Tiga tahun lalu, di mata Dylan hanya ada sosok Olivia saja. Bagaimana mungkin lelaki itu peduli dengan rupa orang yang dia tolong?Sorot Dylan terlihat berantakan. Ada sebersit sorot gelap yang tidak bisa disingkirkan di kedua bola mata lelaki itu.“Maaf ….”Semua kalimat yang ingin Dylan ucapkan hanya mampu dikeluarkan dalam satu kata sederhana itu saja. Lydia hanya terkekeh kecil dan berkata, “Kamu memang harus minta maaf karena kamu nggak pernah menyangka setelah menolongmu dari sasana tinju gelap itu, mereka akan datang untuk balas dendam padaku, bukan?”Satu kalimat Lydia bagaikan sambaran petir di siang bolong yang membuat Dylan memucat. Lelaki itu menatap Lydia dengan lekat sambil mencengkeram lengannya erat-erat dan berkata, “Kamu bilang apa?”Lydia tidak mengerti kenapa harus terkejut? Dia hanya tersenyum santai menanggapi lelaki itu. Karena sudah terlanjur terucapkan, maka sekalian dijelaskan saja.“Pak Dylan, tiga tahun yang lalu aku memang bisa berenang. Karena kepalaku dit
Lydia nyaris gila karena Dylan sudah seperti lalat yang sangat sulit sekali dia usir. Perempuan itu ingin melayangkan umpatan, tetapi tangan hangat lelaki itu yang memegangnya erat membuat Lydia tidak bisa menolak.“Nggak peduli kamu percaya atau nggak. Lydia, aku sungguh menyesal. Kalau saja masih ada satu kesempatan-““Dylan, selama beberapa tahun ini aku selalu mimpi buruk. Mimpi kejadian itu! Semenjak bertemu denganmu, aku nggak pernah hidup dengan bahagia lagi!” potong Lydia dengan suara dingin.“Aku nggak menyesal pernah menolongmu. Tapi anggap saja aku mohon padamu, bisa nggak kamu lupakan kejadian lalu dan jangan dibahas lagi?” pinta Lydia dengan wajah penuh permohonan.Bagi Lydia, tidak ada gunanya mengetahui apakah lelaki itu menyesal atau tidak. Dia hanya merasa konyol. Tubuh Dylan kembali menegang karena terkejut dengan nada bicara perempuan itu. Bahkan sorot terluka di mata Lydia tidak berani dihadapi oleh Dylan.Semua luka itu muncul karena ulahnya. Sedangkan dia sendiri
PRANG!Suara yang begitu memekakkan telinga terdengar dari arah meja. Botol minuman, gelas dan juga kaca meja hancur berantakan. Bahkan pecahan kacanya ada yang mengenai wajah pemuda yang berbicara tadi. Tetesan darah segar mengalir di pipinya.Ruangan tersebut mendadak berubah menjadi sangat sunyi. Bahkan pemuda tersebut tampak pucat pasi hingga tidak berani berbicara. Dia tahu bahwa dia sudah salah berbicara. Mata Dylan memerah dan tubuhnya dikelilingi api tak kasat mata. Lelaki itu berdiri dan menunjuk pemuda tadi sambil berkata,“Kamu pikir kamu siapa sehingga kamu pantas membicarakan hal buruk tentang dia?!”Dia melangkah mendekat dan tanpa ragu melayangkan tendangan kuat di tubuhnya. Pemuda itu meringkuk kesakitan dan keningnya banjir dengan keringat dingin. Orang-orang di sekitar tidak ada yang berani berkomentar apa pun.“Dylan, tenang sedikit!” ujar Lucas menghentikan Dylan.Setelah itu dia berkata pada orang yang lainnya, “Semuanya, dia minum banyak. Yang di sini serahkan pad
Mobil milik Lucas berhenti di depan kediaman keluarga Agustine. Lelaki yang duduk di dalam mobil itu sibuk menelepon Lydia yang sedang beristirahat. Perempuan itu tampak jengah ketika mengangkat telepon dan bertanya, “Siapa?”“Ini aku, Lucas. Eum … Dylan mabuk dan sekarang ada di depan rumahmu. Kamu bisa keluar sebentar? Setelah dia selesai bicara, aku langsung membawanya pergi.”Keadaan di seberang telepon mendadak sunyi. Saat Lydia tersadar, dia berkata dengan suara dingin, “Bawa dia pergi dari sini!”“Kami sudah datang, kalau kamu nggak keluar lagi maka aku akan tinggalin dia di luar saja. Kalau ada apa-apa dengan dia, kamu harus tanggung jawab penuh.”Setelah sambungan telepon terputus, Lucas menepuk-nepuk dadanya. Butuh keberanian yang besar untuk berbicara seperti itu dengan Lydia. Lucas membawa Dylan turun dari mobil dan membiarkan lelaki itu duduk di depan gerbang.“Dylan, aku melakukan ini demi kebaikanmu. Kamu nggak boleh balas dendam sama aku, ya!” gumam Lucas. Semua ini per
