"Kau benar-benar datang tepat waktu." cicit Intan menyindir kedatangan Baskoro.
Baskoro menatapnya jengah. "Tepat waktu salah, terlambat juga salah. Jadi apa yang harus aku lakukan?" ujarnya sambil mengemas semua barang bawaan Intan."Hem, enggak ada. Aku cuma bilang kenyataan, toh kamu memang datang tepat waktu 'kan?"Baskoro diam, malas berbalas kata."Mana Bastian, kau tidak menjemput anakku?"Kali ini beralih ke Bastian."Aku sudah mengantarnya sekolah tadi, Nyonya Intan...," ujarnya.Intan diam, lalu dia memperhatikan Baskoro memasukkan semua perlengkapan miliknya."Kemana Aku akan mengantar Nyonya besar ini pulang?" "Hem, kemana lagi ya... Aku cuma wanita yang merepotkan, tapi kau memang seharusnya mengantar aku ke Villa Garden."Baskoro menatap Intan, "Kau masih ingin tahu bagaimana pernikahanku dengan Wulan?"Intan mengangguk."Ada syaratnya.""...""Setelah kau mendengar semua penjelasanku, kau haruDengan langkah malu-malu, Intan memasuki restoran dengan ornamen yang sangat mewah itu. Di sana sini semua tampak berkilau indah.Tanpa riasan, tanpa pakaian indah, dan hanya memakai sendal jepit itu sungguh menyiksa baginya memasuki tempat seperti itu. Meskipun ia bukan wanita bergaya mewah, tapi dia akan tau diri memasuki tempat semewah yang ia lihat."Kau membuatku malu, Bas.""Kenapa? Apa tempat ini akan menolakmu dengan penampilan seperti itu?""Tapi ini bukan WC umum, mereka pasti menuntut pelanggan dengan penampilan yang sesuai dengan gaya mereka, lihatlah aku yang hanya memakai sendal jepit. Aku bahkan tidak bisa mengangkat kepalaku karena sangat malu," Intan terus merajuk. Menurutnya ini bentuk ajakan yang bar-bar. Baskoro tidak memberi tahu kemana mereka akan pergi. Dan sekarang ia seperti orang yang sangat menyedihkan. Bahkan jalannya pun masih sedikit terpincang-pincang."Aku sudah membuat reservasi, dan Bastian menunggu kita di sana.""Jadi
Lamaran yang terkesan tidak adil! Bagaimana bisa suasana itu sangat canggung dan jauh dari kata romantis."Apa ini paksaan? Kau membuatku jadi bertanya-tanya kenapa secepat ini?"Baskoro melihat tatapan mata Intan yang seperti meragu."Tak ada paksaan untuk siapapun, tapi aku memang tidak menerima penolakan. Aku sudah mengatakan sebelum ini.""Apa kau sungguh belum berubah? Kau tidak sedang mempermainkan hidupku 'kan?" Intan menatapnya tajam. "Wanita yang engkau nikahi, bukankah dia mencintaimu? Aku bisa tahu dari sorot matanya saat itu.""Tidak, diantara kami tidak pernah terjadi apapun kecuali pernikahan palsu. Semua itu aku lakukan hanya sebagai tameng nama baik keluarganya. Dia hamil oleh kekasihnya sendiri, dan sekarang mereka sudah kembali bersama."Intan termenung. Jadi ketika ia menemui Baskoro sehari setelah Baskoro menikah, sebenarnya tidak ada hubungan apapun diantara mereka? Baskoro mengatakan membencinya saat itu, karena dia benar-benar san
"Haruskah mengundang Baskoro?" katanya lirih kepada asistennya."Tuan, saya hanya bertanya-tanya saja bahwa apakah Anda akan mengundangnya setelah semua kejadian ini. Adapun keputusannya semua terserah Anda.""Apakah menurutmu dia akan datang?"Asisten itu tersenyum, "Saya akan mencobanya, Tuan."Abraham merenung. Ia masih ingat dengan apa yang telah ia lakukan terhadap Baskoro. Segala hinaan dan juga celaan selalu ia lontarkan kepada pria itu. Namun Intan tidak pernah terpengaruh dengan semua kata-katanyaBahkan ia menyangka Baskoro melakukan guna-guna untuk memikat putrinya.Nyatanya setelah lima tahun ia memisahkannya, tidak sedikitpun ada yang berubah. Yang terjadi justru sebaliknya dan sangat mengejutkan. Selama ini Intan menyembunyikan seorang anak yang ia lahirkan di pengasingan dan merawat anak itu dengan baik.Abraham meragukan dirinya, apakah dia manusia baik ataukah manusia jahat yang telah tega menyengsarakan putrinya sendir
