Jika tak ada ibu, mungkin Sarah sudah semakin hilang arah." Sarah kemudian memeluk ibunya .Tak terkira rasa terima kasih Sarah pada sang ibu. Karena memang tak ada lagi tempat kita kembali selain pada ibu. Wanita yang benar benar menyayangi kita apa adanya tanpa balas jasa.Terhitung sudah dua hari Sarah kembali pulang ke rumah kontrakan Bu Endang. Setelah kemarin ditalak Ardi dan diusir dari rumah mantan suaminya itu. Untung saja pernikahan mereka hanya pernikahan siri alias secara agama, jadi tak perlu repot repot menuju ke pengadilan agama. Tak butuh proses lama untuk menjadikan Sarah berstatus menjadi janda.Kadang memang banyak hal rasanya seperti membuat kita kecewa, seakan Tuhan tak menuruti segala keinginan kita. Padahal sebenarnya semua itu adalah berkah, karena Tuhan nyatanya tidak memberikan apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan."Maaf ya, dulu ibu sempat melarang karena kamu hanya akan dinikahi di balik t
"Kamu nggak kerja, Sarah?" Bu Endang bertanya pada Sarah setelah mereka berdua baru saja selesai melaksanakan salat subuh.Sarah mencium punggung tangan ibunya dengan takdzim. "Belum untuk sekarang Bu. Mungkin besok." Sarah berkata sambil tersenyum manis."Jika memang kamu sudah tak nyaman kerja disana, lebih baik kamu cari kerja di tempat lain saja, Sarah." Raut wajah wanita paruh baya itu nampak khawatir.Tak salah jika akhirnya Bu Endang jadi mengkhawatirkan tentang tempat kerja Sarah. Setelah kini Sarah tak lagi menjadi istri Ardi, Bu Endang merasa takut jika Sarah tak akan nyaman bekerja satu kantor dengan sang mantan suami. Apa lagi mengingat jika hubungan yang pernah terjalin dulu begitu tidak baik.Sarah tersenyum penuh artis, ditepuknya telapak tangan Bu Endang yang sejak tadi masih digenggamnya. "Sarah belum memikirkan hal itu Bu. Nanti malam saja." Ada hal yang tentu saja disembunyikan oleh Sarah. Apa lagi jika bukan rasa sakit hati. Hanya saja tentu wanita itu tak ingin me