Vote dan Komentarnya tetap ditunggu. Maaf lelet update dan makasi sudah membaca sejauh ini...
Athena menghela napas sambil memutar manik biru langitnya. “Bukankah memang kita sudah tahu kalau pelacur itu sudah punya anak, itu bukan hal yang baru!” Evelyn langsung membantah pernyataan Athena. “Tapi bukan, kalau anak itu adalah anak yang dulu kita gosipkan ketika sekolah, usia anak itu pasti bukan usia sekolah dasar. Dan aku lihat sendiri anak itu masih kecil, ia sepertinya baru awal masuk sekolah, Ath.” Athena menatap Evelyn dengan ekspresi penasaran. “Anak? Berarti dia punya anak lain? Betapa malang nasib anak itu, punya ibu seperti pelacur itu.” Wanita berambut merah itu langsung tertawa nyaring. “Dan bahagia apanya? Itu menyedihkan, ia menyekolahkan anaknya di sekolah paling kumuh di kota pinggiran.” Evelyn menelan salivanya. “Ia tersenyum bahagia, Ath. Tapi wajah dan penampilan anak itu sangat menggelitikku tentang siapa ayahnya,” lanjut Evelyn menuangkan rasa penasarannya. “Kenapa? Ia memiliki anak cacat?” Athena tertawa lagi. “Ah memang hidup pelacur itu penuh kutukan.
“Harusnya aku sudah menduganya,” ujar seseorang itu lagi. Manik hijau zamrud milik Helena yang melihat seseorang yang datang di belakangnya berkedip ketakutan bak melihat hantu. ‘Apakah ia mendengar semua ucapanku? Apakah ia akan menyalahkanku karena berada di sini?’ “Sh- Shane,” panggil Helena dengan gugup. Lelaki berkaki jenjang dengan setelan kemeja mahal itu melangkah mendekat, ia memiringkan kepalanya dan melihat apa yang Helena letakan di atas pusara ibunya. Sebuah buket bunga hyacinth putih sederhana. “Ternyata itu kau ya, Helena,” ulang Shane sambil tangannya meraih buket bunga itu. “Aku selalu bertanya-tanya siapa yang mengirimkan buket bunga ini pada makam ibuku, dan juga kakek Graham, beberapa tahun terakhir ini.” Shane memutar-mutar buket bunga sederhana itu dengan jari-jemarinya yang jenjang. Helena menelan salivanya, ia begitu nelangsa hingga tidak sadar kalau pria tampan di depannya itu tersenyum sedari tadi. “Ma-maaf. Aku tak bermaksud menyinggungmu, Shane. Aku t
“Aku akan mengantarmu.” Helena langsung menggeleng mendengar tawaran Shane. “Tak perlu, Shane. Aku mau pergi ke bank dan itu tak sejalan dengan arah cafe -eh kau mau ke cafe kan?” Shane tersenyum mendengar penolakan Helena, ia semakin sadar wanita itu sedang menghindarinya. “Tidak. Kebetulan aku juga mau ke bank. Barengan?” Helena menatap tak percaya ke arah mantan suaminya atas tawaran lain yang tak pantang menyerah itu. ‘Ia sedang mencari-cari alasan atau memang ia akan pergi ke bank?’ Helena tampak berpikir sejenak, sebelum menjawab, “baiklah.” Shane langsung berlari membuka pintu mobil di sisi penumpang dan mempersilahkan Helena naik. “Kau berlebihan, Shane,” gumam Helena melihat tingkah mantan suaminya, sambil menahan tawa. Diam-diam wanita dengan rambut hitam tergerai itu merasa lega karena Shane membawa mobilnya yang ‘lumayan’ sederhana. Ia tak ingin terlihat terlalu mencolok di kota kecil ini dengan mobil mewah. “Bagaimana Pim, apa ia sudah menghafal perkalian tiganya? I
“Shane, kau tidak salah jalan?” tanya Helena, ia terkejut saat lelaki yang sedang memegang kendali mobil itu malah berbelok ke arah kanan di perempatan jalan. “Kita lewat jalan lain saja.” Melihat Helena sedang menoleh ke arahnya, Shane langsung menginjak pedal gas dengan kencang hingga Helena sontak terkejut dan sedikit melonjak ke belakang. “Shane!” jerit Helena yang kembali terkejut saat lelaki itu malah mengacak rambut Helena hingga menutupi wajahnya. “Kau kenapa?” Protes Helena sambil menyisir rambut hitamnya dengan jemari tangannya. Hanya saja ketika ia bisa melihat jelas lelaki di sampingnya, ekspresi Shane sangat dingin. “Rambutmu, berantakan,” ucap Shane sekenanya sambil membanting stirnya berjalan kembali ke arah bank tapi dengan rute yang berbeda. “Menjijikan.” Gumaman Shane terdengar jelas di telinga Helena. Wanita itu menoleh ke arah mantan suaminya dengan tatapan menyelidik. ‘Ia baru saja mengejek rambutku? Kalau ia benar-benar jijik harusnya jangan memberiku tumpa
