Suasana sekolah Primrose sangat tegang. Di ruang guru, masih diadakan pertemuan beberapa wali murid karena permasalahan anak mereka. Mada memecah kegaduhan dengan berteriak berharap bisa menenangkan semua orang. “HARAP TENANG!” Suara kepala sekolah itu beradu terdengar berbenturan, menciptakan ketegangan yang melengkung di udara.Helena langsung menghentikan serangannya pada Grace. Wajah cantiknya pucat karena terkejut, ia tak menyangka wartawan akan mengejarnya hingga sekolah Primrose. Sorotan kamera tampak mengarah ke dirinya, siap menjadikannya target berita. Helena langsung memeluk anaknya agar tidak terkena rekaman kamera.Sementara itu, di luar ruang guru, sekelompok wartawan yang sudah bersiap dengan kamera dan mikrofon, berusaha untuk mendapatkan informasi terkait Helena, bahkan insiden yang terjadi pagi ini semakin menambah rasa penasaran mereka untuk dimasukan ke dalam ulasan berita. Mendengar kabar tentang Helena dipanggil ke ruang guru karena permasalahan anaknya semakin m
Grace yang berada di sisi wanita itu tersenyum dengan tangan terlipat. Ia merasa lega bukan hanya dirinya saja yang menginginkan Helena pergi dari sekolah ini.“Tapi ini tidak adil,” bantah Helena memohon kebijakan Mada. “Aku bahkan belum tahu duduk permasalahannya.”Sarah, sebagai wali kelas Primrose angkat bicara. “Pim memukuli tiga temannya, Nyonya Helena.”“Lihat anakku terluka hingga separah ini, apa kau tak tahu perbuatan kasar anakmu,” serang Grace. “Dia memukul begitu parah, hingga pipi anakku memerah.”“Dia juga memukulku!” bantah Primrose yang membela diri, sambil memeluk paha ibunya. “Kenapa kalian berkelahi?” tanya Helena pada putri kecilnya, mencoba menenangkan Primrose. Primrose langsung menatap wajah ibunya. “Itu karena mereka-.” Primrose menghentikan ucapannya. Ia melihat ke arah luar ruang guru, terlihat beberapa wartawan mengintip dari balik jendela dan pintu. Seakan mencuri dengar, siap merekam dengan peralatan yang mereka miliki. “Pim?” panggil Helena pada anakn
Namun, alih-alih sesuai dugaan para wali murid yang ada di ruangan itu, senyuman Shane justru muncul kembali setelah melihat wajah Primrose, dan hal itu langsung menghancurkan ekspektasi para wali murid yang tak ingin anak Helena sekolah di sana. Gadis kecil itu bahkan berteriak lantang. “Shane!”Semua mata memandang pelukan hangat yang diberikan Shane Digory pada gadis cilik itu. Manik coklat hazelnut bertabrakan dengan iris hijau zamrud Helena, sebelum Shane kembali menatap Primrose dan meninggalkan Helena dengan kesan dingin.“Bagaimana keputusan Anda?” tanya Shane melihat ke kepala sekolah itu.“Sa-saya sesuai keputusan awal akan memberhentikan Primrose dari sekolah ini karena-.” Mada menelan salivanya, ia yang biasanya bersikap tegas ternyata bisa ketakutan juga menghadapi Shane Digory. “urusan keluarganya membuat ketenangan sekolah ini terganggu.”“Saya keberatan atas keputusan yang Anda berikan pada Pim. Ini merupakan pelanggaran pertamanya, dan Anda sudah mau mendepak anak di
“Nyonya Grace!” potong Ibu Mada ketika Grace meneriakkan bantahannya. “Masalah sudah selesai.”Suasana yang tadi cair kembali tegang akibat Grace, sampai akhirnya Shane buka suara kembali. “Baik, kurasa masalah ini sudah selesai. Bahkan anak-anak lebih pintar menyelesaikan masalahnya ketimbang orang tua,” sindir Shane sambil menggendong Primrose. “Aku akan menanggung biaya pengobatan untuk anak-anak yang terkena pukul Pim.”Grace tertawa keras meremehkan, ia tahu Shane Digory tapi tampaknya benar-benar tak tahu seberapa hebat pria itu. “Suamiku direktur rumah sakit Salt Lake, kau tak perlu repot-repot untuk melakukan hal itu! Entah kau siapa, tapi kami memiliki banyak uang dari rumah sakit itu.”Shane tersenyum tipis. “Kurasa dengan kelakuanmu, aku tak perlu repot-repot mencari alasan untuk menghentikan kerja sama dengan rumah sakit Salt Lake.” Grace langsung bungkam dengan mata terbelalak. Bukan hanya Grace yang merasa ancaman itu, semua orang yang berada di dalam ruangan itu juga