Mereka sudah berada di dalam mobil dan bergegas menuju sekolah Bastian, berharap Bastian segera bisa ditemukan.Sampailah mereka pada gerbang sebuah sekolah taman kanak-kanak yang gerbangnya tertutup rapat. Tak ada seorangpun berada disana kecuali seorang petugas kebersihan."Maaf Pak, adakah seorang anak yang masih tersisa di sekolah? Sebab anak kami belum sampai di rumah."Pria itu sedikit bingung, kalau sudah satu jam berlalu biasanya memang sudah tidak ada lagi anak yang tertinggal di sekolah."Apa biasanya pulang sendiri?""Tidak, tadi pengasuhnya menjemput tapi tidak ada di sekolah.""Bolehkah saya melihat foto anak tersebut?"Intan mengeluarkan ponsel miliknya dan menunjukkan foto Bastian."Hemm, anak ini ya. Sepertinya ada seorang lelaki yang bersamanya tadi.""Seorang lelaki? Bagaimana wajah pria tersebut? Apa Bapak tahu siapa lelaki itu?" Intan makin panik."Intan, tenanglah Jangan terlalu mendesak bapak ini, sebaiknya kamu
"Kau mengenalinya?" Baskoro menautkan alisnya."Iya, mereka adalah pengawal ayahku. Kita bahkan belum bertanya kepada ayahku."Polisi tersebut melihat mereka keheranan. "Jadi, apakah kalian sungguh mengenal pria tadi?"Intan tersenyum tipis. "Kami mohon maaf karena telah merepotkan. Kami tidak menyangka itu adalah perbuatan kakeknya. Syukurlah karena kemungkinan besar putra kami baik-baik saja."Petugas kepolisian tersebut tersenyum lega. "Syukurlah, sudah menjadi kewajiban kami untuk membantu masyarakat," katanya kemudian.Lalu mereka berpamitan."Jadi kita akan ke mansion ayahmu?""Kenapa tidak? Aku sungguh kesal dibuatnya!""Intan, sebaiknya engkau menahan perasaan kesalmu itu."Baskoro khawatir Intan akan marah-marah kepada ayahnya."Bagaimana aku nggak kesal? Ayah bertindak seperti itu dan membuatku hampir mati ketakutan!"Baskoro mengemudi dengan tenang. Ia bisa mengerti perasaan Intan sebagai seorang ibu yang
"Ayah sangat keterlaluan, kami hampir mati depresi karenanya." Intan masih terus mengeluh dengan cara ayahnya mengambil Bastian tanpa pemberitahuan. Ia sudah kalang kabut dibuatnya. Tubuhnya serasa dipukuli ratusan kali karena letih."Baiklah, maafkan ayah karena menculik anakmu. Akan tetapi kau harus menerima hadiah dari ayah ini. Ayah tidak tahu harus memberikan hadiah apa yang sesuai. Dan inilah yang mampu ayah berikan sebagai rasa bahagia dengan kesembuhanmu dari kecelakaan maut itu."Abraham memeluk putrinya, dan Intan balas memeluknya karena terharu dengan penuturan ayahnya."Bagaimanapun, kau telah melewati masa kritis terselamatkan dari maut. Ayah tak bisa membayangkan bagaimana kamu bisa melalui hal itu," ujar Abraham kemudian."Terimakasih ayah, terimakasih karena telah mengkhawatirkan aku. Aku menerima hadiahmu ayah. Dan aku tidak akan melupakannya."Mereka saling berpelukan hangat. Membuat orang-orang di sekitarnya menangis haru. Pemandanga
