Membayangkannya saja membuatku menggigil."Kamu tidak mau pergi?" Zayn menatapku dengan samar dan mencibir, "Apa kamu pikir kamu punya hak untuk menolak?""Zayn!" Aku berkata dengan kesal, "Kenapa kamu bersikeras agar aku bekerja untukmu? Bukankah semalam kamu bilang tidak akan menggangguku lagi? Kenapa kamu mengingkari ucapanmu!?""Kamu juga pembohong, jadi apa bedanya kalau aku mengingkari ucapanku?" Zayn tiba-tiba terkekeh sambil menatapku dengan sinis.Aku menggila karena cemas dan berkata dengan tegas, "Aku tidak akan pergi. Meskipun kamu akan memukulku sampai mati, aku juga tidak akan pergi!""Benarkah?"Zayn tiba-tiba menyipitkan matanya dan perlahan mendekatiku.Begitu dia mendekat, hawa dingin dan menindas yang mengerikan itu menerpa.Aku langsung menciut dan mundur dua langkah.Aku menatapnya dengan hati-hati, "Jangan begini, aku cuma merasa aku tidak punya banyak kemampuan dan takut menimbulkan masalah bagimu kalau bekerja untukmu.""Ha!" Dia mencibir, "Kenapa kamu tidak ber
Zayn berada sangat dekat denganku.Telapak tangannya yang besar masih menekan bagian belakang kepalaku dan bibir hangatnya hampir menyentuh daun telingaku.Seluruh tubuhku menegang dan merasakan napasnya di leherku sangat panas.Aku memanggil namanya dengan rasa takut, "Zayn ...."Dia terkekeh di telingaku, "Meskipun aku sudah tidak menginginkan wanita yang pernah kusentuh, aku tidak akan pernah membiarkan orang lain mendambakannya. Coba tebak apa yang telah kulakukan pada Kak Alfie?"Tubuhku menggigil dan tidak berani berbicara.Ini pertama kalinya aku melihat Zayn yang dingin dan haus darah, bagaikan iblis yang merangkak keluar dari neraka.Dia tersenyum dan berkata dengan datar, "Aku memotong kedua tangan dan kaki mereka, lalu mengusir mereka dari Kota Jenara untuk mati. Apa pendapatmu tentang hukumanku?"Potong kedua tangan dan kaki?Seluruh tubuhku menggigil, menatapnya dengan ketakutan untuk pertama kalinya.Aku hanya tahu dia pemurung, ketus dan rumit, tetapi tidak kusangka tern
"Benar, Bos menyuruhnya pergi ke kantor pusat karena dia tertarik dengan kemampuannya merayu orang. Bos ingin dia menggunakan kecantikannya untuk merayu pelanggan. Wanita ini benar-benar mengira Bos tertarik padanya.""Benar, bukankah dia cuma memanfaatkan tubuh kotornya untuk mendapatkan posisi? Apa hebatnya?"Sebagian besar rekan menghinaku dengan sinis dan masih ada rasa iri yang mendalam di cibiran mereka.Jadi, sifat manusia memang seperti itu. Meski tidak bisa mendapatkannya, mereka tetap berpura-pura mulia untuk merendahkan orang lain.Aku menatap mereka dengan tenang, "Benar, aku tidak punya apa pun untuk dibanggakan, tapi kenyataannya adalah kesempatan yang tidak kuinginkan ini tidak akan bisa kalian dapatkan meski memperjuangkannya.""Heh, tidak kamu inginkan? Jangan berpura-pura lagi, benar-benar menjijikkan.""Benar, kamu sudah mendekati dengan bos besar, untuk apa masih sok suci di sini?"Dua rekan wanita menertawakanku dengan iri dan sinis.Aku benar-benar lelah secara fi
