Zayn berada sangat dekat denganku.Telapak tangannya yang besar masih menekan bagian belakang kepalaku dan bibir hangatnya hampir menyentuh daun telingaku.Seluruh tubuhku menegang dan merasakan napasnya di leherku sangat panas.Aku memanggil namanya dengan rasa takut, "Zayn ...."Dia terkekeh di telingaku, "Meskipun aku sudah tidak menginginkan wanita yang pernah kusentuh, aku tidak akan pernah membiarkan orang lain mendambakannya. Coba tebak apa yang telah kulakukan pada Kak Alfie?"Tubuhku menggigil dan tidak berani berbicara.Ini pertama kalinya aku melihat Zayn yang dingin dan haus darah, bagaikan iblis yang merangkak keluar dari neraka.Dia tersenyum dan berkata dengan datar, "Aku memotong kedua tangan dan kaki mereka, lalu mengusir mereka dari Kota Jenara untuk mati. Apa pendapatmu tentang hukumanku?"Potong kedua tangan dan kaki?Seluruh tubuhku menggigil, menatapnya dengan ketakutan untuk pertama kalinya.Aku hanya tahu dia pemurung, ketus dan rumit, tetapi tidak kusangka tern
"Benar, Bos menyuruhnya pergi ke kantor pusat karena dia tertarik dengan kemampuannya merayu orang. Bos ingin dia menggunakan kecantikannya untuk merayu pelanggan. Wanita ini benar-benar mengira Bos tertarik padanya.""Benar, bukankah dia cuma memanfaatkan tubuh kotornya untuk mendapatkan posisi? Apa hebatnya?"Sebagian besar rekan menghinaku dengan sinis dan masih ada rasa iri yang mendalam di cibiran mereka.Jadi, sifat manusia memang seperti itu. Meski tidak bisa mendapatkannya, mereka tetap berpura-pura mulia untuk merendahkan orang lain.Aku menatap mereka dengan tenang, "Benar, aku tidak punya apa pun untuk dibanggakan, tapi kenyataannya adalah kesempatan yang tidak kuinginkan ini tidak akan bisa kalian dapatkan meski memperjuangkannya.""Heh, tidak kamu inginkan? Jangan berpura-pura lagi, benar-benar menjijikkan.""Benar, kamu sudah mendekati dengan bos besar, untuk apa masih sok suci di sini?"Dua rekan wanita menertawakanku dengan iri dan sinis.Aku benar-benar lelah secara fi
Aku memberi tahu kakakku kalau aku akan bekerja di perusahaan Zayn dan aku akan menyewa rumah di dekat perusahaan Zayn.Kakakku terkejut dan bertanya mengapa aku ingin kembali kepada Zayn.Pertanyaan itu membuatku tidak bisa menjawabnya untuk beberapa saat.Aku hanya berkata dengan asal-asalan kalau gaji Zayn sangat tinggi dan pekerjaannya mudah. Aku ingin bekerja selama beberapa tahun untuk menabung.Pada akhirnya kakakku tidak mengatakan apa pun dan hanya memintaku meneleponnya kalau butuh sesuatu.Kakakku juga mentransfer 40 juta kepadaku. Aku tidak menerimanya, jadi aku mengirimkan pesan padanya kalau aku masih punya uang.Cedera kaki kakakku tidak kunjung sembuh dan sekarang dia sudah punya pacar. Aku jelas tidak boleh menginginkan uangnya lagi.Aku tidak kembali ke vila sebelumnya.Tempat itu sepenuhnya milik Zayn.Saat ini aku tidak sempat mencari rumah, jadi aku langsung menarik koper dan meletakkannya di meja depan.Orang-orang di perkotaan sibuk dengan kehidupan setiap hari d
