Melirik ekspresi Zayn yang dingin, aku langsung menolak panggilan telepon.Aku mengirim pesan pada kakak karena takut dia akan khawatir: "Aku tidak kenapa-napa, sibuk kerja."Lalu, aku dengan waswas menoleh pada Zayn.Zayn bersandar di kursi dan menatapku sembari tersenyum, tetapi ekspresi matanya sangat dingin.Aku menjilat bibir, lalu berkata, "Aku juga bukan sengaja. Aku tidak nyangka bisa turun salju malam itu.""Lagi pula, memangnya kamu bodoh? Sudah turun salju, bukannya berteduh, malah berdiri di luar sepanjang malam."Aku berkata apa adanya.Aku memang menghukum Zayn berdiri di halaman semalam, tetapi tidak memaksa.Jika Zayn masuk ke kamar untuk tidur di tengah malam, aku juga tidak akan marah.Aku benar-benar tidak menyangka Zayn akan begitu keras kepala dan mengotot pada saat itu.Akan tetapi, itu memang salahku. Hanya karena sebuah pajangan kristal, aku menghukum Zayn berdiri di halaman dan dihujani salju sepanjang malam.Perbuatanku sungguh tidak manusiawi.Aku menatap Zay
"Sedang apa?" Aku menatap Henry dengan heran.Henry mengangkat alis. Senyumannya makin usil. "Pria dan wanita sekamar di hotel, bisa apa lagi selain itu?"Wajahku menjadi masam.Zayn selalu berpikiran negatif, begitu pula temannya.Antah berkumpul sama antah, beras bersama beras!"Katakan saja. Apa kami mengganggu kalian tadi sehingga wajah Zayn segalak itu?"Aku tidak ingin menghiraukannya.Akan tetapi, Henry enggan menyerah. "Pasti iya. Kalau tidak, kenapa lama sekali Zayn panggil kamu makan?""Ini salah Cindy. Sudah kubilang tunggu di bawah saja, tapi Cindy bersikeras mau ketuk pintu kalian.""Zayn begitu tidak puas tadi, ckckck ...."Aku memutar mata dengan jengkel.Dengan mata mana Henry melihat Zayn tidak puas?Pikiran Henry terlalu cabul dan berprasangka buruk terhadap orang lain.Kota Yuma sangat dingin, seperti musim dingin di Kota Jenara.Begitu keluar dari hotel, aku menggigil kedinginan.Lebih sakit hati lagi, aku melihat Zayn sedang memakaikan mantel hitamnya pada Cindy.C
Henry mengusap hidungnya seraya berkata, "Sebenarnya, kurasa cuacanya tidak terlalu dingin."Detik berikutnya, mulai turun salju.Henry tersenyum canggung. "Sebenarnya, turun salju juga tidak terlalu dingin, 'kan?"Tatapan mata Cindy tertuju pada Zayn, tidak menghiraukan Henry.Aku memeluk tanganku seraya melirik Henry dengan sinis, "Tidak dingin? Kalau begitu, berikan jaketmu padaku."Aku cukup kedinginan.Jika bukan karena kemunafikan Cindy, aku benar-benar akan memakai mantel Zayn.Sebenarnya, aku hanya bercanda dengan Henry.Henry benar-benar melepas jaket dan memberikannya padaku. "Hehehe, kenapa tidak? Audrey mau pakai jaketku, itu kehormatanku."Melihat Henry hanya memakai baju rajut tipis, aku buru-buru melambaikan tangan dan berujar, "Tidak usah, tidak usah, aku bercanda. Cepat pakai, awas sakit.""Tidak apa-apa. Aku ini pria jantan, tidak takut dingin." Henry dengan keras kepala memakaikan jaketnya ke badanku.Saat aku menolak dengan canggung, Zayn membentak dengan suara ding