“Anda menegur saya, Tuan Shane?” tanya Martin dengan linglung, ia merasa tadi dirinya salah dengar ketika Shane mengucapkan kata ‘brengsek’. Namun, Martin semakin yakin kalau pria yang berada di depannya itu tidak salah ucap, karena ketika ia menunggu jawaban dari pertanyaanya, Shane malah menarik kerah baju lelaki itu. “Apa maksudmu ‘ada apa’, brengsek?! Kau mengkhianati, Helena!” Dan sebuah tinju dari Shane kembali bersarang di tulang pipi Martin. Lelaki itu langsung jatuh tersungkur dari kursinya, wanita di sebelahnya menjerit karena terkejut dan ketakutan. Semua pasang mata yang ada di cafe itu langsung melihat ke arah sumber keributan. Tampaknya kota kecil seperti Salt Lake terlalu tenang, dan sangat jarang terjadi hal-hal yang menarik seperti siang hari ini. “Kau gila! Kenapa kau selalu saja memukulku!” teriak Martin sambil meraba bibirnya yang sobek dan berdarah terkena pukulan Shane. “Kau tahu kenapa? Karena kau mengkhianati Helena! Kukira karena profesimu sebagai guru y
“Kenapa?” tanya Shane sambil memegang pipinya yang baru ditampar oleh Helena. Ia tak menyangka akan ada seseorang yang berani menamparnya dan itu adalah Helena. “Karena kau mencampuri urusanku, Tuan Shane! Kau menganggu teman- maksudku kekasihku, Tuan Shane!” jawab Helena dengan wajah merah padam. “Itu juga urusanku, karena lelaki itu menduakanmu, Helena! Ia berselingkuh!” Shane masih kukuh dengan ucapannya. Ia merasakan sakit hati atas apa yang terjadi oleh Helena. Shane justru lebih merasa diselingkuhi ketibang Helena saat ini. “Dan? Apa urusannya denganmu? Aku dan Martin bukanlah siapa-siapa mu, Tuan Shane!” Helena lebih mempertanyakan ikut campur Shane dalam masalahnya ketimbang dugaan selingkuh yang baru saja diungkap Shane. Wanita cantik itu masih berdiri di antara Shane dan Martin yang sekarang sedang dipapah oleh Rebecca. Tampaknya peruntungan pria yang berprofesi sebagai guru itu selalu buruk jika bertemu dengan Shane. Melihat Helena sama sekali tak bersedih ataupun marah
Taxi berjalan dengan perlahan, mereka menuju ke rumah sakit satu-satunya yang ada di Salt Lake. Martin masih sadar tapi tampaknya ia tak mampu berbicara apa pun menanggapi pembicaraan Helena dan Rebecca. Rebecca mengerutkan keningnya. “Tapi ia begitu mempedulikanmu? Seakan kau adalah kekasihnya, Helena,” tanya kekasih Martin itu tak percaya. “Apa ia sedemikian brengsek dan ingin menjadikanmu selingkuhannya? Jika benar pria itu benar-benar sampah.” Helena menggeleng pelan. “Tidak, justru ia sangat membenci perselingkuhan.” Rebecca semakin bingung dengan jawaban Helena. “Jika ia sangat membenci perselingkuhan, kalau begitu menurutmu apa yang diinginkan oleh pria itu darimu, Helena?” Helena menjawab dengan lirih. “Sebenarnya ia hanya ingin berteman denganku dan anakku saja.” Rebecca mendengkus, masih dengan alis bertaut karena bingung. “Dan kenapa kau menolaknya hingga membuat drama seperti ini?” Rebecca merasa ini hal yang konyol, bahkan sampai kekasihnya terkena pukulan separah in
“Sst! Mereka bisa mendengarmu,” bisik Jeremy. “Wartawan memburuku? Untuk apa?” tanya Helena masih bingung sambil melihat kedua rekan kerjanya itu. Jeremy dan Barbara sama-sama mengarahkan pandangan tak percaya pada Helena. “Kau tak tahu? Kau menjadi berita utama di tiap media, Helena,” jawab Barbara sambil berbisik dengan wajah memerah sepertinya ia akan meledak sebentar lagi karena begitu tertekan. “Aku? Kenapa? Kalian sedang bercanda?” Helena mencoba tertawa tapi melihat wajah sepasang kekasih itu pucat pasi, Helena sadar ada yang tidak beres. Jeremy menepuk dahinya melihat ekspresi bingung Helena. “Astaga ia benar-benar tak tahu apa-apa. Apa kau tak melihat ponselmu?” Helena menggeleng sambil memperlihatkan ponsel monokromnya. “Kurasa aku tak bisa melihat berita di internet dengan ponsel ini.” Jeremy berdecak dengan kesal karena ia nyaris tak bisa percaya kalau di zaman yang serba maju ini masih ada yang menggunakan ponsel jadul. Dengan tidak sabar, lelaki itu langsung meng