"Kau tahu kan artinya? Ia bisa saja menemukan seorang wanita yang pernah ia tiduri memiliki anak yang serupa dengannya.""Jika itu terjadi, wanita bodoh itu tak mungkin diam saja kalau sudah dihamili oleh multimiliuner sekelas Shane Digory. Kau tahu media massa akan ramai memuat wajah Shane dengan sumber wanita yang mengaku-aku memiliki anak Shane."Athena menghempaskan pintu balkon dan hendak kembali ke kamar. "Aku tahu kau berbohong dan sedang menjelek-jelekkan Shane, Brian." Dari dalam kamar wanita yang ditaksir mati-matian oleh Brian Scoot semenjak masa sekolah itu kembali berteriak. "Asal kau tahu saja Brian, seberapapun kau mencoba, kau tak akan bisa mengalahkan Shand Dogory dari segi apa pun."Athena kemudian meninggalkan apartemen mewah tempat ia bercinta itu begitu saja, tanpa pamit pada Brian Scoot."Sialan! Shane Digory sialan!" umpat Brian yang mengalamatkan amarahnya pada sahabatnya sedari sekolah itu. Ucapan caci maki itu hanya bisa ia katakan di belakang Shane Digory, d
"Apa! Uhuk!" Shane langsung tersedak sesuap es krim strawberry yang baru ditelannya. "Bagaimana kau mengambil kesimpulan seperti itu?" tanya setelah puas terbatuk-batuk dan meminum seteguk air putih. "Semua orang yang berkata begitu; seperti ‘panggil aku papa mu’, atau ‘anggap saja aku papa mu’ akan berakhir dengan mengatakan ‘aku naksir mama mu’," jelas Primrose sambil menaikan kedua pundaknya, kemudian melanjutkan makan es krim strawberrynya dengan santai. "Oh karena itu Pim menarik kesimpulan seperti begitu," komentar Shane setelah mendengar penjelasan Primrose. “Pim memang enggak mau punya Papa baru?” tanya Shane dengan hati-hati. Entah kenapa jantung Shane berdegup lebih kencang ketika melontarkan pertanyaan itu. Primrose melihat Shane sekilas sebelum menjawab, "kuharap kau tak ingin menjadi papa ku selamanya." Gadis mungil itu kemudian mencubit roti coklatnya dan menelannya sambil bertepuk tangan. "Ini enak." Ada perasaan sesak di dada Shane saat Primrose berkata begitu. "Ken
Primrose bernyanyi sepanjang waktu sambil menggandeng tangan ibunya di perjalanan balik menuju apartemen kecil tempat mereka tinggal. “Kau senang sekali, ada apa?”“Kan Pim memang ceria,” jawab Primrose sambil mengayunkan tangannya dengan kencang. “Soalnya tadi di sekolah, Pim ditraktir orang tampan.” Gadis kecil itu tidak bermaksud berbohong, toko es krim itu masih berada di area sekolah -menurut Primrose-.“Ada anak lelaki tampan ya? Kau pasti senang berteman dengannya.” Helena bertanya lagi sambil tertawa kecil. ‘Apa anak-anak kecil sekarang lebih cepat dewasa? Terutama para gadis?’Primrose langsung tercekat mendengar pertanyaan lain dari ibunya. ‘Apa mama akan marah kalau aku bilang pergi dengan suamiku? Tunggu siapa nama pria tampan itu?’“Ma… apa mama ingat pria tampan di pulau yang matanya seperti puding karamel?” Helena menautkan alisnya. “Siapa?” Ia mulai mengingat-ingat lelaki dengan manik coklat.“Yang tampan itu loh, Ma,” imbuh Primrose.“Siapa maksudmu?” Helena masih t
