Vote dan Komentarnya tetap ditunggu. Maaf lelet update dan makasi sudah membaca sejauh ini...
“Kenapa?” tanya Shane sambil memegang pipinya yang baru ditampar oleh Helena. Ia tak menyangka akan ada seseorang yang berani menamparnya dan itu adalah Helena. “Karena kau mencampuri urusanku, Tuan Shane! Kau menganggu teman- maksudku kekasihku, Tuan Shane!” jawab Helena dengan wajah merah padam. “Itu juga urusanku, karena lelaki itu menduakanmu, Helena! Ia berselingkuh!” Shane masih kukuh dengan ucapannya. Ia merasakan sakit hati atas apa yang terjadi oleh Helena. Shane justru lebih merasa diselingkuhi ketibang Helena saat ini. “Dan? Apa urusannya denganmu? Aku dan Martin bukanlah siapa-siapa mu, Tuan Shane!” Helena lebih mempertanyakan ikut campur Shane dalam masalahnya ketimbang dugaan selingkuh yang baru saja diungkap Shane. Wanita cantik itu masih berdiri di antara Shane dan Martin yang sekarang sedang dipapah oleh Rebecca. Tampaknya peruntungan pria yang berprofesi sebagai guru itu selalu buruk jika bertemu dengan Shane. Melihat Helena sama sekali tak bersedih ataupun marah
Taxi berjalan dengan perlahan, mereka menuju ke rumah sakit satu-satunya yang ada di Salt Lake. Martin masih sadar tapi tampaknya ia tak mampu berbicara apa pun menanggapi pembicaraan Helena dan Rebecca. Rebecca mengerutkan keningnya. “Tapi ia begitu mempedulikanmu? Seakan kau adalah kekasihnya, Helena,” tanya kekasih Martin itu tak percaya. “Apa ia sedemikian brengsek dan ingin menjadikanmu selingkuhannya? Jika benar pria itu benar-benar sampah.” Helena menggeleng pelan. “Tidak, justru ia sangat membenci perselingkuhan.” Rebecca semakin bingung dengan jawaban Helena. “Jika ia sangat membenci perselingkuhan, kalau begitu menurutmu apa yang diinginkan oleh pria itu darimu, Helena?” Helena menjawab dengan lirih. “Sebenarnya ia hanya ingin berteman denganku dan anakku saja.” Rebecca mendengkus, masih dengan alis bertaut karena bingung. “Dan kenapa kau menolaknya hingga membuat drama seperti ini?” Rebecca merasa ini hal yang konyol, bahkan sampai kekasihnya terkena pukulan separah in
“Sst! Mereka bisa mendengarmu,” bisik Jeremy. “Wartawan memburuku? Untuk apa?” tanya Helena masih bingung sambil melihat kedua rekan kerjanya itu. Jeremy dan Barbara sama-sama mengarahkan pandangan tak percaya pada Helena. “Kau tak tahu? Kau menjadi berita utama di tiap media, Helena,” jawab Barbara sambil berbisik dengan wajah memerah sepertinya ia akan meledak sebentar lagi karena begitu tertekan. “Aku? Kenapa? Kalian sedang bercanda?” Helena mencoba tertawa tapi melihat wajah sepasang kekasih itu pucat pasi, Helena sadar ada yang tidak beres. Jeremy menepuk dahinya melihat ekspresi bingung Helena. “Astaga ia benar-benar tak tahu apa-apa. Apa kau tak melihat ponselmu?” Helena menggeleng sambil memperlihatkan ponsel monokromnya. “Kurasa aku tak bisa melihat berita di internet dengan ponsel ini.” Jeremy berdecak dengan kesal karena ia nyaris tak bisa percaya kalau di zaman yang serba maju ini masih ada yang menggunakan ponsel jadul. Dengan tidak sabar, lelaki itu langsung meng
“Apa?” gumam Helena tak percaya dengan apa yang disampaikan guru Primrose, hal itu membuat Jeremy dan Barbara juga ikut penasaran akan pembicaraan di ujung panggilan sana.“Iya, mohon segera datang Nyonya Helena.”Helena terlihat kebingungan, di luar sana masih terdengar suara para pemburu berita yang masih mengepung cafe tempatnya bekerja.“Maaf, bu guru. Tapi apakah bisa saya diwakilkan? Saya sedang tidak memungkinkan untuk pergi keluar sekarang?” Helena meminta permakluman dari wali kelas Primrose.Namun, sebuah teriakan yang melatar belakangi suara bu guru Primrose membuat Helena terkesiap.“Mana ibu dari anak sialan yang memukul anakku ini! Aku yakin ia takut untuk bertanggung jawab atas perbuatan brutal anaknya!”Helena menelan salivanya dengan geram. “Aku akan ke sekolah Primrose. Segera.”Setelah panggilan itu dimatikan, Helena melihat ke arah Jeremy dan Barbara dengan bingung. “Bagaimana cara aku menembus kumpulan orang- orang di luar sana? Aku harus ke sekolah Pim.”Barbara
