"Tidak apa-apa Mas, uangku bisa dipake apa saja," Intan menyerahkan lipatan uang lima ratus ribu untuk Baskoro.
"Sebenarnya dari mana uang sebanyak itu?" Baskoro heran karena setiap membutuhkan uang Intan selalu membantunya.
"Itu tabunganku Mas dan nggak usah khawatir, kita akan menyelesaikan kuliah dengan uang ini."
Intan dan Baskoro tinggal disebuah rumah kontrakan yang kecil. Pernikahan itu tidak banyak yang mengetahui. Mereka sengaja merahasiakan pernikahan itu dari teman-temannya. Tetapi Baskoro dan Intan bahagia karena perasaan cinta diantara mereka.
Hingga satu tahun lamanya mereka hidup bersama, suatu hari khabar kesembuhan ayah Intan membuat Intan justru sangat cemas.
Dia sangat takut pernikahan itu diketahui ayahnya. Walaupun Intan sangat senang ayahnya telah sembuh sebagai suatu keajaiban. Sebab, dokter yang menangani ayahnya saat itu hampir menyerah dengan kondisi Abraham, ayahnya.
Hanya saja, Intan sangat takut karena Intan telah berani menikah tanpa persetujuan ayahnya.
"Aku akan jelaskan kepada ayahmu duduk permasalahan kita Intan, kurasa ayahmu akan mengerti."
"Maafkan aku Baskoro, kamu sungguh tak kenal siapa ayahku. Aku tak yakin dengan apa yang akan terjadi pada kita, saat ayah tahu dengan apa yang kita lakukan!" Bulir air matanya mengalir begitu saja dihadapan Baskoro yang kini berstatus sebagai suaminya.
"Kita bahkan belum mencobanya bukan? Kenapa kamu sudah ketakutan begini? Seorang ayah tidak mungkin tega melihat anaknya menangis seperti ini! Yakin saja kita bisa menghadapinya." Baskoro meyakinkan Intan bahwa mereka pasti tidak akan terpisahkan, mereka akan melalui kesulitan itu bersama.
Sungguh miris bukan? Seorang Baskoro tak tahu siapa Intan Wijaya? Itu karena Intan tidak pernah membuka jati dirinya. Bukankah itu sebuah penipuan?
Pada saatnya, Baskoro harus benar-benar melepaskan Intan.
"Tidak Ayah! Aku tidak mau! Kumohon jangan pisahkan kami!" Intan bersembunyi dibelakang Baskoro.
"Kalian menikah tanpa persetujuanku. Aku tidak akan merestui kalian selamanya!"
Abraham mendatangi rumah kontrakan mereka dan menuding Baskoro memaksa anak gadis semata wayangnya untuk menikah dengannya.
"Tidak Ayah! Tidak! Jangan lakukan ini padaku Ayah! Aku tidak mau pergi dari sini Ayah!" Intan menjerit, menangis saat tangan-tangan kekar itu mencengkram tubuhnya. Menyeretnya dengan kasar tanpa ampun.
Pemandangan itu sangat mengerikan. Baskoro berusaha mengejarnya. Tapi, BUGHH!" Sebuah tinjuan mendarat diwajahnya. Bahkan beberapa pukulan menghujani tubuhnya hingga membuatnya terguling ditanah. Wajahnya telah berdarah-darah karena terlempar diatas bebatuan.
Baskoro masih sempat melihat, bagaimana Intan terus menangis memohon kepada ayahnya.
Harga dirinya sebagai seorang pria seakan diinjak-injak. Dia merasa harus melakukan sesuatu!
"Ini adalah surat cerai Anda, saya hanya menyampaikan pesan dari tuan Abraham," Seorang pria melemparkan sebuah amplop dihadapan Baskoro yang sedang memegang perutnya yang sakit karena tinjuan bodyguard Abraham.
Baskoro memastikan isi surat itu. "Bedebah gila!" Ia sangat marah melihat surat cerai yang sudah dibubuhi tanda tangan palsu. Baskoro merobek dan melemparnya asal.
Di dalam mobil, Intan meronta minta dilepaskan.
"Hentikan! Hentikan mobil ini!" Intan memukul seorang bodyguard yang ada didepannya.
"Ayah! Hentikan Ayah! Aku tidak mau pulang!"