Sepanjang perjalanan balik ke Digory Valley, Shane banyak memikirkan tentang mantan istrinya. Ada perasaan aneh yang menggelenyar di dada lelaki tampan itu, ketika ia melihat seorang lelaki menyentuh rambut Helena. Semacam perasaan tak terima. 'Tapi Helena bahkan bukan milikku.'Walau begitu beberapa hari terakhir ini Shane begitu senang bertemu dengan Primrose dan juga Helena -walau secara harfiah tidak benar-benar bertemu Helena-. Dan beberapa kali pertemuan Shane dengan gadis mungil yang serupa dengannya itu membuat hari-hari CEO tampan itu menjadi sangat menyenangkan dan berwarna. Hari-hari Shane biasanya hanya diisi dengan kerja, kerja dan kerja.Shane Digory bahkan rela menyempatkan tiga jam setiap hari ketika waktu kantor hanya untuk bertemu Primrose, dan memata-matai Helena.‘Bagaimana jika Helena sudah menemukan pria lain? Pria yang akan menjadi ayah baru bagi Pim, dan suami untuknya?’“Haa…” Shane menghembuskan napas dengan berat sebelum menelpon Jasper setelah berkendara b
Melihat ketiga orang itu pergi menjauh dari jarak pandangnya, Shane langsung bangkit dari tempat duduk dan melangkahkan kakinya mengikuti mereka.Helena tertawa kecil saat Martin menceritakan kelucuan yang dilakukan anak-anak didiknya hari ini. "Tapi Pim hebat bisa cepat menghafal yang Pak Guru ajarkan," ucap Martin sambil mengusap puncak kepala Primrose."Pak Guru juga pintar mengajar," balas Helena membalikan pujian Martin.Martin menatap teduh pada Helena. Ia sudah lama memperhatikan orang tua muridnya itu, tapi Martin tak ingin mengganggu Helena yang tampak senang menyendiri. Perlahan Martin mendekati wanita itu, mencoba akrab dengan Primrose tentu saja ia menggunakan privilege nya sebagai pengajar di sekolah itu. “Mama, Pim dapat peralatan sekolah. Semua teman-teman Pim juga dikasih dari sekolah ! Gratis!” Pim memberikan bingkisan besar yang dipeluknya sedari tadi. “Gambarnya penyihir merah muda bulan.”Helena merasa bersyukur melihat bingkisan itu. ‘Ah maafkan mama sayang yang
Helena tak percaya dengan kebencian Shane yang terasa semakin tak masuk akal baginya. Pria itu mengusirnya dari pulau, seolah belum cukup dengan itu padahal Helena telah mengembalikan apa yang ia terima dari keluarga Digory, Shane sekarang tiba-tiba saja datang dan memukul orang-orang di sekitar Helena secara random. 'Apa ia begitu membenciku?'Di samping Helena, telinga Martin masih berdengung sehingga tak mendengar apa pun."Jadi-." Shane menggantung kalimatnya masih bingung dengan situasi sebenarnya. "Tapi kenapa kau berteriak?""Aku berteriak karena ada laba-laba!"Alis tebal Shane masih berkernyit. "Dan kenapa ia menyentuhmu?" tanyanya sambil menunjuk pria di samping Helena.Helena tak percaya ia harus menjelaskan hal ini secara detail. "Pak Martin mengusir laba-laba di kepalaku, dan aku berteriak karena laba-laba itu," jelas Helena dengan nada kesal. Ia sekarang sedang berusaha memapah Martin.Martin mengusap wajah sambil berusaha mengusir rasa tak nyaman di kepala. Begitu ia sad
Karena ucapan dan perlakuan Shane pada Primrose tadi, entah bagaimana bisa membuat perasaan Helena lebih ringan. Ia tak melihat kedatangan mantan suaminya itu sebagai suatu ancaman untuk memisahkan dirinya dan Primrose. 'Lagi pula ia masih mengira Pim bukanlah darah dagingnya sendiri.'Helena melihat darah yang mulai mengering dari robekan di bibir Shane. Wanita berambut panjang itu menghela napas, ia mulai menimbang-nimbang untuk mengobati mantan suaminya itu. ‘Ia sepertinya belum sadar bibirnya berdarah, untung tak begitu parah,’ batin Helena mengingat phobia darah yang diidap oleh mantan suaminya itu. 'Tunggu apa dia mendengar kata-kata penolakanku pada Tuan Martin; yang ingin rujuk dengan ayahnya Pim?'"Kenapa Anda ada di sini?" tanya Helena mulai menyelidik. Shane tersenyum tapi pikirannya kalut. Ia sama sekali belum memikirkan alasan yang kuat berada di sini. Shane tak mungkin mengatakan alasan sesungguhnya kalau ia baru saja makan es krim dengan Primrose, bahkan bukan hari ini