Henry termangu sejenak, lalu tersenyum seraya menyahut, "Oke, oke."Henry mengambil sup di tangan Cindy dan menaruhnya di depanku.Aku tersenyum pada Cindy dan berucap, "Terima kasih atas sup Nona Cindy. Aku pasti minum sampai habis nanti."Kemarahan melintas kilat di mata Cindy.Sesaat kemudian, Cindy tersenyum penuh arti saat berkata, "Nona Audrey beruntung sekali punya penggemar yang begitu perhatian seperti Kak Henry."Henry mengangkat alis seraya melirik Zayn, sengaja diam.Cindy berkata lagi padaku, "Kapan Nona Audrey berencana menikah dengan Kak Henry? Ingat undang aku dan Kak Zayn, ya."Suara Cindy sangat lembut, tetapi sangat berisik dan menjengkelkan bagiku.Aku menatap Cindy dengan ekspresi mata dingin sembari tersenyum. "Kenapa? Makan pun masih cerewet?"Cindy tidak lagi berpura-pura lemah dan kasihan, melainkan tersenyum meledek padaku. "Aduh, Nona Audrey malu-malu, ya? Ayo katakan, kapan kamu dan Kak Henry akan tunangan? Aku sudah tidak sabar."Aku menoleh pada Henry deng
Zayn memang sangat dendam dan benci terhadapku.Akan tetapi, entah mengapa, aku sama sekali tidak memercayai omongan Cindy barusan.Menurutku, pria seperti Zayn tidak akan memberikan wanitanya untuk dimainkan oleh orang lain.Zayn tidak sudi meraih tujuannya dengan taktik curang.Jika tidak, selama tiga tahun kami menikah, Zayn sudah menjadi sukses dengan memanfaatkan koneksi keluargaku.Sebaliknya, Zayn tidak pernah menggunakan koneksi keluargaku.Jadi, tadi Cindy sepertinya sengaja berkata demikian untuk menghinaku.Berpikir demikian, hatiku menjadi lebih tenang.Zayn dan Henry tidak kembali lagi setelah keluar.Cindy yang menyusul keluar juga tidak kembali.Usai makan, aku menunggu di ruangan selama beberapa waktu. Mereka bertiga tetap tidak kembali.Samar-samar ada firasat buruk dalam hatiku.Jangan-jangan Zayn meninggalkanku di restoran lagi?Apakah semeja makanan ini sudah dibayar?Aku buru-buru beranjak dari kursi, mengambil tasku, dan berjalan keluar.Aku memandang sekeliling d
Tubuhku bergidik. Aku buru-buru berbalik badan.Zayn sedang bersandar di sebelah kanan pintu restoran dan merokok dengan santai.Asap berkepul-kepul di udara dan segera buyar karena angin dingin.Zayn menatap lurus padaku. Tatapannya yang tenang menyiratkan tekanan yang menggetarkan hati.Aku menarik kembali tanganku dan meminta maaf pada sopir taksi, lalu berjalan ke arah Zayn.Ekspresi Zayn cuek, tetapi ekspresi matanya kelam.Aku sangat tidak suka bertatapan dengan Zayn. Setiap kali bertatapan, aku merasa seperti akan ditembusi oleh matanya.Aku berjalan menuju Zayn sambil menundukkan tatapan, lalu tersenyum dan berkata, "Pak Zayn belum pergi? Aku pikir kalian semua sudah pergi dan meninggalkanku sendirian lagi di sini.""Tadi, kamu bilang ke sopir mau ke bandara ...."Di tengah embusan angin dingin, suara Zayn terkesan makin dingin. "Buat apa kamu ke bandara? Mau kabur?"Hatiku menegang.Zayn benar-benar pintar, selalu bisa menebak isi hatiku.Aku menenangkan diri dan tersenyum saa
Zayn benar-benar gila.Zayn melepas mantelnya, lalu mendengus dan berkata, "Tidak ada apa-apa, hanya tidak suka jaket Henry."Aku tidak bisa berkata-kata.Zayn membungkus badanku dengan mantelnya.Aku merasakan suhu tubuh Zayn dan bau rokok samar-samar. Rasanya hangat, juga menenangkan hati.Mengapa Zayn mengotot agar aku memakai mantelnya?Aku menatap lurus pada Zayn. Timbul sedikit keharuan di hatiku.Akan tetapi, ucapan Zayn selanjutnya menghancurkan keharuan itu."Kamu bepergian bersamaku untuk urusan kerja, bukan untuk liburan. Lain kali, jangan tolak mantelku. Jangan sampai sakit dan merepotkan orang lain. Tidak ada orang yang akan merawatmu."Cih!Jika ingin mendengar kata-kata positif dari Zayn,Mungkin harus menunggu sampai di kehidupan selanjutnya.Tidak!Aku tidak ingin bertemu dengan Zayn lagi di kehidupan selanjutnya!Sambil merenung, aku melihat Zayn melempar jaket kulit Henry pada seorang staf. "Sumbangkan jaket ini."Staf terbengong, lalu mengangguk. "Baik, baik."Aku p
