Abraham terus menatap ke bawah sana dimana keluarga kecil itu tertawa bahagia. Sesekali Abraham ikut tersenyum bersama mereka.
Untungnya, rasa sesal itu datang di saat yang tepat. Di saat semua masih bisa diperbaiki, ia masih bisa menyatukan puing-puing yang sempat ia hancurkan di dalam kehidupan putrinya. Hal yang mungkin ia inginkan dan harapkan saat ini adalah kebahagiaan putrinya yang telah ia rusak selama bertahun-tahun.Mungkin sudah saatnya ia juga membuka hati untuk seorang pria sebagai suami pilihan Intan. Dengan begitu lengkap sudah keinginan putrinya untuk hidup bersama dengan putranya dan juga suaminya.Dahulu, ia tak memiliki keluarga kecil yang bahagia seperti yang ia lihat sekarang, membuatnya tersadar bahwa Istrinya memang tidak pernah bahagia hidup bersamanya. Keluarga kecilnya hanyalah keluarga yang penuh luka dan kepalsuan. Tiba-tiba air mata Abraham mengalir. "Apakah pekerjaan lebih penting bagimu daripada keluargamu?" Saat itu istWanita paruh baya itu berdiri melihatnya dengan tersenyum. Dia sangat cantik menawan meskipun guratan usia telah terlukis dibalik make up tipis yang ia poleskan.Bukan disambut senyum manis juga Abraham malah menatapnya dengan sorot mata yang teramat dingin.Wanita itu memberanikan diri untuk melangkah, mendekati Abraham meskipun hatinya mulai gentar."Kenapa kau masih berani mendatangiku?" Kerasnya suara Abraham membuat beberapa pelayan menoleh ke arah mereka, tapi mereka cukup punya sopan santun untuk memberi ruang kepada tuan mereka dengan meninggalkan tempat itu."Maafkan, sebenarnya aku tidak punya cukup keberanian untuk menemuimu kecuali sangat terpaksa," ujarnya sambil tertunduk dalam.Abraham berdecih. "Kalau begitu, pergilah dan jangan pernah menginjakkan kakimu di hadapanku!" geramnya.Wanita itu tak bergeming, hanya bulir air mata yang berusaha menjelaskan kepada Abraham bahwa ia harus berada di tempat itu, ada sesuatu yang harus ia katakan m
Baskoro sudah tak mampu menahan langkah Intan yang ingin ikut campur urusan ayahnya. Ia bisa memahami sikap Intan karena pasti Intan sangat mengenali watak ayahnya yang kasar, apalagi Intan melihat ayahnya bersikap kasar terhadap seorang wanita. Intan tidak mungkin bisa menerima hal itu."Ayah, kenapa ayah membiarkan wanita ini duduk di lantai seperti ini?" Intan memegang bahu wanita itu dan menarik lengannya untuk membantunya berdiri. Wanita itu tampak sangat menyedihkan, tapi ia menurut untuk berdiri.Abraham melengos dan sedikit menjauh, ia menatap jauh kedepan, seakan tak perduli dengan sikap putrinya."Ayah, dengarkan bibi ini berbicara dan selesaikan baik-baik. Aku yakin ayah akan bisa menolongnya bukan? Ayah jangan berbuat kasar terhadap wanita, ayah," Intan memohon.Abraham masih terdiam. Ia sungguh hanyut dengan pikirannya sendiri."Bibi, duduklah di sini. Aku akan mengambilkan untukmu air minum. Hemm?"Intan bergegas masuk ke dalam,
Intan masih mencoba mencerna kalimat yang dilontarkan wanita ini. Kata "wanita selingkuhan" yang diucapkannya begitu fulgar dan jujur, apa sebenarnya dibalik semua ini?"Tapi, bukankah itu bukan masalah penting sekarang ini? Ibuku sudah tiada lagi, anda bukan lagi selingkuhan ayahku. Bukankah begitu?"Wanita itu tampak tersenyum. Seberkas cahaya bersinar di sorot matanya."Benar bukan? Itu adalah masa lalu, tetapi ayahmu seakan menganggap aku hama yang menjijikkan. Ayahmu tidak ingat bagaimana dia merayuku dulu."Intan sedikit risih, ini adalah masalah yang sangat pribadi bagi ayahnya, mana mungkin ia bisa mendengar dengan nyaman?"Bibi, saya tidak bisa mencampuri masalah anda dengan ayah. Saya harap anda segera pulang terlebih dahulu, ana bisa datang lain kali ketika ayah sudah merasa siap bertemu dengan anda," ujarnya pelan karena Intan takut menyinggung.Wanita bernama Anita itu seketika berubah air mukanya. Sebenarnya ia datang ke tempat Abrah
"Baiklah ayah, seharusnya ayah memang tidak berselingkuh waktu itu sehingga ayah tidak terbebani sekarang ini. Bisa saja ayah melupakan sebuah janji kepada bibi tadi, Yah?"Intan memeluk Abraham, ia tahu ayahnya sedang bimbang karena kehadiran wanita tadi."Maafkan, ayah merasa sangat bersalah kepadamu dan juga ibumu. Ayah rasa, kehadirannya hanya akan merusak hubungan kita. Ayah tidak mau itu terjadi?""Apakah bibi tadi adalah kekasih ayah sebelum mengenal ibu?"Abraham terkekeh, "apa pentingnya sekarang wanita sialan itu hah? Jangan mendesak ayahmu yang sudah tua ini putriku," iapun menoel pipi Intan karena gemas.Intan memberengut, "ayah memang semakin kelihatan tua, kalau ayah ingin awet muda ayah harus bahagia. Ayah, ayah harus menolong orang yang membutuhkan, karena itu adalah kebahagiaan, ayah.""Baiklah, ayah akan menolong orang yang membutuhkan, tapi tidak dengan wanita tadi.""Ayah keras kepala.""Dan kamu?""Tidak, aku tidak ak