Suara celotehan Primrose dan sesekali sahutan dari Shane terdengar dari kamar Helena ketika ia sedang mengambil obat, kapas, dan alkohol untuk mengobati Shane.'Mereka benar-benar akrab sekali.'"Shane juga suka warna itu, ya bajunya warna itu saja," komentar pria berambut abu yang tampak janggal duduk di ruangan sempit apartemen kecil Helena. Penampilan Shane terlihat terlalu mewah dibanding barang-barang usang yang menghiasi flat kecil itu.Helena tersenyum samar ketika mendengar Shane menyebut namanya sendiri saat berbicara dengan Primrose. 'Persis seperti saat ia berbicara dengan ibunya.'Tiba-tiba suara berdenging memekakan telinga terdengar dari luar apartemen. Shane yang tak terbiasa langsung menutup telinganya."Suara apa itu?" Tanya Shane tapi langsung tenggelam dengan suara seseorang memotong besi metal. Lelaki itu mengerutkan keningnya karena keributan yang menyakitkan telinga itu. Setelah bising selama lima menit yang terasa sangat lama bagi Shane, suara itu menghilang."P
“Tes… Tes… satu, dua, tiga, tes, tes. Pim di sini.” Pim ketuk-ketuk dulu microphone ini ya. Kedengaran tidak? Pim mau cerita, ini ada kaitannya sama mainan baru, Pim. Kemarin Shane kasih ini diam-diam ke Pim ini. “Kamera buat ngerekam. Jadi sekarang Pim akan buat Vlog tentang keseharian Pim!” Pim semangat banget bicara di depan kamera. Sebentar, coba Pim ketok-ketok dulu kamera ini. Sudah jalan belum ya? Oh oke sudah baik. Mari kita rekaman lagi. “Hai selamat datang di Pim Vlog.” Sebentar Pim mikir dulu mau bilang apa lagi. “Okeh, terus apa lagi ya? Oh ya! Di Pim Vlog akan menceritakan-.” Cerita apa ya? Pim mau cerita apa ya? Mama nikah sama Shane? Rumah baru? Kamar baru? Boneka baru yang banyak? Tinggal di kota besar terus kemarin lewat toko kue yang warnanya merah muda. Duh mana duluan ya yang Pim ceritakan? Coba minta usulan Mama ah! “Mama, Mama!” Pim berlari-lari kecil ke dapur. Pasti Mama lagi di dapur. Kata Mama mau buat makan malam sih tadi. “Kenapa, Sayang?” Mama nany
Helena menautkan keningnya. “Tapi masih banyak masakan yang harus aku buat lagi pula bukankah banyak waiters di depan?” Jam makan siang baru saja dimulai, pesanan silih berganti tak henti-henti masuk ke dalam dapur. Helena juga turut sibuk menyiapkan hidangan untuk para pelanggan. Jeremy menggeleng kencang. “Tolong, hanya kau yang bisa melakukannya.” Helena menoleh ke arah pegawai lain yang berada di dalam dapur. Wajah semua orang tampak tidak keberatan, bahkan salah satu chef senior berkata, “tolong bantu Tuan Jeremy saja Nyonya Helena. Disini biar aku yang mengatasi.” Helena menangguk dan mengikuti Jeremy keluar dapur. “Memangnya ada apa, Jeremy?” tanya wanita berambut panjang itu masih bingung. “Itu, Tuan Besar Shane Digory. Ia -seperti biasa- ingin dilayani olehmu,” jelas Jeremy dengan senyuman lebar. Helena langsung terlihat kesal. Ia mengira terjadi sesuatu yang begitu darurat. Tapi bagi Jeremy dan semua pegawai lain, kehadiran Shane Digory adalah sesuatu yang darurat d
