Vote dan komentar agar penulis semangat ya Kak ^^
Jantung Helena langsung berdetak kencang, ia takut akan kenyataan itu diketahui semua orang, ia takut pandangan orang-orang lain lagi tentang dirinya ketika tahu kalau Helena memiliki hubungan dengan pria paling berkuasa, Shane Digory. “Bukan begitu, Jeremy! Pria ini- maksudku Shane- eh Tuan Digory.” Helena berputar dengan cepat melihat ke arah pintu masuk cafe, tapi yang ia dapati hanya… Angin, tak ada seorang pun yang masuk ke dalam cafe. Hanya mereka berdua. Helena balik menatap Shane dengan kesal karena telah ditipu. Lelaki yang baru saja menipunya tengah tertawa yang membuat dirinya berkali-kali lipat lebih tampan. Tapi Helena benar-benar sedang kesal dan tak sempat untuk mengagumi ketampanan pria itu seperti biasanya ia lakukan. Shane berhenti tertawa melihat ekspresi Helena yang sebentar lagi akan meledak. “Duduk dan temani aku,” perintahnya dengan tenang. “Maka rahasiamu akan aman.” Helena duduk dengan bersungut-sungut di depan Shane. “Apa aku sekarang harus menyuapimu?”
Helena langsung tertohok dengan pernyataan itu. “Kau tak punya hak, Shane.” Helena langsung membantah pernyataan Shane Digory. “Ini adalah hal yang pribadi antara aku dan anakku, dan ayahnya.” Shane menatap teduh Helena. “Aku hanya ingin melindungimu,” ucap lelaki itu lembut. “Aku tahu aku terlambat, tapi aku tak ingin mengabaikanmu lagi, Helena. Hal yang selalu aku sesali beberapa tahun terakhir ini karena pernah melakukannya padamu.” Helena kehilangan kata-katanya. Ia tahu dirinya tak akan bisa selamat dari tatapan iris coklat hazelnut yang membuatnya semakin tenggelam ke dalam perasaanya pada pria itu. Shane melihat arloji edisi terbatas yang melingkar di pergelangan tangannya. “Aku akan kembali lagi nanti karena ada urusan yang harus aku selesaikan Helena.” Pria itu kemudian berdiri dan mengusak rambut Helena. “Aku ingin berteman lagi denganmu, seperti sebelum semua ini terjadi. Aku mohon jangan abaikan aku, seperti kau mengusirku saat aku memberimu roti manis isi coklat wakt
“Oh ya, Brian tampaknya kau tak cocok lagi menggunakan jas putih itu. Mulai sekarang aku yang menata penampilanmu." Shane mulai memberikan ancaman pada Brian Scoot. Sanksi atas perbuatannya selama ini. "Aku sedang memikirkan kau lebih cocok memakai seragam hitam putih atau setelan suit kaku." Shane mengancam Brian Scoot dengan pilihan antara penjara atau kematian. Brian Scoot langsung memucat, ia paham dari makna yang tersirat dalam ucapan Shane. Tak lama dua orang pria dengan tubuh kekar masuk ke dalam ruang direktur utama. Mereka menunduk hormat pada Shane Digory sambil menunggu perintah. "Singkirkan sampah ini." Kedua pria itu langsung menarik lengan Brian Scoot setelah mendengar perintah dari bos besar mereka, Shane Digory. Brian Scoot meronta sambil berteriak meminta dilepaskan. "Apa maksudmu Shane? Apa salahku! Aku selalu menganggapmu sahabat, kenapa kau melakukan ini padaku?!" Shane melihat ke layar monitornya, memberikan beberapa perintah lain pada anak buahnya via pesan
