"Apa maksud Pak Daniel memanggil saya ke sini?" tanya Dika begitu pria itu berada di dekat meja yang sudah dipesan oleh Daniel. Suami Nuri itu tertawa pelan, ia membantu menggeser kursi di depannya agar Dika bisa duduk."Kamu mau pesan apa? Santai saja, jangan terlalu kaku. Kita sa-sama pria dewasa kan? Apalagi pria yang memperebutkan wanita yang sama," tanya Daniel santai. Tangannya terangkat memanggil seorang pelayan cafe yang terkenal high class"Siapa yang bayar?" tanya Dika balik. Daniel kembali tertawa. "Tentu saja saya karena saya yang undang ke sini," jawab Daniel bijak. Ia bukanlah pria pelit yang untuk mentraktir satu atau dua gelas kopi di kafe ia tidak bisa bayar.Dika akhirnya duduk juga. Buku menu sudah ada di depan matanya. Aneka racikan kopi terbaik dengan harga yang variatif. Tentu saja cukup membuatnya senang, terutama karena gratis."Saya pesan kopi best seller yang ada di sini," kata Dika. Pelayan mencatat pesanan. "Ada makanannya?""Ada, Pak, sebelah sini!" Pel
"Mas, kenapa kamu bawa makanan banyak banget? Ini semua kamu beli?" tanya Nuri terheran-heran melihat begitu banyak bungkusan yang diletakkan Dika di meja makan."Bukan, pasti dia lagi ngibulin Daniel nih, benar gak, Dika?" sela Bu Widya yang baru saja keluar kamar. Beliau langsung pergi ke dapur begitu mendengar suara putranya bercakap-cakap."Mana mau Dika beli makanan segini banyak kalau lagi gak banyak tamu di rumah," lanjutnya lagi sembari mengintip satu per satu isi kantong kresek tersebut."Ini udah saya bagiin tetangga depan dua kantong, Ma. Pak Ucup dan teman jaga malamnya tadi juga saya kasih dua bungkus. Ini sisa buat kita dan buat Fitri besok. Sekalian bisa kalau dipanaskan buat sarapan. Lumayan irit masak besok ha ha ha ....""Kok bisa Daniel mau membayar semua belanjaan kamu ini? Apa karena dia ada maunya? Dia pasti minta kamu membujuk Nuri untuk kembali ke rumahnya, begitu," cecar Bu Widya penasaran."Iya, Ma, tapi sebelum dia bilang niatannya apa, dia suruh saya pesan
"Ayo, pelukan! Jangan malu-malu sama Mama. Mama juga pernah muda!" Dika tersenyum senang dengan instruksi mamanya, sedangkan Nuri salah tingkah, tapi hanya ini cara satu-satunya agar Daniel mau melepaskannya. "Nuri, ayo, gak lama kok, sebentar aja untuk foto. Bukan beneran Mama minta kalian pelukan sampai pagi." Nuri menyeringai malu- malu, tetapi akhirnya ia masuk ke dalam pelukan Dika. Napasnya berhenti sesaat karena ia merasakan debaran mantan suaminya begitu cepat. "Kamu lagi menyelam, kenapa tahan napas?" tanya Dika sambil menahan tawa. "Ish, Mas jangan gitu! Ini saya gugup. Ya udah, Ma, ayo cepat fotokan!" Nuri berpura-pura memejamkan matanya, begitu juga Dika. Bu Widya pun mengambil beberapa pose dari berbagai sudut. Sengaja ia menggunakan kamera canggih seharga dua puluh lima juta yang memang jarang ia gunakan."Udah selesai. Kalian udah bisa lepas pelukannnya," kata Bu Widya sambil memeriksa hasil jepretannya. Bu Widya melangkah keluar dari kamar, lalu berjalan masuk ke
Nuri sudah berada di depan rumah mertuanya; Bu Cici. Ini adalah salah satu cara agar Daniel bisa melepasnya karena setelah foto dirinya berpelukan dengan Dika hanya ceklis satu saja di ponsel Daniel. Nuri berharap banyak ibu mertuanya bisa membantunya."Assalamualaikum," seru Nuri dari balik pagar. Ini sudah salam kedua dan tidak ada orang yang keluar dari dalam rumah besar itu. Rumah yang berada di tengah kota Depok dan termasuk perumahan elit. Rumah yang posisinya berada di hock menjadikan rumah itu sangat besar. Tidak ada respon dari sisi kanan rumah, Nuri berjalan ke arah kiri. Ada sebuah mobil terparkir di sana yang tertutup cover berwarna silver."Assalamualaikum," seru Nuri sekali lagi. Terdengar suara anak kunci diputar. "Wa'alaykumussalam, cari siapa, Mbak?" tanya wanita muda yang mirip ART."Bu Cici-nya ada, Mbak? Saya Nuri, istri Daniel.""Oh, Bu Nuri, a-ada, Bu. Mari masuk. Nyonya lagi yoga di ruangan atas, sebentar saya panggilkan ya. Mari masuk lewat depan aja, Bu." Nur
