Dilap terkekeh dan berkata, “Dia itu dipermainkan, bahkan dia dibuat bangkrut. Setelah itu kekasihnya cari lelaki kaya dan karena marah makanya dia bilang begitu.”Lydia terdiam mendengar penjelasan lelaki itu.Tansen Group.Di dalam ruang rapat sudah tampak barisan orang-orang yang sedang mendengarkan laporan hasil kerja divisi. Mereka tampak gugup karena khawatir akan dipanggil oleh Dylan. Keadaan di ruangan tersebut tampak mencekam dan menyeramkan. Hingga tiba gilirannya Yohan sebagai supervisor dari divisi investasi yang menyampaikan laporan.Lelaki itu baru dinaikkan jabatannya dan belum ada hasil apa pun selama dia baru menjabat. Untuk bisa tetap stabil duduk di posisinya, dia harus mendapatkan kesan baik di hadapan Dylan. Lelaki itu berdeham dan mendadak merasa sedikit antusias. Dia terlihat sangat percaya diri ketika berbicara.“Pak Dylan, divisi kami sedang menganalisa acara di negara kita. Meski acara reality show seperti ini sudah sangat marak di publik, kalau kita berani bu
Tony mengikuti lelaki itu dan masuk ke ruang kerjanya. Akan tetapi lirikan Dylan membuat seluruh tubuhnya merinding.“Pak ….”“Ini hasil yang sudah kamu bereskan?” Suara Dylan terdengar dingin dan menusuk.Dengan ragu Tony menjelaskan, “Pak, acaranya Dilap ini ada karena bantuan dari keluarga Agustine. Pak Sugiono juga sudah bertemu dengan orang-orang terkait. Jadi ….”Mata Dylan menggelap seketika.“Kalau begitu Tansen Group harus menjadi satu-satunya investor. Mengerti?!”Dengan cepat Tony menjawab, “Mengerti, untuk poin ini pasti bisa.”“Karena mau investasi, episode selanjutnya saya mau langsung survey sendiri dan merasakannya langsung.” Dylan mengatakan kalimat tersebut dengan tenang dan datar. Tony awalnya mengangguk langsung mendongak dengan ekspresi terkejut. Dia mencoba mencerna ucapan Dylan dan berkata,“Baik, Bapak akan menjadi bintang tamu misterius. Saya yakin pasti akan semakin menarik minat penonton.”“Keluarlah,” ujar Dylan sambil mengangguk dengan puas. Tony menarik na
Erika terdiam di tempat karena ucapan Sugiono. Dia yang semula tidak ada kedudukan apa pun di rumahnya, semakin tidak ada artinya semenjak menjual Pipa Tembakau Giok milik lelaki itu. Sekarang Monika tidak tahu dikirim ke tempat apa, bahkan dia tidak ada teman untuk berbincang.Melihat Dylan yang diam saja ketika ditegur oleh Sugiono membuat Erika semakin tidak terima. Semakin lama dia semakin membenci Lydia. Dylan terdiam dan memerintahkan Tony, “Antar Bu Erika pulang saja, acara makan malam nanti Mama nggak perlu ikut.”Erika seketika berdiri kaku. Sugino juga ikut mengangguk dan berkata, “Boleh juga, jangan sampai kehilangan kesempatan untuk damai dengan keluarga Agustine.”Mereka tidak peduli dengan perasaan Erika sama sekali. Perempuan itu hanya bisa pergi dengan raut wajah yang sangat keruh. Makan malam nanti diadakan di sebuah rumah makan yang terdapat di vila pribadi. Selain mereka, tidak ada orang lain yang ada di sana.Rizal datang bersama dengan Nixon dan Lydia. Saat tiba di