Helena mengangguk pelan dengan senyum tipis di bibirnya.Shane memajukan jari kelingkingnya ke depan wajah Helena. “Janji, jangan kau ingkari.”Mantan istrinya itu sontak tertawa lebar sambil menepis tangan Shane. “Kau seperti anak-anak, Shane. Jangan kekanak-kanakan, kita sudah terlalu tua untuk perjanjian jari kelingking.” Manik hijau zamrud Helena menyipit. “Kau persis seperti, Pim saja.”“Aku begitu mirip dengannya ya?”Tawa Helena langsung lenyap. Keceriaannya yang tadi muncul sesaat langsung menguap menjadi ketakutan. 'Apa yang akan Shane lakukan jika tahu Pim anaknya dan apa yang Athena juga lakukan jika tahu aku memiliki anak dari kekasihnya.'"Tidak." Hanya itu jawaban singkat yang keluar dari bibir Helena, dengan ekspresi dingin wajahnya. "Kau sudah selesai makan? Sepertinya sebentar lagi Barbara dan Jeremy akan segera datang."Shane mengerang tanda kecewa. "Sepertinya ini untuk pertama kalinya aku senang pegawai yang bekerja denganku datang sangat terlambat."Helena tersenyu
“Lihat!” teriak Helena dengan lantang saat beberapa titik salju turun di halaman cafe. Helena memandang dengan penuh kagum butiran-butiran salju yang turun begitu lembut. Cuaca pagi ini memang begitu dingin hingga menghasilkan kepulan asap saat berada di luar ruangan. Tak heran jika hari ini ternyata salju mulai turun. Shane tak ikut menoleh ke arah yang ditunjuk Helena, rasa kecewanya berganti dengan perasaan takjub saat melihat Helena tersenyum sambil melihat butiran salju yang mulai turun. “Salju pertama di musim dingin ini ternyata turun di pagi hari ya. Cantik sekali, Shane,” desah Helena dengan semangat. Manik hijau zamrudnya tampak berkilau cerah. Shane dengan perasaan sendu menjawab. “Iya, cantik sekali.” Tapi tatapan mata dari iris coklat hazelnut itu tak pernah lepas dari wajah Helena, Shane bahkan tak sedikitpun melirik ke arah jendela cafe. Pujian yang pria tampan itu tujukan sudah jelas bukan ke arah pemandangan di luar cafe melainkan pada arah pandangannya sekarang.
Siang hari Barbara dan Jeremy duduk kaku di depan meja kasir, pemandangan yang sangat langka menurut Helena. Mereka bagai boneka pajangan sambil menghadap ke arah Shane Digory yang sedang duduk di tempat favoritnya. Barbara bahkan menahan mati-matian untuk tidak menguap dan tetap tersenyum lebar. Di hari biasa, Jeremy dan Barbara akan menghilang begitu waktu makan siang sudah lewat, tepatnya Barbara akan menggunakan alasan, “aku akan membeli bahan makanan.” Helena tahu itu hanya alasan gadis berambut hijau terang itu untuk melarikan diri dan beristirahat di apartemennya yang terletak tak terlalu jauh dari cafe. Kemudian Jeremy akan berkata, “baiklah akan ku antar,” yang juga merupakan basa-basi karena dua sejoli itu memang sering menghilang jam segini, tepat setelah lewat waktu makan siang, saat kunjungan ke cafe Shiny memang tak ramai karena orang-orang telah kembali beraktifitas setelah makan siang. Selain di jam makan, kedatangan pengunjung cafe memang jauh menurun, hal ini di
Sesaat setelah memasuki cafe, pandangan Martin mencari-cari wajah wanita yang mengundangnya kemari. Sementara itu, aroma harum kopi dan suasana hangat cafe memberikan kontras dengan dinginnya salju di luar, menciptakan perasaan kehangatan dan kenyamanan. Martin melangkah ke arah Helena yang berdiri di samping meja pelanggan. Wajah Shane kian suntuk melihat lelaki itu datang sambil tersenyum dan berkata lembut pada Helena. ‘Bukankah ia sudah ditolak oleh Helena, apa yang membuat Helena akhirnya berpikir kembali untuk menerima lelaki yang-.’ Shane melihat penampilan sederhana Martin dari atas sampai bawah. ‘-biasa -biasa saja ini.’ Helena mengangguk dan tersenyum sebentar pada Martin, sebelum meninggalkan pria itu yang masih berdiri di samping pintu cafe. Helena terlihat berbalik ke arah dapur dan masuk ke dalam, tak lama ia keluar lagi dengan tas yang tersampir di pundak kanannya. Wanita itu langsung menuju ke arah Primrose dan Shane. “Ayo, Pim, kita pergi. Bukankah Pim mau pergi