Aku memberi tahu kakakku kalau aku akan bekerja di perusahaan Zayn dan aku akan menyewa rumah di dekat perusahaan Zayn.Kakakku terkejut dan bertanya mengapa aku ingin kembali kepada Zayn.Pertanyaan itu membuatku tidak bisa menjawabnya untuk beberapa saat.Aku hanya berkata dengan asal-asalan kalau gaji Zayn sangat tinggi dan pekerjaannya mudah. Aku ingin bekerja selama beberapa tahun untuk menabung.Pada akhirnya kakakku tidak mengatakan apa pun dan hanya memintaku meneleponnya kalau butuh sesuatu.Kakakku juga mentransfer 40 juta kepadaku. Aku tidak menerimanya, jadi aku mengirimkan pesan padanya kalau aku masih punya uang.Cedera kaki kakakku tidak kunjung sembuh dan sekarang dia sudah punya pacar. Aku jelas tidak boleh menginginkan uangnya lagi.Aku tidak kembali ke vila sebelumnya.Tempat itu sepenuhnya milik Zayn.Saat ini aku tidak sempat mencari rumah, jadi aku langsung menarik koper dan meletakkannya di meja depan.Orang-orang di perkotaan sibuk dengan kehidupan setiap hari d
Aku mengangkat koperku dengan canggung dan menatapnya.Akan tetapi saat melewatiku, Zayn bahkan tidak menatapku seolah kemarin bukan dia yang memaksaku datang ke perusahaannya dengan gila-gilaan.Akan tetapi, aku tahu dia tidak akan membiarkanku pergi.Hanya aku yang tahu betapa gilanya hati yang dia sembunyikan di balik penampilannya yang cuek dan tidak peduli itu.Akhirnya Zayn masuk ke lift dengan dikelilingi oleh asisten dan pengawalnya.Hingga pintu lift tertutup, keramaian di aula kembali seperti semula.Ejekan dan penghinaan terhadapku terus berdatangan.Resepsionis langsung bersikap agresif dan mengusirku.Aku mengabaikan mereka dan langsung berjalan ke lift dengan koper.Resepsionis mendatangiku lagi dan menarikku, "Hei, dasar wanita tidak tahu malu. Aku sudah menyuruhmu keluar, apa kamu tidak dengar?"Aku menepisnya dan berkata dengan nada dingin, "Kamu cuma resepsionis. Apakah kamu benar-benar mengira perusahaan ini adalah milikmu? Kamu harus tahu batasan dan jangan sok berk
"Kemarilah!"Dia mengucapkan dua kata kepadaku tanpa mendongak.Aku hendak berjalan sambil menarik koperku.Tiba-tiba dia berkata, "Taruh saja koper itu di sana, tidak ada yang akan mengambilnya darimu."Nada suaranya juga terdengar jijik.Aku tertegun sejenak, lalu meletakkan koper itu di depan pintu dan langsung berjalan ke arahnya.Berdiri di depan meja, aku melihatnya menandatangani dokumen dengan lancar.Belum lagi pria ini tampan, tulisan tangannya juga sangat bagus.Aku berdiri di depan meja untuk waktu yang lama dan dia tidak bersuara lagi.Aku agak kesal dan tidak tahan lagi untuk memanggilnya, "Zayn ...."Aku benci keheningan menunggu seperti ini. Lebih baik dia langsung menjelaskan semuanya atau memberitahuku untuk melakukan sesuatu.Sungguh tidak nyaman bagiku untuk terus menunggu dengan cemas sampai dia mengatakan sesuatu.Zayn pun mendongak.Dia menutup dokumen itu, kemudian bersandar di kursinya dan tersenyum padaku, "Kamu terlambat lima menit. Bagaimana aku harus menghu
Aku merasa panik dan malu. Ini kantor, mau apa dia?Entah kapan tangan pria itu menyentuh pinggangku dan membelainya.Jari-jarinya begitu membara seolah menimbulkan rasa terbakar dan setiap sentuhannya membuatku menggigil.Aku memegang tangannya dan menatapnya dengan marah, "Zayn, kamu bilang mau aku bekerja!""Menyenangkanku juga disebut pekerjaan, aku juga tidak membayarmu sedikit!"Dia mengatakannya dengan santai dan jelas mengandung penghinaan.Aku tahu apa yang dia sebut 'pekerjaan' tidak akan sesederhana itu.Dia mencium leherku dan suaranya yang tertahan terdengar agak dingin, "Katakan, saat kamu bekerja untuk Yosef sebagai sekretarisnya, dia ada melakukan ini padamu tidak?""Zayn, tolong jangan menganggap semua orang begitu kotor, oke?"Dia mencibir, "Kotor? Kalau begitu, kamu belum pernah melihat yang lebih kotor."Saat berbicara, dia sampai menggigit leherku seolah ingin melampiaskan amarahnya.Aku mendorongnya karena sakit, "Dasar tukang gigit!"Dia menatapku dengan tatapan
