"Apa! Uhuk!" Shane langsung tersedak sesuap es krim strawberry yang baru ditelannya. "Bagaimana kau mengambil kesimpulan seperti itu?" tanya setelah puas terbatuk-batuk dan meminum seteguk air putih. "Semua orang yang berkata begitu; seperti ‘panggil aku papa mu’, atau ‘anggap saja aku papa mu’ akan berakhir dengan mengatakan ‘aku naksir mama mu’," jelas Primrose sambil menaikan kedua pundaknya, kemudian melanjutkan makan es krim strawberrynya dengan santai. "Oh karena itu Pim menarik kesimpulan seperti begitu," komentar Shane setelah mendengar penjelasan Primrose. “Pim memang enggak mau punya Papa baru?” tanya Shane dengan hati-hati. Entah kenapa jantung Shane berdegup lebih kencang ketika melontarkan pertanyaan itu. Primrose melihat Shane sekilas sebelum menjawab, "kuharap kau tak ingin menjadi papa ku selamanya." Gadis mungil itu kemudian mencubit roti coklatnya dan menelannya sambil bertepuk tangan. "Ini enak." Ada perasaan sesak di dada Shane saat Primrose berkata begitu. "Ken
Primrose bernyanyi sepanjang waktu sambil menggandeng tangan ibunya di perjalanan balik menuju apartemen kecil tempat mereka tinggal. “Kau senang sekali, ada apa?”“Kan Pim memang ceria,” jawab Primrose sambil mengayunkan tangannya dengan kencang. “Soalnya tadi di sekolah, Pim ditraktir orang tampan.” Gadis kecil itu tidak bermaksud berbohong, toko es krim itu masih berada di area sekolah -menurut Primrose-.“Ada anak lelaki tampan ya? Kau pasti senang berteman dengannya.” Helena bertanya lagi sambil tertawa kecil. ‘Apa anak-anak kecil sekarang lebih cepat dewasa? Terutama para gadis?’Primrose langsung tercekat mendengar pertanyaan lain dari ibunya. ‘Apa mama akan marah kalau aku bilang pergi dengan suamiku? Tunggu siapa nama pria tampan itu?’“Ma… apa mama ingat pria tampan di pulau yang matanya seperti puding karamel?” Helena menautkan alisnya. “Siapa?” Ia mulai mengingat-ingat lelaki dengan manik coklat.“Yang tampan itu loh, Ma,” imbuh Primrose.“Siapa maksudmu?” Helena masih t
Sepanjang perjalanan balik ke Digory Valley, Shane banyak memikirkan tentang mantan istrinya. Ada perasaan aneh yang menggelenyar di dada lelaki tampan itu, ketika ia melihat seorang lelaki menyentuh rambut Helena. Semacam perasaan tak terima. 'Tapi Helena bahkan bukan milikku.'Walau begitu beberapa hari terakhir ini Shane begitu senang bertemu dengan Primrose dan juga Helena -walau secara harfiah tidak benar-benar bertemu Helena-. Dan beberapa kali pertemuan Shane dengan gadis mungil yang serupa dengannya itu membuat hari-hari CEO tampan itu menjadi sangat menyenangkan dan berwarna. Hari-hari Shane biasanya hanya diisi dengan kerja, kerja dan kerja.Shane Digory bahkan rela menyempatkan tiga jam setiap hari ketika waktu kantor hanya untuk bertemu Primrose, dan memata-matai Helena.‘Bagaimana jika Helena sudah menemukan pria lain? Pria yang akan menjadi ayah baru bagi Pim, dan suami untuknya?’“Haa…” Shane menghembuskan napas dengan berat sebelum menelpon Jasper setelah berkendara b
Melihat ketiga orang itu pergi menjauh dari jarak pandangnya, Shane langsung bangkit dari tempat duduk dan melangkahkan kakinya mengikuti mereka.Helena tertawa kecil saat Martin menceritakan kelucuan yang dilakukan anak-anak didiknya hari ini. "Tapi Pim hebat bisa cepat menghafal yang Pak Guru ajarkan," ucap Martin sambil mengusap puncak kepala Primrose."Pak Guru juga pintar mengajar," balas Helena membalikan pujian Martin.Martin menatap teduh pada Helena. Ia sudah lama memperhatikan orang tua muridnya itu, tapi Martin tak ingin mengganggu Helena yang tampak senang menyendiri. Perlahan Martin mendekati wanita itu, mencoba akrab dengan Primrose tentu saja ia menggunakan privilege nya sebagai pengajar di sekolah itu. “Mama, Pim dapat peralatan sekolah. Semua teman-teman Pim juga dikasih dari sekolah ! Gratis!” Pim memberikan bingkisan besar yang dipeluknya sedari tadi. “Gambarnya penyihir merah muda bulan.”Helena merasa bersyukur melihat bingkisan itu. ‘Ah maafkan mama sayang yang