Sebuah deringan ponsel memecah lamunan Shane. Panggilan dari asisten pribadinya. “Ada apa?” tanya Shane pada Jasper. “Maafkan saya mengganggu Anda siang ini, Tuan Shane. Saya mau melaporkan kalau Dokter Brian Scoot melarikan diri.” Shane berdecak kesal. ‘Sudah kuduga kau memang pengecut, Brian.’ Jasper melanjutkan laporannya via telephone. “Tapi kami akan segera melacak jejaknya. Sebelumnya kami juga sudah menemukan banyak bukti malpraktek darinya, selain kasus korupsi yang Anda tuduhkan padanya, tampaknya ia punya banyak kecurangan lain selama ini.” “Memang pria itu seorang penipu sedari dulu,” komentar Shane mendengar laporan anak buahnya. Ketika sekolah Brian Scoot selalu berbohong dengan memposisikan kekayaannya setara seperti keluarga Digory di depan anak-anak sekolah lainnya. Walau sebenarnya ia selalu menempel pada Shane dan menggunakan uang Digory untuk bersenang-senang. Shane tak pernah keberatan tentang hal itu, ia tak peduli. Brian Scoot hidup dengan orang tua tungg
“Tes… Tes… satu, dua, tiga, tes, tes. Pim di sini.” Pim ketuk-ketuk dulu microphone ini ya. Kedengaran tidak? Pim mau cerita, ini ada kaitannya sama mainan baru, Pim. Kemarin Shane kasih ini diam-diam ke Pim ini. “Kamera buat ngerekam. Jadi sekarang Pim akan buat Vlog tentang keseharian Pim!” Pim semangat banget bicara di depan kamera. Sebentar, coba Pim ketok-ketok dulu kamera ini. Sudah jalan belum ya? Oh oke sudah baik. Mari kita rekaman lagi. “Hai selamat datang di Pim Vlog.” Sebentar Pim mikir dulu mau bilang apa lagi. “Okeh, terus apa lagi ya? Oh ya! Di Pim Vlog akan menceritakan-.” Cerita apa ya? Pim mau cerita apa ya? Mama nikah sama Shane? Rumah baru? Kamar baru? Boneka baru yang banyak? Tinggal di kota besar terus kemarin lewat toko kue yang warnanya merah muda. Duh mana duluan ya yang Pim ceritakan? Coba minta usulan Mama ah! “Mama, Mama!” Pim berlari-lari kecil ke dapur. Pasti Mama lagi di dapur. Kata Mama mau buat makan malam sih tadi. “Kenapa, Sayang?” Mama nany
Helena menautkan keningnya. “Tapi masih banyak masakan yang harus aku buat lagi pula bukankah banyak waiters di depan?” Jam makan siang baru saja dimulai, pesanan silih berganti tak henti-henti masuk ke dalam dapur. Helena juga turut sibuk menyiapkan hidangan untuk para pelanggan. Jeremy menggeleng kencang. “Tolong, hanya kau yang bisa melakukannya.” Helena menoleh ke arah pegawai lain yang berada di dalam dapur. Wajah semua orang tampak tidak keberatan, bahkan salah satu chef senior berkata, “tolong bantu Tuan Jeremy saja Nyonya Helena. Disini biar aku yang mengatasi.” Helena menangguk dan mengikuti Jeremy keluar dapur. “Memangnya ada apa, Jeremy?” tanya wanita berambut panjang itu masih bingung. “Itu, Tuan Besar Shane Digory. Ia -seperti biasa- ingin dilayani olehmu,” jelas Jeremy dengan senyuman lebar. Helena langsung terlihat kesal. Ia mengira terjadi sesuatu yang begitu darurat. Tapi bagi Jeremy dan semua pegawai lain, kehadiran Shane Digory adalah sesuatu yang darurat d
