Terima kasih komentar dan vote nya^^
Thomas Digory menaikkan sebelah alisnya karena pertanyaannya dibalas pertanyaan lain oleh Shane Digory. "Kau tahu pasti kan kenapa ini begitu penting, Shane? Kau penerus keluarga Digory yang sah menurut ayahku, Graham Digory. Dan bagi keluarga Digory, keturunan itu sangat lah penting."Theresia Windsor menarik napas dengan panik. "Ah bukankah Kate akan segera memberikan mu cucu juga Thomas? Bahkan cucu lelaki," ungkap wanita dengan rambut blonde itu berusaha mencairkan suasana. Theresia mengungkap jenis kelamin janin yang dikandung Kate Windsor sebelum acara gender reveal itu berlangsung. Sudah jelas sekali acara itu hanya settingan publik semata.Thomas Digory menatap tajam ke arah Theresia Windsor yang langsung membuatnya bungkam. "Aku bahkan tak tahu ayah dari Kate. Ia bukan darah dagingku. Tahu tempatmu dan diam saja, Theresia. Apa kau sama saja dengan wanita tak tahu diri itu, Maria."Shane terlihat semakin geram saat nama ibunya disebut oleh ayahnya dengan nada merendahkan. Tanga
Athena senang setengah mati dan berusaha menahan senyum di wajahnya. 'Aku akan menikah dengan Shane bulan depan!' Jika tak sedang berakting pura-pura sedih karena Thomas -ayah Shane Digory tak merestui hubungan mereka, Athena pasti sudah sibuk menyeleksi wedding organizer ternama di kota itu.Wanita cantik berambut merah itu masih sibuk menyusut air mata hingga hidungnya memerah. Sesekali ia menoleh ke arah Shane yang sedang menggenggam tangannya. Pria tampan dengan postur tubuh atletis itu terlihat sangat khawatir sehingga membuat perasaan Athena membuncah bahagia. 'Aku benar-benar mencintaimu Shane!'Athena Ariana adalah sosok yang banyak membuat para wanita iri. Parasnya yang dilengkapi dengan fitur wajah imut, rambut merah dan iris mata biru cerah membuatnya memiliki kecantikan yang klasik. Tak hanya cantik. Athena juga berbakat, ia adalah atlet penari balet nasional, dan terkenal sebagai 'national sister', semua orang menjadikannya adik perempuan yang disayangi dan dimanja.Tapi
"Digory Valley?" tanya Helena cenderung meragukan apa yang ia dengar. Kota metropolitan yang lebih dari lima tahun lalu ia tinggalkan. Terlalu banyak kenangan yang Helena ingin lupakan dari kota besar itu. "Bolehkan Ma?" tanya Primrose penuh harap. Ia mengerjapkan mata cantiknya berkali-kali, berusaha agar Helena menyanggupi permintaannya. "Tapi untuk apa? Dan kenapa mesti ke Digory Valley, apa yang mau kau cari di sana Pim?" Untuk sesaat Primrose ingin berkata; "mencari Shane" Tapi ia tahu hal itu sudah pasti tak disetujui oleh mamanya, karena itu gadis kecil itu malah berkata, "Pim mau melihat pameran penyihir merah muda bulan. Teman-teman Pim banyak yang cerita lihat pamerannya di Digrory Valley." Helena termangu sejenak, ia seakan bingung memutuskan antara mengabulkan atau menolak keinginan Primrose. Primrose tak pernah meminta apa pun pada Helena, karena tahu keadaan mereka bagaimana, tampaknya putri kecilnya itu jauh lebih dewasa daripada umurnya. Namun, sekarang saat Primros
