Gauri berjalan beriringan dengan Adam menuju tempat parkir pemakaman.Angin dingin menyapu kulit wanita itu, membuat syal tipis yang melilit lehernya sedikit bergoyang. Langkah mereka tidak terlalu cepat, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.Di tempat parkir, dua mobil sudah menunggu. Satu milik Adam, dan satu lagi adalah mobil yang disiapkan oleh Ezra untuk Gauri. Kedua kendaraan mereka tidak sengaja diparkir berdampingan, seolah semesta sedang memaksa mereka untuk terus menghabiskan waktu bersama.Adam membuka pintu mobil untuk Gauri, tetapi sebelum wanita itu masuk, Gauri berhenti dan menatap pria itu dengan serius.“Mas Adam,” panggil Gauri sambil menatap lekat manik cokelat yang indah itu. “Seharusnya tadi kamu tidak menyerang Michael. Tes DNA itu bahkan belum dilakukan. Bagaimana kalau ternyata dia bukan ayah kandung Chava?”Adam menghela napas panjang, tatapannya menajam. Namun, ada kasih sayang yang dalam di matanya. Pria itu berdiri di depan Gauri dengan tangan d
Gauri melangkah masuk ke dalam Eterna Bliss, wedding gallery terkenal yang telah dikenal karena koleksi gaun pengantin mewahnya. Nama tempat itu terukir dengan huruf emas besar di papan depan, mencerminkan kemewahan yang diusungnya.Pintu kaca otomatis terbuka, dan Gauri disambut oleh seorang pelayan dengan seragam rapi. Wanita itu tersenyum lebar, membungkuk sopan sebelum mendekati Gauri.“Selamat datang di Eterna Bliss, Nona Gauri,” ucap pelayan itu dengan suara lembut yang terlatih. “Kami sudah menunggu Anda. Silakan ikuti saya ke ruang VIP.”Gauri mengangguk pelan, melangkah mengikuti pelayan tersebut. Di ruang VIP, interiornya dihiasi dengan dinding putih elegan dan lampu gantung kristal yang berkilauan. Beberapa manekin memamerkan gaun-gaun pengantin dengan detail yang luar biasa.Namun, perhatian Gauri langsung tertuju pada satu hal yang tidak ada di ruangan itu, Ezra.“Di mana Ezra?” tanya Gauri. Wanita itu terdengar tegas, tetapi masih sangat anggun.Pelayan itu terdiam sejen
Langkah Gauri terhenti seketika saat seorang pelayan Eterna Bliss tiba-tiba berlutut di depannya. Mata pelayan wanita yang tampak lebih senior daripada pelayan lain itu memancarkan ketakutan yang begitu nyata, bahkan tubuhnya sedikit gemetar.“Nona Gauri,” ucap pelayan itu dengan suara bergetar. “Tolong, pilihlah gaun hari ini. Jika Nona tidak melakukannya, Tuan Ezra akan … beliau akan membunuh saya!”Gauri mengangkat salah satu alis, matanya yang semula datar kini menunjukkan keterkejutan. “Apa yang kamu katakan? Ezra tidak akan membunuh siapa pun.”Walaupun ragu dengan perkataannya sendiri, Gauri merasa harus mengatakan itu. Apalagi ini hanya masalah sepele, tidak mungkin Ezra akan benar-benar melakukannya.‘Iya, kan?’ batin Gauri mencoba memvalidasi logikanya.Gauri menoleh pada pengawal Ezra yang hanya diam menonton. Mereka bahkan tidak menyingkirkan pelayan yang sebenarnya menghalangi jalan Gauri. Tatapan mereka justru seperti membiarkan hal itu terjadi.Pelayan itu tetap dalam p
