Vote dan Komentarnya tetap ditunggu. Maaf lelet update dan makasi sudah membaca sejauh ini...
“Shane, kau tidak salah jalan?” tanya Helena, ia terkejut saat lelaki yang sedang memegang kendali mobil itu malah berbelok ke arah kanan di perempatan jalan. “Kita lewat jalan lain saja.” Melihat Helena sedang menoleh ke arahnya, Shane langsung menginjak pedal gas dengan kencang hingga Helena sontak terkejut dan sedikit melonjak ke belakang. “Shane!” jerit Helena yang kembali terkejut saat lelaki itu malah mengacak rambut Helena hingga menutupi wajahnya. “Kau kenapa?” Protes Helena sambil menyisir rambut hitamnya dengan jemari tangannya. Hanya saja ketika ia bisa melihat jelas lelaki di sampingnya, ekspresi Shane sangat dingin. “Rambutmu, berantakan,” ucap Shane sekenanya sambil membanting stirnya berjalan kembali ke arah bank tapi dengan rute yang berbeda. “Menjijikan.” Gumaman Shane terdengar jelas di telinga Helena. Wanita itu menoleh ke arah mantan suaminya dengan tatapan menyelidik. ‘Ia baru saja mengejek rambutku? Kalau ia benar-benar jijik harusnya jangan memberiku tumpa
“Anda menegur saya, Tuan Shane?” tanya Martin dengan linglung, ia merasa tadi dirinya salah dengar ketika Shane mengucapkan kata ‘brengsek’. Namun, Martin semakin yakin kalau pria yang berada di depannya itu tidak salah ucap, karena ketika ia menunggu jawaban dari pertanyaanya, Shane malah menarik kerah baju lelaki itu. “Apa maksudmu ‘ada apa’, brengsek?! Kau mengkhianati, Helena!” Dan sebuah tinju dari Shane kembali bersarang di tulang pipi Martin. Lelaki itu langsung jatuh tersungkur dari kursinya, wanita di sebelahnya menjerit karena terkejut dan ketakutan. Semua pasang mata yang ada di cafe itu langsung melihat ke arah sumber keributan. Tampaknya kota kecil seperti Salt Lake terlalu tenang, dan sangat jarang terjadi hal-hal yang menarik seperti siang hari ini. “Kau gila! Kenapa kau selalu saja memukulku!” teriak Martin sambil meraba bibirnya yang sobek dan berdarah terkena pukulan Shane. “Kau tahu kenapa? Karena kau mengkhianati Helena! Kukira karena profesimu sebagai guru y
“Kenapa?” tanya Shane sambil memegang pipinya yang baru ditampar oleh Helena. Ia tak menyangka akan ada seseorang yang berani menamparnya dan itu adalah Helena. “Karena kau mencampuri urusanku, Tuan Shane! Kau menganggu teman- maksudku kekasihku, Tuan Shane!” jawab Helena dengan wajah merah padam. “Itu juga urusanku, karena lelaki itu menduakanmu, Helena! Ia berselingkuh!” Shane masih kukuh dengan ucapannya. Ia merasakan sakit hati atas apa yang terjadi oleh Helena. Shane justru lebih merasa diselingkuhi ketibang Helena saat ini. “Dan? Apa urusannya denganmu? Aku dan Martin bukanlah siapa-siapa mu, Tuan Shane!” Helena lebih mempertanyakan ikut campur Shane dalam masalahnya ketimbang dugaan selingkuh yang baru saja diungkap Shane. Wanita cantik itu masih berdiri di antara Shane dan Martin yang sekarang sedang dipapah oleh Rebecca. Tampaknya peruntungan pria yang berprofesi sebagai guru itu selalu buruk jika bertemu dengan Shane. Melihat Helena sama sekali tak bersedih ataupun marah