Abraham terus menatap ke bawah sana dimana keluarga kecil itu tertawa bahagia. Sesekali Abraham ikut tersenyum bersama mereka.Untungnya, rasa sesal itu datang di saat yang tepat. Di saat semua masih bisa diperbaiki, ia masih bisa menyatukan puing-puing yang sempat ia hancurkan di dalam kehidupan putrinya. Hal yang mungkin ia inginkan dan harapkan saat ini adalah kebahagiaan putrinya yang telah ia rusak selama bertahun-tahun.Mungkin sudah saatnya ia juga membuka hati untuk seorang pria sebagai suami pilihan Intan. Dengan begitu lengkap sudah keinginan putrinya untuk hidup bersama dengan putranya dan juga suaminya.Dahulu, ia tak memiliki keluarga kecil yang bahagia seperti yang ia lihat sekarang, membuatnya tersadar bahwa Istrinya memang tidak pernah bahagia hidup bersamanya. Keluarga kecilnya hanyalah keluarga yang penuh luka dan kepalsuan. Tiba-tiba air mata Abraham mengalir."Apakah pekerjaan lebih penting bagimu daripada keluargamu?" Saat itu ist
Wanita paruh baya itu berdiri melihatnya dengan tersenyum. Dia sangat cantik menawan meskipun guratan usia telah terlukis dibalik make up tipis yang ia poleskan.Bukan disambut senyum manis juga Abraham malah menatapnya dengan sorot mata yang teramat dingin.Wanita itu memberanikan diri untuk melangkah, mendekati Abraham meskipun hatinya mulai gentar."Kenapa kau masih berani mendatangiku?" Kerasnya suara Abraham membuat beberapa pelayan menoleh ke arah mereka, tapi mereka cukup punya sopan santun untuk memberi ruang kepada tuan mereka dengan meninggalkan tempat itu."Maafkan, sebenarnya aku tidak punya cukup keberanian untuk menemuimu kecuali sangat terpaksa," ujarnya sambil tertunduk dalam.Abraham berdecih. "Kalau begitu, pergilah dan jangan pernah menginjakkan kakimu di hadapanku!" geramnya.Wanita itu tak bergeming, hanya bulir air mata yang berusaha menjelaskan kepada Abraham bahwa ia harus berada di tempat itu, ada sesuatu yang harus ia katakan m
Kebahagiaan semakin mewarnai mansion Abraham. Baik Intan dan juga Baskoro menjalani kehidupan rutinitas mereka dengan baik dan bahagia.Begitu juga Abraham yang menikmati hari hari masa tuanya bersama Anita. Rumor tentang pelakor pada Anita sudah tidak lagi terdengar gaungnya. Itu semua berkat Intan yang selalu membungkam mulut orang jahat yang berusaha merendahkan ibu tirinya."Untuk apa membahas masa lalu? Dia sekarang dah menjadi ibuku yang berarti menggantikan posisi ibu kandungku. Jadi, dia adalah ibuku yang sebenarnya," ujarnya membantah omongan miring beberapa kerabat yang tidak menyukai keberadaan Anita di sisi Abraham.Dan Indra juga menjalani hidupnya dengan baik. Setelah menyelesaikan sekolah iapun berangkat ke Boston untuk bersekolah sekaligus berlatih dengan pelatih Basket yang berpengalaman. Ia sudah melupakan Melissa yang kini sudah menikah dengan dokter Yusac. Ia merasa bahwa itulah yang terbaik untuk mereka sehingga tak ada penyesalan sedikitpun dengan jalan yang mere
Seluruh penghuni mansion dikejutkan dengan penampilan Bastian yang sedikit aneh, lucu tapi memprihatinkan.Mereka heboh dengan ekspresi yang bermacam-macam.Ada yang tertawa, khawatir dan malah gemas. Tidak kalah hebohnya adalah kakek Abraham dan juga Neneknya yang menatapnya prihatin."Ingat kata nenek, jangan suka bermain di tempat yang banyak lebahnya. Lihatlah, dia kira ini sarang lebah sehingga salah bertengger?" cicitnya sambil menatap prihatin pada cucunya.Bastian tak bisa menyangkal karena tidak bisa menggerakkan bibirnya melainkan akan terasa sangat nyeri. Begitu juga para maid yang prihatin."Aduuh, pasti sakit sekali. Bastian, apa kamu pernah mengejek seseorang sehingga mendapatkan balasan seperti ini?" tanya salah seorang maid yang sering Bastian panggil dengan nama maid Cerewet. Ingin rasanya Bastian menjawab ucapan mereka dengan sangat marah dan kesal, sayang sekali ia hanya bisa diam tak berdaya.Meskipun sudah diobati, efek bengkak tersebut tidak hilang begitu saja.