Gauri berdiri mematung, masih berusaha mencerna informasi yang baru saja Adam ungkapkan.‘Ezra, pembunuh? Bagaimana bisa?’ batin Gauri.Pikiran wanita itu dipenuhi berbagai pertanyaan yang berputar tanpa henti.“Mas Adam,” ucap Gauri beberapa saat kemudian. “Apa kamu punya bukti atas tuduhanmu itu?”Adam mengangguk, manik cokelat pria itu menatap dalam mata Gauri seolah ingin memastikan bahwa dia berkata berdasarkan bukti dan tidak asal menuduh.Namun, sebelum Adam menjawab, pria itu melihat sekilas ke luar ruangan melalui kaca kecil di pintu.Dua pengawal Ezra terlihat sedang berbicara dengan pelayan Eterna Bliss. Adam tahu waktunya terbatas. Walaupun membawa pengawal pribadi, pria itu tidak ingin ada keributan di tempat yang tidak seharusnya.“Ikut aku, Gauri!” ajak Adam tanpa menunggu jawaban.Adam segera meraih pergelangan tangan Gauri dengan lembut dan juga kuat. Dia menarik wanita itu masuk ke ruang ganti VIP.Ruangan itu kedap suara, dirancang untuk memberikan kenyamanan penuh
Gauri memasuki mobil yang sudah menunggu di depan Eterna Bliss. Langkah wanita itu tampak tenang, tetapi pikirannya dipenuhi berbagai kekhawatiran.Gauri mendaratkan tubuhnya di kursi belakang dengan anggun, dua pengawal Ezra duduk di depan, sementara satu lagi duduk di kursi belakang bersamanya.Mobil Adam melintasi mobil mereka lebih dulu. Gauri tahu ke arah mana pria itu pergi, kantor Uno Rekayasa Industri.Suasana di dalam mobil terasa sunyi, hanya terdengar deru mesin dan sesekali suara klakson kendaraan lain di luar. Namun, di dalam hati Gauri, ada keributan yang tidak bisa wanita itu kendalikan.‘Mas Adam akan menemui Kakek,’ pikir Gauri cemas. ‘Bagaimana jika itu benar-benar membuat kesehatan Kakek semakin memburuk?’Wanita itu meremas-remas jemarinya di atas pangkuan, kebiasaan yang selalu dia lakukan ketika sedang dilanda kecemasan.Setelah beberapa menit berlalu, Gauri mengangkat wajah dan menatap ke depan, ke arah pengawal yang duduk di kursi penumpang depan.“Bisakah kita
Adam memasuki lobi kantor Uno Rekayasa Industri sambil melangkah lebar, walaupun di dalam hatinya ada rasa tegang yang tidak biasa.Resepsionis, seorang wanita muda yang terlihat sangat profesional, segera menahan langkah pria itu dengan tatapannya.“Maaf, Tuan. Boleh saya tahu, Anda ada janji dengan siapa?” tanya resepsionis dengan sopan dan tersenyum lebar. Namun, matanya terlihat waspada.Adam menatap resepsionis itu sambil mengernyitkan dahi. Pria itu sadar bahwa dia sedang diawasi.“Saya ingin bertemu dengan Pak Thomas Uno. Katakan pada beliau bahwa Adam Harraz ingin berbicara mengenai sesuatu yang sangat penting,” jawab Adam. “Sekarang juga.”Resepsionis tampak ragu, tetapi wanita itu tetap mencoba menghubungi ruangan Thomas melalui telepon. Beberapa saat kemudian, dia menutup telepon sambil menghela napas dan mimik sedih.“Maaf, Tuan Adam. Tuan Thomas sedang sibuk dan tidak bisa menerima tamu tanpa janji sebelumnya,” ujarnya.Adam mendekatkan tubuhnya sedikit ke arah meja resep
Ezra langsung tersentak dari euforia mabuknya ketika melihat Gauri berdiri di hadapannya. Cahaya dari senter yang diarahkan ke wajah pria itu membuat mata Ezra menyipit, tetapi dia tahu dengan pasti siapa pemilik suara dingin itu.“Gauri …?” tanya Ezra memastikan. Pria itu masih terdengar serak, nadanya ada di antara keterkejutan dan ketakutan.Seketika, kesadaran Ezra yang terkubur di bawah lapisan alkohol dan hedonisme kembali dengan paksa. Ezra melompat berdiri dari sofa, pria itu sedikit oleng, tetapi pandangannya tetap fokus pada wanita yang berdiri di depannya.Wanita-wanita yang menemani Ezra berpesta langsung terdiam, bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah tegang. Mereka berbisik, tidak berani bertanya apa yang sedang terjadi.“Keluar!” teriak Ezra dengan nada penuh perintah kepada para wanita itu. “Semua keluar sekarang juga!”Wanita-wanita itu segera berdiri dan berpencar untuk memungut pakaian mereka yang berserakan di segala penjuru ruangan.Gauri menatap kejadian i