Aku mengangkat koperku dengan canggung dan menatapnya.Akan tetapi saat melewatiku, Zayn bahkan tidak menatapku seolah kemarin bukan dia yang memaksaku datang ke perusahaannya dengan gila-gilaan.Akan tetapi, aku tahu dia tidak akan membiarkanku pergi.Hanya aku yang tahu betapa gilanya hati yang dia sembunyikan di balik penampilannya yang cuek dan tidak peduli itu.Akhirnya Zayn masuk ke lift dengan dikelilingi oleh asisten dan pengawalnya.Hingga pintu lift tertutup, keramaian di aula kembali seperti semula.Ejekan dan penghinaan terhadapku terus berdatangan.Resepsionis langsung bersikap agresif dan mengusirku.Aku mengabaikan mereka dan langsung berjalan ke lift dengan koper.Resepsionis mendatangiku lagi dan menarikku, "Hei, dasar wanita tidak tahu malu. Aku sudah menyuruhmu keluar, apa kamu tidak dengar?"Aku menepisnya dan berkata dengan nada dingin, "Kamu cuma resepsionis. Apakah kamu benar-benar mengira perusahaan ini adalah milikmu? Kamu harus tahu batasan dan jangan sok berk
"Kemarilah!"Dia mengucapkan dua kata kepadaku tanpa mendongak.Aku hendak berjalan sambil menarik koperku.Tiba-tiba dia berkata, "Taruh saja koper itu di sana, tidak ada yang akan mengambilnya darimu."Nada suaranya juga terdengar jijik.Aku tertegun sejenak, lalu meletakkan koper itu di depan pintu dan langsung berjalan ke arahnya.Berdiri di depan meja, aku melihatnya menandatangani dokumen dengan lancar.Belum lagi pria ini tampan, tulisan tangannya juga sangat bagus.Aku berdiri di depan meja untuk waktu yang lama dan dia tidak bersuara lagi.Aku agak kesal dan tidak tahan lagi untuk memanggilnya, "Zayn ...."Aku benci keheningan menunggu seperti ini. Lebih baik dia langsung menjelaskan semuanya atau memberitahuku untuk melakukan sesuatu.Sungguh tidak nyaman bagiku untuk terus menunggu dengan cemas sampai dia mengatakan sesuatu.Zayn pun mendongak.Dia menutup dokumen itu, kemudian bersandar di kursinya dan tersenyum padaku, "Kamu terlambat lima menit. Bagaimana aku harus menghu
Aku merasa panik dan malu. Ini kantor, mau apa dia?Entah kapan tangan pria itu menyentuh pinggangku dan membelainya.Jari-jarinya begitu membara seolah menimbulkan rasa terbakar dan setiap sentuhannya membuatku menggigil.Aku memegang tangannya dan menatapnya dengan marah, "Zayn, kamu bilang mau aku bekerja!""Menyenangkanku juga disebut pekerjaan, aku juga tidak membayarmu sedikit!"Dia mengatakannya dengan santai dan jelas mengandung penghinaan.Aku tahu apa yang dia sebut 'pekerjaan' tidak akan sesederhana itu.Dia mencium leherku dan suaranya yang tertahan terdengar agak dingin, "Katakan, saat kamu bekerja untuk Yosef sebagai sekretarisnya, dia ada melakukan ini padamu tidak?""Zayn, tolong jangan menganggap semua orang begitu kotor, oke?"Dia mencibir, "Kotor? Kalau begitu, kamu belum pernah melihat yang lebih kotor."Saat berbicara, dia sampai menggigit leherku seolah ingin melampiaskan amarahnya.Aku mendorongnya karena sakit, "Dasar tukang gigit!"Dia menatapku dengan tatapan
Aku mengerutkan kening, mengapa Zayn selalu berpikir seperti ini?Kalau ada pria lain, aku akan langsung menyuruhnya untuk membawaku ke rumah sakit, meski aku tetap menggila bersamanya sepanjang malam.Aku masih terbaring di meja kerja dan dia merobek beberapa kancing di dadaku, memperlihatkan sebagian besar pakaian dalamku.Aku mencoba untuk bangun dengan malu, tetapi dia menekan bahuku dengan kuat dan menatapku dengan tajam."Katakanlah, kamu tidak akan membutuhkanku kalau ada pria lain, 'kan?""Zayn, bisa berhenti mengacau tidak?"Aku menatapnya dengan pasrah. Aku harus bagaimana baru dia bisa senang dan membiarkanku pergi?Aku semakin tidak bisa memahami emosinya.Dia menundukkan kepalanya untuk mendekat ke arahku dan berkata dengan suara rendah, "Sekarang kamu sudah sadar. Katakan sejujurnya. Kalau saat itu Yosef yang menyelamatkanmu.""Apakah malam itu kamu akan mengatakan kata-kata mengharukan itu padanya dan memintanya membantumu?"Lihat, dia diam-diam bersaing dengan Yosef lag
