"Kak Zayn ...."Suara lembut yang sedikit terengah-engah tiba-tiba terdengar dari belakang.Aku mengerutkan keningku.Aku membalikkan badanku, lalu melihat Cindy yang sedang berlari mendekat sambil terengah-engah dan memegang perutnya.Angin terasa sangat dingin di pagi hari pada akhir musim gugur.Cindy mengenakan gaun berenda lengan panjang. Angin dingin membuat wajahnya memerah, matanya bahkan berkaca-kaca saat berlari sepanjang jalan, yang membuatnya terlihat sangat menyedihkan.Aku diam-diam menatap Zayn.Aku melihat tatapan Zayn tertuju pada Cindy yang sedang berlari ke arahnya. Alis Zayn sedikit mengernyit, bahkan terdapat sedikit ekspresi kasihan di wajahnya yang biasanya terlihat dingin.Lihatlah, dia bisa mengasihani Cindy. Tapi tidak pernah mengasihaniku."Kak Zayn ...."Cindy berlari ke hadapan Zayn, lalu berkata dengan terengah-engah dengan matanya yang berkaca-kaca, "Akhirnya aku berhasil mengejarmu.""Cuaca sangat dingin, kenapa kamu pakai pakaian setipis ini?"Zayn mele
Zayn benar-benar aneh. Betapa baiknya melakukan perjalanan bisnis bersama wanita pujaan hati? Mengapa Zayn bersikeras membawaku bersama mereka?Cindy menggelengkan kepala dan berkata, "Jangan khawatir, Kak Zayn. Aku sudah pesan tiket sendiri semalam. Hanya saja, tidak dapat kelas bisnis, di kelas ekonomi.""Tidak apa-apa. Habis turun pesawat, aku tunggu kamu di luar.""Oh." Tebersit sedikit kekecewaan di wajah Cindy.Aku pun terbengong.Aku pikir Zayn akan memintaku untuk bertukar tempat duduk dengan Cindy.Waktu mendesak, waktu naik pesawat sedikit mepet.Zayn berjalan dengan cepat sambil membawa koper. Aku berlari kecil untuk mengimbanginya.Sedangkan Cindy, benar-benar konyol. Cindy memanggil "Kak Zayn" di belakang di sepanjang jalan.Zayn berulang kali menunggu Cindy.Belum pernah aku melihat orang yang lemah hingga seperti Cindy.Bahkan lebih lemah dibanding nona elite yang dimanjakan sejak kecil.Saat menunggu Cindy, pengumuman naik pesawat sudah berbunyi beberapa kali.Ekspresi
Zayn sudah berada di depan mataku.Kedua lengannya yang kuat bertumpu pada kedua sisi kursiku.Zayn menatap lurus padaku dengan matanya yang hitam kelam.Tidak!Lebih tepat, menatap perutku.Hatiku menegang.Aku ... mengigau barusan?Mampus, mampus!Aku menegakkan badan dan berusaha meringkuk di kursi. Aku tersenyum canggung seraya bertanya, "Pak Zayn, ada, ada apa?""Kamu mimpi apa? Sedih sekali, sampai menangis?"Sambil berkata, Zayn dengan pelan menyeka air mata di sudut mataku.Aku mengelakkan tangan Zayn dan menjawab dengan gugup, "Aku, mimpi buruk.""Mimpi buruk?"Zayn menatap lurus padaku dengan mata hitamnya yang tajam. Tatapan itu membuatku sangat panik.Aku menundukkan tatapan dan berpura-pura tenang saat berkata, "Aku mimpi keluargaku bangkrut dan semuanya berubah. Kehidupan makmur pun sirna.""Aku juga mimpi rentenir datang untuk tagih utang. Mereka galak sekali, memukul dan memarahi kami. Lalu, aku menangis karena takut.""Jadi, rentenir itu aku. Kamu juga mimpi aku merebu