“Nyonya Helena!” sambut Jeremy dengan nada riang sambil membuka pintu cafe. Ia memakai kemeja merah muda dan celana bahan berwarna coklat kopi yang senada dengan keseluruhan warna bangunan di belakangnya. “Aku sudah menunggumu dari tadi.” Helena masih terpaku di tempatnya dan tak memperdulikan kedatangan Jeremy. Lelaki itu akhirnya mengikuti arah pandang wanita itu. “Nama yang norak ya?” Jeremy kemudian menyemburkan tawanya setelah mengatakan hal itu, tak lama sampai ia sadar Helena menatapnya tajam. “Ah, maafkan aku Nyonya Hel, tolong jangan laporkan pada suamimu. Aku masih harus mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahanku dengan Barbara.” Helena langsung tertawa pelan. “Kalau begitu cepatlah kalian menikah agar kau lebih sadar.” “Tapi kulihat Tuan Shane semakin tak waras karena menikah Lihat aku tak menyangka ia akan memilih nama senorak itu. Dan kurasa hanya itu kekurangan cafe ini, semua sangat sempurna, dari bangunan, suasana, rasa masakan, promosi, dan para pengunjung sa
Lelaki tampan itu akhirnya mengekori kembaran dengan ukuran mininya itu menunggu di meja makan. Helena kemudian menggulung rambutnya ke atas dan mulai memasak sekaligus merapikan keadaan dapur yang berantakan. Shane tak bisa melepaskan tatapannya pada sosok wanita itu. Helena terlihat sangat luar biasa saat ini. ‘Cara ia menjepitkan rambutnya begitu seksi.’. “Ckck. Kau harus ingat ini, Shane.” Primrose merapatkan tubuhnya pada pria tinggi besar itu. “Jangan pernah membuang-buang makanan. Terakhir kali aku melakukannya, Mama membuatku menulis tulisan ‘aku menyesal’ sebanyak tiga lembar halaman folio dan Mama tak banyak bicara selama tiga hari.” Shane langsung menghela napasnya dengan berat. “Jadi aku melakukan kesalah lagi?” Ketimbang hukuman menulis tiga lembar halam folio, Shane lebih sedih ucapan Primrose yang mengatakan kalau Helena makin irit bicara selama tiga hari. ‘Aku ingin mendengar wanita itu bercerita padaku.’ Helena menghentikan obrolan ayah dan anak itu saat menghi
“Shane,” panggil Helena. Seketika laki-laki itu menoleh dengan wajah sangat terkejut, bahkan sutil di tangannya ikut terjatuh. “Kau sudah bangun, Helena?” Shane terlihat gugup sambil berusaha menyembunyikan ponselnya yang ia taruh di atas meja counter dapur. “Apa aku terlalu ribut hingga kau terbangun?” Helena memiringkan kepalanya, tapi tubuh besar Shane sudah menutupi layar ponselnya. ‘Seorang wanita ya? Kenapa aku berpikir setelah Athena ia tak memiliki wanita lain? Tunggu, kenapa aku harus peduli? Apa karena ia mengungkapkan rasa sukanya denganku kemarin jadi aku berharap lebih?’ “Helena…,” panggil Shane mengembalikan kesadaran wanita itu dari lamunannya. “Tunggu saja di ruang baca. Apa kau butuh sesuatu di dapur? Aku akan mengantarkanmu.” Helena langsung tersadar penyebab dia buru-buru ke dapur karena ada bau gosong yang sekarang mulai perlahan menghilang karena alat penghisap asap yang berada di atas kompor. “Tidak, aku hanya mencium bau masakan tadi-.” “Kau sudah lapar?” Sh
“Hah!” Helena bergumam terkejut. “Apa maksudmu?” “Apa kau tidak tahu, aku sudah dipindah-tugaskan ke cabang Digory Valley cafe itu. Begitu juga Barbara.” Helena menelan salivanya. ‘Ini pasti semua ulah Shane. Selain memindahkan sekolah Pim ke sini, ia bahkan memindahkan penempatan kerja orang tua sahabat-sahabat Pim, hingga mereka juga ikut pindah sekolah ke Digory Valley bersama dengan Pim. Astaga, pria itu benar-benar berniat kami berada di sini. “Baiklah aku akan ke cafe Shiny yang berada di Digory Valley untuk bekerja besok.” Jeremy tertawa. “Maksudmu bekerja sebagai owner dan mengawasi kami kan?” “Hentikan candaanmu. Aku masih anak buahmu, Jeremy,” bantah Helena serius. Selang beberapa lama panggilan ponsel itu Helena akhiri. Jeremy masih tak serius menganggapnya akan kembali bekerja -benar-benar bekerja sebagai waiters. ‘Aku dan Shane Digory tak ada kaitannya. Sama seperti dahulu, pernikahan ini sama seperti dahulu, kan?’ Ketika malam hari, Helena mendapat panggilan dari