Aku bergerak, hendak meronta dan mendorong pria di depanku menjauh.Akan tetapi, tidak disangka tiba-tiba saja dia mundur sendiri.Lalu mengayunkan tangannya yang kuat dan seluruh tubuhku langsung terguling dari meja.Untung saja aku cukup gesit dan meletakkan tangan di atas karpet untuk mencegahku jatuh tengkurap.Tadi Zayn terlihat marah, tetapi sekarang dia sedang merapikan manset dan dasinya dengan wajah cuek, terlihat seperti pria berpakaian rapi dan terhormat.Sementara diriku, ada beberapa kancing kemejaku terbuka dan kerah meluncur dari bahuku.Kancing celanaku tidak dikancingkan dan ritsletingnya juga dibuka.Benar-benar berantakan.Sebaliknya, Cindy berdiri di depan pintu dengan wajah polos seolah istri yang berbudi luhur dan lemah lembut telah tiba di tempat terjadinya pelecehan.Setelah Zayn mengatur pakaiannya, dia duduk kembali di kursi dengan tenang.Melihat Zayn begitu tenang dan tidak merasa bersalah terhadap cinta pertamanya, aku mengikutinya dan merapikan pakaianku d
Zayn tidak mungkin bisa tidur seharian tanpa mengecek ponselnya.Aku mendesah lalu mengiriminya pesan.[ Kamu sedang apa?]Lumayan lama tidak ada jawaban dari Zayn.Aku menatap ponsel, berencana menunggu beberapa menit lagi. Zayn tidak menjawab, tapi aku tertidur.Aku merasa pusing, kepalaku terasa akan meledak.Aku meringkuk dalam selimut, memejamkan mata dan tak lama kemudian tertidur.Mungkin karena aku berada di tempat baru yang asing jadi tidak merasa cukup aman, jadi aku tidur dengan sangat tidak nyaman.Selalu ada berbagai suara yang terngiang di telingaku.Suara-suara itu aneh serta begitu mendesak."Lari, Audrey, cepat lari ....""Bagaimana denganmu? Ayo lari bersama ke kota.""Hehe, kedua anak ini tampan sekali, mereka pasti akan laku keras, cepat tangkap mereka! Jangan biarkan mereka kabur."Entah aku sedang bermimpi atau apa, tapi rasanya seperti ada film yang diputar di kepalaku, dengan gambar-gambar yang tak terhitung jumlahnya melintas.Gambarnya buram serta berantakan.
Aku tidak mengatakan apa pun.Arya cemberut, melangkah mundur dan mendorong pintu kamar Zayn.Di musim hujan, hari dengan cepat menjadi gelap, di luar pun sudah gelap.Saat pintu terbuka, ruangan menjadi gelap.Arya menyalakan lampu.Aku melihat ruangannya sederhana dan rapi.Meja di dekat jendela dipenuhi tumpukan buku, ada lampu meja kecil di atas meja, menciptakan suasana semangat belajar yang kuat.Zayn seharusnya sudah kembali ke Keluarga Hale sejak lama dan tidak kembali ke sini selama bertahun-tahun.Namun, ruangan itu masih sangat bersih, tidak ada debu sama sekali.Aku berjalan ke meja untuk membolak-baliknya.Pekerjaan rumah dan catatan Zayn sebelumnya langsung terlintas di mataku.Tulisan tangan Zayn indah sejak saat itu, terlihat tegak, bersih serta rapi.Aku menatap kursi di depan meja, tanpa sadar dalam pikiranku muncul gambaran seorang pemuda yang tengah membungkuk di atas meja sambil memeriksa pekerjaan rumahnya. Aku akhirnya tersenyum.Suara Arya tiba-tiba menyadarkank
