Di dalam mobil yang melaju menuju rumah sakit, Gauri terus memandangi jendela, matanya tampak kosong walaupun pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Mobil itu berhenti dengan mulus di depan rumah sakit.“RS Bashar?” tanya Gauri setengah berbisik, matanya menatap papan nama rumah sakit itu dengan sedikit heran. “Bukankah ini rumah sakit yang dulu pernah mengalami masalah?”‘Akibat ulah Ezra,’ lanjut Gauri dalam hati.Adam menoleh, menatap Gauri sambil membuka sabuk pengamannya.“RS Bashar sudah membaik dalam dua tahun terakhir,” jelas Adam sambil tersenyum tipis. “Mereka melakukan perombakan besar-besaran, termasuk mendatangkan tim medis terbaik. Sekarang mereka masuk ke jajaran rumah sakit unggulan.”Gauri mengangguk kecil, akhirnya mengerti. “Saya jarang mengikuti perkembangan rumah sakit ini.”Amelia yang duduk di depan segera keluar, memberi ruang bagi Gauri dan Adam untuk menyusul.Ketika Gauri hendak membuka pintu mobil, Adam menahan tangan wanita itu dengan lembut.“Tunggu,” ucap
“Oh, Chava,” ucap Gauri lirih begitu matanya menangkap sosok Chava.Gadis kecil itu terbaring di atas ranjang dengan selang oksigen terpasang di hidungnya, dan infus menggantung di samping tempat tidurnya. Wajah anak itu terlihat sangat pucat, napasnya bergerak perlahan, menggambarkan dia sedang berjuang untuk tetap bertahan hidup. Ada beberapa luka di bagian wajah dan kepalanya.Gauri berdiri di sisi ranjang, kedua tangannya menggenggam erat pagar pembatas tempat tidur. Mata wanita itu berkaca-kaca saat memandangi wajah Chava yang tampak tidak berdaya.“Maafkan, Tante,” ucap Gauri pelan. Wanita itu terlalu takut untuk sekadar mengusap rambut Chava karena anak itu terlihat sangat ringkih.Michael berdiri di belakang Gauri, memperhatikan wanita itu dalam diam. Namun, setelah beberapa saat, pria itu melangkah mendekat dan membuka suara.“Gauri,” panggil Michael pelan, dia menatap mata Gauri dengan hati-hati. “Kalau aku boleh tahu, apa hubunganmu dengan anak ini?”Gauri menoleh perlahan,
Gauri melangkah keluar dari kamar tidurnya dengan mengenakan setelan serba hitam. Gaun sederhana yang membalut tubuh dipadukan dengan syal tipis di leher, membuat penampilannya terlihat elegan sekaligus muram. Rambutnya yang digerai rapi menambah kesan serius pada wajah yang sudah sejak pagi menunjukkan ekspresi datar.Di ruang tamu griya tawang, Ezra sedang duduk sambil membaca dokumen yang baru saja dikirimkan oleh asistennya. Pria itu mengenakan setelan formal, tetapi dasinya masih tergantung longgar di leher, menandakan bahwa dia belum sepenuhnya siap untuk hari itu.Ketika melihat Gauri muncul, Ezra mengangkat wajah, menatap wanita itu dengan tatapan penuh tanya.“Kenapa kamu sudah berpakaian seperti itu sepagi ini?” tanya Ezra tanpa basa-basi.“Saya akan pergi ke pemakaman Amora,” jawab Gauri dengan singkat, tanpa mencoba menjelaskan lebih banyak.Ezra mendengkus kecil dan menaruh dokumennya ke meja. “Tidak perlu! Jadwal fitting gaun pernikahan kita baru siang nanti. Kamu tidak