Aku merapatkan bibir dan ingin menanyai Zayn.Tepat saat itu, terdengar suara ketukan pintu.Zayn menegakkan badan dan kembali duduk di kursinya.Sesaat kemudian, pintu dibuka.Sebelum orang itu masuk, suaranya yang lemah gemulai sudah terdengar."Kak Zayn ...."Aku mendongakkan kepala. Cindy sedang berlari ke dalam dengan mata berkaca-kaca, diikuti oleh seorang pramugara tampan."Pak Zayn ...." Pramugara berkata dengan sopan pada Zayn, "Nona ini bilang dia tidak enak badan dan mau cari Pak Zayn. Karena dia temanmu, aku bawakan kemari."Zayn langsung menoleh pada Cindy. Ada sedikit kekhawatiran dalam matanya. "Kamu tidak enak badan? Parah tidak?"Cindy menggelengkan kepala dan berkata dengan suara lembut, "Aku masih kuat. Hanya saja, tidak di sampingmu, aku panik naik pesawat sendirian. Ini kedua kalinya aku naik pesawat, aku takut.""Kalau begitu, kamu di sini saja," ucap Zayn.Pramugara itu dilema. "Maaf, Pak Zayn, maskapai penerbangan menetapkan aturan satu orang satu kursi demi kes
Tepat saat itu, aku mendengar suara yang familier.Suaranya agak bersemangat dan terengah-engah.Aku menolehkan kepala. Henry sedang berlari ke arahku dengan penuh semangat.Henry berkeringat banyak, tampak sangat cemas.Aku menatap Henry. "Kamu juga ke sini?""Apa maksudnya aku juga ke sini?" Henry memprotes, "Aku selalu di sini, oke? Aku datang untuk menjemputmu. Ke mana saja kamu? Aku sudah cari ke mana-mana, bikin orang khawatir saja. Kalau tidak menjemputmu, Zayn mungkin ....""Kamu datang untuk menjemputku? Kenapa aku tidak tahu?"Aku memotong perkataan Henry dengan ekspresi kosong, "Kamu datang untuk menjemputku, tapi tidak mengabariku, malah menyalahkanku sembarangan pergi?""Ehm ...."Henry tidak bisa berkata-kata.Sesaat kemudian, Henry menarik lenganku dan berkata, "Oke, oke, ini salahku. Ayo ikut aku. Oh, ya, nanti berikan nomormu, biar aku simpan. Kalau ada masalah lagi, aku juga bisa telepon kamu."Henry membawaku berjalan keluar sambil berceloteh.Aku tidak mendengarkan
Tepat saat itu, ponsel Henry berdering.Henry melirik ponselnya, lalu tersenyum padaku. "Lihat, kamu tidak jawab telepon, dia telepon aku."Begitu panggilan tersambung, Henry sengaja mengaktifkan pengeras suara."Sudah dijemput?"Nada suara Zayn seperti sedang menekan amarah.Henry terkekeh-kekeh. "Sudah, dia duduk di sampingku. Mau bicara dengannya?""Tidak usah!"Zayn berseru dengan cuek, lalu mengakhiri panggilan telepon.Henry tiba-tiba tertawa. "Kalian cocok sekali, sama persis."Aku bersandar di kursi dan memejamkan mata, tidak ingin berbicara.Tidak sampai sejam, mobil berhenti di depan sebuah hotel mewah.Henry menyerahkan kartu kamar dan koper padaku. "Lantai 20, nomornya ada di kartu. Kamu naik sendiri saja. Aku mau cari Zayn.""Oke."Aku mengambil kartu kamar. Melihat Henry hendak pergi, aku bertanya lagi, "Urusan kalian sangat mendesak, ya?"Henry berujar dengan santai, "Tidak juga. Hanya saja, mereka agak licik. Tapi sekarang Zayn sudah ke sini, semuanya jadi gampang. Mung
Aku bergidik kaget dan berhenti tertawa, bergegas bangun."Halo? Audrey, kamu kenapa? Kenapa tiba-tiba diam?""Hmm, aku ada urusan. Sudah dulu, ya."Aku buru-buru mengakhiri panggilan telepon.Zayn menutup pintu kamar.Zayn berjalan ke dalam dengan satu tangan di dalam saku. Dia tersenyum dingin saat bertanya, "Telepon dengan siapa? Bahagia sekali kamu?"Aku ingin menjawab "apa hubungannya denganmu?", tetapi tidak berani.Meskipun aku sangat jengkel karena Zayn meninggalkanku di bandara tadi pagi,Aku sudah kembali tenang setelah tidur.Aku baru sadar betapa konyol kejengkelanku.Kini, status kami berbeda jauh. Aku hanyalah mainan Zayn, tidak pantas memiliki emosi di depan Zayn.Zayn bisa bertindak sesuka hati padaku.Alasan mengapa Zayn membiarkanku hidup sampai sekarang adalah karena belum puas mempermainkanku atau ingin meminjam rahimku.Kenyataan itu sadis, tetapi tidak dapat dipungkiri.Aku duduk dengan taat dan berkata, "Aku telepon dengan kakakku barusan."Zayn duduk di seberang