Helena masih tak bereaksi apa pun, ekspresinya terlihat dingin di mata Shane. “Kau tak percaya ya?” Shane tak menunggu jawaban Helena, ia langsung melanjutkan perkataannya. “Aku pun tak percaya, aku tak percaya telah jatuh cinta padamu sejak hari itu. Hari terakhir kita bertemu. Dan sejak hari itu aku selalu menunggumu, Helena.” Helena tertawa sinis dengan pelan. Aku mengambil apa yang kau berikan padaku, Shane. “Jangan buat kesalahan yg sama dua kali, Shane. Kita pernah berumah tangga dan itu gagal, atau lebih tepatnya hancur berantakan dengan sangat parah. Apa bedanya dengan sekarang?” “Saat itu aku bahkan tak berusaha sama sekali.” Shane membalas perkataan Helena dengan penuh tekad. “Sekarang berbeda Helena. Aku akan berusaha, aku akan merubah apa yang terjadi dulu.” Helena mengangkat alisnya. Luka yang ia dapat dari laki-laki di hadapannya sudah terlalu dalam. “Percuma jika hanya salah satu saja yang berusaha. Karena kurasa aku tak sanggup berusaha lagi bersamamu.” Shane sad
Helena awalnya berpikir kalau Shane sudah lama tak menempati bangunan ini, tapi tak ada setitik debu pun di setiap furniture yang ada. ‘Kukira ia tak tinggal disini, karena setahuku Athena tak suka bangunan tua bergaya klasik seperti rumah ini. Apa ia bisa membujuk Athena dan akhirnya tinggal berdua di sini?’ Helena melangkah menuju rak buku yang memenuhi dinding ruang tengah rumah itu. ‘Bahkan urutan buku yang ku susun tak berubah.’ Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. “Beberapa pembantu menyusun kembali urutan bukunya, tapi tak ada yang seperti kau lakukan hingga membuatku nyaman membacanya kembali,” celetuk Shane yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Helena. “Kau tinggal di rumah ini?” Helena tak dapat menutupi rasa penasarannya. Shane tersenyum. “Ya, terutama setelah tahun-tahun awal kita bercerai,” jawab Shane sambil perlahan berjalan mendekat ke arah Helena. “Aku berpikir kau akan kembali setelah pergi begitu saja tanpa berkata apa pun hari itu, hari dimana ki
Jasper tersenyum. “Betul, Tuan.” Shane tak pernah menceritakan apa pun isi hatinya pada orang lain. Tapi kali ini berbeda, lelaki itu tak tahu harus berbuat apa pada Helena. “Apa yang harus kulakukan, Jasper?” Jasper terkejut, majikannya itu tak pernah bingung dalam menentukan sikap tapi kali ini ia benar-benar terlihat putus asa. “Apa ini berkaitan dengan Nyonya Helena?” “Ya,” jawab Shane terdengar pelan. “Ketika tadi pagi saya menemuinya, Nyonya juga terlihat tak kalah terlukanya dengan Anda, Tuan Shane.” Shane langsung menegakkan punggungnya, karena terkejut sekaligus tertarik dengan informasi yang Jasper sampaikan. “Kenapa? Bukankah ia membenciku- ah ya tentu saja aku pantas dibenci olehnya. Ia tak mungkin memaafkanku atas apa yang telah aku lakukan padanya kan?” Jasper menoleh ke arah Tuannya. “Anda akan membiarkan hal ini berjalan seperti ini, Tuan?” Shane tersenyum menangkap maksud Jasper. “Tidak. Tentu saja tidak!” Tapi pundak Shane langsung turun kembali. “Tapi aku t