Sugiono tersenyum dan berkata, “Sebenarnya dulu Lydia sudah sangat menderita. Kalau ada kesempatan, kami akan memperbaikinya lagi.”Rizal mengibaskan tangannya dan berkata, “Hanya karena anak-anak ini masih belum mengerti saja. Yang lalu biarlah berlalu, Lydia juga sudah nggak mempermasalahkannya lagi. Kita sebagai orang tua mereka juga jangan dimasukkan dalam hati. Berhubungan seperti normalnya saja.”“Belum mengerti?” gumam Dylan sambil tersenyum dan kedua bola matanya menggelap.“Benar, selanjutnya harus berhubungan dengan normal,” lanjut lelaki itu lagi sambil menatap Lydia penuh arti.Perempuan itu merasakan tatapan tajam tersebut dan mengangkat wajahnya. Dia melihat Dylan tengah menatapnya dengan lekat. Sorot mata lelaki itu terlihat lembut dan juga ada senyuman jenaka di sana. Apa yang sedang ditertawakan?Lydia tercenung dan mendadak kehilangan selera makan. Dia meletakkan sendoknya dan memutar bola matanya jengah. Namun ternyata lelaki di depannya tidak marah dan justru semaki
Lydia mengambil kembali ponselnya dan meliriknya sekilas. Seketika emosinya naik dan membuatnya tidak bisa berkata apa pun. Dia menulis namanya dengan tulisan “Sang Penolong”. Lelaki itu sungguh tidak tahu malu!Dia tidak ingin banyak basa-basi lagi dan memutuskan untuk berbalik pergi tanpa berkata apa pun. Dengan santai Dylan mengikutinya, semakin cepat Lydia melangkah maka semakin cepat pula langkah lelaki itu.Saat tiba di pintu keluar, Dylan tiba-tiba bersuara, “Lydia, aku ajar berenang, ya?”Dia masih ingat ketika kecelakaan pesawat, Liam memberi tahu bahwa perempuan itu tidak bisa berenang ketika mereka sedang mencarinya di lautan. Selain itu, Lydia terlihat sangat panik di acara yang tayang ketika Malvin tidak muncul ke permukaan dalam waktu yang cukup lama. Sepertinya rasa panik tersebut bukan karena Malvin, tetapi karena trauma dan ketakutan yang ada di dalam hatinya.Lydia yang tidak mau kalah bagaimana mungkin tidak bisa berenang? Dylan ingin mengajarinya agar perempuan itu
Tiga tahun lalu, di mata Dylan hanya ada sosok Olivia saja. Bagaimana mungkin lelaki itu peduli dengan rupa orang yang dia tolong?Sorot Dylan terlihat berantakan. Ada sebersit sorot gelap yang tidak bisa disingkirkan di kedua bola mata lelaki itu.“Maaf ….”Semua kalimat yang ingin Dylan ucapkan hanya mampu dikeluarkan dalam satu kata sederhana itu saja. Lydia hanya terkekeh kecil dan berkata, “Kamu memang harus minta maaf karena kamu nggak pernah menyangka setelah menolongmu dari sasana tinju gelap itu, mereka akan datang untuk balas dendam padaku, bukan?”Satu kalimat Lydia bagaikan sambaran petir di siang bolong yang membuat Dylan memucat. Lelaki itu menatap Lydia dengan lekat sambil mencengkeram lengannya erat-erat dan berkata, “Kamu bilang apa?”Lydia tidak mengerti kenapa harus terkejut? Dia hanya tersenyum santai menanggapi lelaki itu. Karena sudah terlanjur terucapkan, maka sekalian dijelaskan saja.“Pak Dylan, tiga tahun yang lalu aku memang bisa berenang. Karena kepalaku dit
Lydia nyaris gila karena Dylan sudah seperti lalat yang sangat sulit sekali dia usir. Perempuan itu ingin melayangkan umpatan, tetapi tangan hangat lelaki itu yang memegangnya erat membuat Lydia tidak bisa menolak.“Nggak peduli kamu percaya atau nggak. Lydia, aku sungguh menyesal. Kalau saja masih ada satu kesempatan-““Dylan, selama beberapa tahun ini aku selalu mimpi buruk. Mimpi kejadian itu! Semenjak bertemu denganmu, aku nggak pernah hidup dengan bahagia lagi!” potong Lydia dengan suara dingin.“Aku nggak menyesal pernah menolongmu. Tapi anggap saja aku mohon padamu, bisa nggak kamu lupakan kejadian lalu dan jangan dibahas lagi?” pinta Lydia dengan wajah penuh permohonan.Bagi Lydia, tidak ada gunanya mengetahui apakah lelaki itu menyesal atau tidak. Dia hanya merasa konyol. Tubuh Dylan kembali menegang karena terkejut dengan nada bicara perempuan itu. Bahkan sorot terluka di mata Lydia tidak berani dihadapi oleh Dylan.Semua luka itu muncul karena ulahnya. Sedangkan dia sendiri