Melirik ekspresi Zayn yang dingin, aku langsung menolak panggilan telepon.Aku mengirim pesan pada kakak karena takut dia akan khawatir: "Aku tidak kenapa-napa, sibuk kerja."Lalu, aku dengan waswas menoleh pada Zayn.Zayn bersandar di kursi dan menatapku sembari tersenyum, tetapi ekspresi matanya sangat dingin.Aku menjilat bibir, lalu berkata, "Aku juga bukan sengaja. Aku tidak nyangka bisa turun salju malam itu.""Lagi pula, memangnya kamu bodoh? Sudah turun salju, bukannya berteduh, malah berdiri di luar sepanjang malam."Aku berkata apa adanya.Aku memang menghukum Zayn berdiri di halaman semalam, tetapi tidak memaksa.Jika Zayn masuk ke kamar untuk tidur di tengah malam, aku juga tidak akan marah.Aku benar-benar tidak menyangka Zayn akan begitu keras kepala dan mengotot pada saat itu.Akan tetapi, itu memang salahku. Hanya karena sebuah pajangan kristal, aku menghukum Zayn berdiri di halaman dan dihujani salju sepanjang malam.Perbuatanku sungguh tidak manusiawi.Aku menatap Zay
"Jadi ... apa yang kamu katakan barusan, berarti kamu ... suka aku?"Aku mencengkeram selimut erat-erat, dan pada saat dia berbalik, aku tanpa sadar bertanya.Sebenarnya, begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesalinya.Pertanyaan ini, yang tadi terus dia desak, aku selalu menghindarinya. Sudah bertekad untuk tidak menanyakannya.Ironisnya, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu justru keluar dengan begitu mudahnya.Pada akhirnya, hatiku masih belum cukup teguh, bukan begitu?Tubuh Zayn tampak terdiam sejenak.Dia tidak berbalik, suaranya yang dingin disertai sedikit ejekan terdengar, "Suka kamu? Apa itu mungkin?"Setelah dia mengatakan itu, dia pergi, langkah kakinya tanpa sedikit pun keraguan.Pintu luar ditutup olehnya dengan keras, menghasilkan suara yang cukup keras.Aku menundukkan kepala, tersenyum pahit dengan rasa sedih.Jadi, pertanyaan itu memang seharusnya tidak dilontarkan, 'kan?Mengingat bagaimana dia pergi dengan penuh emosi, aku mentertawakan diri sendiri. N
"Kenapa tidak bertanya?"Tangannya makin berlebihan, dengan cerdik memancing sarafku.Pelan-pelan, aku merasa wajahku mulai memanas. Tubuhnya yang tadinya dingin kini terasa seperti membara.Aku yang berada di pelukannya, meskipun saraf tegang, kakiku lemas, hampir tidak mampu berdiri.Aku mencengkeram kerah bajunya, seluruh tubuhku hanya ditopang oleh kekuatan di pinggangku.Dengan susah payah, aku membuka mulut, "Ti ... tidak ada alasan, aku ... aku memang mau tidur."Mata hitamnya yang dalam menatapku lekat-lekat, mendesakku terus-menerus, "Kita bicara dulu baru tidur. Ayo, katakan padaku, apa sebenarnya yang mau kamu tanyakan tadi?"Nada suara berat dan lembut itu, seolah membawa daya tarik tersendiri, menyeret hatiku ke jurang yang makin dalam.Aku melihat ke dalam matanya yang dalam, hatiku terus bergetar.Tubuhku melemah oleh sentuhannya yang lembut.Dengan hampir memohon, aku berkata kepadanya, "Bisakah kamu berhenti seperti ini? Topik tadi, aku benar-benar tidak mau bahas lagi