Abraham hanya terdiam membisu, ia tak akan menoleh. Intan menangis, tak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Menyaksikan suaminya dipukul dan ditendang saat ia diseret kedalam mobil ayahnya. Hatinya sangat sakit!
***
Tiba-tiba saja seluruh tubuhnya sangat sakit, terasa memar di sana-sini. Ia ingat saat terakhir salah seorang dari mereka mengeluarkan sapu tangan dan membekapnya.
"Sungguh ayah membawaku pulang?" Intan mengerjapkan matanya, pandangannya mengitari seluruh ruangan.
"Ini benar-benar kamarku," Iapun turun dari dipan berjalan kearah balkon.
Intan menangkup wajahnya, merosot kelantai.
"Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan?"
Seorang pelayan datang membawa nampan berisi makanan.
"Nona, setelah sarapan Tuan Abraham menunggu Anda!" wanita tadi meletakkan nampan itu diatas nakas lalu pergi.
Air mata Intan masih mengalir. Ia tak ingin menyentuh makanan itu. Ia hanya ingin berbicara dengan ayahnya yang telah melakukan semua ini kepadanya. Intan berlari keluar kamar, menuruni anak tangga yang melingkar menuju ruang tengah dimana Abraham berada. Abraham bahkan telah berdiri menunggu putrinya dengan kedua tangan kebelakang.
"Aku harus menjelaskan ini Ayah!"
"Lelaki miskin itu selalu mendompleng hidupnya denganmu. Untuk apa kamu menjelaskan sesuatu yang sudah jelas?" tatap mata Abraham seakan hendak menguliti putrinya.
"Tidak Ayah, itu tidak benar! Baskoro tidak pernah meminta apapun dariku. Kami sudah menikah Ayah, aku tidak akan meninggalkan Baskoro!"
"Plakk!" sebuah tamparan membuat wajah sendu itu terpalingkan. Wajahnya masih sembab karena banyak menangis.
"Kamu harusnya menyadari kesalahan besar yang kamu lakukan! Kamu membuat ayah malu didepan keluarga Alex kalau sampai mereka mendengar apa yang kamu lakukan!"
Intan menunduk, menahan perih dipipinya. Tetapi sebenarnya hatinya lebih perih dari itu.
"Kamu tidak ingat? Bagaimana mendiang ibumu menginginkan kamu menikah dengan salah seorang putra mereka? Bahkan kamu sudah mengerti sejak lama. Sekarang apa yang kamu lakukan, HAH!!"
Isak tangis Intan tidaklah membuat Abraham menghentikan amarahnya.
"Kamu harus ke Australia!'
Tiba-tiba Abraham memberikan ultimatum untuknya. Membuat Intan membulatkan matanya dengan sempurna.
"Ayah! Tidak! Aku tidak akan pergi. Sudah cukup Ayah!" Intan berlari ke kamarnya, ia hanya ingin lari dari ayahnya. Sebab ia tahu ayahnya tak akan mendengarkan keinginannya.
'Baiklah Ayah, Aku akan pergi dari rumah ini!' batinnya.
Sepertinya itu adalah keutusan terbaik. Dia tidak akan bisa lari dari ayahnya jika dirinya benar-benar sampai di Australia. Ia tahu betapa luasnya Villa kuno itu di Australia sana. Belum lagi sangat sulit untuk keluar masuk dari lingkungan itu kecuali dengan jet pribadi.
Intan menyusun rencana, iapun melakukan segalanya untuk bisa lari dari ayahnya.
Hanya saja semua rencana itu gagal! Beberapa kali ia ingin kabur, tapi semua itu tak pernah berhasil.
Abraham kesal! Marah!
Putri satu-satunya membuatnya kecewa. Intan adalah harapannya untuk bisa mewarisi seluruh kemampuannya. Ia tidak rela Intan menikahi pria miskin dan mengecewakan keluarga Alex. Tidak ada jalan lain kecuali mengirimnya ke Australia!
