"Kebakaran gimana, Win? Kamu jangan bercanda!""Mana berani saya bercanda, Bu. Kebakaran yang pakai api itu, Bu. Kebakaran kan namanya? Aduh, kenapa say jadi bingung ini? Pokoknya warung kebakaran karena toko ikan di sebelah sedang kosleting listrik, Bu. Jadi kesamber warung Ibu. Ini saya lagi di lokasi, tapi saya gak bisa video call karena kemera depan saya rusak. Ibu bisa ke sini? Barang Ibu habis semua.""Ada korban jiwa gak?""Gak ada, Bu, adanya korban kerjaan saya, Bu. Mana mau puasa, mau lebaran, kalau gak kerja, gimana saya bisa tenang puasa.""Alhamdulillah kalau gak ada korban jiwa. Maafin saya ya, Winda. Saya lagi ada masalah sehingga belum bisa buka warung, tapi nanti sodara saya mungkin akan bantu saya ke sana.""Baik, Bu, itu saja ya Bu. Semoga masalah Ibu lekas selesai. Terus, saya gimana, Bu?""Ya udah, gaji kamu dan Eko nanti saya bayar ya, tapi gak full.""Alhamdulillah, makasih Bu."Sambungan itu pun terputus. Nuri terdiam dengan kedua kaki yang tiba-tiba merasa tid
Kini Nuri sudah berada di dalam sebuah ruangan di kantor pengadilan agama. Dengan bantuan relasi pelanggan Bu Widya, Nuri diberikan kesempatan untuk mendiskusikan masalahnya pada penasehat rumah tangga tersebut.Wanita berusia lima puluh sedang duduk di depannya. Mendengarkan setiap kalimat yang meluncur dari bibirnya. Nuri menceritakan awal mula masalah rumah tangganya dengan Daniel, sampai terakhir ia kabur ke Puncak."Menurut Ibu, apa yang harus saya lakukan? Saya sudah tidak mau bersama suami saya itu. Saya terlalu ngeri untuk kembali lagi dan bisa dipastikan saya akan dikunci di rumah. Ia punya istri muda yang bisa ia pakai kapanpun, tetapi ia tidak mau menceraikan saya," kata Nuri begitu bersemangat."Dia harus mau melepaskan kamu karena yang dia lakukan sudah termasuk KDRT dengan menyekap istri. Berapa hari kamu dikunci di kamar itu? Apa gak dia lihat kamu atau diberikan makanan?" tanya penasihat itu lagi. Nuri menggelengkan kepala."Saya benar-benar diabaikan, Bu. Jika bukan k
"Terima kasih, Nia. Maafkan saya kalau punya salah sama kamu ya. Titip salam untuk Luna. Oh, iya, jangan bilang pada Luna kalau saya ke sini sama Bu Widya." Nuri berjabat tangan dengan Nia. Suaranya bergetar menahan tangis karena kali ini ia sudah bersumpah tidak akan kembali ke rumah Daniel. Ia akan mengakhiri pernikahannya."Iya, Bu, jaga diri ya. Semoga usaha baso Ibu kembali lancar.""Aamiin, terima kasih Nia." Nuri pun masuk ke dalam mobil. Sudah ada Bu Widya di bangku kemudi, siap membawa Nuri ke rumahnya.Malam harinya, Nuri dan Bu Widya sedang makan malam. Wanita itu makan begitu lahap, seakan-akan semua masalahnya hari ini tuntas. Padahal belum, semuanya baru diproses saja. Namun, cepat atau lambat, ia akan mendapat keadilan dari sikap semena-mena suaminya.Bu Widya tersenyum memperhatikan Nuri yang makan dengan lahap. Ia seperti baru saja membawa anak perempuannya pulang ke rumah. Rasanya pun sungguh bahagia."Jadi, belum bisa jualan dulu?" tanya Bu Widya pada Nuri."Gak bis
"Halo, assalamualaikum, Nuri, kamu lagi apa?" "Wa'alaykumussalam, Mas. Lagi rebahan aja. Mas lagi apa?""Lagi nelpon kamu, he he he ...""Kapan balik dari Bandung?""Masih dua hari lagi. Padahal aku udah kangen.""Kangen kok sama mantan.""Dikit lagi gak jadi mantan lagi. Oh, iya, Daniel kayaknya masih terus nyariin kamu. Apa kamu udah siap jika suatu hari ketemu Daniel dan pria itu memaksa kamu pulang?""Udah, Mas, nanti biar polisi aja yang urus. Saya bingung mau menghempaskan Mas Daniel gimana? Udah terlalu capek.""Bener juga, biarin polisi aja yang urus. Kamu jangan terlalu stres ya. Baik-baik di rumah mama. Kalau gak ada perlu urgent keluar, gak usah keluar. Kalau keluar, ajak mama nemenin.""Iya, Bos. Baik banget setelah jadi mantan ya." Nuri tergelak karena berhasil meledek Dika."Iya, aslinya saya baik kok, Nuri. Kamu aja belum tahu."Keduanya terus mengobrol sampai larut malam. Bu Widya sempat menguping sebentar karena mendengar suara Nuri tengah bercakap-cakap di dalam kam