Taxi berjalan dengan perlahan, mereka menuju ke rumah sakit satu-satunya yang ada di Salt Lake. Martin masih sadar tapi tampaknya ia tak mampu berbicara apa pun menanggapi pembicaraan Helena dan Rebecca. Rebecca mengerutkan keningnya. “Tapi ia begitu mempedulikanmu? Seakan kau adalah kekasihnya, Helena,” tanya kekasih Martin itu tak percaya. “Apa ia sedemikian brengsek dan ingin menjadikanmu selingkuhannya? Jika benar pria itu benar-benar sampah.” Helena menggeleng pelan. “Tidak, justru ia sangat membenci perselingkuhan.” Rebecca semakin bingung dengan jawaban Helena. “Jika ia sangat membenci perselingkuhan, kalau begitu menurutmu apa yang diinginkan oleh pria itu darimu, Helena?” Helena menjawab dengan lirih. “Sebenarnya ia hanya ingin berteman denganku dan anakku saja.” Rebecca mendengkus, masih dengan alis bertaut karena bingung. “Dan kenapa kau menolaknya hingga membuat drama seperti ini?” Rebecca merasa ini hal yang konyol, bahkan sampai kekasihnya terkena pukulan separah in
“Sst! Mereka bisa mendengarmu,” bisik Jeremy. “Wartawan memburuku? Untuk apa?” tanya Helena masih bingung sambil melihat kedua rekan kerjanya itu. Jeremy dan Barbara sama-sama mengarahkan pandangan tak percaya pada Helena. “Kau tak tahu? Kau menjadi berita utama di tiap media, Helena,” jawab Barbara sambil berbisik dengan wajah memerah sepertinya ia akan meledak sebentar lagi karena begitu tertekan. “Aku? Kenapa? Kalian sedang bercanda?” Helena mencoba tertawa tapi melihat wajah sepasang kekasih itu pucat pasi, Helena sadar ada yang tidak beres. Jeremy menepuk dahinya melihat ekspresi bingung Helena. “Astaga ia benar-benar tak tahu apa-apa. Apa kau tak melihat ponselmu?” Helena menggeleng sambil memperlihatkan ponsel monokromnya. “Kurasa aku tak bisa melihat berita di internet dengan ponsel ini.” Jeremy berdecak dengan kesal karena ia nyaris tak bisa percaya kalau di zaman yang serba maju ini masih ada yang menggunakan ponsel jadul. Dengan tidak sabar, lelaki itu langsung meng
“Apa?” gumam Helena tak percaya dengan apa yang disampaikan guru Primrose, hal itu membuat Jeremy dan Barbara juga ikut penasaran akan pembicaraan di ujung panggilan sana.“Iya, mohon segera datang Nyonya Helena.”Helena terlihat kebingungan, di luar sana masih terdengar suara para pemburu berita yang masih mengepung cafe tempatnya bekerja.“Maaf, bu guru. Tapi apakah bisa saya diwakilkan? Saya sedang tidak memungkinkan untuk pergi keluar sekarang?” Helena meminta permakluman dari wali kelas Primrose.Namun, sebuah teriakan yang melatar belakangi suara bu guru Primrose membuat Helena terkesiap.“Mana ibu dari anak sialan yang memukul anakku ini! Aku yakin ia takut untuk bertanggung jawab atas perbuatan brutal anaknya!”Helena menelan salivanya dengan geram. “Aku akan ke sekolah Primrose. Segera.”Setelah panggilan itu dimatikan, Helena melihat ke arah Jeremy dan Barbara dengan bingung. “Bagaimana cara aku menembus kumpulan orang- orang di luar sana? Aku harus ke sekolah Pim.”Barbara
Grace seakan berceramah di depan Helena, dan kepala sekolah juga guru-gurunya. Wali murid yang lain langsung mengangguk-angguk setuju dengan apa yang dikatakan Grace. Bagaimanapun anak mereka berada di dalam perahu yang sama dengan anak Grace, mereka merundung Primrose. Helena menatap tajam pada wanita yang lebih pendek darinya itu. “Anda tidak punya hak untuk menilai bagaimana aku mendidik anakku.” Kemarahan terlihat nyata di mata hijau zamrud itu, Helena sangat tersinggung dengan pendapat Grace. Ia tahu selama ini rata-rata orang akan menganggap remeh dirinya yang berperan sebagai orang tua tunggal. Helena sudah lama merenungkan hal itu -menjadi orang tua tunggal- ketika ia memutuskan untuk membesarkan Primrose seorang diri saat dirinya tahu kalau sedang hamil setelah bercerai. Image seorang ibu tunggal sangatlah tidak bagus, apalagi dengan bekas suami yang tidak bisa ia jelaskan asal usulnya. Helena selalu mengatakan kalau mereka bercerai, dan ayah Primrose pergi jauh. Tapi bany