Aku menatap Zayn dengan heran.Zayn mengernyit dan berkata dengan jengkel, "Tidak usah, kamu saja!"Mataku membelalak karena kaget. "Aku? Tidak bisa. Aku sama sekali tidak mengenal kota setempat, bahkan tidak tahu di mana istana es dan patung es.""Bagaimana kalau kamu berikan nomor Henry dan suruh dia ke sini? Henry lebih mengenal kota ini dibanding kita. Aku suruh dia ke sini untuk bawa kamu pergi?"Zayn makin jengkel. Dia meneriakiku dengan marah, "Suruh kamu ya kamu. Belum pernah aku melihat ada sekretaris pembangkang sepertimu."Aku merapatkan bibir. Hatiku mulai emosi.Aku bukan pembangkang, hanya berkata jujur.Kami berdua adalah pendatang dari luar. Tanpa membuat rencana liburan dan mencari pemandu tur, tidak mungkin bisa pergi melihat patung es secara efektif. Semua waktu malah dihabiskan untuk mencari lokasi.Zayn menatapku dengan jengkel. "Kamu tidak mau pergi lihat?""Mau," jawabku tanpa sadar.Aku sudah cukup energik sehabis tidur, bosan juga jika pulang ke hotel. Mungkin
"Cepat makanlah. Setelah sarapan, aku akan mengajakmu menemui Ayah Ibu."Saat menyebut Ayah dan Ibu, aku tiba-tiba teringat bahwa sudah lama aku tidak mengunjungi mereka.Aku mengangguk, mengambil beberapa pangsit kukus dan memakannya.Saat kami hendak keluar, tiba-tiba ponsel kakakku berdering.Begitu aku melihat ekspresi wajahnya yang gembira dan nada suaranya yang lembut, aku tahu itu telepon dari pacarnya.Aku berdiri di samping sambil tersenyum.Setelah beberapa saat, kakakku selesai menutup telepon.Kakakku berkata padaku dengan nada meminta maaf, "Audrey, maafkan Kakak, Sella meminta bantuan Kakak, jadi Kakak tidak bisa menemanimu menemui Ayah dan Ibu hari ini.""Tidak apa-apa, urusan calon kakak iparku lebih penting. Aku bisa pergi sendiri.""Kakak juga sering ke sana, jadi tidak masalah kalau kali ini tidak pulang dulu.""Cepat pergilah bersama calon kakak iparku.""Lucu sekali. Kamu terus memanggilnya 'calon kakak ipar'. Kalau dia mendengarnya, pasti akan malu.""Jangan khawa
"Astaga, kalian para gadis memang selalu membuat apa-apa menjadi merepotkan."Kakakku melirikku dengan aneh, lalu pergi ke dapur dan membawakan mie yang sudah disiapkan.Waktu baru saja dimasak, mienya tidak ada warnanya, aku kira mie sapi buatan kakakku pasti akan gagal.Namun tak disangka, kakakku benar-benar membuatkanku semangkuk mie daging sapi yang nikmat sekali.Daging sapi rebus yang diiris tipis dioles pada mie, lalu di tengahnya ditaburi sedikit daun ketumbar serta daun bawang cincang.Awalnya aku tidak berselera makan, tapi begitu mencium aroma ini, selera makanku langsung muncul.Kakakku merasa bangga. "Kakak hebat, 'kan?"Aku tersenyum sambil mengangguk. "Hebat sekali! Kakak memang yang terbaik.""Cepat makanlah. Kalau kamu suka, Kakak akan sering membuatnya untukmu.""Sella juga mengajariku keterampilan memasak lainnya. Kamu bisa tinggal di rumahku selama beberapa hari ini. Aku akan memasak makanan lezat untukmu dengan cara yang berbeda setiap hari.""Ya ...."Aku mengang
