Vote dan Komentarnya tetap ditunggu. Maaf lelet update dan makasi sudah membaca sejauh ini...
“Aku akan mengantarmu.” Helena langsung menggeleng mendengar tawaran Shane. “Tak perlu, Shane. Aku mau pergi ke bank dan itu tak sejalan dengan arah cafe -eh kau mau ke cafe kan?” Shane tersenyum mendengar penolakan Helena, ia semakin sadar wanita itu sedang menghindarinya. “Tidak. Kebetulan aku juga mau ke bank. Barengan?” Helena menatap tak percaya ke arah mantan suaminya atas tawaran lain yang tak pantang menyerah itu. ‘Ia sedang mencari-cari alasan atau memang ia akan pergi ke bank?’ Helena tampak berpikir sejenak, sebelum menjawab, “baiklah.” Shane langsung berlari membuka pintu mobil di sisi penumpang dan mempersilahkan Helena naik. “Kau berlebihan, Shane,” gumam Helena melihat tingkah mantan suaminya, sambil menahan tawa. Diam-diam wanita dengan rambut hitam tergerai itu merasa lega karena Shane membawa mobilnya yang ‘lumayan’ sederhana. Ia tak ingin terlihat terlalu mencolok di kota kecil ini dengan mobil mewah. “Bagaimana Pim, apa ia sudah menghafal perkalian tiganya? I
“Shane, kau tidak salah jalan?” tanya Helena, ia terkejut saat lelaki yang sedang memegang kendali mobil itu malah berbelok ke arah kanan di perempatan jalan. “Kita lewat jalan lain saja.” Melihat Helena sedang menoleh ke arahnya, Shane langsung menginjak pedal gas dengan kencang hingga Helena sontak terkejut dan sedikit melonjak ke belakang. “Shane!” jerit Helena yang kembali terkejut saat lelaki itu malah mengacak rambut Helena hingga menutupi wajahnya. “Kau kenapa?” Protes Helena sambil menyisir rambut hitamnya dengan jemari tangannya. Hanya saja ketika ia bisa melihat jelas lelaki di sampingnya, ekspresi Shane sangat dingin. “Rambutmu, berantakan,” ucap Shane sekenanya sambil membanting stirnya berjalan kembali ke arah bank tapi dengan rute yang berbeda. “Menjijikan.” Gumaman Shane terdengar jelas di telinga Helena. Wanita itu menoleh ke arah mantan suaminya dengan tatapan menyelidik. ‘Ia baru saja mengejek rambutku? Kalau ia benar-benar jijik harusnya jangan memberiku tumpa
“Anda menegur saya, Tuan Shane?” tanya Martin dengan linglung, ia merasa tadi dirinya salah dengar ketika Shane mengucapkan kata ‘brengsek’. Namun, Martin semakin yakin kalau pria yang berada di depannya itu tidak salah ucap, karena ketika ia menunggu jawaban dari pertanyaanya, Shane malah menarik kerah baju lelaki itu. “Apa maksudmu ‘ada apa’, brengsek?! Kau mengkhianati, Helena!” Dan sebuah tinju dari Shane kembali bersarang di tulang pipi Martin. Lelaki itu langsung jatuh tersungkur dari kursinya, wanita di sebelahnya menjerit karena terkejut dan ketakutan. Semua pasang mata yang ada di cafe itu langsung melihat ke arah sumber keributan. Tampaknya kota kecil seperti Salt Lake terlalu tenang, dan sangat jarang terjadi hal-hal yang menarik seperti siang hari ini. “Kau gila! Kenapa kau selalu saja memukulku!” teriak Martin sambil meraba bibirnya yang sobek dan berdarah terkena pukulan Shane. “Kau tahu kenapa? Karena kau mengkhianati Helena! Kukira karena profesimu sebagai guru y
“Kenapa?” tanya Shane sambil memegang pipinya yang baru ditampar oleh Helena. Ia tak menyangka akan ada seseorang yang berani menamparnya dan itu adalah Helena. “Karena kau mencampuri urusanku, Tuan Shane! Kau menganggu teman- maksudku kekasihku, Tuan Shane!” jawab Helena dengan wajah merah padam. “Itu juga urusanku, karena lelaki itu menduakanmu, Helena! Ia berselingkuh!” Shane masih kukuh dengan ucapannya. Ia merasakan sakit hati atas apa yang terjadi oleh Helena. Shane justru lebih merasa diselingkuhi ketibang Helena saat ini. “Dan? Apa urusannya denganmu? Aku dan Martin bukanlah siapa-siapa mu, Tuan Shane!” Helena lebih mempertanyakan ikut campur Shane dalam masalahnya ketimbang dugaan selingkuh yang baru saja diungkap Shane. Wanita cantik itu masih berdiri di antara Shane dan Martin yang sekarang sedang dipapah oleh Rebecca. Tampaknya peruntungan pria yang berprofesi sebagai guru itu selalu buruk jika bertemu dengan Shane. Melihat Helena sama sekali tak bersedih ataupun marah