“Aku terlalu banyak minum,” gumam Gauri pelan. Dia memberikan gelas kosong pada pelayan yang lewat di depannya.Gauri Bentlee menelan ludah saat detak jantungnya semakin tak karuan. Dalam satu tahun pernikahan, malam ini adalah pertama kalinya Adam Harraz mengajak Gauri menghadiri sebuah pesta donasi bergengsi. Pesta donasi ini diselenggarakan oleh komunitas penggiat kesehatan mental, yaitu Heal the Hearts Club bertajuk Asa Bibit Bangsa Korban Bencana Gempa Bumi. Acara ini hanya dihadiri oleh kalangan kelas atas di kota Jakarta.Gauri dan Adam terlibat pernikahan kontrak yang konyol. Gauri perlu melunasi utang keluarganya dan Adam harus menikah demi memperoleh jabatan CEO di perusahaan keluarga.Gauri menatap Adam yang berdiri di sebelahnya."Ikut aku!" Adam menggandeng tangan Gauri. Adam menghampiri salah satu meja yang diisi oleh beberapa kenalannya. Dia hendak memperkenalkan Gauri pada mereka.“Selamat malam, Pak Adam. Wah, ini dia langganan donatur terbesar setiap ada pesta dona
“Biar saya bantu,” ucap seorang pria berambut tebal dengan kedua mata coklat menawan mengulurkan tangan. Dia tersenyum hangat. Gauri menyambut uluran tangan pria asing itu dan segera mengucapkan terima kasih.Gauri kehilangan wajah di pesta pertamanya bersama Adam. Dia berjalan keluar gedung menuju tempat parkir dengan kaki terkilir dan menahan tangis.Dada Gauri terasa sangat sesak. Adam sudah keterlaluan. Bagaimana bisa Adam melakukan hal seperti itu dengan wanita lain saat berada di satu tempat yang sama dengan Gauri.Gauri masuk ke dalam mobil Adam setelah Denny–sopir Adam membukakan pintu. Dia meluapkan tangisannya tanpa takut mempermalukan Adam. Tangisnya sangat menyayat hati, penuh luka dan amarah.“Sudah berapa lama ini berlangsung?” Gauri memukul dadanya berkali-kali, berharap sesak hilang dari sana.Sejak awal pernikahan ini memang tidak dimulai dengan cinta. Namun, bukan berarti hati Gauri mati rasa hingga tidak merasa apa-apa setelah lama tinggal bersama.Pintu mobil terb
“Aku tidak bisa terus berharap pada Mas Adam.”Itu adalah hal yang Gauri sadari setelah melihat Adam bermain api dengan wanita lain. Perpisahan sudah di depan mata. Apalagi Adam masih saja bungkam sampai tiga hari kemudian.Tak mau terus berdiam diri, Gauri pergi ke Universitas Pelita Bangsa. Wanita itu bersyukur kakinya yang terkilir cepat sembuh sehingga dia tidak perlu meminta Denny mengantarnya ke sini.Sopir Keluarga Harraz itu pasti akan melapor pada Adam ke mana dirinya pergi. Sementara Gauri masih ingin merahasiakan hal ini dari Adam.Jika ingin terus hidup dan tidak mengulang kesalahan orang tuanya yang terlilit utang, Gauri harus mendapatkan pekerjaan yang layak. Dia butuh keahlian untuk mendapatkan hal itu.Saat Gauri sedang menyerahkan berkas administrasi ke petugas kampus, seorang wanita memanggil dan memintanya untuk ikut ke Kantor Kepala Jurusan.“Maaf, memanggilmu seperti ini. Saya Ezra, Gauri,” ucap pria yang duduk di balik meja dengan tanda nama Ezra Damon, S.M, M.M.