“Nyonya Helena!” sambut Jeremy dengan nada riang sambil membuka pintu cafe. Ia memakai kemeja merah muda dan celana bahan berwarna coklat kopi yang senada dengan keseluruhan warna bangunan di belakangnya. “Aku sudah menunggumu dari tadi.” Helena masih terpaku di tempatnya dan tak memperdulikan kedatangan Jeremy. Lelaki itu akhirnya mengikuti arah pandang wanita itu. “Nama yang norak ya?” Jeremy kemudian menyemburkan tawanya setelah mengatakan hal itu, tak lama sampai ia sadar Helena menatapnya tajam. “Ah, maafkan aku Nyonya Hel, tolong jangan laporkan pada suamimu. Aku masih harus mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahanku dengan Barbara.” Helena langsung tertawa pelan. “Kalau begitu cepatlah kalian menikah agar kau lebih sadar.” “Tapi kulihat Tuan Shane semakin tak waras karena menikah Lihat aku tak menyangka ia akan memilih nama senorak itu. Dan kurasa hanya itu kekurangan cafe ini, semua sangat sempurna, dari bangunan, suasana, rasa masakan, promosi, dan para pengunjung sa
Lelaki tampan itu akhirnya mengekori kembaran dengan ukuran mininya itu menunggu di meja makan. Helena kemudian menggulung rambutnya ke atas dan mulai memasak sekaligus merapikan keadaan dapur yang berantakan. Shane tak bisa melepaskan tatapannya pada sosok wanita itu. Helena terlihat sangat luar biasa saat ini. ‘Cara ia menjepitkan rambutnya begitu seksi.’. “Ckck. Kau harus ingat ini, Shane.” Primrose merapatkan tubuhnya pada pria tinggi besar itu. “Jangan pernah membuang-buang makanan. Terakhir kali aku melakukannya, Mama membuatku menulis tulisan ‘aku menyesal’ sebanyak tiga lembar halaman folio dan Mama tak banyak bicara selama tiga hari.” Shane langsung menghela napasnya dengan berat. “Jadi aku melakukan kesalah lagi?” Ketimbang hukuman menulis tiga lembar halam folio, Shane lebih sedih ucapan Primrose yang mengatakan kalau Helena makin irit bicara selama tiga hari. ‘Aku ingin mendengar wanita itu bercerita padaku.’ Helena menghentikan obrolan ayah dan anak itu saat menghi
“Shane,” panggil Helena. Seketika laki-laki itu menoleh dengan wajah sangat terkejut, bahkan sutil di tangannya ikut terjatuh. “Kau sudah bangun, Helena?” Shane terlihat gugup sambil berusaha menyembunyikan ponselnya yang ia taruh di atas meja counter dapur. “Apa aku terlalu ribut hingga kau terbangun?” Helena memiringkan kepalanya, tapi tubuh besar Shane sudah menutupi layar ponselnya. ‘Seorang wanita ya? Kenapa aku berpikir setelah Athena ia tak memiliki wanita lain? Tunggu, kenapa aku harus peduli? Apa karena ia mengungkapkan rasa sukanya denganku kemarin jadi aku berharap lebih?’ “Helena…,” panggil Shane mengembalikan kesadaran wanita itu dari lamunannya. “Tunggu saja di ruang baca. Apa kau butuh sesuatu di dapur? Aku akan mengantarkanmu.” Helena langsung tersadar penyebab dia buru-buru ke dapur karena ada bau gosong yang sekarang mulai perlahan menghilang karena alat penghisap asap yang berada di atas kompor. “Tidak, aku hanya mencium bau masakan tadi-.” “Kau sudah lapar?” Sh
“Hah!” Helena bergumam terkejut. “Apa maksudmu?” “Apa kau tidak tahu, aku sudah dipindah-tugaskan ke cabang Digory Valley cafe itu. Begitu juga Barbara.” Helena menelan salivanya. ‘Ini pasti semua ulah Shane. Selain memindahkan sekolah Pim ke sini, ia bahkan memindahkan penempatan kerja orang tua sahabat-sahabat Pim, hingga mereka juga ikut pindah sekolah ke Digory Valley bersama dengan Pim. Astaga, pria itu benar-benar berniat kami berada di sini. “Baiklah aku akan ke cafe Shiny yang berada di Digory Valley untuk bekerja besok.” Jeremy tertawa. “Maksudmu bekerja sebagai owner dan mengawasi kami kan?” “Hentikan candaanmu. Aku masih anak buahmu, Jeremy,” bantah Helena serius. Selang beberapa lama panggilan ponsel itu Helena akhiri. Jeremy masih tak serius menganggapnya akan kembali bekerja -benar-benar bekerja sebagai waiters. ‘Aku dan Shane Digory tak ada kaitannya. Sama seperti dahulu, pernikahan ini sama seperti dahulu, kan?’ Ketika malam hari, Helena mendapat panggilan dari