Helena sedang sibuk mencari dan memanggil-manggil Primrose saat Evelyn menepuk pundaknya lagi. “Helena apa perlu kita berfoto? Aku ingin menunjukkan kepada teman-teman di grup angkatan kalau kau-.” Evelyn langsung melingkarkan tangannya di pundak Helena dan tangan satunya yang menggenggam ponsel ia angkat tinggi-tinggi. “kalau kau masih hidup,” ujar Evelyn sambil memencet tombol kamera dan bersamaan dengan itu wanita yang selalu membully Helena semasa sekolah itu memasukkan sebuah arloji wanita di tas sling milik Helena.Helena langsung mengurai rangkulan yang sangat membuatnya tak nyaman itu. Evelyn dulu merangkulnya hanya untuk menggiring Helena ke gudang belakang sekolah dan membullynya bersama anak-anak lain. “Ck,” decak Helena dengan raut muka tak suka.“Okay, sampai jumpa,” ujar Evelyn pamit dan menepuk lengan bajunya seakan jijik telah berdekatan dengan Helena. Tapi wanita berambut hitam panjang itu seakan tak peduli ia mulai panik untuk mencari anaknya yang tak kunjung kelihat
"Shane," gumam Helena lemah. "Dia adalah pengutilnya, Tuan," ucap manajer dengan bangga menginfokan pada Shane Digory, seakan Helena adalah binatang buruan langka. "Bukan aku yang mengambilnya Shane," lirih Helena, suaranya serak saat mengatakan itu. 'Apakah akan mengasihaniku? Menyedihkan sekali Helena, bahkan sekarang kau berharap rasa kasihan darinya.' Jasper tak kalah terkejutnya dengan Shane ketika melihat mantan istri bosnya yang sudah lebih dari lima tahun lalu tak pernah ia temui. ‘Nyonya yang membuang harta Digory kukira akan hidup nyaman bahagia. Apa yang terjadi pada Nyonya baik hati selama ini?’ Shane mendekati wanita cantik yang dibekuk hingga terbaring di lantai oleh salah satu satpam wanita yang bobot badannya berukuran tiga kali tubuh Helena. "Kami akan segera membawa wanita ini ke kantor polisi, Tuan Shane," jelas satpam wanita itu dengan raut wajah tegas. Helena melihat hampa mantan suaminya yang sedang mengalamatkan tatapan rumit padanya. "Bukan aku yang menga
Shane Digory nyaris terjatuh dari sofanya saat mendengar teriakan keras Helena. Ini untuk pertama kalinya ia melihat mantan istrinya begitu marah. Selama Shane kenal dengan Helena, ia tak pernah menyangka kalau wanita berambut hitam itu bisa marah. Tidak bukan hanya marah, Helena murka.Primrose tahu ia melakukan kesalahan besar, sangat besar tepatnya, dan melihat ekspresi ibunya yang datang dengan langkah- langkah panjang menghampirinya membuat gadis mungil itu membatin, 'mama pasti akan habis-habisan memarahiku.'Shane buru- buru berada di tengah-tengah Primrose dan Helena. Wanita cantik yang selalu terlihat tanpa ekspresi itu tampak ingin memukul gadis kecil kesayangannya -setidaknya begitu menurut Shane-."Kamu kemana saja, hah! Membuat mama khawatir saja! Bukannya mama sudah bilang jangan jauh-jauh dari mama!" teriak Helena mengomeli Primrose."Mama, Pim minta maaf," lirih Primrose sambil bersembunyi di balik kaki jenjang Shane. Ia takut ibunya meledak."Helena, tenanglah sejenak,
Helena terlihat kembali bingung menjawab pertanyaan Shane. 'Pasti dia mendengarku saat memanggil nama lengkap Primrose tadi. Apa yang harus aku katakan?' Pertanyaan Shane tak kunjung mendapat jawaban dari mantan istrinya, hingga pria berambut abu gelap itu melirik ke arah wanita di sebelahnya. "Apa pertanyaan itu terlalu personil untukmu?" "Ah tidak!" jawab Helena spontan dan ia langsung menyesal menjawab seperti itu. 'Kenapa tidak bilang iya saja sih! Sekarang aku akan menjawab apa?' Helena menoleh ke jendela mobil melihat pemandangan luar yang memukau, mencoba menyingkirkan rasa 'kering' di tenggorokannya sambil mencari inspirasi nama ayah Primrose. "Nama pria itu- maksudku Papa Pim terdengar sangat konyol, yah karena itu-." Helena seperti ingin melanjutkan ucapannya tapi ia kehabisan kata untuk kebohongannya. "yah karena itu saja aku tak memakai namanya," tandas wanita bersurai hitam itu. Shane tertawa kecil mendengar jawaban Helena. 'Apa menurutnya itu alasan yang konyol?