Taxi berjalan dengan perlahan, mereka menuju ke rumah sakit satu-satunya yang ada di Salt Lake. Martin masih sadar tapi tampaknya ia tak mampu berbicara apa pun menanggapi pembicaraan Helena dan Rebecca. Rebecca mengerutkan keningnya. “Tapi ia begitu mempedulikanmu? Seakan kau adalah kekasihnya, Helena,” tanya kekasih Martin itu tak percaya. “Apa ia sedemikian brengsek dan ingin menjadikanmu selingkuhannya? Jika benar pria itu benar-benar sampah.” Helena menggeleng pelan. “Tidak, justru ia sangat membenci perselingkuhan.” Rebecca semakin bingung dengan jawaban Helena. “Jika ia sangat membenci perselingkuhan, kalau begitu menurutmu apa yang diinginkan oleh pria itu darimu, Helena?” Helena menjawab dengan lirih. “Sebenarnya ia hanya ingin berteman denganku dan anakku saja.” Rebecca mendengkus, masih dengan alis bertaut karena bingung. “Dan kenapa kau menolaknya hingga membuat drama seperti ini?” Rebecca merasa ini hal yang konyol, bahkan sampai kekasihnya terkena pukulan separah in
“Sst! Mereka bisa mendengarmu,” bisik Jeremy. “Wartawan memburuku? Untuk apa?” tanya Helena masih bingung sambil melihat kedua rekan kerjanya itu. Jeremy dan Barbara sama-sama mengarahkan pandangan tak percaya pada Helena. “Kau tak tahu? Kau menjadi berita utama di tiap media, Helena,” jawab Barbara sambil berbisik dengan wajah memerah sepertinya ia akan meledak sebentar lagi karena begitu tertekan. “Aku? Kenapa? Kalian sedang bercanda?” Helena mencoba tertawa tapi melihat wajah sepasang kekasih itu pucat pasi, Helena sadar ada yang tidak beres. Jeremy menepuk dahinya melihat ekspresi bingung Helena. “Astaga ia benar-benar tak tahu apa-apa. Apa kau tak melihat ponselmu?” Helena menggeleng sambil memperlihatkan ponsel monokromnya. “Kurasa aku tak bisa melihat berita di internet dengan ponsel ini.” Jeremy berdecak dengan kesal karena ia nyaris tak bisa percaya kalau di zaman yang serba maju ini masih ada yang menggunakan ponsel jadul. Dengan tidak sabar, lelaki itu langsung meng
“Apa?” gumam Helena tak percaya dengan apa yang disampaikan guru Primrose, hal itu membuat Jeremy dan Barbara juga ikut penasaran akan pembicaraan di ujung panggilan sana.“Iya, mohon segera datang Nyonya Helena.”Helena terlihat kebingungan, di luar sana masih terdengar suara para pemburu berita yang masih mengepung cafe tempatnya bekerja.“Maaf, bu guru. Tapi apakah bisa saya diwakilkan? Saya sedang tidak memungkinkan untuk pergi keluar sekarang?” Helena meminta permakluman dari wali kelas Primrose.Namun, sebuah teriakan yang melatar belakangi suara bu guru Primrose membuat Helena terkesiap.“Mana ibu dari anak sialan yang memukul anakku ini! Aku yakin ia takut untuk bertanggung jawab atas perbuatan brutal anaknya!”Helena menelan salivanya dengan geram. “Aku akan ke sekolah Primrose. Segera.”Setelah panggilan itu dimatikan, Helena melihat ke arah Jeremy dan Barbara dengan bingung. “Bagaimana cara aku menembus kumpulan orang- orang di luar sana? Aku harus ke sekolah Pim.”Barbara
Grace seakan berceramah di depan Helena, dan kepala sekolah juga guru-gurunya. Wali murid yang lain langsung mengangguk-angguk setuju dengan apa yang dikatakan Grace. Bagaimanapun anak mereka berada di dalam perahu yang sama dengan anak Grace, mereka merundung Primrose. Helena menatap tajam pada wanita yang lebih pendek darinya itu. “Anda tidak punya hak untuk menilai bagaimana aku mendidik anakku.” Kemarahan terlihat nyata di mata hijau zamrud itu, Helena sangat tersinggung dengan pendapat Grace. Ia tahu selama ini rata-rata orang akan menganggap remeh dirinya yang berperan sebagai orang tua tunggal. Helena sudah lama merenungkan hal itu -menjadi orang tua tunggal- ketika ia memutuskan untuk membesarkan Primrose seorang diri saat dirinya tahu kalau sedang hamil setelah bercerai. Image seorang ibu tunggal sangatlah tidak bagus, apalagi dengan bekas suami yang tidak bisa ia jelaskan asal usulnya. Helena selalu mengatakan kalau mereka bercerai, dan ayah Primrose pergi jauh. Tapi bany