Aku mengerutkan kening, mengapa Zayn selalu berpikir seperti ini?Kalau ada pria lain, aku akan langsung menyuruhnya untuk membawaku ke rumah sakit, meski aku tetap menggila bersamanya sepanjang malam.Aku masih terbaring di meja kerja dan dia merobek beberapa kancing di dadaku, memperlihatkan sebagian besar pakaian dalamku.Aku mencoba untuk bangun dengan malu, tetapi dia menekan bahuku dengan kuat dan menatapku dengan tajam."Katakanlah, kamu tidak akan membutuhkanku kalau ada pria lain, 'kan?""Zayn, bisa berhenti mengacau tidak?"Aku menatapnya dengan pasrah. Aku harus bagaimana baru dia bisa senang dan membiarkanku pergi?Aku semakin tidak bisa memahami emosinya.Dia menundukkan kepalanya untuk mendekat ke arahku dan berkata dengan suara rendah, "Sekarang kamu sudah sadar. Katakan sejujurnya. Kalau saat itu Yosef yang menyelamatkanmu.""Apakah malam itu kamu akan mengatakan kata-kata mengharukan itu padanya dan memintanya membantumu?"Lihat, dia diam-diam bersaing dengan Yosef lag
"Jadi ... apa yang kamu katakan barusan, berarti kamu ... suka aku?"Aku mencengkeram selimut erat-erat, dan pada saat dia berbalik, aku tanpa sadar bertanya.Sebenarnya, begitu pertanyaan itu keluar, aku langsung menyesalinya.Pertanyaan ini, yang tadi terus dia desak, aku selalu menghindarinya. Sudah bertekad untuk tidak menanyakannya.Ironisnya, dalam situasi seperti ini, pertanyaan itu justru keluar dengan begitu mudahnya.Pada akhirnya, hatiku masih belum cukup teguh, bukan begitu?Tubuh Zayn tampak terdiam sejenak.Dia tidak berbalik, suaranya yang dingin disertai sedikit ejekan terdengar, "Suka kamu? Apa itu mungkin?"Setelah dia mengatakan itu, dia pergi, langkah kakinya tanpa sedikit pun keraguan.Pintu luar ditutup olehnya dengan keras, menghasilkan suara yang cukup keras.Aku menundukkan kepala, tersenyum pahit dengan rasa sedih.Jadi, pertanyaan itu memang seharusnya tidak dilontarkan, 'kan?Mengingat bagaimana dia pergi dengan penuh emosi, aku mentertawakan diri sendiri. N
"Kenapa tidak bertanya?"Tangannya makin berlebihan, dengan cerdik memancing sarafku.Pelan-pelan, aku merasa wajahku mulai memanas. Tubuhnya yang tadinya dingin kini terasa seperti membara.Aku yang berada di pelukannya, meskipun saraf tegang, kakiku lemas, hampir tidak mampu berdiri.Aku mencengkeram kerah bajunya, seluruh tubuhku hanya ditopang oleh kekuatan di pinggangku.Dengan susah payah, aku membuka mulut, "Ti ... tidak ada alasan, aku ... aku memang mau tidur."Mata hitamnya yang dalam menatapku lekat-lekat, mendesakku terus-menerus, "Kita bicara dulu baru tidur. Ayo, katakan padaku, apa sebenarnya yang mau kamu tanyakan tadi?"Nada suara berat dan lembut itu, seolah membawa daya tarik tersendiri, menyeret hatiku ke jurang yang makin dalam.Aku melihat ke dalam matanya yang dalam, hatiku terus bergetar.Tubuhku melemah oleh sentuhannya yang lembut.Dengan hampir memohon, aku berkata kepadanya, "Bisakah kamu berhenti seperti ini? Topik tadi, aku benar-benar tidak mau bahas lagi