Dorin kembali berbicara denganku tentang beberapa hal sehari-hari, bahkan menanyakan tentang kondisi bayiku.Saat berbicara tentang bayi, aku perlahan melupakan kebingungan tadi.Aku memberitahukan Dorin bahwa sebelum perutku mulai terlihat besar, aku akan mencari kesempatan untuk meninggalkan Kota Jenara ini.Dia bilang saat itu nanti, filmnya juga sudah selesai, dan dia akan membantuku mencari jalan.Setelah mengobrol dengan Dorin, waktu sudah hampir pukul satu dini hari.Zayn belum juga kembali, atau mungkin, malam ini dia menemani Cindy di rumah sakit.Aku mematikan lampu dan masuk ke dalam selimut.Aku merasakan kasur suite presidensial yang besar dan lembut.Walau begitu, mungkin karena suasana hati yang tidak merasa aman, aku tidur dengan sangat gelisah.Aku terus-menerus terbangun beberapa kali, Dalam selang waktu belasan hingga dua puluh menit, aku selalu terbangun.Aku menghela napas dan mengambil ponsel sambil menggulir layarnya.Setelah sekitar setengah jam, mataku mulai te
Aku terpaku menatap wajah itu, sampai-sampai lupa bernapas.Pria itu mengenakan kostum tradisional. Terlihat alisnya yang tebal melengkung, matanya bersinar tajam, dengan rambut yang diikat tinggi dan dihias mahkota giok.Di bahunya tersampir mantel berbulu rubah, melengkapi wajahnya yang tampan luar biasa. Penampilannya memang memancarkan keanggunan tak tertandingi.Aku tertegun cukup lama sebelum akhirnya mengenali dia sebagai Arya.Melihat aku terpesona, Dorin di sampingku tertawa. "Audrey, kamu ini mata keranjang. Lihat pria tampan saja sampai matamu tidak bisa berpaling."Aku langsung memerah, lalu menatapnya dengan kesal, "Jangan asal bicara. Aku cuma butuh waktu untuk mengenali dia adalah Pak Arya.""Haha, Pak Arya memang tampan baik dalam kostum tradisional maupun pakaian modern. Tidak kalah dengan Zayn-mu, 'kan?"Arya tiba-tiba muncul di panggilan video kami. Suara Dorin masih terdengar di samping, tetapi sosoknya menghilang dari layar.Sekarang, di layar video hanya ada Arya,
"Maaf, Kak Zayn, aku ... aku selalu ganggu kalian. Maaf ...."Cindy berkata sambil air matanya terus mengalir.Tampangnya yang lemah dan menyedihkan itu jelas terlihat tidak dibuat-buat.Zayn terburu-buru menghiburnya, "Jangan berkata begitu. Kamu jatuh sakit, itu juga bukan keinginanmu.""Maaf, Kak Zayn ... ah, sakit sekali, Kak Zayn, dadaku sangat sakit. Apa yang harus kulakukan ...."Cindy menangis, tampak sangat kesakitan.Zayn segera menggendongnya dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang."Dia dengan tergesa-gesa menuju pintu lift.Setelah berjalan beberapa langkah, dia berbalik dengan gelisah menatapku, "Tunggu aku kembali."Aku menggigit bibir tanpa berkata apa-apa, tetapi hatiku terasa seperti ditusuk, sangat menyakitkan.Zayn menatapku dalam-dalam, lalu membawa Cindy masuk ke dalam lift.Sampai bayangan mereka menghilang di pintu lift, aku baru bisa memaksakan senyum kaku, dan air mata yang kutahan akhirnya jatuh juga.Saat itu, Henry tiba-
"Zayn, sebenarnya aku ....""Kak Zayn!"Aku baru saja membuka mulut ketika suara lembut nan manis tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.Tubuhku langsung membeku, dan getaran hati yang kurasakan tadi seketika menghilang tanpa jejak.Aku tersenyum pahit pada diriku sendiri.Bagaimana bisa aku lupa kalau ada Cindy?Barusan aku hampir saja kehilangan akal di bawah suara rendah dan lembut Zayn, hampir membuka hati padanya.Zayn tetap menatapku dengan dalam.Aku mendorong dadanya pelan, mengingatkannya dengan suara rendah, "Nona Cindy sudah datang.""Audrey!"Zayn mengerutkan alisnya dan dengan keras kepala berkata, "Jawab dulu pertanyaanku tadi!""Lalu, apa yang mau kamu dengar? Katakan saja."Aku menatapnya.Tatapan kami bertemu. Matanya gelap dan dalam, hingga akhirnya secara perlahan muncul secercah sikap dingin."Apa maksudmu?"Aku menundukkan kepala, berkata datar, "Tidak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang, apa pun jawaban yang mau Pak Zayn dengar, itulah yang akan kukatakan