Helena terpengarah mendengar ucapan Shane. Bibir tipisnya bahkan sampai terbuka lebar sebagai tanggapan atas perkataan Shane. Sebenarnya Helena ingin mengucapkan ‘tidak mungkin’ tapi suaranya tertahan di tenggorokan. Shane tersenyum tipis melihat reaksi tak percaya Helena. Pria itu kemudian menaikkan jendela mobilnya dan dengan perlahan kembali memutar setir mobilnya ke arah jalan raya. “Kau tak percaya?” Shane bertanya sambil tertawa pelan, tapi Helena tak menjawab. Manik hijau zamrud wanita itu masih menatap lurus pada mantan suaminya.Shane tersenyum tipis, ia menjulurkan tangan kanannya dan menyentuh dagu Helena agar menutup mulut. Shane melakukan itu sambil kembali tertawa kecil, seakan menyadarkan wanita berambut panjang itu kalau dirinya tak mengubah ekspresi sedari tadi. “Apa hal itu terlalu mengejutkan untukmu? Anggap saja itu balasan Tuhan untukku karena terlalu arogan selama ini, Helena.”Helena masih menggeleng, ia bahkan menggenggam tangan Shane yang sedang berada di seti
“Tes… Tes… satu, dua, tiga, tes, tes. Pim di sini.” Pim ketuk-ketuk dulu microphone ini ya. Kedengaran tidak? Pim mau cerita, ini ada kaitannya sama mainan baru, Pim. Kemarin Shane kasih ini diam-diam ke Pim ini. “Kamera buat ngerekam. Jadi sekarang Pim akan buat Vlog tentang keseharian Pim!” Pim semangat banget bicara di depan kamera. Sebentar, coba Pim ketok-ketok dulu kamera ini. Sudah jalan belum ya? Oh oke sudah baik. Mari kita rekaman lagi. “Hai selamat datang di Pim Vlog.” Sebentar Pim mikir dulu mau bilang apa lagi. “Okeh, terus apa lagi ya? Oh ya! Di Pim Vlog akan menceritakan-.” Cerita apa ya? Pim mau cerita apa ya? Mama nikah sama Shane? Rumah baru? Kamar baru? Boneka baru yang banyak? Tinggal di kota besar terus kemarin lewat toko kue yang warnanya merah muda. Duh mana duluan ya yang Pim ceritakan? Coba minta usulan Mama ah! “Mama, Mama!” Pim berlari-lari kecil ke dapur. Pasti Mama lagi di dapur. Kata Mama mau buat makan malam sih tadi. “Kenapa, Sayang?” Mama nany
Helena menautkan keningnya. “Tapi masih banyak masakan yang harus aku buat lagi pula bukankah banyak waiters di depan?” Jam makan siang baru saja dimulai, pesanan silih berganti tak henti-henti masuk ke dalam dapur. Helena juga turut sibuk menyiapkan hidangan untuk para pelanggan. Jeremy menggeleng kencang. “Tolong, hanya kau yang bisa melakukannya.” Helena menoleh ke arah pegawai lain yang berada di dalam dapur. Wajah semua orang tampak tidak keberatan, bahkan salah satu chef senior berkata, “tolong bantu Tuan Jeremy saja Nyonya Helena. Disini biar aku yang mengatasi.” Helena menangguk dan mengikuti Jeremy keluar dapur. “Memangnya ada apa, Jeremy?” tanya wanita berambut panjang itu masih bingung. “Itu, Tuan Besar Shane Digory. Ia -seperti biasa- ingin dilayani olehmu,” jelas Jeremy dengan senyuman lebar. Helena langsung terlihat kesal. Ia mengira terjadi sesuatu yang begitu darurat. Tapi bagi Jeremy dan semua pegawai lain, kehadiran Shane Digory adalah sesuatu yang darurat d