“Apa yang kamu lakukan di dalam, Gauri!”Gauri terbangun dari mimpi. Dia mendengar Arum berteriak sambil menggedor pintu kamarnya dengan kasar..Gauri segera membuka pintu dan mendapati wajah Arum yang memerah. Dia menatap Gauri dari ujung kepala sampai kaki.“Apa saja yang kamu lakukan hari ini? Kenapa rumah masih berantakan dan cucian kotor masih menumpuk? Coba lihat ini jam berapa? Sebentar lagi Adam pulang dan belum ada makan malam,” serang Arum bertubi-tubi.Setiap hari Arum akan keluar rumah untuk bermain bersama teman-teman sosialitanya pada pukul 10 pagi dan baru kembali sekitar tujuh jam kemudian. Gauri harus membuat rumah rapi dan bersih selama waktu itu, juga menyiapkan makanan.Sayangnya, hari ini Gauri tidak bisa melakukan hal yang diminta Arum. Tidak hanya urusan rumah, Gauri pun terpaksa izin bekerja untuk mendaftar kuliah.“Aku akan pesankan makanan,” sahut Gauri santai.“Masak, Pemalas!” hardik Arum mendorong bahu Gauri. “Kamu masuk ke rumah ini dengan gratis. Tahu di
Matahari tepat berada di atas kepala saat Gauri berada di XLaundry, tempat kerjanya.“Aku perhatikan mobil itu sejak tadi ada di situ.” Revi membuka obrolan sambil menunjuk sebuah mobil sedan hitam.“Di sana memang area parkir ruko, kan?” tanya Gauri memicingkan mata ke arah yang ditunjuk oleh rekan kerjanya.“Lihat baik-baik, Gauri!” pinta Revi. “Mobil itu terlihat sangat mahal. Aku sering melihatnya di drama Korea dan biasa dipakai oleh orang-orang kaya.”Gauri akhirnya kembali menoleh dan memerhatikan mobil itu lebih detail.Mobil paling bagus yang pernah parkir di area ruko adalah Mitsubishi Pajero. Mobil yang biasa dibawa oleh pasangan suami istri China pemilik Restoran Tiongkok. Restoran itu memang paling ramai dibanding usaha lain.Maserati GranTurismo jelas terlalu mewah untuk berada di sini. Warna hitamnya jauh lebih mengilap daripada yang lain. Bukan hanya Revi dan Gauri yang menjadikan mobill itu pusat perhatian, tapi beberapa penghuni ruko juga begitu.“Kalau kamu penasara
Gauri melangkah keluar dari kamar tidurnya dengan mengenakan setelan serba hitam. Gaun sederhana yang membalut tubuh dipadukan dengan syal tipis di leher, membuat penampilannya terlihat elegan sekaligus muram. Rambutnya yang digerai rapi menambah kesan serius pada wajah yang sudah sejak pagi menunjukkan ekspresi datar.Di ruang tamu griya tawang, Ezra sedang duduk sambil membaca dokumen yang baru saja dikirimkan oleh asistennya. Pria itu mengenakan setelan formal, tetapi dasinya masih tergantung longgar di leher, menandakan bahwa dia belum sepenuhnya siap untuk hari itu.Ketika melihat Gauri muncul, Ezra mengangkat wajah, menatap wanita itu dengan tatapan penuh tanya.“Kenapa kamu sudah berpakaian seperti itu sepagi ini?” tanya Ezra tanpa basa-basi.“Saya akan pergi ke pemakaman Amora,” jawab Gauri dengan singkat, tanpa mencoba menjelaskan lebih banyak.Ezra mendengkus kecil dan menaruh dokumennya ke meja. “Tidak perlu! Jadwal fitting gaun pernikahan kita baru siang nanti. Kamu tidak
“Oh, Chava,” ucap Gauri lirih begitu matanya menangkap sosok Chava.Gadis kecil itu terbaring di atas ranjang dengan selang oksigen terpasang di hidungnya, dan infus menggantung di samping tempat tidurnya. Wajah anak itu terlihat sangat pucat, napasnya bergerak perlahan, menggambarkan dia sedang berjuang untuk tetap bertahan hidup. Ada beberapa luka di bagian wajah dan kepalanya.Gauri berdiri di sisi ranjang, kedua tangannya menggenggam erat pagar pembatas tempat tidur. Mata wanita itu berkaca-kaca saat memandangi wajah Chava yang tampak tidak berdaya.“Maafkan, Tante,” ucap Gauri pelan. Wanita itu terlalu takut untuk sekadar mengusap rambut Chava karena anak itu terlihat sangat ringkih.Michael berdiri di belakang Gauri, memperhatikan wanita itu dalam diam. Namun, setelah beberapa saat, pria itu melangkah mendekat dan membuka suara.“Gauri,” panggil Michael pelan, dia menatap mata Gauri dengan hati-hati. “Kalau aku boleh tahu, apa hubunganmu dengan anak ini?”Gauri menoleh perlahan,