Adam meletakkan kotak kecil di meja di depan Gauri, yang sedang duduk di sofa rumah peristirahatannya. Hari sudah sore saat pria itu sampai. Mata pria itu tajam, tetapi penuh perhatian. “Ini,” kata Adam sambil mendorong kotak itu sedikit lebih dekat ke Gauri. “Aku pikir kamu membutuhkan ini.” Gauri membuka kotak itu dengan alis terangkat. Di dalamnya terdapat sebuah ponsel baru berwarna hitam, dengan desain ramping yang terlihat mahal. “Mas Adam,” ujar Gauri pelan. “Aku tidak meminta ini.” “Dan aku tidak akan menunggu kamu memintanya,” balas Adam sambil menatap lurus ke arah Gauri. “Kita perlu berkomunikasi. Aku mungkin tidak bisa sering ke sini setelah ini.” Gauri terdiam sesaat, lalu mengangguk. Wanita itu tahu Adam benar. “Terima kasih,” ucap Gauri singkat sambil mengambil dan mulai mempelajari ponsel itu. Adam tidak membalas. Pria itu meraih saku jasnya dan mengeluarkan sebuah benda lain, pistol kecil berwarna hitam. Dia meletakkan benda berbahaya itu di atas kotak po
“Pasien dengan syal putih! Kondisinya kritis! Siapkan ruang operasi sekarang juga!”Suara seorang perawat perempuan memenuhi lorong gawat darurat rumah sakit. Dua brankar berisi tubuh tidak sadarkan diri didorong dengan kecepatan tinggi oleh para petugas medis.Salah satunya adalah Gauri, tubuhnya tertutup selimut, kecuali bagian kepala yang berlumuran darah dan terbalut syal putih. Di belakangnya, Amelia, yang kondisinya lebih stabil, dibawa ke ruang perawatan lain.“Dokter, tekanan darah pasien menurun drastis! Dia kehilangan banyak darah!” ujar seorang perawat sambil membaca monitor.Dokter yang berjaga, seorang pria paruh baya bernama Hasan, segera memeriksa kondisi Gauri. Matanya menyipit, serius, sementara tangannya bergerak cepat membuka perban darurat di kepala pasien.“Luka ini dalam. Kemungkinan ada pendarahan internal di kepala. Siapkan CT scan kepala segera. Panggil tim bedah!” perintah Hasan dengan tegas. “Kita tidak punya banyak waktu!”Para perawat dan petugas lainnya b
Ezra melangkah masuk ke griya tawang dengan langkah terburu-buru, rambut pria itu masih sedikit basah akibat tergesa-gesa membersihkan diri di perjalanan. Malam sudah larut, tetapi suasana tempat tinggal mewah itu masih terjaga dalam keheningan yang dingin.Namun, langkah Ezra terhenti saat dia melihat sosok Thomas duduk di ruang tamu, mengenakan setelan santai dengan beberapa lembar kertas di tangannya. Wajah Thomas terlihat serius, tetapi tidak menunjukkan tanda-tanda bahwa pria tua itu tahu sesuatu yang mencurigakan.“Ezra?” panggil Thomas tanpa mengangkat wajah dari lembar laporan itu. “Kamu baru pulang?”Ezra menelan ludah, tetapi segera memasang senyum kecil. “Ya, Kakek. Saya … ada urusan penting di luar kota.”Tentu saja Ezra berbohong.Thomas akhirnya mendongak, menatap Ezra dengan mata yang sulit ditebak. “Kamu terlihat gelisah. Ada masalah?”Ezra menggeleng cepat, berusaha menguasai dirinya. “Tidak, Kakek. Saya hanya lelah. Kalau tidak ada apa-apa, saya permisi ke kamar dulu