Hatinya begitu membuncah gembira karena beban yang menahan di dadanya beberapa bulan ini, akhirnya terlepas juga. Daniel menalak ya lewat pesan yang ia baca dari screenshot yang dikirimkan Bu Widya. Ini adalah penyemangat baginya yang akan melakukan interview. Hari pertama yang ia harapkan bisa merubah takdirnya di masa depan."Permisi, saya Nuri yang akan interview hari ini? Apakah saya bisa bertemu Bu Soraya?" tanya Nuri dengan begitu ramah pada dua petugas wanita muda yang berjaga di meja resepsionis."Oh, baik, Mbak. Silakan tunggu di kursi ya. Saya lapor ke atasan saya dulu." Resepsionis yang berambut hitam pekat itu mengangkat gagang teleponya. Nuri menunggu dengan sabar dengan detak jantung yang tidak beraturan. Tanyanya dingin dan juga sedikit berkeringat. Ia gugup. Ini pertama kalinya ia melamar pekerjaan seumur hidup karena sejak dahulu ia hanya menemani ibunya di rumah sambil belajar menjahit."Mbak Nuri, silakan naik ke lantai dua ya. Bisa naik lift. Nanti ada ruangan HRD
"Ada apa, Ma? Tumben siang-siang Mama ke sini?" tanya Daniel dengan wajah masamnya. Bu Cici menghela napas panjang, lalu memilih duduk di kursi menemani putranya yang tengah memberi makan ikan koi di kolam belakang."Mama cuma pengen ketemu anak Mama, masa gak boleh? Gimana urusan kamu sama Nuri?" tanya Bu Cici to the point. Ia tidak ingin Daniel keburu pergi karena kehadirannya."Udah selesai, Ma. Nuri selingkuh dengan mantannya.(kayaknya bakal jadi judul baru penulisnya nih)." Daniel ikut duduk di kursi kosong di sebelah Bu Cici."Maksud kamu, Dika?" tanya Bu Cici memastikan."Iya, Ma. Daniel dan Nuri sudah selesai. Hamya perlu menalaknya. Sudah saya lakukan kemarin. Jadi, Mama jangan tanya apapun lagi soal Nuri pada saya. Kami sudah selesai." "Hm, bagus kalau begitu. Kamu jadi bisa fokus pada Angel. Apa kabar istri kamu itu? Mama gak lihat, tapi mobilnya ada di depan." "Ada di kamar, Ma. Angel lagi kurang sehat. Maunya tidur terus. Angel ambil cuti dua Minggu hanya untuk rebahan
Tiga Bulan BerlaluNuri menguap lebar di depan kertas sketsa yang sejak pagi ia corat-coret, tetapi tidak menemukan kecocokan pada design gaun pesta tersebut. Sudah sejak lama Bu Celine memintanya menggambar menggunakan tablet atau laptop, tetapi karena ia tidak mahir dengan dua alat itu, ia hanya menggunakan pensil khusus dan juga kertas gambar untuk membuat design.Bosnya baik, begitu juga dengan teman-teman di kantor pusat dan juga team butik yang sering ia jumpai. Mereka dapat menerimanya dengan baik, selama tiga bulan ia bekerja. Satu buah sketsa dihargai lima belas juta dan jika berhasil dilirik oleh rumah model, maka akan diberikan bonus. Untuk gaji pokok Nuri mendapatkan upah delapan juta dan jika ia saat berhasil membuat design menarik pasaran, maka uang lima belas juta itu ikut masuk ke rekeningnya. Hoam! Sekali lagi Nuri menguap. Ini sudah jam sebelas malam. Matanya mengantuk, tubuhnya sudah penat, tetapi idenya seperti tidak tuntas. Oleh karena itu, Nuri memutuskan ke da
"Bang, ngebut ya," kata Nuri berpesan pada sopir ojek online. "Siap, Bu, tapi Ibu jangan kaget kalau saya ngebut ya," balas pengemudi ojek itu yang mungkin usainya sekitar empat puluh tahunan. "Nggak kok, kita emang harus cepat, soalnya ada pelakor di rumah saya. Kalau bisa cepat, maka saya akan kasih dua ratus ribu buat Abang, gimana?" "Wah, mau ada perang dunia kayaknya nih. Okelah, Bu, pegangan ya. Pasti saya bisa cepat, Bu." Motor pun melesat cepat, sehingga hampir saja Nuri jatuh terjengkang, jika ia tidak memegang jaket pengemudi itu. Pria itu membuktikan ucapannya. Hanya sepuluh menit saja ia di jalan dengan tampilan akhir amat berantakan. Wajahnya lengket dan mulutnya tidak bisa mengatup karena banyaknya masuk angin ke dalam mulutnya. Biasanya jika naik ojek online ,maka ia akan membutuhkan waktu setengah jam lebih lima menit, tetapi bersama ojek online ajaib ini rasanya baru naik sudah sampai."Makasih banyak atas bantuannya, Bang. Saya jadi sampai tepat waktu." Nuri memb