"
Siang itu cuaca cukup panas, untungnya halaman gedung Wijaya Group ini cukup asri. Beberapa pohon rindang memiliki tajuk melebar seperti payung raksasa yang menaungi. Membuat beberapa orang karyawan menjadikannya sebagai tempat berlindung dari matahari. Intan keluar dari gedung berlantai 25 itu. Langkahnya teratur menapaki granit berwarna keabu-abuan. Beberapa orang membungkuk memberi hormat saat dia berlalu. Seorang pengemudi telah siap dengan pintu mobil yang terbuka dan mempersilahkan Intan masuk kedalam mobil itu. "Bagaimana keadaan Ayah setelah aku pergi?" Intan bertanya kepada pak Joko sang supir pribadinya ketika dia telah duduk di bangku belakang. "Jauh lebih baik Nona, sekarang bahkan sudah bisa berjalan dan duduk di balkon mencari udara segar." "Syukurlah, kalau saja bukan karena pentingnya masalah di perusahaan tentu Aku memilih untuk menemani Ayah tadi." Pak Joko tersenyum. Gadis cantik yang dilihatnya lima tahu
Baskoro menutup telepon setelah berbicara sangat serius dengan seseorang. Dia lupa dua hari lagi adalah hari ditentukan pernikahannya dengan Wulan adik Waluyo, sahabatnya di kampung.Bagaimana bisa ia melupakan hal sepenting itu."Jika kamu menolaknya kami tidak bisa berbuat apa-apa. Kami hanya pasrah dan menerima karena hanya kamu yang bisa menolong kami," suara berat Pak Din ayah Waluyo mengalir bagaikan tumpahan darah di batin Baskoro."Saya akan melakukannya Pakde, semua demi kebaikan keluarga kita. Pakde tidak usah khawatir, saya akan menikahi Wulan. Tetapi...," Baskoro tidak melanjutkan."Katakanlah, saya akan mendengar pendapatmu!""Saya hanya akan menjadi suaminya sampai bayi itu lahir. Saya tidak bisa menjadi suami Wulan untuk selamanya Pak!" katanya pelan.Pak Din terdiam, dia tak bisa memaksa. Sekarang ini yang terpenting adalah menyelamatkan nama baik keluarganya sebelum perut Wulan semakin membesar tanpa status perkawinan.
Intan memulai pencariannya, dengan mulai menghubungi seorang teman kuliahnya dulu bernama Ardan. Khabarnya Ardan menjadi seorang pegawai negri di sebuah Kantor Pemerintahan Daerah di Surabaya.Ardan juga seorang yang aktif di media sosial. Pertemuan mereka memang juga dari sebuah media sosial. Intan pernah mencari jejak Baskoro di media sosial, tapi tak satupun jejak yang berhasil dia temukan."Setelah sekian tahun kenapa hanya Baskoro yang kamu cari Ntan ?" Ardan meledek Intan."Sepertinya urusan yang sangat penting ya? Apa Baskoro memiliki utang sama kamu?"Intan hanya tertawa "Mana mungkin Baskoro punya utang, justru aku yang punya utang. Dan itulah sebabnya aku mencarinya." segelas jus dan secangkir kopi telah dibawa kehadapan mereka berdua oleh seorang pramusaji bertubuh tinggi."Sepertinya kamu memang sudah sukses sekarang. Syukurlah kalau begitu, memang utang haruslah dibayar kalau ga mau dibawa mati."Uca
Intan menangisi dirinya, kehampaan serasa merenggut seluruh jiwanya. Ditepi danau kecil berair jernih itu Intan meraung menyesali apa yang dilihatnya."Andaikan aku datang kemarin mungkinkah akupaku kesempatan untuk berbicara? Aku ingin membicarakan Bastian. Seorang anak yang telah menunggu sekian lama!"Intan tak sanggup memikirkannya."Baskoro, aku bahkan tidak pernah lupa sedetik pun." Intan menangis sejadinya.Sementara itu Baskoro masih dalam kebingungan. Wanita yang selama ini dicarinya bahkan hadir disaat yang tidak tepat. Karena bingung dia hanya berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Hingga Wulan masuk dan melihat ketegangan Baskoro di wajahnya. Tetapi Baskoro justru berlari keluar dan menyambar motor trail milik Waluyo. Berusaha mengejar Intan yang sudah melaju.Intan mengerem mendadak ketika sebuah motor mendahuluinya dan berhenti tepat didepannya. Dia mengenali pria bermotor itu, tapi Intan tak menyangka Baskoro akan menyusulny