Adam meletakkan kotak kecil di meja di depan Gauri, yang sedang duduk di sofa rumah peristirahatannya. Hari sudah sore saat pria itu sampai. Mata pria itu tajam, tetapi penuh perhatian. “Ini,” kata Adam sambil mendorong kotak itu sedikit lebih dekat ke Gauri. “Aku pikir kamu membutuhkan ini.” Gauri membuka kotak itu dengan alis terangkat. Di dalamnya terdapat sebuah ponsel baru berwarna hitam, dengan desain ramping yang terlihat mahal. “Mas Adam,” ujar Gauri pelan. “Aku tidak meminta ini.” “Dan aku tidak akan menunggu kamu memintanya,” balas Adam sambil menatap lurus ke arah Gauri. “Kita perlu berkomunikasi. Aku mungkin tidak bisa sering ke sini setelah ini.” Gauri terdiam sesaat, lalu mengangguk. Wanita itu tahu Adam benar. “Terima kasih,” ucap Gauri singkat sambil mengambil dan mulai mempelajari ponsel itu. Adam tidak membalas. Pria itu meraih saku jasnya dan mengeluarkan sebuah benda lain, pistol kecil berwarna hitam. Dia meletakkan benda berbahaya itu di atas kotak po
Ezra langsung tersentak dari euforia mabuknya ketika melihat Gauri berdiri di hadapannya. Cahaya dari senter yang diarahkan ke wajah pria itu membuat mata Ezra menyipit, tetapi dia tahu dengan pasti siapa pemilik suara dingin itu.“Gauri …?” tanya Ezra memastikan. Pria itu masih terdengar serak, nadanya ada di antara keterkejutan dan ketakutan.Seketika, kesadaran Ezra yang terkubur di bawah lapisan alkohol dan hedonisme kembali dengan paksa. Ezra melompat berdiri dari sofa, pria itu sedikit oleng, tetapi pandangannya tetap fokus pada wanita yang berdiri di depannya.Wanita-wanita yang menemani Ezra berpesta langsung terdiam, bingung dengan suasana yang tiba-tiba berubah tegang. Mereka berbisik, tidak berani bertanya apa yang sedang terjadi.“Keluar!” teriak Ezra dengan nada penuh perintah kepada para wanita itu. “Semua keluar sekarang juga!”Wanita-wanita itu segera berdiri dan berpencar untuk memungut pakaian mereka yang berserakan di segala penjuru ruangan.Gauri menatap kejadian i
Adam memasuki lobi kantor Uno Rekayasa Industri sambil melangkah lebar, walaupun di dalam hatinya ada rasa tegang yang tidak biasa.Resepsionis, seorang wanita muda yang terlihat sangat profesional, segera menahan langkah pria itu dengan tatapannya.“Maaf, Tuan. Boleh saya tahu, Anda ada janji dengan siapa?” tanya resepsionis dengan sopan dan tersenyum lebar. Namun, matanya terlihat waspada.Adam menatap resepsionis itu sambil mengernyitkan dahi. Pria itu sadar bahwa dia sedang diawasi.“Saya ingin bertemu dengan Pak Thomas Uno. Katakan pada beliau bahwa Adam Harraz ingin berbicara mengenai sesuatu yang sangat penting,” jawab Adam. “Sekarang juga.”Resepsionis tampak ragu, tetapi wanita itu tetap mencoba menghubungi ruangan Thomas melalui telepon. Beberapa saat kemudian, dia menutup telepon sambil menghela napas dan mimik sedih.“Maaf, Tuan Adam. Tuan Thomas sedang sibuk dan tidak bisa menerima tamu tanpa janji sebelumnya,” ujarnya.Adam mendekatkan tubuhnya sedikit ke arah meja resep
Gauri memasuki mobil yang sudah menunggu di depan Eterna Bliss. Langkah wanita itu tampak tenang, tetapi pikirannya dipenuhi berbagai kekhawatiran.Gauri mendaratkan tubuhnya di kursi belakang dengan anggun, dua pengawal Ezra duduk di depan, sementara satu lagi duduk di kursi belakang bersamanya.Mobil Adam melintasi mobil mereka lebih dulu. Gauri tahu ke arah mana pria itu pergi, kantor Uno Rekayasa Industri.Suasana di dalam mobil terasa sunyi, hanya terdengar deru mesin dan sesekali suara klakson kendaraan lain di luar. Namun, di dalam hati Gauri, ada keributan yang tidak bisa wanita itu kendalikan.‘Mas Adam akan menemui Kakek,’ pikir Gauri cemas. ‘Bagaimana jika itu benar-benar membuat kesehatan Kakek semakin memburuk?’Wanita itu meremas-remas jemarinya di atas pangkuan, kebiasaan yang selalu dia lakukan ketika sedang dilanda kecemasan.Setelah beberapa menit berlalu, Gauri mengangkat wajah dan menatap ke depan, ke arah pengawal yang duduk di kursi penumpang depan.“Bisakah kita