Helena tak percaya dengan kebencian Shane yang terasa semakin tak masuk akal baginya. Pria itu mengusirnya dari pulau, seolah belum cukup dengan itu padahal Helena telah mengembalikan apa yang ia terima dari keluarga Digory, Shane sekarang tiba-tiba saja datang dan memukul orang-orang di sekitar Helena secara random. 'Apa ia begitu membenciku?'Di samping Helena, telinga Martin masih berdengung sehingga tak mendengar apa pun."Jadi-." Shane menggantung kalimatnya masih bingung dengan situasi sebenarnya. "Tapi kenapa kau berteriak?""Aku berteriak karena ada laba-laba!"Alis tebal Shane masih berkernyit. "Dan kenapa ia menyentuhmu?" tanyanya sambil menunjuk pria di samping Helena.Helena tak percaya ia harus menjelaskan hal ini secara detail. "Pak Martin mengusir laba-laba di kepalaku, dan aku berteriak karena laba-laba itu," jelas Helena dengan nada kesal. Ia sekarang sedang berusaha memapah Martin.Martin mengusap wajah sambil berusaha mengusir rasa tak nyaman di kepala. Begitu ia sad
Karena ucapan dan perlakuan Shane pada Primrose tadi, entah bagaimana bisa membuat perasaan Helena lebih ringan. Ia tak melihat kedatangan mantan suaminya itu sebagai suatu ancaman untuk memisahkan dirinya dan Primrose. 'Lagi pula ia masih mengira Pim bukanlah darah dagingnya sendiri.'Helena melihat darah yang mulai mengering dari robekan di bibir Shane. Wanita berambut panjang itu menghela napas, ia mulai menimbang-nimbang untuk mengobati mantan suaminya itu. ‘Ia sepertinya belum sadar bibirnya berdarah, untung tak begitu parah,’ batin Helena mengingat phobia darah yang diidap oleh mantan suaminya itu. 'Tunggu apa dia mendengar kata-kata penolakanku pada Tuan Martin; yang ingin rujuk dengan ayahnya Pim?'"Kenapa Anda ada di sini?" tanya Helena mulai menyelidik. Shane tersenyum tapi pikirannya kalut. Ia sama sekali belum memikirkan alasan yang kuat berada di sini. Shane tak mungkin mengatakan alasan sesungguhnya kalau ia baru saja makan es krim dengan Primrose, bahkan bukan hari ini
Suara celotehan Primrose dan sesekali sahutan dari Shane terdengar dari kamar Helena ketika ia sedang mengambil obat, kapas, dan alkohol untuk mengobati Shane.'Mereka benar-benar akrab sekali.'"Shane juga suka warna itu, ya bajunya warna itu saja," komentar pria berambut abu yang tampak janggal duduk di ruangan sempit apartemen kecil Helena. Penampilan Shane terlihat terlalu mewah dibanding barang-barang usang yang menghiasi flat kecil itu.Helena tersenyum samar ketika mendengar Shane menyebut namanya sendiri saat berbicara dengan Primrose. 'Persis seperti saat ia berbicara dengan ibunya.'Tiba-tiba suara berdenging memekakan telinga terdengar dari luar apartemen. Shane yang tak terbiasa langsung menutup telinganya."Suara apa itu?" Tanya Shane tapi langsung tenggelam dengan suara seseorang memotong besi metal. Lelaki itu mengerutkan keningnya karena keributan yang menyakitkan telinga itu. Setelah bising selama lima menit yang terasa sangat lama bagi Shane, suara itu menghilang."P
Di waktu yang sama Shane melihat pintu apartemen Helena dari jalan kecil tempatnya tadi memukul Martin. Pria tampan itu terpaku cukup lama pada pintu besi yang memudar itu. 'Kenapa perpisahan kali ini terasa jauh lebih menyakitkan ya?'Shane kemudian mengambil ponsel, sebelum beranjak dari tempatnya ia mengirimkan titik koordinat lokasi apartemen Helena. Setelah itu lelaki berparas rupawan itu berjalan balik menuju mobilnya yang terparkir di dekat kuburan umum.Di atas kendaraan Ferrari keluaran lawas, Shane menghubungi tangan kanannya, Jasper."Ya Tuan?" sahut Jasper di ujung panggilan sesaat setelah ia mengangkat telepon dari Shane."Apa kau sudah menerima lokasi yang aku kirimkan?""Ya, Tuan." jawab Jasper singkat."Beli semua gedung dan tanah yang berada di sekitar apartemen itu, termasuk juga gedung apartemennya, berapapun harganya kau harus membelinya.""Baik Tuan. Apa Anda ingin segera meratakan bangunan termasuk gedung apartemen itu? Jika iya, saya akan negosiasi untuk kompensa