Helena nyaris kehilangan kata-katanya terlebih ada Shane di cafe itu dan sedang mendengar percakapan ini. Di sisi lain ekspresi Barbara juga sangat menghakimi Helena. “Kenyataannya tidak begitu. Jangan berbohong bukankah begitu Mama mengajarimu” lanjut Helena. Ia merasa bersalah pada Primrose, ia mengajar anaknya jangan berbohong padahal dia sendiri baru saja berbohong. Setelah berkata itu, Helena melirik ke arah Shane, lelaki itu terlihat tidak menyimak pembicaraan Helena dan sedang berbicara dengan Jasper. Hal itu membuat Helena lega. Namun, Barbara yang juga tahu kenyataannya terlihat menggelengkan kepalanya dengan ekspresi kecewa akibat ucapan Helena, tapi ia tahu ia tak boleh ikut campur dalam hal ini. “Pim minta maaf, Ma,” ucap Primrose menahan tangis. Helena langsung berlutut agar manik matanya sejajar dengan iris coklat hazelnut milik Primrose. ‘Mama lah yang salah, Pim.’ Raut wajah Helena juga ikut tampak menahan tangis sebelum menarik Primrose ke pelukannya. “Maafk
Helena langsung mematung di tempatnya, wajah cantiknya pias karena terkejut akan apa yang diucapkan Shane. ‘Ia tahu!’ Apartemen kecil itu terasa semakin sempit dengan ketegangan yang menggelayut di udara, dua sosok manusia saling berhadapan. Sebuah atmosfer yang tegang dan hening menyelinap di antara mereka, memenuhi ruangan dengan keheningan yang menusuk. Helena memalingkan wajahnya dari Shane, ia tak berani menatap manik coklat hazelnut yang selalu terlihat sangat menakjubkan itu, menurutnya. Di sudut ruang tengah apartemen itu, Shane Digory berdiri dengan postur tegak, tatapannya tajam dan tampak menyala. Terlihat Shane menahan diri untuk tidak mengungkapkan amarahnya dengan segera, tapi gesekan itu jelas terlihat dalam cara dia menatap perempuan berambut hitam di hadapannya. Sementara itu, Helena juga berdiri dengan ekspresi, wajahnya mencerminkan kebingungan dan ketakutan. Ia sedang menyusun kata-kata untuk mengekspresikan apa yang ada di pikirannya yang kalut tanpa harus mempe
Manik mata Helena langsung membulat, ia bergetar mendengar ucapan serupa ancaman yang baru saja dilontarkan Shane Digory. Hal yang paling Helena takuti sepanjang hidupnya. Helena langsung memukul dada bidang lelaki tinggi besar itu. “Kau tak akan pernah bisa memisahkan aku dengan Pim!” jerit wanita berambut panjang itu dengan wajah memerah. Sontak Shane langsung menggenggam pergelangan tangan Helena, menahan wanita itu dari memukul tubuhnya. “Dan kau kira kau bisa memisahkan ayah dengan anaknya, Helena?” Wajah Helena masih merah padam dan menatap Shane dengan ekspresi marah. “Aku tak akan membiarkan kau membawa anakku!” Helena masih berusaha mencegah apa yang dikatakan Shane, ia sekarang mendorong lelaki tinggi besar itu, tentu usaha yang sia-sia karena Shane tak bergeser seujung jari pun. “Aku akan melaporkanmu atas tindak pidana penculikan Shane jika kau berani coba-coba melakukannya!” Helena seakan lupa, orang yang ia hadapi adalah seorang Shane Digory. Shane nyaris tertawa
“Pim,” panggi Helena dengan terkejut. “Ka-kau tidak tidur?” Helena langsung mendekat ke anak gadisnya, berusaha mencoba tersenyum sambil bertanya-tanya dalam hati. ‘Apa Pim mendengarnya?’ Namun, Helena sepertinya sudah tahu dari mata bocah kecil itu yang memerah menahan tangis. “Pim… .” Primrose menahan isak tangisnya ketika mendekati ibunya. “Ma… mama bohong sama Pim?” tanya Primrose dengan suara bergetar. Helena mengembuskan napasnya, berusaha melepas rasa sesak yang sekarang malah mengikat kencang di dadanya. Ia kembali tak sanggup berkata apa pun. Iris coklat hazelnut dan rambut abu gelap milik Primrose seakan mengingatkan Helena dengan kejadian tadi ketika ia bertemu dengan mantan suaminya. Shane begitu mirip dengan Primrose dan mereka sama-sama memiliki ekspresi kecewa yang tercetak jelas di wajah masing-masing. “Kau adalah orang yang paling kupercaya, Helena. Diantara semua orang.” Helena terbayang wajah Shane ketika berkata seperti itu karena ekspresi yang anak semata wa