“Nyonya Helena!” sambut Jeremy dengan nada riang sambil membuka pintu cafe. Ia memakai kemeja merah muda dan celana bahan berwarna coklat kopi yang senada dengan keseluruhan warna bangunan di belakangnya. “Aku sudah menunggumu dari tadi.” Helena masih terpaku di tempatnya dan tak memperdulikan kedatangan Jeremy. Lelaki itu akhirnya mengikuti arah pandang wanita itu. “Nama yang norak ya?” Jeremy kemudian menyemburkan tawanya setelah mengatakan hal itu, tak lama sampai ia sadar Helena menatapnya tajam. “Ah, maafkan aku Nyonya Hel, tolong jangan laporkan pada suamimu. Aku masih harus mengumpulkan uang untuk membiayai pernikahanku dengan Barbara.” Helena langsung tertawa pelan. “Kalau begitu cepatlah kalian menikah agar kau lebih sadar.” “Tapi kulihat Tuan Shane semakin tak waras karena menikah Lihat aku tak menyangka ia akan memilih nama senorak itu. Dan kurasa hanya itu kekurangan cafe ini, semua sangat sempurna, dari bangunan, suasana, rasa masakan, promosi, dan para pengunjung sa
Lelaki tampan itu akhirnya mengekori kembaran dengan ukuran mininya itu menunggu di meja makan. Helena kemudian menggulung rambutnya ke atas dan mulai memasak sekaligus merapikan keadaan dapur yang berantakan. Shane tak bisa melepaskan tatapannya pada sosok wanita itu. Helena terlihat sangat luar biasa saat ini. ‘Cara ia menjepitkan rambutnya begitu seksi.’. “Ckck. Kau harus ingat ini, Shane.” Primrose merapatkan tubuhnya pada pria tinggi besar itu. “Jangan pernah membuang-buang makanan. Terakhir kali aku melakukannya, Mama membuatku menulis tulisan ‘aku menyesal’ sebanyak tiga lembar halaman folio dan Mama tak banyak bicara selama tiga hari.” Shane langsung menghela napasnya dengan berat. “Jadi aku melakukan kesalah lagi?” Ketimbang hukuman menulis tiga lembar halam folio, Shane lebih sedih ucapan Primrose yang mengatakan kalau Helena makin irit bicara selama tiga hari. ‘Aku ingin mendengar wanita itu bercerita padaku.’ Helena menghentikan obrolan ayah dan anak itu saat menghi
“Shane,” panggil Helena. Seketika laki-laki itu menoleh dengan wajah sangat terkejut, bahkan sutil di tangannya ikut terjatuh. “Kau sudah bangun, Helena?” Shane terlihat gugup sambil berusaha menyembunyikan ponselnya yang ia taruh di atas meja counter dapur. “Apa aku terlalu ribut hingga kau terbangun?” Helena memiringkan kepalanya, tapi tubuh besar Shane sudah menutupi layar ponselnya. ‘Seorang wanita ya? Kenapa aku berpikir setelah Athena ia tak memiliki wanita lain? Tunggu, kenapa aku harus peduli? Apa karena ia mengungkapkan rasa sukanya denganku kemarin jadi aku berharap lebih?’ “Helena…,” panggil Shane mengembalikan kesadaran wanita itu dari lamunannya. “Tunggu saja di ruang baca. Apa kau butuh sesuatu di dapur? Aku akan mengantarkanmu.” Helena langsung tersadar penyebab dia buru-buru ke dapur karena ada bau gosong yang sekarang mulai perlahan menghilang karena alat penghisap asap yang berada di atas kompor. “Tidak, aku hanya mencium bau masakan tadi-.” “Kau sudah lapar?” Sh
“Hah!” Helena bergumam terkejut. “Apa maksudmu?” “Apa kau tidak tahu, aku sudah dipindah-tugaskan ke cabang Digory Valley cafe itu. Begitu juga Barbara.” Helena menelan salivanya. ‘Ini pasti semua ulah Shane. Selain memindahkan sekolah Pim ke sini, ia bahkan memindahkan penempatan kerja orang tua sahabat-sahabat Pim, hingga mereka juga ikut pindah sekolah ke Digory Valley bersama dengan Pim. Astaga, pria itu benar-benar berniat kami berada di sini. “Baiklah aku akan ke cafe Shiny yang berada di Digory Valley untuk bekerja besok.” Jeremy tertawa. “Maksudmu bekerja sebagai owner dan mengawasi kami kan?” “Hentikan candaanmu. Aku masih anak buahmu, Jeremy,” bantah Helena serius. Selang beberapa lama panggilan ponsel itu Helena akhiri. Jeremy masih tak serius menganggapnya akan kembali bekerja -benar-benar bekerja sebagai waiters. ‘Aku dan Shane Digory tak ada kaitannya. Sama seperti dahulu, pernikahan ini sama seperti dahulu, kan?’ Ketika malam hari, Helena mendapat panggilan dari