Mereka menikmati keindahan taman yang luas yang berada di sekeliling tugu, tugu Monas memiliki puncak dengan bentuk lidah api, di mana lidah api ujung tugu tersebut dilapisi dengan lapisan emas dengan berat 45 kg.Untuk naik ke puncak Monas, mereka harus antre karena jumlah pengunjung di puncak Monas dibatasi agar tidak melebihi kapasitas. Pengunjung juga harus antre naik lift karena kapasitasnya hanya 800 kilogram.Mereka bergerak ke lantai tiga. Begitu pintu lift terbuka, suasana sejuk angin malam segera terasa. Dari sela teralis monas, gemerlap lampu kota terlihat begitu mengagumkan.Puncak Monas berada di ketinggian 132 meter. Dari tempat ia bisa melihat pemandangan Jakarta yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit. Di sana juga tersedia empat teropong yang dipasang berdasarkan arah mata angin.Baskoro dan Intan menggandeng Bastian di kanan kirinya. Orang akan mengira mereka adalah keluarga yang sempurna, padahal mereka berstatus mantan istri dan mant
"Kata-kata tidak bermutu!" sungut Intan dengan bibir mengerucut.Baskoro tersenyum genit dan menggemaskan. Sebenarnya ia memang sedang mencari cara agar ayah Intan menerimanya dengan baik. Akan tetapi ia belum sempat bertemu empat mata."Apakah aku akan menemuinya di mansion atau di perusahaan? Kau tahu, aku tak punya pengalaman melamar. Dua kali pernikahan aku sungguh berjalan mulus tanpa kendala, tanpa harus melamar. Semua sudah disiapkan calon istri. Benar bukan?""Enak saja!" Intan mencibir, karena Baskoro menyindirnya. Dulu memang Baskoro tidak perlu bersusah payah, semua sudah dia yang menyiapkan.Dan pernikahan kedua dengan Wulan, pasti karena desakan keluarga Wulan yang meminta tolong agar Baskoro menikahi putrinya secara kontrak. Jadi, Baskoro juga tidak bersusah payah."Aku sedikit jantungan kalau melamarnya pada ayahmu," keluhnya. "Bagaimana kalau kau saja yang mengatakan pada ayahmu?""Baiklah, tapi ada syaratnya!""Syarat?"
Semakin dekat, Intan membuka kaca mobil dan menyerahkan tiga lembar uang seratus ribuan. Matanya terus menatapnya sehingga mereka bertemu mata. Intan sangat terkejut setelah tahu siapa sebenarnya wanita itu."Bibi Anita?" gumamnya bersamaan dengan wanita itu menyahut uang yang ia serahkan sambil melengos pergi."Apakah aku tak salah melihat?" gumamnya lagi merasa tak percaya.Mereka telah berlalu dari perempatan itu, tapi hati dan pikiran Intan masih tertinggal di sana."Bolehkah Intan tahu, dimana saja wanita itu mengemis, Pak?" Intan mencoba bertanya kepada asisten ayahnya."Hmm, saya hanya pernah melihatnya di Gunung Sahari, di Cempaka putih dan Pasar Baru, Non. Selain itu saya tidak tahu," jawab pria itu.Abraham sedikit merasa aneh dengan pertanyaan Intan."Sejak kapan kamu merasa tertarik dengan kehidupan pengemis, putriku?"Intan menatap ayahnya, rasanya tak tega mengatakan yang sebenarnya."Benar ayah, seorang wanita y
"Tidak ayah, ayah harus berdamai dengan masa lalu," Intan menatap lekat ayahnya. "Intan tidak mau ayah seperti ini, ayah harus bisa bahagia dan hidup dengan damai," ujarnya sambil memeluk ayahnya erat.Abraham hanya terdiam, ia belum bisa memaafkan dirinya, ia menyesali membuat ibu dari putrinya menderita sendirian.Tak terasa mereka telah sampai di perusahaan.Mereka melangkah di atas koridor perusahaan. Beberapa karyawan berhenti dan memberikan salam penghormatan kepada mereka. Beberapa orang diantaranya mengulas senyum saat melihat kehadiran Intan di sisi ayahnya."Selamat pagi dan selamat datang Nona," sekretaris Intan menyambutnya di ruang kerja."Selamat pagi Mila, apakah kau merindukanku?" Intan bercanda dengan sekretarisnya, telah lama mereka tak bertemu."Tentu saja, sudah lama anda tidak mengomeliku, rasanya sangat sepi dan membosankan, nyonya," Mila mengembangkan senyumnya.Meskipun itu tampak klasik, Mila memang jujur merindukan Intan,
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu