Nah loh, Helena!
Helena langsung tertohok dengan pernyataan itu. “Kau tak punya hak, Shane.” Helena langsung membantah pernyataan Shane Digory. “Ini adalah hal yang pribadi antara aku dan anakku, dan ayahnya.” Shane menatap teduh Helena. “Aku hanya ingin melindungimu,” ucap lelaki itu lembut. “Aku tahu aku terlambat, tapi aku tak ingin mengabaikanmu lagi, Helena. Hal yang selalu aku sesali beberapa tahun terakhir ini karena pernah melakukannya padamu.” Helena kehilangan kata-katanya. Ia tahu dirinya tak akan bisa selamat dari tatapan iris coklat hazelnut yang membuatnya semakin tenggelam ke dalam perasaanya pada pria itu. Shane melihat arloji edisi terbatas yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku akan kembali lagi nanti karena ada urusan yang harus aku selesaikan Helena.” Pria itu kemudian berdiri dan mengusak rambut Helena. “Aku ingin berteman lagi denganmu, seperti sebelum semua ini terjadi. Aku mohon jangan abaikan aku, seperti kau mengusirku saat aku memberimu roti manis isi coklat wakt
“Oh ya, Brian tampaknya kau tak cocok lagi menggunakan jas putih itu. Mulai sekarang aku yang menata penampilanmu." Shane mulai memberikan ancaman pada Brian Scoot. Sanksi atas perbuatannya selama ini. "Aku sedang memikirkan kau lebih cocok memakai seragam hitam putih atau setelan suit kaku." Shane mengancam Brian Scoot dengan pilihan antara penjara atau kematian. Brian Scoot langsung memucat, ia paham dari makna yang tersirat dalam ucapan Shane. Tak lama dua orang pria dengan tubuh kekar masuk ke dalam ruang direktur utama. Mereka menunduk hormat pada Shane Digory sambil menunggu perintah. "Singkirkan sampah ini." Kedua pria itu langsung menarik lengan Brian Scoot setelah mendengar perintah dari bos besar mereka, Shane Digory. Brian Scoot meronta sambil berteriak meminta dilepaskan. "Apa maksudmu Shane? Apa salahku! Aku selalu menganggapmu sahabat, kenapa kau melakukan ini padaku?!" Shane melihat ke layar monitornya, memberikan beberapa perintah lain pada anak buahnya via pesan
Helena mengangguk pelan dengan senyum tipis di bibirnya.Shane memajukan jari kelingkingnya ke depan wajah Helena. “Janji, jangan kau ingkari.”Mantan istrinya itu sontak tertawa lebar sambil menepis tangan Shane. “Kau seperti anak-anak, Shane. Jangan kekanak-kanakan, kita sudah terlalu tua untuk perjanjian jari kelingking.” Manik hijau zamrud Helena menyipit. “Kau persis seperti, Pim saja.”“Aku begitu mirip dengannya ya?”Tawa Helena langsung lenyap. Keceriaannya yang tadi muncul sesaat langsung menguap menjadi ketakutan. 'Apa yang akan Shane lakukan jika tahu Pim anaknya dan apa yang Athena juga lakukan jika tahu aku memiliki anak dari kekasihnya.'"Tidak." Hanya itu jawaban singkat yang keluar dari bibir Helena, dengan ekspresi dingin wajahnya. "Kau sudah selesai makan? Sepertinya sebentar lagi Barbara dan Jeremy akan segera datang."Shane mengerang tanda kecewa. "Sepertinya ini untuk pertama kalinya aku senang pegawai yang bekerja denganku datang sangat terlambat."Helena tersenyu
“Lihat!” teriak Helena dengan lantang saat beberapa titik salju turun di halaman cafe. Helena memandang dengan penuh kagum butiran-butiran salju yang turun begitu lembut. Cuaca pagi ini memang begitu dingin hingga menghasilkan kepulan asap saat berada di luar ruangan. Tak heran jika hari ini ternyata salju mulai turun. Shane tak ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Helena, rasa kecewanya berganti dengan perasaan takjub saat melihat Helena tersenyum sambil melihat butiran salju yang mulai turun. “Salju pertama di musim dingin ini ternyata turun di pagi hari ya. Cantik sekali, Shane,” desah Helena dengan semangat. Manik hijau zamrudnya tampak berkilau cerah. Shane dengan perasaan sendu menjawab. “Iya, cantik sekali.” Tapi tatapan mata dari iris coklat hazelnut itu tak pernah lepas dari wajah Helena, Shane bahkan tak sedikitpun melirik ke arah jendela cafe. Pujian yang pria tampan itu tujukan sudah jelas bukan ke arah pemandangan di luar cafe melainkan pada arah pandangannya sekarang.
Siang hari Barbara dan Jeremy duduk kaku di depan meja kasir, pemandangan yang sangat langka menurut Helena. Mereka bagai boneka pajangan sambil menghadap ke arah Shane Digory yang sedang duduk di tempat favoritnya. Barbara bahkan menahan mati-matian untuk tidak menguap dan tetap tersenyum lebar. Di hari biasa, Jeremy dan Barbara akan menghilang begitu waktu makan siang sudah lewat, tepatnya Barbara akan menggunakan alasan, “aku akan membeli bahan makanan.” Helena tahu itu hanya alasan gadis berambut hijau terang itu untuk melarikan diri dan beristirahat di apartemennya yang terletak tak terlalu jauh dari cafe. Kemudian Jeremy akan berkata, “baiklah akan ku antar,” yang juga merupakan basa-basi karena dua sejoli itu memang sering menghilang jam segini, tepat setelah lewat waktu makan siang, saat kunjungan ke cafe Shiny memang tak ramai karena orang-orang telah kembali beraktifitas setelah makan siang. Selain di jam makan, kedatangan pengunjung cafe memang jauh menurun, hal ini di
Sesaat setelah memasuki cafe, pandangan Martin mencari-cari wajah wanita yang mengundangnya kemari. Sementara itu, aroma harum kopi dan suasana hangat cafe memberikan kontras dengan dinginnya salju di luar, menciptakan perasaan kehangatan dan kenyamanan. Martin melangkah ke arah Helena yang berdiri di samping meja pelanggan. Wajah Shane kian suntuk melihat lelaki itu datang sambil tersenyum dan berkata lembut pada Helena. ‘Bukankah ia sudah ditolak oleh Helena, apa yang membuat Helena akhirnya berpikir kembali untuk menerima lelaki yang-.’ Shane melihat penampilan sederhana Martin dari atas sampai bawah. ‘-biasa -biasa saja ini.’ Helena mengangguk dan tersenyum sebentar pada Martin, sebelum meninggalkan pria itu yang masih berdiri di samping pintu cafe. Helena terlihat berbalik ke arah dapur dan masuk ke dalam, tak lama ia keluar lagi dengan tas yang tersampir di pundak kanannya. Wanita itu langsung menuju ke arah Primrose dan Shane. “Ayo, Pim, kita pergi. Bukankah Pim mau pergi
Sebuah deringan ponsel memecah lamunan Shane. Panggilan dari asisten pribadinya. “Ada apa?” tanya Shane pada Jasper. “Maafkan saya mengganggu Anda siang ini, Tuan Shane. Saya mau melaporkan kalau Dokter Brian Scoot melarikan diri.” Shane berdecak kesal. ‘Sudah kuduga kau memang pengecut, Brian.’ Jasper melanjutkan laporannya via telephone. “Tapi kami akan segera melacak jejaknya. Sebelumnya kami juga sudah menemukan banyak bukti malpraktek darinya, selain kasus korupsi yang Anda tuduhkan padanya, tampaknya ia punya banyak kecurangan lain selama ini.” “Memang pria itu seorang penipu sedari dulu,” komentar Shane mendengar laporan anak buahnya. Ketika sekolah Brian Scoot selalu berbohong dengan memposisikan kekayaannya setara seperti keluarga Digory di depan anak-anak sekolah lainnya. Walau sebenarnya ia selalu menempel pada Shane dan menggunakan uang Digory untuk bersenang-senang. Shane tak pernah keberatan tentang hal itu, ia tak peduli. Brian Scoot hidup dengan orang tua tungg
Wajah Athena langsung kaku karena begitu marah. Manik birunya tampak seperti nyala api yang siap membakar Brian Scoot karena kekesalannya. “Kau tak punya bukti apa pun kalau aku terlibat dalam kejahatanmu, Brian!” desis Athena. Pria itu kembali menutup kepalanya dengan hoodie dan melihat Athena sesaat seakan menciptakan perpisahan untuk wanita yang pernah ia taksir begitu lama sedari ia sekolah hingga saat ini. “Selamat tinggal, Athena,” gumam lelaki itu, ia harus segera pergi sebelum ditemukan oleh para pengawal Shane Digory. Setiap detik sangat berharga untuknya. Athena hanya menatap tajam tanpa senyuman pada Brian Scoot. Ia melihat lelaki itu menghilang dari balik pintu cafe. “Sial!” umpat Athena yang berharap kalau Shane datang menemui siang ini dengan Brian Scoot tapi malah yang ia dapat kabar buruk. “Bagaimana ia tahu aku berselingkuh dengan Brian? Tapi ia baru mengancam, Brian. Jika Shane tahu aku mengkhianatinya bukankah aku juga terancam, tapi kenapa sampai sekarang tak ad