Meskipun kepulangan Baskoro ke kampung halamannya menyisakan kesedihan. Setidaknya segala misteri wasiat orang tuanya sungguh terungkap. Baskoro merasa ayah Waluyo sangat memperhatikan hidupnya. Dia tahu bahwa Baskoro tidak pernah menyukai Wulan sehingga ia membiarkan Baskoro menjalani pilihannya."Kau tak menyesal menikah denganku setelah tahu menikahi Wulan adalah wasiat orang tuamu?" tanya Intan saat mereka menghabiskan waktu di taman belakang rumahnya."Kenapa memangnya? Apa kau yang mulai menyesal sekarang?""Tidak, aku hanya ingin tahu isi hatimu.""Kenapa? Pahami dulu isi hatimu baru ingin tahu isi hati orang lain. Atau bilang saja kau ini sedang cemburu."Intan menyebik. Selalu saja itu alasan yang Baskoro lontarkan kalau dia ingin mendengar isi hatinya."Huft, untuk apa aku harus cemburu.""Kenapa? Apa salah dengan kecemburuan?" goda Baskoro dengan lembut mengatakannya.Wajah Intan bersemu merah. Bagaimana juga ia memang sangat cemburu kalau sudah berkaitan dengan kehidupan p
Baskoro, Intan dan juga Waluyo duduk berputar mengelilingi Ayah Waluyo. Meskipun masih sangat lemah, ayah Waluyo terlihat bisa mendengar dan melihat siapa yang ada di ruangan tersebut. Seakan ingin mengatakan sesuatu, ia juga menggerakkan tangannya untuk memanggil Baskoro."Iya ayah, ayah memanggilku bukan?" katanya dan menggenggam erat tangan pria tua itu dan mendekatkan kepalanya dekat pria itu.Ayah Waluyo seperti hendak mengatakan sesuatu kepadanya."Ayah... aku mendengarnya," pelan Baskoro."Baskoro..." Tiba-tiba ayah Waluyo bisa berbicara. "Aku sungguh meminta maaf kepadamu.""Jangan bilang begitu Ayah, akulah yang seharusnya meminta maaf kepadamu, Ayah.""Ambillah surat wasiat itu..." lirihnya lagi. Baskoro mengernyit, ia tak mengerti surat wasiat apa yang sebenarnya Ayah Waluyo katakan."Di atap rumahku.." dan tiba-tiba saja ayah Waluyo seperti sesak napas sehingga membuat Baskoro ketakutan."Ayah...ah,.Waluyo... bagaimana ini?" Baskoro kebingungan bukan main dan ia hanya men
Sesampainya di rumah Waluyo, mereka berdua mendapatkan rumah dalam keadaan sangat sepi. Lalu mereka menuju peternakan sapi yang Waluyo kelola. Di sana mereka bertemu dengan seorang pegawai pembersih kandang yang sedang bekerja.Terlihat pria itu menatap kehadiran mereka berdua dan menyapanya."Selamat sore, Pak. Ada yang bisa saya bantu? Apakah membutuhkan sapi untuk di beli?" ujarnya dengan tersenyum ramah.Baskoro mengulurkan tangannya."Tidak, Pak. Tujuan saya datang kesini adalah untuk mencari Mas Waluyo. Tapi kelihatannya rumahnya kosong ya Pak?""Oh, sedang mencari Mas Waluyo. Apa bapak tidak tahu kalau Mas Waluyo sudah lama nggak tidur di rumah Pak?"Baskoro terkejut. Tentu saja ia tidak tahu kalau Waluyo tidak memberi tahu."Tidak, Pak. Hanya saja kenapa Mas Waluyo tidak pulang ke rumah? Sebab sebenarnya saya bertemu belum lama ini, tapi Mas Waluyo tidak cerita apa apa.""Oh, jadi begini, Mas. Sebenarnya Mas Waluyo sudah dua bulanan merawat ayahnya yang sedang koma di rumah sa
Musim semi telah berakhir, mereka telah menyelesaikan suatu waktu yang indah bersama di Vila tersebut. Mereka akan segera kembali ke Jakarta dan melanjutkan pekerjaan yang sudah lama ditinggalkan. Seperti biasa, perjalanan dengan jet pribadi bukanlah apa apa buat keluarga Abraham. Dan dengan segera mereka sudah tiba di Jakarta."Masih satu hal lagi yang belum kita tunaikan," kata Baskoro saat mereka telah sampai rumah."Ehmm aku tahu, kau pasti ingin ke desa dan bertemu Ayah Waluyo.""Benar, ada firasat tidak enak di dalam hati ini. Akan tetapi aku berharap tidak ada apa apa.""Baiklah, setelah kita beristirahat kita bisa ke desa dalam beberapa hari ke depan."Baskoro menggenggam tangan Intan, menghadap kan tubuh Intan kepadanya. Lalu dengan lembut ia menyelipkan anak rambut Intan ke belakang telinga dengan perlahan."Kalau kau lelah, aku bisa pergi sendiri. Ini hanya mengunjungi ayah Waluyo, aku sungguh mendapatkan mimpi buruk dalam beberapa hari ini.""Tidak, Bas. Aku tidak mungkin