Suasana sekolah Primrose sangat tegang. Di ruang guru, masih diadakan pertemuan beberapa wali murid karena permasalahan anak mereka. Mada memecah kegaduhan dengan berteriak berharap bisa menenangkan semua orang. “HARAP TENANG!” Suara kepala sekolah itu beradu terdengar berbenturan, menciptakan ketegangan yang melengkung di udara.Helena langsung menghentikan serangannya pada Grace. Wajah cantiknya pucat karena terkejut, ia tak menyangka wartawan akan mengejarnya hingga sekolah Primrose. Sorotan kamera tampak mengarah ke dirinya, siap menjadikannya target berita. Helena langsung memeluk anaknya agar tidak terkena rekaman kamera.Sementara itu, di luar ruang guru, sekelompok wartawan yang sudah bersiap dengan kamera dan mikrofon, berusaha untuk mendapatkan informasi terkait Helena, bahkan insiden yang terjadi pagi ini semakin menambah rasa penasaran mereka untuk dimasukan ke dalam ulasan berita. Mendengar kabar tentang Helena dipanggil ke ruang guru karena permasalahan anaknya semakin m
“Tes… Tes… satu, dua, tiga, tes, tes. Pim di sini.” Pim ketuk-ketuk dulu microphone ini ya. Kedengaran tidak? Pim mau cerita, ini ada kaitannya sama mainan baru, Pim. Kemarin Shane kasih ini diam-diam ke Pim ini. “Kamera buat ngerekam. Jadi sekarang Pim akan buat Vlog tentang keseharian Pim!” Pim semangat banget bicara di depan kamera. Sebentar, coba Pim ketok-ketok dulu kamera ini. Sudah jalan belum ya? Oh oke sudah baik. Mari kita rekaman lagi. “Hai selamat datang di Pim Vlog.” Sebentar Pim mikir dulu mau bilang apa lagi. “Okeh, terus apa lagi ya? Oh ya! Di Pim Vlog akan menceritakan-.” Cerita apa ya? Pim mau cerita apa ya? Mama nikah sama Shane? Rumah baru? Kamar baru? Boneka baru yang banyak? Tinggal di kota besar terus kemarin lewat toko kue yang warnanya merah muda. Duh mana duluan ya yang Pim ceritakan? Coba minta usulan Mama ah! “Mama, Mama!” Pim berlari-lari kecil ke dapur. Pasti Mama lagi di dapur. Kata Mama mau buat makan malam sih tadi. “Kenapa, Sayang?” Mama nany
Helena menautkan keningnya. “Tapi masih banyak masakan yang harus aku buat lagi pula bukankah banyak waiters di depan?” Jam makan siang baru saja dimulai, pesanan silih berganti tak henti-henti masuk ke dalam dapur. Helena juga turut sibuk menyiapkan hidangan untuk para pelanggan. Jeremy menggeleng kencang. “Tolong, hanya kau yang bisa melakukannya.” Helena menoleh ke arah pegawai lain yang berada di dalam dapur. Wajah semua orang tampak tidak keberatan, bahkan salah satu chef senior berkata, “tolong bantu Tuan Jeremy saja Nyonya Helena. Disini biar aku yang mengatasi.” Helena menangguk dan mengikuti Jeremy keluar dapur. “Memangnya ada apa, Jeremy?” tanya wanita berambut panjang itu masih bingung. “Itu, Tuan Besar Shane Digory. Ia -seperti biasa- ingin dilayani olehmu,” jelas Jeremy dengan senyuman lebar. Helena langsung terlihat kesal. Ia mengira terjadi sesuatu yang begitu darurat. Tapi bagi Jeremy dan semua pegawai lain, kehadiran Shane Digory adalah sesuatu yang darurat d
“Nyonya Helena!” sambut Jeremy dengan nada riang sambil membuka pintu cafe. Ia memakai kemeja merah muda dan celana bahan berwarna coklat kopi yang senada dengan keseluruhan warna bangunan di belakangnya. “Aku sudah menunggumu dari tadi.” Helena masih terpaku di tempatnya dan tak memperdulikan kedatangan Jeremy. Lelaki itu akhirnya mengikuti arah pandang wanita itu. “Nama yang norak ya?” Jeremy kemudian menyemburkan tawanya setelah mengatakan hal itu, tak lama sampai ia sadar Helena menatapnya tajam. “Ah, maafkan aku Nyonya Hel, tolong jangan laporkan pada suamimu. Aku masih harus mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahanku dengan Barbara.” Helena langsung tertawa pelan. “Kalau begitu cepatlah kalian menikah agar kau lebih sadar.” “Tapi kulihat Tuan Shane semakin tak waras karena menikah Lihat aku tak menyangka ia akan memilih nama senorak itu. Dan kurasa hanya itu kekurangan cafe ini, semua sangat sempurna, dari bangunan, suasana, rasa masakan, promosi, dan para pengunjung sa
Lelaki tampan itu akhirnya mengekori kembaran dengan ukuran mininya itu menunggu di meja makan. Helena kemudian menggulung rambutnya ke atas dan mulai memasak sekaligus merapikan keadaan dapur yang berantakan. Shane tak bisa melepaskan tatapannya pada sosok wanita itu. Helena terlihat sangat luar biasa saat ini. ‘Cara ia menjepitkan rambutnya begitu seksi.’. “Ckck. Kau harus ingat ini, Shane.” Primrose merapatkan tubuhnya pada pria tinggi besar itu. “Jangan pernah membuang-buang makanan. Terakhir kali aku melakukannya, Mama membuatku menulis tulisan ‘aku menyesal’ sebanyak tiga lembar halaman folio dan Mama tak banyak bicara selama tiga hari.” Shane langsung menghela napasnya dengan berat. “Jadi aku melakukan kesalah lagi?” Ketimbang hukuman menulis tiga lembar halam folio, Shane lebih sedih ucapan Primrose yang mengatakan kalau Helena makin irit bicara selama tiga hari. ‘Aku ingin mendengar wanita itu bercerita padaku.’ Helena menghentikan obrolan ayah dan anak itu saat menghi
“Shane,” panggil Helena. Seketika laki-laki itu menoleh dengan wajah sangat terkejut, bahkan sutil di tangannya ikut terjatuh. “Kau sudah bangun, Helena?” Shane terlihat gugup sambil berusaha menyembunyikan ponselnya yang ia taruh di atas meja counter dapur. “Apa aku terlalu ribut hingga kau terbangun?” Helena memiringkan kepalanya, tapi tubuh besar Shane sudah menutupi layar ponselnya. ‘Seorang wanita ya? Kenapa aku berpikir setelah Athena ia tak memiliki wanita lain? Tunggu, kenapa aku harus peduli? Apa karena ia mengungkapkan rasa sukanya denganku kemarin jadi aku berharap lebih?’ “Helena…,” panggil Shane mengembalikan kesadaran wanita itu dari lamunannya. “Tunggu saja di ruang baca. Apa kau butuh sesuatu di dapur? Aku akan mengantarkanmu.” Helena langsung tersadar penyebab dia buru-buru ke dapur karena ada bau gosong yang sekarang mulai perlahan menghilang karena alat penghisap asap yang berada di atas kompor. “Tidak, aku hanya mencium bau masakan tadi-.” “Kau sudah lapar?” Sh
“Hah!” Helena bergumam terkejut. “Apa maksudmu?” “Apa kau tidak tahu, aku sudah dipindah-tugaskan ke cabang Digory Valley cafe itu. Begitu juga Barbara.” Helena menelan salivanya. ‘Ini pasti semua ulah Shane. Selain memindahkan sekolah Pim ke sini, ia bahkan memindahkan penempatan kerja orang tua sahabat-sahabat Pim, hingga mereka juga ikut pindah sekolah ke Digory Valley bersama dengan Pim. Astaga, pria itu benar-benar berniat kami berada di sini. “Baiklah aku akan ke cafe Shiny yang berada di Digory Valley untuk bekerja besok.” Jeremy tertawa. “Maksudmu bekerja sebagai owner dan mengawasi kami kan?” “Hentikan candaanmu. Aku masih anak buahmu, Jeremy,” bantah Helena serius. Selang beberapa lama panggilan ponsel itu Helena akhiri. Jeremy masih tak serius menganggapnya akan kembali bekerja -benar-benar bekerja sebagai waiters. ‘Aku dan Shane Digory tak ada kaitannya. Sama seperti dahulu, pernikahan ini sama seperti dahulu, kan?’ Ketika malam hari, Helena mendapat panggilan dari