Di dalam mobil yang melaju menuju rumah sakit, Gauri terus memandangi jendela, matanya tampak kosong walaupun pikirannya penuh dengan kekhawatiran. Mobil itu berhenti dengan mulus di depan rumah sakit.“RS Bashar?” tanya Gauri setengah berbisik, matanya menatap papan nama rumah sakit itu dengan sedikit heran. “Bukankah ini rumah sakit yang dulu pernah mengalami masalah?”‘Akibat ulah Ezra,’ lanjut Gauri dalam hati.Adam menoleh, menatap Gauri sambil membuka sabuk pengamannya.“RS Bashar sudah membaik dalam dua tahun terakhir,” jelas Adam sambil tersenyum tipis. “Mereka melakukan perombakan besar-besaran, termasuk mendatangkan tim medis terbaik. Sekarang mereka masuk ke jajaran rumah sakit unggulan.”Gauri mengangguk kecil, akhirnya mengerti. “Saya jarang mengikuti perkembangan rumah sakit ini.”Amelia yang duduk di depan segera keluar, memberi ruang bagi Gauri dan Adam untuk menyusul.Ketika Gauri hendak membuka pintu mobil, Adam menahan tangan wanita itu dengan lembut.“Tunggu,” ucap
Adam menatap Amelia dengan tajam, lalu mengalihkan pandangan ke arah Gauri yang berdiri di sebelahnya. Tatapan pria itu melunak sedikit, tetapi tidak mengurangi aura serius di wajahnya.“Gauri,” panggil Adam dengan intonasi yang tegas. “Saya akan ke rumah sakit sekarang. Apa kamu ingin ikut?”Gauri menoleh ke arah Adam. Wajah wanita itu menunjukkan kebingungan dan kekhawatiran yang bercampur aduk.Namun, sebelum Gauri sempat membuka mulut untuk menjawab, Ezra tanpa rasa bersalah memotong pembicaraan mereka.“Gauri tidak akan pergi ke mana-mana!” tukas Ezra penuh penekanan.Ezra melangkah maju, berdiri di antara Adam dan Gauri, menjadi penghalang. Dia mengangkat dagunya dengan angkuh dan menatap sengit Adam.Adam hanya menatap Ezra dengan dingin, tidak terpengaruh oleh sikap agresif pria itu. Pikiran CEO Harraz Mall itu sedang terpecah, memikirkan cara untuk membantu Chava yang kini dalam kondisi kritis sambil menunggu jawaban Gauri.Melihat ketegangan di antara kedua pria itu, Gauri a
"Penghargaan ini adalah bukti bahwa badai tidak pernah menghancurkan mereka yang terus berjuang. Sekali lagi, terima kasih!" Adam menutup pidatonya sambil tersenyum lebar dan menatap seluruh ruangan.Setelah itu, Adam melangkah turun dari panggung dengan percaya diri. Piala penghargaan masih digenggam erat di tangannya. Pria itu tersenyum penuh kemenangan, tetapi saat tatapannya kembali bertemu dengan Ezra, Adam menghapusnya.Adam terus berjalan menuju meja VIP tempat dia duduk, yang tidak jauh dari Ezra. Sementara Gauri, yang masih berdiri di dekat pintu menuju lorong segera mengikuti Adam untuk kembali ke tempat. Wanita itu tidak ingin Adam dan Ezra bertengkar jika tidak dia pisahkan.Ezra mendongak, menatap Adam yang kini berdiri di hadapannya. Tatapan Ezra tajam, tetapi rahang pria itu mengeras menahan amarah.“Selamat, Adam,” ujar Ezra dingin. “Tapi itu tidak akan mengubah apa pun. Saya tetap akan menikah dengan Gauri.”Adam menyunggingkan senyum tipis. Pria itu meletakkan piala