Begitu mengatakan calon kakak iparku ada di sini, aku menjadi sangat gembira dan berlari untuk membukakan pintu.Namun, saat aku membuka pintu, tidak ada seorang pun di luar.Aku berjalan keluar sambil memandang sekeliling koridor dengan bingung.Aneh sekali.Aku mendengar dengan jelas ketukan di pintu tadi, kakakku pun mendengarnya, jadi tidak mungkin akan salah.Namun, kenapa tidak ada seorang pun di luar pintu?Aku tidak lambat membuka pintu.Dengan penuh keraguan, aku hendak masuk ke dalam rumah, tapi tiba-tiba aku menyadari bahwa sepatu yang aku lepas dan aku letakkan di dekat pintu saat pertama kali datang sepertinya sudah disentuh oleh seseorang.Karena aku ingat saat tiba, ada seorang petugas kebersihan yang sedang membersihkan lorong.Aku sengaja menunggu dia membersihkan tempat itu lalu baru menaruh sepatuku di dekat pintu, aku juga menatanya dengan rapi.Namun pada saat ini, letak salah satu sepatunya berbeda.Aku berjongkok, mengerutkan kening dan menatap sepatu yang tersen
"Audrey, sebelum kamu menanyaiku, lebih baik kamu introspeksi diri dulu. Lihat apa sendiri isi hatimu!"Aku menatapnya dengan marah serta sedih, menggigit bibirku erat-erat dan tidak mengatakan apa pun.Zayn merapikan jaketnya dan berkata dengan tenang, "Tunggu saja di sini, aku akan meminta sopir untuk menjemputmu."Setelah berkata demikian, Zayn berjalan menuju mobil tanpa menoleh ke belakang.Aku begitu marah hingga air mataku mengalir, kesedihan di hatiku memenuhi seluruh hatiku.Zayn, kali ini bukan karena aku tidak ingin berdamai denganmu, juga bukan karena aku tidak ingin menjelaskan padamu, tapi kamu yang meninggalkanku demi Cindy lagi.Apa yang kamu sebut perasaan suka mungkin hanya semacam ketidakrelaan di masa muda.Aku tidak menunggu sopir Zayn datang.Aku menelepon kakakku, menanyakan alamatnya lalu naik taksi langsung ke rumahnya.Begitu melihat kakakku, aku tidak kuasa menahan air mataku.Setelah melihatku seperti ini, kakakku langsung menebak kalau itu semua karena Zayn
Namun, Zayn bahkan tidak melihat ke arahku. Setelah keluar dari penjara, Zayn berjalan menuju tempat parkir tanpa melihat ke sekeliling.Aku merasa cemas, segera bangkit untuk mengejarnya. "Zayn ... ah ...."Aku menunggu begitu lama hingga kakiku mati rasa karena kedinginan.Begitu berdiri, aku merasakan sensasi kesemutan di telapak kaki serta pergelangan kakiku, rasa sakitnya membuatku tiba-tiba membungkuk.Zayn yang berada di depan akhirnya berhenti.Aku segera berjalan tertatih-tatih ke arahnya."Zayn, kemarilah. Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," teriak aku padanya.Zayn berdiri di sana selama beberapa detik lalu berbalik untuk menatapku.Matanya dingin serta acuh tak acuh, menatapku seakan-akan aku orang asing.Zayn bertanya padaku dengan tenang, "Kenapa?"Setelah mendengar kata-katanya yang dingin, hatiku tiba-tiba bergetar, aku merasakan rasa kesedihan yang begitu mendalam.Aku tertatih-tatih dan akhirnya berjalan ke arahnya.Zayn menatapku, tatapan dinginnya tidak mele
Aku menoleh untuk melihat Arya.Aku pikir dia datang menemui Yosef hari ini untuk meminta maaf padanya.Tanpa diduga, Arya tidak mengatakan apa pun.Kelopak matanya terkulai, bibir tipisnya terkatup rapat, ekspresinya sangat acuh tak acuh.Aku mengatupkan bibirku, tidak berkata banyak, hanya menunggunya dengan tenang.Setelah Yosef masuk, Arya duduk di kursi selama sekitar sepuluh menit lalu bangkit dan berkata padaku dengan acuh tak acuh, "Ayo pergi."Saat Arya serta aku berjalan keluar dari penjara, kami bertemu dengan Zayn yang sedang datang.Aku membuka mulutku dan tanpa sadar ingin memanggilnya, tapi begitu melihat wajahnya yang dingin, suaraku langsung tersangkut di tenggorokanku.Di belakangnya ada Anto serta Rani.Ketika Rani melihat aku dan Arya, wajahnya berubah penuh kebencian lalu segera berteriak pada kami, "Apa yang kalian berdua lakukan di sini? Apakah kalian ingin mengolok-olok anakku?"Arya mengabaikannya.Arya hanya menatap Zayn dengan tawa sinis di bibirnya. "Seperti