Dorin kembali berbicara denganku tentang beberapa hal sehari-hari, bahkan menanyakan tentang kondisi bayiku.Saat berbicara tentang bayi, aku perlahan melupakan kebingungan tadi.Aku memberitahukan Dorin bahwa sebelum perutku mulai terlihat besar, aku akan mencari kesempatan untuk meninggalkan Kota Jenara ini.Dia bilang saat itu nanti, filmnya juga sudah selesai, dan dia akan membantuku mencari jalan.Setelah mengobrol dengan Dorin, waktu sudah hampir pukul satu dini hari.Zayn belum juga kembali, atau mungkin, malam ini dia menemani Cindy di rumah sakit.Aku mematikan lampu dan masuk ke dalam selimut.Aku merasakan kasur suite presidensial yang besar dan lembut.Walau begitu, mungkin karena suasana hati yang tidak merasa aman, aku tidur dengan sangat gelisah.Aku terus-menerus terbangun beberapa kali, Dalam selang waktu belasan hingga dua puluh menit, aku selalu terbangun.Aku menghela napas dan mengambil ponsel sambil menggulir layarnya.Setelah sekitar setengah jam, mataku mulai te
Aku terpaku menatap wajah itu, sampai-sampai lupa bernapas.Pria itu mengenakan kostum tradisional. Terlihat alisnya yang tebal melengkung, matanya bersinar tajam, dengan rambut yang diikat tinggi dan dihias mahkota giok.Di bahunya tersampir mantel berbulu rubah, melengkapi wajahnya yang tampan luar biasa. Penampilannya memang memancarkan keanggunan tak tertandingi.Aku tertegun cukup lama sebelum akhirnya mengenali dia sebagai Arya.Melihat aku terpesona, Dorin di sampingku tertawa. "Audrey, kamu ini mata keranjang. Lihat pria tampan saja sampai matamu tidak bisa berpaling."Aku langsung memerah, lalu menatapnya dengan kesal, "Jangan asal bicara. Aku cuma butuh waktu untuk mengenali dia adalah Pak Arya.""Haha, Pak Arya memang tampan baik dalam kostum tradisional maupun pakaian modern. Tidak kalah dengan Zayn-mu, 'kan?"Arya tiba-tiba muncul di panggilan video kami. Suara Dorin masih terdengar di samping, tetapi sosoknya menghilang dari layar.Sekarang, di layar video hanya ada Arya,
"Maaf, Kak Zayn, aku ... aku selalu ganggu kalian. Maaf ...."Cindy berkata sambil air matanya terus mengalir.Tampangnya yang lemah dan menyedihkan itu jelas terlihat tidak dibuat-buat.Zayn terburu-buru menghiburnya, "Jangan berkata begitu. Kamu jatuh sakit, itu juga bukan keinginanmu.""Maaf, Kak Zayn ... ah, sakit sekali, Kak Zayn, dadaku sangat sakit. Apa yang harus kulakukan ...."Cindy menangis, tampak sangat kesakitan.Zayn segera menggendongnya dan berkata dengan suara rendah, "Aku akan bawa kamu ke rumah sakit sekarang."Dia dengan tergesa-gesa menuju pintu lift.Setelah berjalan beberapa langkah, dia berbalik dengan gelisah menatapku, "Tunggu aku kembali."Aku menggigit bibir tanpa berkata apa-apa, tetapi hatiku terasa seperti ditusuk, sangat menyakitkan.Zayn menatapku dalam-dalam, lalu membawa Cindy masuk ke dalam lift.Sampai bayangan mereka menghilang di pintu lift, aku baru bisa memaksakan senyum kaku, dan air mata yang kutahan akhirnya jatuh juga.Saat itu, Henry tiba-
"Zayn, sebenarnya aku ....""Kak Zayn!"Aku baru saja membuka mulut ketika suara lembut nan manis tiba-tiba terdengar dari belakang pria itu.Tubuhku langsung membeku, dan getaran hati yang kurasakan tadi seketika menghilang tanpa jejak.Aku tersenyum pahit pada diriku sendiri.Bagaimana bisa aku lupa kalau ada Cindy?Barusan aku hampir saja kehilangan akal di bawah suara rendah dan lembut Zayn, hampir membuka hati padanya.Zayn tetap menatapku dengan dalam.Aku mendorong dadanya pelan, mengingatkannya dengan suara rendah, "Nona Cindy sudah datang.""Audrey!"Zayn mengerutkan alisnya dan dengan keras kepala berkata, "Jawab dulu pertanyaanku tadi!""Lalu, apa yang mau kamu dengar? Katakan saja."Aku menatapnya.Tatapan kami bertemu. Matanya gelap dan dalam, hingga akhirnya secara perlahan muncul secercah sikap dingin."Apa maksudmu?"Aku menundukkan kepala, berkata datar, "Tidak ada maksud apa-apa. Aku cuma mau bilang, apa pun jawaban yang mau Pak Zayn dengar, itulah yang akan kukatakan