Aku mengambil bingkai foto itu, menatap orang di dalam foto itu dengan rasa tidak percaya.Dilihat dari foto ini saja, sepertinya aku sangat menyukai Arya dan tidak menyukai Zayn saat itu.Zayn tampaknya juga tidak menyukaiku."Ayo kita ke atas," kata Arya sambil membungkuk membersihkan koridor.Aku menyimpan semua potret itu dan mengikutinya ke atas.Meskipun aku tidak tinggal lama di rumah nenekku, rumah bobrok ini menyimpan banyak kenangan indah tentangku.Sebelum kembali ke sini, aku tidak punya perasaan apa pun.Begitu kembali ke sini, semua kenangan itu kembali membanjiri pikiranku. Kehangatan serta keindahan yang tak akan pernah bisa kembali akhirnya berubah menjadi kesedihan, membekas di rumah bobrok ini.Tanaman pot di balkon sudah lama mati. Aku masih ingat saat itu aku meminta Nenek membelikannya untukku.Aku membuka jendela balkon, debu pun beterbangan.Arya datang untuk membantuku mengipasi debu.Arya berdiri di sampingku, menatap ke kejauhan sambil bergumam, "Kota ini ban
Pintu kayu itu sudah bengkok dan jatuh setelah didorong. Debu beterbangan di mana-mana hingga menghalangi pandangan.Arya berdiri di hadapanku, terlebih dahulu menyingkirkan rumput liar di halaman.Arya membawaku ke dalam, pemandangan yang familier itu membawa kembali banyak kenangan.Keindahan dalam pikiranku sangat kontras dengan pemandangan menyedihkan di hadapanku, hatiku pun mulai merasa sedih.Nenek sudah tiada, tidak akan pernah bisa mendapatkan kehangatan serta keindahan itu lagi.Ada pohon jeruk di halaman. Pohon itu sudah tumbuh sangat besar, ada jejak buah jeruk yang jatuh hingga busuk di tanah.Arya berdiri di samping pohon jeruk dan berkata dengan heran, "Pohon ini masih ada."Aku menatapnya dengan bingung. "Kenapa kamu bilang begitu?""Karena aku yang menanamnya." Arya tersenyum padaku lalu menambahkan, "Kamu dan aku yang menanamnya bersama."Aku terkejut dan bertanya, "Kita menanamnya?"Arya mengangguk, alisnya tampak mengenang seakan-akan sedang mengingat sesuatu.Seper
Setelah melihat hal ini, Rani tidak memaksa lagi dan segera berkata padaku serta Arya, "Kalian semua sudah melihatnya, dia memang bersujud di kuburan ini. Saat kalian kembali nanti, kalian harus meminta Zayn untuk mencabut gugatannya.""Benarkah?"Tatapan dingin Arya tertuju pada Anto.Arya mengembuskan asap rokok dan tertawa, "Kenapa Pak Anto tampak sangat enggan? Apa begitu sulit minta maaf pada ayahku?"Ayahnya melotot dingin ke arah Arya. "Aku sudah bersujud, apa lagi yang kamu inginkan?""Ya, kamu memang sudah berlutut, tapi aku rasa ayahku tidak akan menerima permintaan maaf yang terpaksa ini.""Sepertinya aku harus bicara dengan Zayn agar jangan begitu mudah mencabut gugatannya ...."Setelah mendengar ini, Rani menjadi cemas dan dengan cepat menarik lengan Anto lalu berteriak, "Cepatlah berlutut, akui kesalahanmu! Aku sudah lama bilang padamu bahwa kamu harus tulus! Cepatlah!"Ah!" Ayahnya mendorong Rani dengan kesal dan melotot ke arah Arya.Arya tersenyum acuh tak acuh. "Kami
Kedua sosok itu adalah Anto dan Rani.Ayahnya menatap makam di depannya dengan ekspresi kaku.Rani mendorongnya dengan keras, seolah mendesaknya untuk segera berlutut.Ayahnya memasang ekspresi muram, seolah sudah bertahan sekian lama, sebelum akhirnya berlutut perlahan.Rani segera mengeluarkan ponsel untuk mengambil foto, seolah-olah ingin menyimpannya sebagai bukti untuk ditunjukkan pada Zayn.Arya melihat pemandangan di depannya dan tiba-tiba tertawa, nada bicaranya penuh dengan ejekan."Lihat, pria tua ini sangat mencintai putra bungsunya.""Orang egois seperti dia bahkan rela berlutut di makam ayahku demi putra bungsunya.""Haha, sejujurnya, aku merasa sedikit simpatik terhadap Zayn. Keberadaannya sungguh menyedihkan."Aku merasa sangat tidak nyaman saat mendengar ini.Aku segera berkata, "Keberadaannya sama sekali tidak menyedihkan. Aku mencintainya, itu sudah cukup."Tangan Arya yang memegang kemudi tiba-tiba mengencang.Tiba-tiba Arya menatapku dengan serius, matanya dipenuhi