Anak perusahaan Agustine Group yang ada di luar negeri terjadi masalah dan harus segera diatasi. Untuk sementara Nixon tidak bisa meninggalkan kantor pusat dan kebetulan Lydia ingin jalan-jalan melepas penat sehingga dia memutuskan menggantikan kakaknya.Berita tentang Lydia yang hendak keluar negeri langsung terdengar oleh Dylan satu jam kemudian. Saat ini dia sedang di ruang kantornya tengah minum teh untuk meredakan alkohol kemarin.“Apa?!” Dylan terkejut dan minumannya langsung tumpah mengenai dokumennya yang penting. Lelaki itu langsung bangkit berdiri. Gerakannya yang tiba-tiba itu membuat pinggangnya sedikit nyeri.“Dia keluar negeri?”Tony mengangguk dan menjawab, “Benar, yang tadi menerima hadiah kirimannya adalah Liam. Dia yang bilang sendiri kalau Bu Lydia akan keluar negeri dan kemungkinan nggak akan kembali lagi.”Wajah Dylan berubah seketika dan bertanya, “Dia ke mana? Naik pesawat apa?”Perasaan lelaki itu langsung berantakan. Dia khawatir perempuan itu membencinya dan t
Sikap Lydia yang dingin sama sekali tidak membuat Dylan marah. Mata lelaki itu terlihat penuh sayang dan lembut sambil berkata, “Nggak perlu, aku hanya tanya saja. Nggak masalah kalau kamu nggak mau bilang.”Nicky yang ada di samping mereka berdeham dan bertanya, “Bu, ini teman Ibu?”“Bukan,” ujar Lydia.“Masalahnya sudah selesai, kamu pergi setelah main-main di sini beberapa hari, ok?” ujar Nicky memberi saran.Tatapan Dylan berubah dingin ketika menatap Nicky. Terdapat emosi yang tak tersirat di kedua bola matanya. Lydia hanya mengerutkan keningnya dan menggelengkan kepala sambil berkata,“Lain kali saja, ada beberapa urusan yang harus segera saya atasi.”“Sayang sekali, hati-hati di jalan,” ujar Nicky sambil mengulurkan tangannya.Lydia tersenyum sambil balas menjabat tangan lelaki itu dan pergi dari sana. Dylan bergegas mengikutinya dari belakang. Kedua orang itu terlihat sangat serasi jika berdiri bersisian. Mereka akan menjadi pusat perhatian di mana pun berada.Saat hendak masuk
Lydia mengenakan baju olahraga yang terkesan santai dan memoleskan sedikit bedak di wajahnya. Kecantikan perempuan itu semakin bertambah besar. Malvin melambaikan tangannya dan Chuck memberikan pelukan singkat dan berjabat tangan.Melani justru mengenakan terusan pendek dan dandanan yang lumayan tebal. Dia hanya tersenyum dengan sangat hati-hati dan lebih diam. Setelah pengalaman sebelumnya, dia tampak lebih menjaga sikapnya.“Halo, Lydia.”Lydia hanya tersenyum sopan. Dia merasa aneh ketika melihat pakaian yang dikenakan oleh Melani. Mereka datang ke sini untuk berpetualang, kenapa penampilannya seperti mau datang ke acara penghargaan? Namun Lydia malas bersuara, yang penting perempuan itu senang dan nyaman.Semua orang sudah berkumpul, sutradara langsung memberikan kalimat pembuka dan siaran langsung dimulai. Namun mereka masih menunggu di sana karena sutradara mereka masih tidak berkata apa pun. Bahkan Dilap juga tampak tidak sabar. Hingga tiba-tiba ada yang berbisik pada sutradara
Semua perhatian terfokus pada sosok Dylan. Sutradara mengenalkan Dylan dengan sangat formal dan mengatakan bahwa kedatangan lelaki itu untuk merasakan hal baru di acara ini. Dilap terlihat sangat tidak percaya dengan kalimat tersebut.Usahanya yang baru saja naik justru menjadi milik salah satu aset Dylan lagi? yang paling penting adalah, dia harus mengucapkan terima kasih pada pamannya! Dia merasa tidak terima!Sutradara tertawa girang sambil meletakkan sebuah kotak di tengah.“Kali ini keenam bintang tamu akan dibagi menjadi tiga kelompok. Yang mendapatkan warna yang sama akan menjadi teman satu kelompok. Ketika semuanya hendak bergerak, sutradara memberi tanda untuk berhenti.“Di tangannya Pak Dylan ada satu kartu pilihan. Karena dia bintang tamu misterius, beliau memiliki keuntungan untuk memilih anggotanya sendiri.”Melani yang berdiri di samping Lydia menatap lelaki itu dengan antusias. Dia ingin sekali dipilih oleh lelaki itu karena tidak banyak perempuan yang digosipkan oleh Dy