Kesibukan Jakarta membuatnya lebih memberikan kekuatan. Karena ia harus berpacu dengan semua pekerjaan yang tiada henti. Hal itu membuatnya sedikit melupakan kekecewaan yang ia alami .Ia kecewa karena Baskoro telah melupakannya, Ia kecewa karena dahulu Baskoro menuruti saja selembar kertas yang menyatakan mereka bercerai.Seharusnya Baskoro tidak harus benar-benar menceraikannya karena itu hanya palsu belaka. Ini sungguh membuatnya kecewa karena ternyata sekarang dia hanya mantan baginya.Sayangnya Intan belum sempat menunjukkan kartu yang tersembunyi itu. Bastian adalah kartu yang belum ia buka di hadapan Baskoro. Tapi karena pernikahannya itu, Intan tidak siap membuat kekacauan.Intan mengecek berkas-berkas pembangunan jalan yang ada di ruas jalan Merah putih. Karena proyek tahap pertama telah selesai dilakukan. Sejauh ini pekerjaan itu ditangani Multi Projects Maintenance, sebuah sub kontraktor yang dipercaya Wijaya Group. Intan merasa harus men
Baskoro membaca semua artikel yang memuat tentang keluarga Abraham Wijaya. Menelusuri barangkali ada jejak pemberitaan yang menjelaskan dimana Intan selama ini. Baskoro mendapatkan bahwa selama ini Intan pindah sekolah di salah satu universitas Australia. Tidak disebutkan masalah pribadinya kecuali Intan pernah dikabarkan menikah dengan seorang pria anonim dan menjadi janda tanpa anak. Semua berita berkutat tentang itu itu saja.Baskoro belum merasa puas dengan hasil penggalian informasi itu. Lalu dia menelfon Zaki yang kebetulan salah satu staff di gedung Intan bekerja, dia adalah salah seorang teman yang kebetulan sering bertemu di rumah kontrakan di Jakarta dan ternyata mereka bertetangga."Tumben menelfon?" heran karena tiba-tiba Baskoro menghubungi di tempat kerja."Iya, bisakah kita ketemuan waktu makan siang?""Tentu saja bisa, ada apa sebenarnya?""Hmmm, saya butuh sedikit informasi,"Zaki menyanggupi mereka b
Seorang pria berjalan tegap memasuki koridor perkantoran Wijaya Group. Dia adalah lelaki dengan usia enam puluhan. Dengan kilau Arloji ditangannya, menunjukkan betapa elegan penampilannya meskipun sebagian rambutnya telah memutih. Sorot mata tegas yang ia pancarkan membuat orang lain menunduk saat melihatnya. Tentu saja setiap orang yang dilaluinya digedung itu tahu siapa Pria dengan wibawa yang demikian memanas. Ketegangan akan tiba-tiba menghampiri disetiap meja kerja yang berada disana. Mereka, bila terlihat sedikit saja kesalahan, teguran dengan aroma mempermalukan akan menjadi kenangan seumur hidup mereka. Sementara orang-orang disekelilingnya adalah para ajudan yang menjaga tuannya. Mereka menjaga Tuan Abraham pemilik Wijaya Group. Abraham memutar handle pintu ditempat putri semata wayangnya berada. Menyembulkan kepalanya tanpa suara. Intan yang sejak bergeraknya handle pintu sudah mengawasi, tertawa melihat ayahnya menyembulkan kepala dari balik pintu.
"Sangat keterlaluan orang yang lari dari undangannya sendiri." Intan terlompat karena sangking terkejutnya. Toilet itu sangat sepi karena jarang sekali karyawan yang bekerja sampai malam. "Ya Tuhan! " Ia memegang jantungnya yang serasa melompat dari tempatnya. "Andre? Apa yang kau lakukan disini? Apaa..." mata Intan melirik pintu toilet. "Ha ha ha. Kamu memang pandai membuat orang tersudut. Seharusnya aku masuk saja tadi, toh pintu toilet wanita itu terbuka." "Dasar mesum!" Intan membalikkan badan hendak pergi, tapi Andre mengikutinya. "Aku heran dengan orang sepertimu, kita bahkan belum berbicara apapun tetapi kau sangat tidak bersahabat. Apakah selalu begitu caramu bersikap terhadap orang yang baru saja ingin mengenalmu?" "Bagaimana denganmu? Apa yang kau kerjakan disini? Aku tidak pernah tahu kau bekerja disini." Ucapnya. "Aku memang tidak bekerja disini, aku sedang menjemput calon istriku." "Andre