Adam mematung sejenak mendengar jawaban Gauri.Pernikahan itu adalah kehendak Gauri sendiri. Kata-kata itu bergema di kepala Adam, memukul hatinya sangat keras hingga terasa sesak.Namun, pria itu dengan cepat menyembunyikan rasa cemburu dan kecewa yang menggerogoti dadanya. Tatapan Adam tetap dingin, walaupun matanya menyiratkan luka yang sulit pria itu sembunyikan.Sebelum Adam sempat menanggapi, langkah kaki seseorang terdengar mendekat. Seorang panitia acara muncul di lorong, mengenakan seragam formal hitam, dengan wajah cemas yang menyiratkan bahwa dia membutuhkan sesuatu.“Maaf mengganggu, Tuan Adam,” ujar panitia itu dengan sopan. “Kami mohon Anda segera kembali ke aula. Sebentar lagi nominasi pemenang yang paling ditunggu akan diumumkan.”Adam menoleh, menatap panitia itu dengan wajah datar.“Saya akan kembali jika saya merasa sudah waktunya untuk kembali,” balas Adam dingin, membuat panitia itu terlihat semakin gugup.“Mohon maaf, Tuan, tetapi kami harus memastikan semua tamu
Gauri menggenggam tangan Adam dengan erat, menarik pria itu keluar dari aula yang penuh dengan berbagai macam tatapan para tamu undangan. Gaun biru tua wanita itu menyapu lantai, menciptakan desiran halus setiap kali Gauri melangkah cepat.Adam mengikuti tanpa perlawanan, senyuman kecil masih tersungging di wajahnya yang tampan.Tatapan penuh rasa ingin tahu dari para tamu yang mereka lewati tidak membuat pria itu merasa terintimidasi. Sebaliknya, Adam justru tampak menikmati setiap detik pertunjukan yang dia ciptakan.Sampai akhirnya, mereka berhenti di sebuah lorong sepi yang dipenuhi dengan pintu-pintu menuju ruangan kecil untuk panitia dan staf acara.Lampu temaram menciptakan bayangan panjang di dinding, mempertegas aura intens di antara keduanya.Gauri melepas genggaman tangannya, lalu berbalik menghadapi Adam. Tatapan wanita itu tajam, walaupun wajahnya masih sedikit memerah akibat insiden di meja tadi.“Apa yang kamu lakukan tadi di depan banyak orang, Mas Adam?!” seru Gauri s
Sorotan lampu dari panggung utama mengikuti langkah anggun Gauri saat wanita itu melangkah menuju podium. Gaun biru tuanya berkilauan di bawah cahaya lampu, menonjolkan aura berkelas dan memukau yang membuat ruangan seketika terdiam.“Selamat, Nona Gauri!” ucap pembawa acara dengan senyum lebar sambil memberikan piagam penghargaan pada Gauri.Setelah Gauri menerima piagam itu, pembawa acara segera mempersilakannya menuju podium untuk berpidato.Dengan kepala terangkat, Gauri berdiri tegap di belakang mikrofon. Senyuman kecil tersungging di wajahnya, bukan senyum hangat, melainkan senyum formalitas yang hanya wanita itu gunakan di depan rekan bisnis.“Terima kasih kepada panitia dan para dewan juri atas penghargaan ini,” ucap Gauri, suaranya mengalir lembut, memenuhi ruangan yang dipenuhi sosok penting dunia bisnis. “Penghargaan ini adalah bukti nyata kerja keras dan dedikasi seluruh tim di Uno Rekayasa Industri. Tanpa mereka, visi saya tidak akan pernah terwujud.”Saat Gauri melanjutk
Gauri turun dari mobil hitam yang berhenti di depan venue acara Penghargaan Bisnis.Gaun biru tua berpotongan klasik dengan potongan punggung rendah menghiasi tubuhnya dengan sempurna. Kilauan berlian di bahunya memantulkan cahaya lampu sorot, membuat wanita itu tampak seperti ratu.Ezra melangkah keluar terlebih dahulu, lalu dengan sigap mengulurkan tangan untuk membantu Gauri. Senyum lebar menghiasi wajahnya, tetapi mata pria itu sebenarnya sedang mengawasi setiap gerak-gerik tunangannya.“Senyum, Gauri. Kamera sedang menonton kita,” bisik Ezra sambil memegang pinggang wanita itu.Gauri mengangkat dagu sedikit, memamerkan senyum anggun yang dingin. Kamera dari para wartawan berkerlap-kerlip tanpa henti, menangkap setiap langkah mereka di karpet merah.Ezra melingkarkan lengannya di pinggang Gauri, menciptakan citra pasangan sempurna. Pria itu tersenyum penuh kebanggaan.Setelah berhenti di depan kumpulan wartawan, Ezra dan Gauri mulai berpose mesra. Ezra mendekatkan bibirnya ke teli