Malam ini, aku susah tidur.Saat bangun keesokan harinya, aku merasa tidak enak badan.Arya pertama-tama mengajakku ke tempat terdekat untuk sarapan lalu mengantarku kembali ke Kota Jenara.Saat mobil memasuki kawasan perkotaan Kota Jenara, Arya bertanya padaku, "Mau ke mana?"Aku menundukkan mataku sambil melihat ke arah ponselku.Aku mengirim pesan kepada Zayn di pagi hari, tapi Zayn tidak membalas. Zayn juga tidak menjawab teleponku.Tidak ada pesan atau tanda panggilan di telepon, senyap seakan-akan tidak ada internet.Aku memandang ke luar jendela dengan sedih, tidak tahu harus ke mana.Zayn jelas tidak ingin memperhatikanku. Jika aku menemuinya sekarang, mungkin Zayn tidak mau bertemu denganku.Arya melirikku sambil menghela napas. "Kamu tidak tahu harus pulang ke mana, jadi sebaiknya kamu temani aku menemui Yosef lebih dulu."Aku tercengang. "Kamu ... akan menemui Yosef?"Arya tidak mengatakan apa-apa, hanya memutar balik mobilnya dan melaju menuju penjara.Aku memandangi wajahn
Namun ketika aku mengejarnya, Zayn sudah masuk ke dalam mobil.Aku bergegas menghampiri, tapi Zayn langsung menyalakan mobilnya dan mobil itu melaju dengan sangat cepat."Zayn!"Aku meneriakkan namanya keras-keras dari belakang mobil, sambil merasakan keluh kesah yang amat dalam di hatiku.Zayn tidak mendengarkan penjelasanku.Zayn sama sekali tidak mau mempercayai apa yang aku katakan.Entah seberapa keras aku meyakinkannya bahwa dialah satu-satunya orang yang kucintai, dia tetap saja tidak percaya.Tiba-tiba aku tidak tahu harus berbuat apa?Aku tidak yakin sejauh mana kurangnya kepercayaan padaku ini berlanjut.Aku melihat bagian belakang mobil menghilang di balik kegelapan malam, air mata langsung mengaburkan pandanganku.Bukankah Zayn bilang dirinya menyukaiku?Kenapa tidak percaya padaku?"Audrey?"Arya akhirnya kembali. Arya keluar dari mobil dengan tergesa-gesa dan dengan cemas membalikkan badanku. "Kenapa kamu keluar dengan pakaian yang tipis? Apa yang terjadi?""Zayn barusan
Zayn akhirnya berbicara, suaranya tegang, tapi mengatakan kata-kata yang tidak dapat aku mengerti.Aku mengerutkan kening sambil menatapnya. "Ingat apa?""Masa lalumu dengan Arya saat kamu masih muda."Aku segera menggelengkan kepalaku. "Tidak, aku baru sadar setelah aku datang ke sini bahwa aku bertemu denganmu di kota ini, rumahmu juga sangat dekat dengan rumah nenekku."Zayn menatapku tanpa berkedip, matanya yang gelap membuatku merasa sedikit gelisah.Aku memeluk lengannya, suaraku pun menjadi lembut. "Zayn, ada apa denganmu? Apa kamu tidak suka aku keluar sendirian dengan Arya?"Kalau begitu aku tidak akan pergi keluar dengannya lagi, tolong jangan marah ya?""Bagaimana dengan lukamu? Bagaimana bisa kamu kabur begitu saja dari rumah sakit?"Sambil berkata demikian, aku membuka pakaiannya lalu memandangi lukanya dengan cemas.Untungnya lukanya tidak terbuka kali ini, kain kasa terbalut dengan rapat.Namun, Arya terluka parah, kenapa tidak tinggal di rumah sakit saja dan untuk datan