PRANG!Suara yang begitu memekakkan telinga terdengar dari arah meja. Botol minuman, gelas dan juga kaca meja hancur berantakan. Bahkan pecahan kacanya ada yang mengenai wajah pemuda yang berbicara tadi. Tetesan darah segar mengalir di pipinya.Ruangan tersebut mendadak berubah menjadi sangat sunyi. Bahkan pemuda tersebut tampak pucat pasi hingga tidak berani berbicara. Dia tahu bahwa dia sudah salah berbicara. Mata Dylan memerah dan tubuhnya dikelilingi api tak kasat mata. Lelaki itu berdiri dan menunjuk pemuda tadi sambil berkata,“Kamu pikir kamu siapa sehingga kamu pantas membicarakan hal buruk tentang dia?!”Dia melangkah mendekat dan tanpa ragu melayangkan tendangan kuat di tubuhnya. Pemuda itu meringkuk kesakitan dan keningnya banjir dengan keringat dingin. Orang-orang di sekitar tidak ada yang berani berkomentar apa pun.“Dylan, tenang sedikit!” ujar Lucas menghentikan Dylan.Setelah itu dia berkata pada orang yang lainnya, “Semuanya, dia minum banyak. Yang di sini serahkan pad
Dulu, banyak yang berpikir Kelly akan menikah dengan Samuel, sehingga mereka semua bersikap manis padanya. Namun, ketika Samuel memilih orang lain, Kelly mendapati dirinya tak lagi bisa masuk ke lingkaran sosial tersebut. Tidak ada lagi yang mau membantunya.Lydia memandang dengan tatapan dingin. Dia tak tahu bagaimana wanita itu bisa sampai di sana, karena lokasinya cukup jauh dari tepi pantai. Sayangnya, tanpa undangan, wanita itu hanya bisa berdiri di luar, dihentikan oleh pengawal. Lydia berdiri diam, tak berniat membiarkannya masuk."Menolongmu? Atas dasar apa?" tanya Lydia.Kelly berdiri lemah dengan nada memelas. "Tapi Lydia, meski kita nggak akrab, hidupku hancur karena ulahmu. Kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Walaupun kata-katanya penuh keluhan dan kemarahan, Kelly terlihat begitu lemah dan tidak berdaya. Dia menyalahkan segalanya pada Lydia. Seandainya Lydia tidak masuk ke ruangan itu dengan Malvin, dia mungkin sudah menjadi istri Samuel sekarang.Bagaimana mungk
Sebelum Lucas naik ke kapal, ia melihat beberapa mobil Ferrari terbaru terparkir di tepi pantai, termasuk salah satu yang sebelumnya dia sudah lama ingin beli tapi tidak pernah berhasil dibeli.Harus diakui, dia agak iri!"Lydia, apa kalian sekarang selalu pakai mobil Ferrari kalau pergi?" tanya Lucas.Lydia menatapnya dengan senyuman datar."Nggak, aku lebih sering pakai helikopter," jawab Lydia.Lucas hanya bisa terdiam.Tidak jauh dari sana, Dilap dan Malvin juga tiba.Lydia melihat mereka, segera menyapa.Dilap melirik Dylan dengan ekspresi merendahkan."Om payah banget sih. Dia bahkan belum berhasil dapetin hati yang dia sukai."Malvin berkomentar, "Kondisi Pak Dylan ‘kan nggak biasa."Jika tidak, dengan kualitas Dylan, dia bisa membuat hati siapa pun meleleh. Hanya saja sekarang, dia berurusan dengan Lydia.Lydia tersenyum sambil berkata, "Lama nggak ketemu. Apa kabar?"Dilap mengeluh dengan wajah muram, "Sejak kamu meninggalkan acara kami, popularitas kami menurun banyak. Bahkan