Uh ....Henry berkata dengan kesal, "Baiklah, aku kalah bicara. Aku mau kembali ke kamar untuk tidur."Dia berbalik dan berjalan beberapa langkah, lalu sepertinya teringat sesuatu dan buru-buru menoleh, mengingatkan Zayn, "Jangan lupa belikan aku mantel kulit, ya.""Uangnya sudah aku transfer ke rekeningmu, beli sendiri."Mendengar itu, mata Henry membelalak, lalu segera memeriksa ponselnya.Beberapa saat kemudian, dia tertawa kecil, "Lumayan, lebih banyak dari yang kupikirkan. Nanti aku juga bawakan satu untukmu, ya.""Tidak perlu." Zayn menjawab dingin tanpa ekspresi.Henry melanjutkan, "Kalau begitu, aku bawakan untuk Audrey saja.""Tidak boleh!" Zayn memotong dengan dingin dua kata.Henry memonyongkan bibirnya, "Kalau tidak boleh, ya sudah. Uang lebihnya bisa kupakai beli yang lain."Setelah berkata demikian, dia langsung kabur ke kamarnya sendiri.Begitu Henry pergi, aku merasa suasana di sekitarku jadi agak menekan.Aku memegang tasku dan mundur dua langkah hingga punggungku meny
Aku segera memanggilnya, "Tuan Henry, tunggu sebentar."Henry tertegun sejenak, lalu menoleh ke arahku, "Kenapa, Audrey?""Itu ... kamar aku di mana?"Henry tampak terkejut, "Bukankah ini kamar kamu?"Sambil berbicara, pandangannya jatuh pada tas yang kubawa, dan dia bertanya, "Kamu tidak mau tinggal di kamar ini? Ini adalah satu-satunya kamar suite presidensial yang aku pesan, kamar terbaik di hotel ini.""Tapi, ini kamar Zayn."Henry tertawa kecil, "Kamarnya dia 'kan sama saja dengan kamar kamu? Kalian dulu pasangan suami istri, hal-hal yang harus dilakukan juga sudah dilakukan, kenapa masih dipisah-pisah?"Melihatku mengerutkan kening, dia segera tertawa lagi, "Baiklah, aku tidak canda lagi.""Tapi, aku cuma pesan tiga kamar, kalau kamu tidak tinggal di kamar ini, mau tinggal di mana?""Kalau begitu, aku akan pesan kamar biasa saja."Henry buru-buru menghentikan aku, "Jangan repot-repot, ini hotel terbaik di daerah ini, sudah penuh sejak lama. Aku harus pesan jauh sebelumnya untuk d
Namun meskipun tidak disukai oleh Keluarga Hale sejak masih kecil, Zayn tetaplah Tuan Muda dari Keluarga Hale. Bagaimana bisa terlibat dengan seorang gadis desa?"Ya, dulu Cindy dari pedesaan. Zayn menjemputnya setelah bercerai denganmu."Setelah mendengar ini, aku merasakan kepedihan di hatiku.Terlepas Cindy adalah orang pedesaan atau bukan, Zayn menceraikan aku karena Cindy."Hei, Cindy sebenarnya cukup menyebalkan, sangat lemah bahkan tidak bisa teriak ataupun berbicara.""Pikiran dan perasaannya begitu aneh sehingga aku harus berhati-hati saat berbicara dengannya.""Aku benar-benar tidak tahu kenapa Zayn bersikeras bersikap baik padanya. Audrey, kamu jauh lebih baik darinya. "Henry berkata dengan ekspresi jijik.Aku menahan ketidaknyamanan di hatiku dan berkata sambil tersenyum tipis, "Setiap orang punya daya tarik masing-masing. Mungkin Zayn hanya menyukai yang itu.""Tidak ...." Henry mengerutkan kening dan berkata, "Menurutku Zayn belum tentu menyukai Cindy, tapi tidak bisa di