Grace seakan berceramah di depan Helena, dan kepala sekolah juga guru-gurunya. Wali murid yang lain langsung mengangguk-angguk setuju dengan apa yang dikatakan Grace. Bagaimanapun anak mereka berada di dalam perahu yang sama dengan anak Grace, mereka merundung Primrose. Helena menatap tajam pada wanita yang lebih pendek darinya itu. “Anda tidak punya hak untuk menilai bagaimana aku mendidik anakku.” Kemarahan terlihat nyata di mata hijau zamrud itu, Helena sangat tersinggung dengan pendapat Grace. Ia tahu selama ini rata-rata orang akan menganggap remeh dirinya yang berperan sebagai orang tua tunggal. Helena sudah lama merenungkan hal itu -menjadi orang tua tunggal- ketika ia memutuskan untuk membesarkan Primrose seorang diri saat dirinya tahu kalau sedang hamil setelah bercerai. Image seorang ibu tunggal sangatlah tidak bagus, apalagi dengan bekas suami yang tidak bisa ia jelaskan asal usulnya. Helena selalu mengatakan kalau mereka bercerai, dan ayah Primrose pergi jauh. Tapi bany
Suasana sekolah Primrose sangat tegang. Di ruang guru, masih diadakan pertemuan beberapa wali murid karena permasalahan anak mereka. Mada memecah kegaduhan dengan berteriak berharap bisa menenangkan semua orang. “HARAP TENANG!” Suara kepala sekolah itu beradu terdengar berbenturan, menciptakan ketegangan yang melengkung di udara.Helena langsung menghentikan serangannya pada Grace. Wajah cantiknya pucat karena terkejut, ia tak menyangka wartawan akan mengejarnya hingga sekolah Primrose. Sorotan kamera tampak mengarah ke dirinya, siap menjadikannya target berita. Helena langsung memeluk anaknya agar tidak terkena rekaman kamera.Sementara itu, di luar ruang guru, sekelompok wartawan yang sudah bersiap dengan kamera dan mikrofon, berusaha untuk mendapatkan informasi terkait Helena, bahkan insiden yang terjadi pagi ini semakin menambah rasa penasaran mereka untuk dimasukan ke dalam ulasan berita. Mendengar kabar tentang Helena dipanggil ke ruang guru karena permasalahan anaknya semakin m
Grace yang berada di sisi wanita itu tersenyum dengan tangan terlipat. Ia merasa lega bukan hanya dirinya saja yang menginginkan Helena pergi dari sekolah ini.“Tapi ini tidak adil,” bantah Helena memohon kebijakan Mada. “Aku bahkan belum tahu duduk permasalahannya.”Sarah, sebagai wali kelas Primrose angkat bicara. “Pim memukuli tiga temannya, Nyonya Helena.”“Lihat anakku terluka hingga separah ini, apa kau tak tahu perbuatan kasar anakmu,” serang Grace. “Dia memukul begitu parah, hingga pipi anakku memerah.”“Dia juga memukulku!” bantah Primrose yang membela diri, sambil memeluk paha ibunya. “Kenapa kalian berkelahi?” tanya Helena pada putri kecilnya, mencoba menenangkan Primrose. Primrose langsung menatap wajah ibunya. “Itu karena mereka-.” Primrose menghentikan ucapannya. Ia melihat ke arah luar ruang guru, terlihat beberapa wartawan mengintip dari balik jendela dan pintu. Seakan mencuri dengar, siap merekam dengan peralatan yang mereka miliki. “Pim?” panggil Helena pada anakn
Namun, alih-alih sesuai dugaan para wali murid yang ada di ruangan itu, senyuman Shane justru muncul kembali setelah melihat wajah Primrose, dan hal itu langsung menghancurkan ekspektasi para wali murid yang tak ingin anak Helena sekolah di sana. Gadis kecil itu bahkan berteriak lantang. “Shane!”Semua mata memandang pelukan hangat yang diberikan Shane Digory pada gadis cilik itu. Manik coklat hazelnut bertabrakan dengan iris hijau zamrud Helena, sebelum Shane kembali menatap Primrose dan meninggalkan Helena dengan kesan dingin.“Bagaimana keputusan Anda?” tanya Shane melihat ke kepala sekolah itu.“Sa-saya sesuai keputusan awal akan memberhentikan Primrose dari sekolah ini karena-.” Mada menelan salivanya, ia yang biasanya bersikap tegas ternyata bisa ketakutan juga menghadapi Shane Digory. “urusan keluarganya membuat ketenangan sekolah ini terganggu.”“Saya keberatan atas keputusan yang Anda berikan pada Pim. Ini merupakan pelanggaran pertamanya, dan Anda sudah mau mendepak anak di