Seorang wanita berkulit hitam datang terburu-buru. Wanita itu adalah Eleanor, kepala dapur Vila tersebut yang sudah pensiun karena usianya. Wanita itu tentu saja merindukan Intan. Setelah mendengar Intan akan datang, maka iapun bergegas menuju Vila dan ingin bertemu Intan."Eleanor?!" pekik Intan mendapati wanita itu datang tergesa dengan menangis haru."Kenapa lama sekali baru muncul? Bukankah kau berjanji untuk segera kembali ke Vila dan memperkenalkan suami yang sangatlah kau cintai itu? Aku sungguh sangat penasaran dan. berdoa tidak cepat mati sampai aku bisa menemui pria itu."Eleanor sangat berapi api mengungkapkan isi hatinya. Kenangan bersama Intan tidak bisa ia lupakan begitu saja. Kenangan saat mereka bersama sama menyembunyikan keadaan Intan yang sedang mengandung dengan berbagai macam cara.Saat itu, Intan terlihat sangat menyedihkan karena Abraham yang sangat keras kepala. Gadis itu tidak punya semangat hidup lagi saat Abraham memisahkan dirinya dengan kekasihnya. Kenyata
Suasana musim semi membuat alam menyejukkan hati siapa saja yang melihatnya. Baskoro berdecak kagum dengan pemandangan menghijau dan bersih di sekitarnya.Begitu juga Bastian yang bersenang senang dengan beberapa ekor tupai di sekitar halaman Vila tersebut.Perjalanan dengan jet pribadi tentunya membuat mereka tidak terlalu letih setelah tiba tadi malam, sehingga mereka bisa menikmati suasana pagi yang sejuk dan indah."Aku tak melihat banyak penduduk di sekitar sini," tanya Baskoro kemudian."Begitulah, Vila ini adalah vila tua kesayangan ibuku. Ayah tak pernah mau menjualnya karena tidak ingin melupakan ibuku. Semua maid di tempat ini merawat dengan baik semuanya secara turun temurun. Kebanyakan dari mereka adalah keluarga," terang Intan."Hmm, cuma bisa dilakukan orang kaya sepertimu.""Bas, kenapa kau selalu merasa miskin padahal kau tak kalah hebat dengan ayahku? Aku sedikit terluka.""Oh, maafkan aku. Masalah ini memang tidak bisa dipungkiri."Beberapa saat kemudian seseorang da
Pesta yang sangat meriah itu telah usai dengan baik. Berharap kebahagiaan sungguh mewarnai kehidupan Intan dan juga Baskoro. Rasa letih lelah dalam prosesi adalah bagian kebahagiaan tersendiri bagi mereka.Indra meregangkan otot-otot tubuhnya menatap para pekerja yang membongkar sisa sisa dekorasi yang belum selesai di bereskan. Meskipun hanya menonton, sensasi tegang dan capek tetap saja melandanya.Ayahnya Abraham menghampirinya. "Indra, apa kau sudah selesai bersantai?" tanya Ayahnya."Heh, Ayah, apa maksudnya? Sejak kapan aku bersantai?"Abraham tersenyum. Bukan alasan yang tepat sebenarnya, bahkan semenjak acara turnamen selesai, pekerjaan Indra cuma keluyuran dan tak ada kesibukan samasekali."Oke, oke. Tapi ini adalah sesuatu yang akan mengejutkanmu.""Apa itu, Ayah?""Seorang pelatih basket tingkat dunia berkeinginan untuk merekrutmu menjadi tim juniornya. Sepertinya hal ini akan menjadi peluang bagus untukmu."Indra tak langsung merasa senang, sebab ia tahu ayahnya tak menyu