Gauri berdiri mematung, masih berusaha mencerna informasi yang baru saja Adam ungkapkan.‘Ezra, pembunuh? Bagaimana bisa?’ batin Gauri.Pikiran wanita itu dipenuhi berbagai pertanyaan yang berputar tanpa henti.“Mas Adam,” ucap Gauri beberapa saat kemudian. “Apa kamu punya bukti atas tuduhanmu itu?”Adam mengangguk, manik cokelat pria itu menatap dalam mata Gauri seolah ingin memastikan bahwa dia berkata berdasarkan bukti dan tidak asal menuduh.Namun, sebelum Adam menjawab, pria itu melihat sekilas ke luar ruangan melalui kaca kecil di pintu.Dua pengawal Ezra terlihat sedang berbicara dengan pelayan Eterna Bliss. Adam tahu waktunya terbatas. Walaupun membawa pengawal pribadi, pria itu tidak ingin ada keributan di tempat yang tidak seharusnya.“Ikut aku, Gauri!” ajak Adam tanpa menunggu jawaban.Adam segera meraih pergelangan tangan Gauri dengan lembut dan juga kuat. Dia menarik wanita itu masuk ke ruang ganti VIP.Ruangan itu kedap suara, dirancang untuk memberikan kenyamanan penuh
Langkah Gauri terhenti seketika saat seorang pelayan Eterna Bliss tiba-tiba berlutut di depannya. Mata pelayan wanita yang tampak lebih senior daripada pelayan lain itu memancarkan ketakutan yang begitu nyata, bahkan tubuhnya sedikit gemetar.“Nona Gauri,” ucap pelayan itu dengan suara bergetar. “Tolong, pilihlah gaun hari ini. Jika Nona tidak melakukannya, Tuan Ezra akan … beliau akan membunuh saya!”Gauri mengangkat salah satu alis, matanya yang semula datar kini menunjukkan keterkejutan. “Apa yang kamu katakan? Ezra tidak akan membunuh siapa pun.”Walaupun ragu dengan perkataannya sendiri, Gauri merasa harus mengatakan itu. Apalagi ini hanya masalah sepele, tidak mungkin Ezra akan benar-benar melakukannya.‘Iya, kan?’ batin Gauri mencoba memvalidasi logikanya.Gauri menoleh pada pengawal Ezra yang hanya diam menonton. Mereka bahkan tidak menyingkirkan pelayan yang sebenarnya menghalangi jalan Gauri. Tatapan mereka justru seperti membiarkan hal itu terjadi.Pelayan itu tetap dalam p
Gauri melangkah masuk ke dalam Eterna Bliss, wedding gallery terkenal yang telah dikenal karena koleksi gaun pengantin mewahnya. Nama tempat itu terukir dengan huruf emas besar di papan depan, mencerminkan kemewahan yang diusungnya.Pintu kaca otomatis terbuka, dan Gauri disambut oleh seorang pelayan dengan seragam rapi. Wanita itu tersenyum lebar, membungkuk sopan sebelum mendekati Gauri.“Selamat datang di Eterna Bliss, Nona Gauri,” ucap pelayan itu dengan suara lembut yang terlatih. “Kami sudah menunggu Anda. Silakan ikuti saya ke ruang VIP.”Gauri mengangguk pelan, melangkah mengikuti pelayan tersebut. Di ruang VIP, interiornya dihiasi dengan dinding putih elegan dan lampu gantung kristal yang berkilauan. Beberapa manekin memamerkan gaun-gaun pengantin dengan detail yang luar biasa.Namun, perhatian Gauri langsung tertuju pada satu hal yang tidak ada di ruangan itu, Ezra.“Di mana Ezra?” tanya Gauri. Wanita itu terdengar tegas, tetapi masih sangat anggun.Pelayan itu terdiam sejen