Helena masih tak bereaksi apa pun, ekspresinya terlihat dingin di mata Shane. “Kau tak percaya ya?” Shane tak menunggu jawaban Helena, ia langsung melanjutkan perkataannya. “Aku pun tak percaya, aku tak percaya telah jatuh cinta padamu sejak hari itu. Hari terakhir kita bertemu. Dan sejak hari itu aku selalu menunggumu, Helena.” Helena tertawa sinis dengan pelan. Aku mengambil apa yang kau berikan padaku, Shane. “Jangan buat kesalahan yg sama dua kali, Shane. Kita pernah berumah tangga dan itu gagal, atau lebih tepatnya hancur berantakan dengan sangat parah. Apa bedanya dengan sekarang?” “Saat itu aku bahkan tak berusaha sama sekali.” Shane membalas perkataan Helena dengan penuh tekad. “Sekarang berbeda Helena. Aku akan berusaha, aku akan merubah apa yang terjadi dulu.” Helena mengangkat alisnya. Luka yang ia dapat dari laki-laki di hadapannya sudah terlalu dalam. “Percuma jika hanya salah satu saja yang berusaha. Karena kurasa aku tak sanggup berusaha lagi bersamamu.” Shane sad
Helena awalnya berpikir kalau Shane sudah lama tak menempati bangunan ini, tapi tak ada setitik debu pun di setiap furniture yang ada. ‘Kukira ia tak tinggal disini, karena setahuku Athena tak suka bangunan tua bergaya klasik seperti rumah ini. Apa ia bisa membujuk Athena dan akhirnya tinggal berdua di sini?’ Helena melangkah menuju rak buku yang memenuhi dinding ruang tengah rumah itu. ‘Bahkan urutan buku yang ku susun tak berubah.’ Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. “Beberapa pembantu menyusun kembali urutan bukunya, tapi tak ada yang seperti kau lakukan hingga membuatku nyaman membacanya kembali,” celetuk Shane yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Helena. “Kau tinggal di rumah ini?” Helena tak dapat menutupi rasa penasarannya. Shane tersenyum. “Ya, terutama setelah tahun-tahun awal kita bercerai,” jawab Shane sambil perlahan berjalan mendekat ke arah Helena. “Aku berpikir kau akan kembali setelah pergi begitu saja tanpa berkata apa pun hari itu, hari dimana ki
Jasper tersenyum. “Betul, Tuan.” Shane tak pernah menceritakan apa pun isi hatinya pada orang lain. Tapi kali ini berbeda, lelaki itu tak tahu harus berbuat apa pada Helena. “Apa yang harus kulakukan, Jasper?” Jasper terkejut, majikannya itu tak pernah bingung dalam menentukan sikap tapi kali ini ia benar-benar terlihat putus asa. “Apa ini berkaitan dengan Nyonya Helena?” “Ya,” jawab Shane terdengar pelan. “Ketika tadi pagi saya menemuinya, Nyonya juga terlihat tak kalah terlukanya dengan Anda, Tuan Shane.” Shane langsung menegakkan punggungnya, karena terkejut sekaligus tertarik dengan informasi yang Jasper sampaikan. “Kenapa? Bukankah ia membenciku- ah ya tentu saja aku pantas dibenci olehnya. Ia tak mungkin memaafkanku atas apa yang telah aku lakukan padanya kan?” Jasper menoleh ke arah Tuannya. “Anda akan membiarkan hal ini berjalan seperti ini, Tuan?” Shane tersenyum menangkap maksud Jasper. “Tidak. Tentu saja tidak!” Tapi pundak Shane langsung turun kembali. “Tapi aku t