Helena masih tak bereaksi apa pun, ekspresinya terlihat dingin di mata Shane. “Kau tak percaya ya?” Shane tak menunggu jawaban Helena, ia langsung melanjutkan perkataannya. “Aku pun tak percaya, aku tak percaya telah jatuh cinta padamu sejak hari itu. Hari terakhir kita bertemu. Dan sejak hari itu aku selalu menunggumu, Helena.” Helena tertawa sinis dengan pelan. Aku mengambil apa yang kau berikan padaku, Shane. “Jangan buat kesalahan yg sama dua kali, Shane. Kita pernah berumah tangga dan itu gagal, atau lebih tepatnya hancur berantakan dengan sangat parah. Apa bedanya dengan sekarang?” “Saat itu aku bahkan tak berusaha sama sekali.” Shane membalas perkataan Helena dengan penuh tekad. “Sekarang berbeda Helena. Aku akan berusaha, aku akan merubah apa yang terjadi dulu.” Helena mengangkat alisnya. Luka yang ia dapat dari laki-laki di hadapannya sudah terlalu dalam. “Percuma jika hanya salah satu saja yang berusaha. Karena kurasa aku tak sanggup berusaha lagi bersamamu.” Shane sad
Helena awalnya berpikir kalau Shane sudah lama tak menempati bangunan ini, tapi tak ada setitik debu pun di setiap furniture yang ada. ‘Kukira ia tak tinggal disini, karena setahuku Athena tak suka bangunan tua bergaya klasik seperti rumah ini. Apa ia bisa membujuk Athena dan akhirnya tinggal berdua di sini?’ Helena melangkah menuju rak buku yang memenuhi dinding ruang tengah rumah itu. ‘Bahkan urutan buku yang ku susun tak berubah.’ Seulas senyum muncul di wajah wanita cantik itu. “Beberapa pembantu menyusun kembali urutan bukunya, tapi tak ada yang seperti kau lakukan hingga membuatku nyaman membacanya kembali,” celetuk Shane yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Helena. “Kau tinggal di rumah ini?” Helena tak dapat menutupi rasa penasarannya. Shane tersenyum. “Ya, terutama setelah tahun-tahun awal kita bercerai,” jawab Shane sambil perlahan berjalan mendekat ke arah Helena. “Aku berpikir kau akan kembali setelah pergi begitu saja tanpa berkata apa pun hari itu, hari dimana ki
Jasper tersenyum. “Betul, Tuan.” Shane tak pernah menceritakan apa pun isi hatinya pada orang lain. Tapi kali ini berbeda, lelaki itu tak tahu harus berbuat apa pada Helena. “Apa yang harus kulakukan, Jasper?” Jasper terkejut, majikannya itu tak pernah bingung dalam menentukan sikap tapi kali ini ia benar-benar terlihat putus asa. “Apa ini berkaitan dengan Nyonya Helena?” “Ya,” jawab Shane terdengar pelan. “Ketika tadi pagi saya menemuinya, Nyonya juga terlihat tak kalah terlukanya dengan Anda, Tuan Shane.” Shane langsung menegakkan punggungnya, karena terkejut sekaligus tertarik dengan informasi yang Jasper sampaikan. “Kenapa? Bukankah ia membenciku- ah ya tentu saja aku pantas dibenci olehnya. Ia tak mungkin memaafkanku atas apa yang telah aku lakukan padanya kan?” Jasper menoleh ke arah Tuannya. “Anda akan membiarkan hal ini berjalan seperti ini, Tuan?” Shane tersenyum menangkap maksud Jasper. “Tidak. Tentu saja tidak!” Tapi pundak Shane langsung turun kembali. “Tapi aku t