Tak terasa sudah 100+ bab, terima kasih sudah membaca sejauh ini
Helena langsung mematung di tempatnya, wajah cantiknya pias karena terkejut akan apa yang diucapkan Shane. ‘Ia tahu!’ Apartemen kecil itu terasa semakin sempit dengan ketegangan yang menggelayut di udara, dua sosok manusia saling berhadapan. Sebuah atmosfer yang tegang dan hening menyelinap di antara mereka, memenuhi ruangan dengan keheningan yang menusuk. Helena memalingkan wajahnya dari Shane, ia tak berani menatap manik coklat hazelnut yang selalu terlihat sangat menakjubkan itu, menurutnya. Di sudut ruang tengah apartemen itu, Shane Digory berdiri dengan postur tegak, tatapannya tajam dan tampak menyala. Terlihat Shane menahan diri untuk tidak mengungkapkan amarahnya dengan segera, tapi gesekan itu jelas terlihat dalam cara dia menatap perempuan berambut hitam di hadapannya. Sementara itu, Helena juga berdiri dengan ekspresi, wajahnya mencerminkan kebingungan dan ketakutan. Ia sedang menyusun kata-kata untuk mengekspresikan apa yang ada di pikirannya yang kalut tanpa harus mempe
Manik mata Helena langsung membulat, ia bergetar mendengar ucapan serupa ancaman yang baru saja dilontarkan Shane Digory. Hal yang paling Helena takuti sepanjang hidupnya. Helena langsung memukul dada bidang lelaki tinggi besar itu. “Kau tak akan pernah bisa memisahkan aku dengan Pim!” jerit wanita berambut panjang itu dengan wajah memerah. Sontak Shane langsung menggenggam pergelangan tangan Helena, menahan wanita itu dari memukul tubuhnya. “Dan kau kira kau bisa memisahkan ayah dengan anaknya, Helena?” Wajah Helena masih merah padam dan menatap Shane dengan ekspresi marah. “Aku tak akan membiarkan kau membawa anakku!” Helena masih berusaha mencegah apa yang dikatakan Shane, ia sekarang mendorong lelaki tinggi besar itu, tentu usaha yang sia-sia karena Shane tak bergeser seujung jari pun. “Aku akan melaporkanmu atas tindak pidana penculikan Shane jika kau berani coba-coba melakukannya!” Helena seakan lupa, orang yang ia hadapi adalah seorang Shane Digory. Shane nyaris tertawa
“Pim,” panggi Helena dengan terkejut. “Ka-kau tidak tidur?” Helena langsung mendekat ke anak gadisnya, berusaha mencoba tersenyum sambil bertanya-tanya dalam hati. ‘Apa Pim mendengarnya?’ Namun, Helena sepertinya sudah tahu dari mata bocah kecil itu yang memerah menahan tangis. “Pim… .” Primrose menahan isak tangisnya ketika mendekati ibunya. “Ma… mama bohong sama Pim?” tanya Primrose dengan suara bergetar. Helena mengembuskan napasnya, berusaha melepas rasa sesak yang sekarang malah mengikat kencang di dadanya. Ia kembali tak sanggup berkata apa pun. Iris coklat hazelnut dan rambut abu gelap milik Primrose seakan mengingatkan Helena dengan kejadian tadi ketika ia bertemu dengan mantan suaminya. Shane begitu mirip dengan Primrose dan mereka sama-sama memiliki ekspresi kecewa yang tercetak jelas di wajah masing-masing. “Kau adalah orang yang paling kupercaya, Helena. Diantara semua orang.” Helena terbayang wajah Shane ketika berkata seperti itu karena ekspresi yang anak semata wa
Malam hari berganti dengan fajar dengan sekejap mata. Helena nyaris tak bisa tidur semalaman. Ia sibuk menyiapkan segala sesuatunya untuk dirinya dan gadis kecilnya yang akan bersiap pergi meninggalkan kota ini dengan segera. Kota Salt Lake masih sangat tenang pagi itu, waktu memang terasa lebih lambat untuk di mulai di kota kecil yang terkenal jarang penduduk itu. Berbeda dengan Digory Valley tempat Shane tinggal di dalam istana megahnya. Shane mengaduk kopi paginya yang dibawakan awal hari itu oleh Jasper dengan wajah yang tak jauh beda ketika asisten pribadinya itu menjemputnya dari apartemen Helena kemarin sore. Wajah tampan Shane masih masam. Jasper jadi sedikit ragu menyampaikan laporan paginya yang biasa ia lakukan saat bos besarnya itu sedang sarapan. “Apa yang ingin kamu katakan?” tanya Shane menyadari asisten pribadinya terlihat gundah. “Saya ingin menanyakan tentang persiapan pesta pernikahan yang sudah dilakuan, Tuan Shane. Venue dan segala tentang pernikahan yang s