Aku juga turun dari mobil.Ada restoran mie di depanku.Ketika Arya dan aku masuk, pemilik restoran menatap kami dua kali lagi.Aku pikir itu karena Arya sangat tampan.Tidak disangka kalau pemiliknya benar-benar mengenal kami.Dia berkata, "Wow, bukannya ini Audrey dan Arya?"Aku menatap Arya dengan kaget.Arya tersenyum sambil mengangguk kepada pemilik toko, lalu menarikku masuk ke dalam restoran mie.Aku terkejut dan bertanya padanya, "Apa yang terjadi? Kok dia bisa kenal kita?""Karena waktu itu, kami sering ke sini buat makan mie. Kamu paling suka mie daging sapi buatan mereka."Arya berkata dengan suara yang lirih, lalu mengangkat matanya untuk melihat sekeliling sambil bergumam, "Aku tidak menyangka restoran mie ini masih ada, hanya saja sudah tidak sama seperti sebelumnya."Aku mengerutkan kening dan melihat sekeliling, tapi tidak mendapat kesan apa pun.Seperti yang dikatakan Arya, makanan kesukaanku adalah mie daging sapi.Jadi kami tidak memesan apa pun, pemiliknya hanya mem
Aku menundukkan kepalaku dan melihat Zayn yang membalas pesanku.Yang baru saja aku kirimkan padanya adalah. [Arya ingin membawaku ke suatu tempat, nanti aku akan pulang untuk menemanimu.]Di akhir kalimat, aku menambahkan emotikon yang lucu.Jawaban Zayn kepadaku. [Arya mau membawamu ke mana?]Aku melihat ke luar jendela dan melihat mobil itu sudah melaju keluar kota untuk menuju ke pinggiran kota.Aku menatap Arya lagi sambil bertanya lagi, "Kita mau ke mana?"Raut wajah Arya dingin, masih tampak enggan berkata lebih banyak.Aku mengerutkan bibirku dan hendak membalas Zayn, tapi Arya tiba-tiba berkata dengan acuh tak acuh, "Ayah Zayn akan bersujud di depan makam ayahku hari ini, jadi aku ingin mengajakmu melihatnya."Aku tertegun sejenak, akhirnya bertanya padanya, "Di mana ayahmu ... dimakamkan?""Di kota itu juga."Saat berbicara, Arya tiba-tiba tertawa, tapi tawanya terdengar sedih. "Kita semua meninggalkan kota itu, tapi ayahku ... tinggal di sana selamanya."Aku menundukkan mata
Namun, saat aku baru saja berdiri, Zayn tiba-tiba mencengkeram pergelangan tanganku.Aku menatapnya dengan bingung. "Kenapa?"Mata lelaki itu gelap dan dia tampak sedikit tertekan. Dia menatapku dan tampak ragu untuk berbicara.Aku tersenyum padanya. "Kenapa? Katakan saja padaku."Zayn cemberut lalu berkata, "Malam itu, saat reuni kelas, aku sebenarnya takut kamu akan direbut oleh orang lain, jadi aku menggunakan berbagai cara untuk memaksamu agar berhubungan denganku.""Seperti yang dikatakan Arya, aku memang keji.""Baiklah, aku tidak akan menyalahkanmu."Kalau aku tahu kenyataan ini saat aku masih membencinya, pasti aku akan makin membencinya dan makin memandang rendah dirinya.Namun, sekarang sudah berbeda.Sekarang aku menyukainya, hatiku dan mataku hanya ada dia.Aku membungkuk, memeluk lehernya sambil tersenyum padanya. "Untunglah kamu yang mengambil inisiatif dulu, kalau tidak aku akan menjadi istri orang lain."Zayn menatapku dengan serius dan berkata, "Jadi, aku sama sekali t