Uh ....Henry berkata dengan kesal, "Baiklah, aku kalah bicara. Aku mau kembali ke kamar untuk tidur."Dia berbalik dan berjalan beberapa langkah, lalu sepertinya teringat sesuatu dan buru-buru menoleh, mengingatkan Zayn, "Jangan lupa belikan aku mantel kulit, ya.""Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu, beli sendiri."Mendengar itu, mata Henry membelalak, lalu segera memeriksa ponselnya.Beberapa saat kemudian, dia tertawa kecil, "Lumayan, lebih banyak dari yang kupikirkan. Nanti aku juga bawakan satu untukmu, ya.""Tidak perlu." Zayn menjawab dingin tanpa ekspresi.Henry melanjutkan, "Kalau begitu, aku bawakan untuk Audrey saja.""Tidak boleh!" Zayn memotong dengan dingin dua kata.Henry memonyongkan bibirnya, "Kalau tidak boleh, ya sudah. Uang lebihnya bisa kupakai beli yang lain."Setelah berkata demikian, dia langsung kabur ke kamarnya sendiri.Begitu Henry pergi, aku merasa suasana di sekitarku jadi agak menekan.Aku memegang tasku dan mundur dua langkah hingga punggungku meny
Aku segera memanggilnya, "Tuan Henry, tunggu sebentar."Henry tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahku, "Kenapa, Audrey?""Itu ... kamar aku di mana?"Henry tampak terkejut, "Bukankah ini kamar kamu?"Sambil berbicara, pandangannya jatuh pada tas yang kubawa, dan dia bertanya, "Kamu tidak mau tinggal di kamar ini? Ini adalah satu-satunya kamar suite presidensial yang aku pesan, kamar terbaik di hotel ini.""Tapi, ini kamar Zayn."Henry tertawa kecil, "Kamarnya dia 'kan sama saja dengan kamar kamu? Kalian dulu pasangan suami istri, hal-hal yang harus dilakukan juga sudah dilakukan, kenapa masih dipisah-pisah?"Melihatku mengerutkan kening, dia segera tertawa lagi, "Baiklah, aku tidak canda lagi.""Tapi, aku cuma pesan tiga kamar, kalau kamu tidak tinggal di kamar ini, mau tinggal di mana?""Kalau begitu, aku akan pesan kamar biasa saja."Henry buru-buru menghentikan aku, "Jangan repot-repot, ini hotel terbaik di daerah ini, sudah penuh sejak lama. Aku harus pesan jauh sebelumnya untuk d
Namun meskipun tidak disukai oleh Keluarga Hale sejak masih kecil, Zayn tetaplah Tuan Muda dari Keluarga Hale. Bagaimana bisa terlibat dengan seorang gadis desa?"Ya, dulu Cindy dari pedesaan. Zayn menjemputnya setelah bercerai denganmu."Setelah mendengar ini, aku merasakan kepedihan di hatiku.Terlepas Cindy adalah orang pedesaan atau bukan, Zayn menceraikan aku karena Cindy."Hei, Cindy sebenarnya cukup menyebalkan, sangat lemah bahkan tidak bisa teriak ataupun berbicara.""Pikiran dan perasaannya begitu aneh sehingga aku harus berhati-hati saat berbicara dengannya.""Aku benar-benar tidak tahu kenapa Zayn bersikeras bersikap baik padanya. Audrey, kamu jauh lebih baik darinya. "Henry berkata dengan ekspresi jijik.Aku menahan ketidaknyamanan di hatiku dan berkata sambil tersenyum tipis, "Setiap orang punya daya tarik masing-masing. Mungkin Zayn hanya menyukai yang itu.""Tidak ...." Henry mengerutkan kening dan berkata, "Menurutku Zayn belum tentu menyukai Cindy, tapi tidak bisa di