Karena sebelum Dylan beristirahat dia memerintahkan Bobby untuk membuat hubungannya dengan Lydia membaik, Bobby begadang semalaman. Akhirnya, Bobby terpikirkan satu ide bagus. Sebentar lagi adalah ulang tahun Rizal.Lydia tidak membawa banyak barang saat datang, begitupun ketika dia pergi. Lydia berdiri di gerbang sambil mengucapkan selamat tinggal pada Dylan. Akhirnya bisa beberapa hari tidak perlu melihat Dylan lagi. Lydia senang sekali ….Dylan memperhatikan Lydia dengan lembut saat Lydia pergi. Kemudian, dia menatap Bobby dengan garang setelahnya.“Sudah disiapkan?”Bobby dengan mantap mengangguk, "Pasti, jangan khawatir, Pak. Pertemuan Bapak dengan calon ayah mertua di acara ini pasti akan membantu Pak Dylan menjadi bagian dari Keluarga Bram."Wajah Dylan tetap terlihat serius, tetapi bibirnya sedikit tersenyum. Dia tampak lebih santai.Bobby melanjutkan, "Pak Dylan itu luar biasa. Susah loh Pak cari orang yang setara dengan Pak Dylan. Pak Rizal pasti akan menghargai niat baik
Saat dokter spesialis sedang melakukan pemeriksaan, Dylan akhirnya melepaskan tangan Lydia.Tidak sampai satu menit kemudian, karena Dylan tidak mendengar suara Lydia, dia berkata, “Lydia, sini tanganmu.”Suara Dylan terdengar lemah dan menyedihkan.Para dokter merasa, “Hubungan Pak Dylan dan Bu Lydia bagus sekali ....”Pak Dylan kelihatannya bukan tipe orang yang suka menempel pada orang lain. Mengejutkan sekali sikapnya hari ini.Tidak lama kemudian, satu tangan menyelusup. Dylan segera menggenggamnya, seketika sadar merasa lega.Dylan tidak berani mengelus-elusnya karena takut Lydia marah.Berhasil berkompromi sedikit seperti ini saja, bisa membuat semua ketidaknyamanan Dylan malam ini hilang.Pemeriksaan berlanjut selama sepuluh menit. Detak jantung Dylan berdetak cepat selama sepuluh menit.Namun, saat pemeriksaan hampir selesai, mereka mendengar suara Bobby dari luar."Bu Lydia beneran cuma makan sup sarang burung waletnya semangkuk? Mau nggak saya ambilin lagi?Suara itu semakin
Lydia merasa tidak seharusnya dia menerima berlian begitu saja. Lydia berencana untuk memberikan kejutan yang lebih besar untuk ulang tahun Mike nanti.Di dalam mobil, Ruben dan sopir duduk di depan, sedangkan Lydia dan Dylan duduk di belakang. Dylan duduk dengan mata tertutup, tampak dingin. Dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.Lydia memberikan sedikit jeda, tiba-tiba dia teringat bahwa Dylan meminta pendapatnya tentang makan malam tadi malam, dan dia sama sekali tidak memberikan tanggapan apa pun! Lydia memberi isyarat dengan batuk kecil."Sebenarnya koki restoran itu cukup bagus, rasa dan tampilannya sangat baik. Apa pendapatmu?" Dylan mengangkat sedikit alisnya. Wajahnya terlihat sedikit lebih baik."Hmm, yang penting kamu suka." Lydia lega. Dia merasa tidak seharusnya dirinya makan gratis dan membuat Dylan marah. Lydia melihat Ruben di depan."Ruben, gimana menurut kamu?" Ruben menjawab, "Rasanya biasa saja, tampilannya saja bagus. Nggak bikin kenyang."Lydia mengernyitkan
Dylan merasakan pandangannya sedikit gemetar. Diam-diam dia merasa terganggu. Semua persiapan yang telah Dylan buat kini tertinggal oleh seikat berlian dari seorang bocah? Mengapa Charter bisa memiliki anak sepayah itu.Ekspresi Lydia berubah. Bagaimana mungkin Mike menyimpan barang-barang seharga itu, yang seharusnya ada di brankas, dalam kantongnya begitu saja? Lydia tersenyum. Dia tampak bingung dan geli melihat kepolosan Mike."Kamu harus simpan ini kembali, ya. Kakak nggak bisa terima," kata Lydia dengan lembut.Mike tampak kecewa, merengek sambil menarik tangan Lydia."Kakak nggak suka? Aku punya yang lebih besar lagi!" katanya dengan polos.Lydia hanya bisa tersenyum getir. Sulit menjelaskan hal-hal seperti ini kepada seorang anak kecil.Dengan senyum yang dipaksakan, Lydia menerima berlian itu."Aku suka, kok. Tapi Mike jangan kasih yang begini lagi ya nanti."Lydia berencana menyerahkannya kembali kepada Charter. Mike tampak sangat bahagia karena Lydia menerima hadiahnya.