Bergegas Helena pergi ke cafe walau tadi ia berharap orang terakhir yang ia temui pagi ini adalah mantan suaminya tapi sekarang harapan itu berbalik. Helena benar-benar ingin bertemu Shane Digory. Namun, cafe itu masih sepi tak ada jejak kedatangan Shane Digory seperti biasanya. ‘Apa ia membawa Pim dan meninggalkan kota begitu saja.’ Pikiran Helena mulai berkecamuk tak menentu. Ia mulai menuduh Shane membabi buta dengan kesedihan yang sarat di matanya. Helena mencoba menghubungi Jeremy sesaat setelah di cafe. “Jeremy, maaf aku menghubungimu sepagi ini, tapi apa kau tahu nomor telepon Shane?” Terdengar suara mengantuk di ujung sambungan dan wajah Helena berubah dengan raut kecewa saat Jeremy menjawab, “aku tak punya. Kau kira aku siapa Helena. Tapi bukankah kau-.” Helena langsung memotong pembicaraan Jeremy. “Apa kau tak bisa memintakan nomor Shane pada Jasper?” Alih-alih menjawab Jeremy malah bertanya balik.“Kau tak punya nomor Tuan Shane? Bukankah kalian-.” Helena terdengar s
Helena menghembuskan napas kesal. “Apa yang harus aku lakukan?” Athena tersenyum licik. “Aku senang kau cepat tanggap.” Wanita berambut merah itu kemudian memerintahkan ke arah anak buahnya. “Panggil wartawan kesini segera.” Alis Helena langsung bertaut tapi ia belum sempat bertanya apa pun saat Athena berbalik melihatnya sembari berkacak pinggang. “Kau harus mengatakan persis sesuai apa yang aku inginkan. Tak peduli dengan nama baik, yang terpenting adalah anak itu kan bagimu?” Helena tak menjawab pertanyaan basa-basi Athena. “Cepat katakan apa maumu, aku ingin segera bertemu anakku!” “Baiklah- baiklah tenang dulu, brengsek,” umpat Athena sambil menyeringai. Ia kemudian melihat Helena yang berdiri di hadapannya dari ujung kaki hingga ujung rambutnya dengan pandangan meremehkan. “Setelah itu kau harus pergi dari kota ini, menghilang jauh! Kabar baiknya aku akan membiayai kepergianmu sekaligus kebutuhanmu selama ya-.” Athena tampak menimbang-nimbang sebentar. “Satu minggu.” Wanita
Namun, belum sempat Athena melangkah keluar, pergelangan tangan wanita cantik berambut merah itu ditahan oleh Helena. “Tunjukkan padaku kalau anakku masih aman.” Wajah Athena berkernyit kesal. “Tenang saja ia aman! Kalau kau tak melakukannya maka akan ku perintahkan anak buahku memberi anak kecil itu sedikit pelajaran.” Muka Helena langsung sepucat kapas. “Ja- jangan lakukan itu. Aku yang salah. Jadi jangan menyakiti anakku.” Athena langsung menghentikan tangannya untuk menepis tangan Helena yang memegang pergelangannya. “Lakukan sesuai mau ku, hanya setengah jam dan aku akan membiarkan kalian berdua pergi ke luar negeri. Jauh dari Shane Digory.” Helena mengangguk patuh. ‘Setidaknya begitulah yang aku inginkan walau harus mengorbankan Shane. Maafkan aku Shane.’ Athena melenggang keluar, siap memerintahkan anak buahnya untuk menyuruh para wartawan masuk. ‘Shane akan memaafkanku sekarang, semua kesalahan sekali lagi ku timpakan pada Helena.’ Athena tersenyum lebar sambil memikirkan
Wajah Shane dan wajah Primrose bergantian muncul di benak Helena sekarang. Ia seakan memakan buah simalakama, mengorbankan cintanya atau anaknya. Sebuah pikiran terlintas di pikiran Helena. ‘Bagaimana jika aku yang pergi? Shane dan Pim bisa tinggal bersama, dan aku tak perlu mengorbankan salah satu diantara mereka… ‘ Tapi ia yakin dirinya tak akan bisa hidup jika harus berpisah dengan Primrose, karena itu Helena mencoba egois dan memutuskan untuk membiarkan Shane kembali dengan kekasihnya, Athena. ‘Walau berbohong pada Shane, Athena tak akan menyakiti pria itu. Ia sangat mencintai Shane.’ Tanpa Helena ketahui penilaiannya tentang Athena salah besar. Athena sudah berselingkuh berkali-kali di belakang Shane. Serangan kecemasan menyelimuti Helena. Keringat dingin menjalar pelan menuruni pundaknya. Ia yang tak biasa menjadi pusat perhatian publik sekarang harus bersiap menghadapi ratusan kamera yang menyoroti wajahnya. Helena harus terlihat sewajar mungkin di depan wartawan agar anakn