Helena masih tak bereaksi apa pun, ekspresinya terlihat dingin di mata Shane. “Kau tak percaya ya?” Shane tak menunggu jawaban Helena, ia langsung melanjutkan perkataannya. “Aku pun tak percaya, aku tak percaya telah jatuh cinta padamu sejak hari itu. Hari terakhir kita bertemu. Dan sejak hari itu aku selalu menunggumu, Helena.” Helena tertawa sinis dengan pelan. Aku mengambil apa yang kau berikan padaku, Shane. “Jangan buat kesalahan yg sama dua kali, Shane. Kita pernah berumah tangga dan itu gagal, atau lebih tepatnya hancur berantakan dengan sangat parah. Apa bedanya dengan sekarang?” “Saat itu aku bahkan tak berusaha sama sekali.” Shane membalas perkataan Helena dengan penuh tekad. “Sekarang berbeda Helena. Aku akan berusaha, aku akan merubah apa yang terjadi dulu.” Helena mengangkat alisnya. Luka yang ia dapat dari laki-laki di hadapannya sudah terlalu dalam. “Percuma jika hanya salah satu saja yang berusaha. Karena kurasa aku tak sanggup berusaha lagi bersamamu.” Shane sad
Helena awalnya berpikir kalau Shane sudah lama tak menempati bangunan ini, tapi tak ada setitik debu pun di setiap furniture yang ada. ‘Kukira ia tak tinggal disini, karena setahuku Athena tak suka bangunan tua bergaya klasik seperti rumah ini. Apa ia bisa membujuk Athena dan akhirnya tinggal berdua di sini?’ Helena melangkah menuju rak buku yang memenuhi dinding ruang tengah rumah itu. ‘Bahkan urutan buku yang ku susun tak berubah.’ Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. “Beberapa pembantu menyusun kembali urutan bukunya, tapi tak ada yang seperti kau lakukan hingga membuatku nyaman membacanya kembali,” celetuk Shane yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Helena. “Kau tinggal di rumah ini?” Helena tak dapat menutupi rasa penasarannya. Shane tersenyum. “Ya, terutama setelah tahun-tahun awal kita bercerai,” jawab Shane sambil perlahan berjalan mendekat ke arah Helena. “Aku berpikir kau akan kembali setelah pergi begitu saja tanpa berkata apa pun hari itu, hari dimana ki
Jasper tersenyum. “Betul, Tuan.” Shane tak pernah menceritakan apa pun isi hatinya pada orang lain. Tapi kali ini berbeda, lelaki itu tak tahu harus berbuat apa pada Helena. “Apa yang harus kulakukan, Jasper?” Jasper terkejut, majikannya itu tak pernah bingung dalam menentukan sikap tapi kali ini ia benar-benar terlihat putus asa. “Apa ini berkaitan dengan Nyonya Helena?” “Ya,” jawab Shane terdengar pelan. “Ketika tadi pagi saya menemuinya, Nyonya juga terlihat tak kalah terlukanya dengan Anda, Tuan Shane.” Shane langsung menegakkan punggungnya, karena terkejut sekaligus tertarik dengan informasi yang Jasper sampaikan. “Kenapa? Bukankah ia membenciku- ah ya tentu saja aku pantas dibenci olehnya. Ia tak mungkin memaafkanku atas apa yang telah aku lakukan padanya kan?” Jasper menoleh ke arah Tuannya. “Anda akan membiarkan hal ini berjalan seperti ini, Tuan?” Shane tersenyum menangkap maksud Jasper. “Tidak. Tentu saja tidak!” Tapi pundak Shane langsung turun kembali. “Tapi aku t