Lydia mengelus rambut Mike yang lembut. Dia tak bisa menolaknya."Tentu saja!"Mata Dylan yang tadinya berbinar, perlahan meredup. Suaranya terasa lebih dingin."Kamu keluar sendiri gini, memangnya Charter tahu?"Mike takut. Dia merapat ke pelukan Lydia.Paman yang menyebalkan itu, bahkan saat sakit pun tetap saja menjengkelkan!Dengan angkuhnya, Dylan mengeluarkan ponselnya dan langsung menelepon Charter."Anakmu kabur. Sekarang sama aku dan Lydia."Maksudnya jelas: Segera jemput.Dylan sengaja menyalakan speaker, agar Mike mendengar suara Charter.Charter terdengar datar dan dingin di telepon."Oh begitu? Tolong jaga dia, aku sedang rapat, bye."Telepon terputus.Mereka bertiga terdiam sejenak. Mike menyadari apa yang terjadi. Dia segera memeluk Lydia dengan gembira."Hore! Aku bisa sama kakak cantik!"Wajah Dylan pucat sembari melihat layar ponsel yang sudah mati, napasnya tak karuan.Sudah susah-susah merencanakan kencan, malah berakhir dengan menjaga anak Charter? Sungguh menjengk
Keesokan harinya, Lydia menerima telepon dari Liam."Nielson Group ada masalah. Apa ini berkaitan dengan Dylan?"Lydia sudah menduga Liam pasti akan menyadari sesuatu. Dia sedang berada di luar negeri, berita dari dalam negeri seharusnya belum sampai kepadanya dengan secepat itu.Lydia dengan tenang menjelaskan kepada Liam tentang Preston yang ternyata adalah pelaku di balik semua ini.Liam terdiam lama, suaranya terdengar sangat dingin."Pastikan Ruben selalu melindungi kamu, jangan lengah. Urusan lainnya jangan kamu urusi, kita bicarakan nanti setelah aku kembali."Lydia hanya menjawab "oke".Mereka kemudian membicarakan beberapa hal lain, lalu menutup teleponnya.Lydia mengerahkan seluruh perhatiannya pada proyek kerjasama mereka. Dia pergi ke Julist Group pagi-pagi sekali.Victor yang masih kurang berpengalaman, menghadapi beberapa masalah rumit. Dia belum bisa mengambil keputusan dengan cepat. Lydia menghabiskan sehari penuh bersama Victor, dengan sabar mengajarinya. Tak terasa,
Ketika Bobby sedang duduk sendirian di ruang tamu, wajahnya tampak cemas dan khawatir tentang Dylan, ia tiba-tiba mendengar suara di pintu. Dylan sudah pulang. Dengan penuh semangat, Bobby bergegas menyambutnya."Pak Dylan, sudah pulang? Meski kondisi tubuh Pak Dylan begini, masih saja Pak Dylan kerja keras. Pak Dylan itu orang paling hebat yang pernah saya temui, loh …."Dylan tadi sudah merasa cukup baik setelah berhasil menangani Preston. Saat itu, Dylan menjadi kesal mendengar ucapan Bobby. Pujian yang tak berbobot.Sambil menahan emosi marahnya, Dylan bertanya, "Lydia sudah pulang?""Iya, Pak Dylan. Hari ini kayaknya mood Bu Lydia kurang baik. Sebaiknya Pak Dylan nggak menemuinya dulu, deh. Biar nggak nambah masalah ...."Mata Dylan yang dalam dan penuh arti membuat Bobby merinding. Bobby terbatuk kecil, mencoba memperbaiki suasana."Tadi ikut Bu Lydia ke pesta. Pemandangan kayak gitu biasanya cuma bisa lihat di TV. Tapi saya rasa, sih, pesta tadi kurang oke karena nggak ada Pa