Daniel begitu terkejut saat membuka lemari pakaiannya, karena pakaian Nuri sudah tidak ada di rak biasanya. "Nia, Nia!" Teriak Daniel marah. Angel yang baru saja keluar dari kamar mandi, langsung menghampiri suaminya."Ada apa, Mas? Kenapa teriak-teriak?" tanya Angel bingung."Kamu lihat ini, semua pakaian Nuri gak ada di lemari." Daniel memperlihatkan sisi kosong di lemari tersebut."Bagus dong, bisa untuk saya, Mas. Ya sudah, pakaian saya nanti saya pindahkan ke ...""Gak bisa, bukan itu maksud saya!" Pekik Daniel marah. Angel semakin bingung melihat suaminya seperti orang stres "Ya, Tuan, ada apa?" tanya Nia yang sudah berdiri di depan pintu kamar majikannya."Kenapa baju Nuri semua gak ada di lemari? Kamu apakan? Sudah saya bilang, semua pakaian Nuri gak boleh diapa-apakan. Biarkan tetap di sini.""Bu Nuri dua hari lalu yang ke sini datang mengambil barangnya, Pak," jawab Nia jujur. Memang ia tidak berniat menutupi kebenaran karena ia sudah tidak takut lagi pada majikannya. Mala
"Daniel ke rumah mama? T-terus kamu bilang apa, Fit?" tanya Nuri yang terkejut."Saya bilang, Ibu gak ada di sini. Terus Pak Daniel maksa masuk. Saya ancam balik. Maaf ya, Bu, saya khawatir mengijinkan orang lain masuk ke rumah majikan saya. Untunglah nyali Pak Daniel ciut dan langsung pergi.""Ya ampun, sukurlah. Makasih ya, Fitri. Saya masih di pasar. Mama ke laundry.""Baik, Bu. Udah dulu ya, Bu. Assalamualaikum.""Wa'alaykumussalam." Nuri menaruh kembali ponselnya di dalam tas. Akhirnya ia bisa bernapas lega setelah mendapat laporan dari Fitri. Memang tidak aman tinggal di rumah Bu Widya. Bisa-bisa wanita itu mendapat teror dari Daniel. Kenapa polisi belum memanggil Daniel? Batin Nuri. Ia pun memutuskan untuk segera pulang. Bahan masakan yang ia perlukan sudah ia dapatkan semua. Lusa, mamanya ada acara arisan dan ia berencana untuk membuatkan baso Malang untuk teman-teman sang Mama.Begitu tiba di rumah, Dika pun ternyata baru sampai. Pria itu baru saja keluar dari kamar mandi, s
Hai, hai, ada yang kangen Mantan?Yuk, Nuri dilanjut lagi. Selamat membaca.Tidak ada yang tidak mustahil bagi Daniel, selagi ia punya uang dan juga relasi yang kuat. Tiga jam yang lalu ia tiba di kantor polisi dan ditanyai ini itu. Sebagai warga negara yang tidak pernah punya cacat prilaku atau terlibat tindak kejahatan, maka Daniel berhasil membayar uang jaminan untuk dirinya. Ia akan menjadi tahanan kota sementara sampai nanti dapat konfirmasi kelanjutan kasusnya dari pelapor."Halo, Papa di mana?" "Luna, Papa kamu ini dilaporkan ke kantor polisi oleh wanita yang sangat kamu sayangi itu.""Bunda Nuri?" "Iya, tapi ini Papa udah selesai. Udah bisa pulang. Papa masih di parkiran. Kenapa, Nak?""Gak papa. Luna enneg lama-lama berdua dengan Tante Angel. Caper, apa aja ditanya. Cepet pulang, Pa. Bawain seblak level pedas dua ya. Di tempat tangganya kita. Makasih, Pa." Ini sudah malam dan jajanan seblak itu memang biasa di-order putrinya saat malam hari. Ada tempat jajanan seblak yang m
"Apa maksud Pak Daniel memanggil saya ke sini?" tanya Dika begitu pria itu berada di dekat meja yang sudah dipesan oleh Daniel. Suami Nuri itu tertawa pelan, ia membantu menggeser kursi di depannya agar Dika bisa duduk."Kamu mau pesan apa? Santai saja, jangan terlalu kaku. Kita sa-sama pria dewasa kan? Apalagi pria yang memperebutkan wanita yang sama," tanya Daniel santai. Tangannya terangkat memanggil seorang pelayan cafe yang terkenal high class"Siapa yang bayar?" tanya Dika balik. Daniel kembali tertawa. "Tentu saja saya karena saya yang undang ke sini," jawab Daniel bijak. Ia bukanlah pria pelit yang untuk mentraktir satu atau dua gelas kopi di kafe ia tidak bisa bayar.Dika akhirnya duduk juga. Buku menu sudah ada di depan matanya. Aneka racikan kopi terbaik dengan harga yang variatif. Tentu saja cukup membuatnya senang, terutama karena gratis."Saya pesan kopi best seller yang ada di sini," kata Dika. Pelayan mencatat pesanan. "Ada makanannya?""Ada, Pak, sebelah sini!" Pel